Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180033 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saryanto
"Sing dalam bahasa Jawa disebut sebagai tembung sesulih, panggandheng, tembung panyilah atau pronomina rela_tif. Sing bersinonim dengan kang, dan ingkang, juga berpadanan dalam bahasa Indonesia dengan yang. Sebagai sebuah partikel, kata sing tidak pernah muncul sendiri dalam suatu kalimat. Kata tersebut harus berhubungan atau berga_bung dengan kata lainnya untuk dapat bermakna gramatikal. Pembicaraan mengenai proses pembentukan kata sing dengan kata lain yang memungkinkan bervalensi (bergabung) akan membentuk sebuah frase. Frase bentukan antara sing dengan kata lainnya akan menghasilkan frase nomina. Adapun kelas kata yang dapat bergabung dengan sing membentuk frase nomina adalah nomina, verba, ajektiva, pronomina, numeralia, preposisi dan adverbia. Konstruksi sing sebagai frase nomina merupakan pembicaraan bidang sintaksis."
Lengkap +
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mala Satina Syahrum Wardhana
"Penelitian ini adalah mengenai frase nominal jamak bahasa Perancis dan padanannya dalam bahasa Indonesia. Tujuannya ialah untuk mengetahui dan mendapatkan suatu gambaran umum mengenai padanan dari frase nominal jamak bahasa Perancis di dalam bahasa Indonesia. Ruang lingkup adalah frase nominal jamak bahasa Perancis yang berstruktur artikula takrif + nomina yang bersub kelas bernyawa. Metode yang dipergunakan di dalam penelitian adalah metode penelitian korpus. Hasilnya menunjukkan bahwa 73.20% frase nominal jamak bahasa Perancis juga diberi padanan berupa frase nominal jamak bahasa Indonesia. Sedangkan 0.64% diberi padanan berupa frase nominal tunggal, 21.45% diberi padanan berupa frase nominal tanpa penanda jumlah, 4.73% tidak diberi padanan. Padanan yang paling sering muncul di dalam bahasa Indonesia adalah berupa frase nominal jamak yang ditandai oleh reduplikasi penuh nomina, yakni sebanyak 35.96%, yang kemudian diikuti oleh frase nominal tanpa penanda jumlah, yaitu sebanyak 21.45%. Padanan-padanan lain yang muncul adalah: (1) frase nominal jamak yang ditandai oleh: artikula Para (12.82%), artikula kaum (0.63%), artikula rombongan (0.95%), numeralia kolektif (8.83%), numeralia kolektif dan reduplikasi penuh nomina (1.89%), numeralia utama (0.32%), numeralia tak takrif beberapa (0.95%), numeralia tak takrif semua (0.63%), numeralia tak takrif banyak (0.32%), nomina kolektif (6.31%), frase koordinatif nominal (0.32%), pronomina mereka (3.47%); (2) frase nominal tunggal yang ditandai oleh: frase numeralia salah seorang (0.32%), artikula (0.32%). Pergeseran-pergeseran yang ditemukan di dalam terjemahan adalah pergeseran intra sistem sebanyak 268 buah, pergeseran struktur sebanyak 250 buah dan pergeseran kelas sebanyak 11 buah. Pergeseran-pergeseran ini terjadi karena penyesuaian dengan struktur bahasa sasaran. Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa karena kebanyakan dari frase nominal jamak bahasa Perancis juga diberi padanan jamak di dalam bahasa Indonesia, maka pada umumnya frase nominal jamak bahasa Perancis mendapat padanan formal di dalam bahasa Indonesia."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S14326
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramitarini Dewi J.
"Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Dalam suatu masyarakat, komunikasi antarindividu di samping secara Iisan, dapat pula dilakukan secara tertulis, misalnya melalui media massa berupa surat kabar. Dalam surat kabar banyak terlihat nominalisasi dalam penyusunan berita. Bertitik tolak dari kenyataan ini, penulis tertarik untuk meneliti padanan frase nominal (FN) hasil nominalisasi afiksal bahasa Perancis (BP) dalam bahasa Indonesia (BI). Untuk melakukan penelitian ini, dalam skripsi yang berjudul Padanan Frase Nominal Hasil Nominalisasi Afiksal Bahasa Perancis dalam Bahasa Indonesia, digunakan konsep-konsep : satuan-satuan, gramatikal , nominalisasi afiksal, anafora dan katafora serta teori terjemahan. Hasil analisis menunjukkan bahwa padanan FN hasil nominalisasi afiksal BP adalah berupa FN hasil nominalsasi afiksal BI (terdiri dari FN hasil nominalisasi afiksal setia dan FN hasil nominalisasi afiksal tidak setia dan bukan berupa hasil nominalisasi BI. Jenis padanan yang beragam ini mengakibatkan perubahan dalam hubungan antara FN hasil nominalisasi dan kalimat yang mengalami nominalisasi: - Dalam padanan, yang berupa FN hasil nominalisasi afiksal setia BI, terlihat kesamaan hubungan. Jika dalam BP terdapat hubungan anaforis setia, maka dalam BI juga terdapat hubungan anaforis setia. Demikian pula dengan hubungan kataforis. - Dalam padanan yang berupa FN hasil nominalisasi afiksal tidak setia BF, tidak terlihat kesamaan hubungan. Dalam BP terdapat hubungan anaforis dan kataforis setia, namun dalam DI terdapat hubungan anaforis dan kataforis tidak setia. - Dalam padanan yang bukan berupa hasil nominalisasi BI, ada yang memiliki hubungan dan ada pula yang tidak. Hubungan disini bukan hubungan yang sama dengan hubungan dalam BP antara FN hasil nominalisasi dan kalimat yang mengalami nominalisasi, tetapi ditandai dengan morfem -nya. Jika dalam BP terdapat hubungan anaforis dan kataforis, maka dalam BI hanya terdapat hubungan kataforis dengan morfem -nya sebagai penanda katafora. Jika morfem ini tidak muncul, maka tidak ada hubungan. Kemudian rnengenai struktur dan bentuk nomina dalam hubungan antara FN BP dan, FN BI. Dapat dilihat bahwa: - Jika dalam FN BP strukturnya adalah Det (Art) + N + Mod (FPrep), araka dalarn BI struktur tersebut menjadi :N + Mod (FN) + Det (_r), N + Mod (Num) + Det (_r), N + Mod (FPrep) + Det (_r)Jika dalam FN BP strukturnya adalah Det + N, maka dalam BI struktur tersebut menjadi N + Det. - Nomina yang paling banyak muncul sebagai padanan dari semua afiks pembentuk nomina BP adalah nomina BI berafiks pe-an. Selanjutanya mengenai pergeseran-pergeseran yang terjadi dalam padanan FN hasil nominalisasi afiksal BP dalam BI adalah pergeseran struktur, tingkatan, kelas dan intra sistem. Akhirnya, analisis ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam bidang terjemahan dan sintaksis."
Lengkap +
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vita Agustini
"Menurut Alisyahbana (1957: 55-61) bahasa Melayu Tionghoa adalah bahasa melayu rendah yang dicampuri istilah-istilah Tionghoa dan dipergunakan oleh babah-babah di jawa dalam surat-surat kabar dan karya mereka dan berbahasa Melayu-Tionghoa dinamakan karya sastra Melayu-Tionghoa. Menurut Kio Joe Lan (1962:13) karya sastra Melayu-Tionghoa berlangsung dari tahun-tahun pecahnya perang Pasifik. Hal yang diteliti penulis bukanlah karya sas_tranya, melainkan bahasanya, khususnya pola frase yang khas dalam bahasa Melayu-Tionghoa. Ini disebabkan menurut pengetahuan penulis, selama ini belum ada yang meneliti bahasa ini secara mendalam, yang ada adalah penelitian sepintas, yang diteliti secara mendalam adalah tentang karya sastranya. Sementara di lain pihak, penulis melihat bahwa bahasa Melayu-Tionghoa menpunyai sifat-sifat yang khas (berbeda) dari bahasa Indonesia. Jadi, tujuan penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kekhasan pola frase bahasa Melayu-Tionghoa, serta sejauh mana perbedaanya dengan bahasa Indonesia. Dalam penelitian ini penulis memakai konsep Ha_rimurti Kridalaksana yang terdapat dalam buku beberapa Prinsip Perpaduan Leksem dalam Bahasa Indonesia (1988). Data dikumpulkan dengan memakai metode sampel. Penulis mengambil 10% frase Yang khas dari tiap bab ketiga buah novel asli yang berasal dari ketiga zaman karya sastra Melayu-Tionghoa menurut Nio Joe Lan (1962 : 32). Data yang telah dikunpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan kategorisasinya, dan setelah itu dikelompokkan berdasarkan persamaan pola frasenya. Baru setelah itu penulis mulai menganalisis kekhasannya. Kesimpulan yang didapatkan antara lain: (1) Urutan kata berpola M-D ternyata persentasinya kecil sekali dibandingkan frase berpola D-M, yaitu pola urutan kata di dalam bahasa Indonesia. (2) Hal yang sangat menonjol di dalam pola frase BHT ada_lah ketidak konsistenan pemakaian kata, partikel, im_buhan, tidak dapat diramalkan kapan biasanya muncul. Di dalam bahasa melayu-tionghoa tidak ada patokan pasti, bersifat mana suka, tata bahasan kacau. Hal ini berbeda sekali dengan bahasa lndonesia. (3) Oleh karena inilah,penulis dalam menentukan makna dan melihat padanannya dalam polo frase bahasa Indone_sia harus melihat dulu pada koteksnya."
Lengkap +
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Setiawidi
"Analyse einiger deutschen Satze, die Prapositionalgruppe enthalten, In der funktionalen Grammatik von Eisenberg werden die drei grammatischen Komponenten aus der Sicht von Syntax beschrieben, namlich die syntaktischen Strukturen, Kategorien and Funktionen. Aufgrund den Kategorie- and Funktionkomponenten werden die Komponenten der syntakti_schen Relation im Deutschen weiter beschrieben. Naoh der Theorie von Eisenberg gibt es im Deutschen zwei Typen von syntaktischen Relationen: die Bestimmungsrelation, die sich auf syntaktische Funktionen bezieht; die Bereichs_relation, die sich mit Konstituentenkategorien befa_t. Au_erdem werden Satzanalysen von Strukturen zur Funk_tionen and umgekehrt, and auch systematische vollstandigen Beschreibungen von den Beziehungen zwischen Struktur and Funktion erlautert. Als Korpus sind Satze, die Prapositionalgruppe (PrGr) enthalten. Die Satze werden aus einigen thematisch ver schiedenen Artikeln -- wie z.B. Politik, Wirtschaft, Kultur, Sport und allgemein -- in Frankfurter Allgemeine Zeitung Nr. 262 (10. November 1992), 275 (28. November 1992) und 276 (27. November 1992) entnommen. Die Satzanalyse umfa_t der Analyse der Konstituenten-struktur, der syntaktischen Funktionen and Relationen zwischen Konstituenten von jeden Satzen. Fernerhin, nach der Struktur- und der syntaktischen Funktiansanalyse wird die Beziehung zwischen Struktur and Funktion untersucht, namlich die Satzkonstituenten, die gleiche Strukturen haben, konnen in unterschiedlichen syntaktischen Funk_tionen vorkommen. Die Schlu_folgerung sind u.a.: ein Satz kann entweder nur eine PrGr mit bestimmter syntaktischer Funktion oder mehrere PrGr mit verschiedenen syntaktischen Funktionen haben; Um die funktionale Grammatik von Eisenberg zu ver_wenden, werden die sehr Bute Beherrschung der untersuchten Sprache and das genaue Verstehen der syntaktischen Funk_tion jeder Konstituenten eines Ausdrucks/Satzes von einem Forscher vorausgesetzt, so da_ die Konstituentenstruktur und die syntaktischen Relationen zwischen Konstituenten des Satzes genau bestimmt werden konne."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S14634
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Preposisi adalah jenis kata yang berfungsi sebagai penghubung atau perangkai yang merangkaikan seluruh struktur sumbu dengan struktur gramatikal lain yang merupakan bagiannya. Preposisi diikuti oleh nomina dan menghubungkannya dengan kata lain dalam ikatan eksosentris berupa frase preposisional. Begitu pun dengan Bahasa Jawa Kuno, preposisi diikuti oleh nomina. Preposisi memiliki makna gramatikal yaitu hanya mempunyai makna dan fungsi jika berada di dalam struktur kalimat. Dalam kalimat, preposisi selalu hadir bersama-sama sumbunya membentuk frase preposisional sehingga dalam Bahasa Jawa Kuno preposisi tidak pernah berada pada akhir kalimat. Secara sintaktis, frase preposisional dapat mengisi fungsi obyek dan fungsi pelengkap dalam tataran klausa. Secara semantis, preposisi dalam Bahasa Jawa Kuno berfungsi menandai peran-peran tertentu sebagai hasil hubungan antara argumen pengisi sumbu dan predikator dalam suatu proposisi. Peran-peran yang dapat ditandai oleh preposisi Bahasa Jawa Kuno adalah: pelaku, lokatif dinamis, lokatif statis, tujuan, temporal, sebab, alat, sumber, asal, perihal, dan situasi. Tujuan dari penulisan ini adalah ingin mengidentifikasi preposisi dalam Bahasa Jawa Kuno. Dan situ diharapkan dapat menjadi sumbangan besar bagi para pembaca dan peneliti-peneliti selanjutnya dalam memahami Bahasa Jawa Kuno."
Lengkap +
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S11358
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Betsy Dewanti
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S11722
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Endah Astuti
"Penelitian ini membahas tentang makna dan maksud yang terkandung dalam panyandra bahasa Jawa. Panyandra adalah salah satu ungkapan dalam bahasa Jawa yang digunakan untuk menggambarkan suatu hal atau suatu keadaan dengan jalan membandingkannya. Dua hal yang dibandingkan berupa referen pebanding dan referen pembanding. Permasalahan yang menjadi dasar penelitian ini adalah referen pembanding apa saja yang digunakan sebagai perbandingan dalam panyandra, lalu persamaan komponen apa saja sehingga kedua referen tersebut dibandingkan dan maksud apa yang terkandung dalam ungkapan panyandra. Data Panyandra yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari buku-buku Paramasastra Bahasa Jawa, yaitu Ngengrengan Kasusastran Jawi, Ringkes Mentes, Titi Basa, Sapala Basa Jawa, dan Memetri Basa Jawa II. Penelitian ini menggunakan teori referensial, yaitu segi tiga Odgen Richards, kemudian teori analisis komponen makna menurut Widdowson dan teori Ilokusi menurut Searle. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa panyandra digunakan oleh orang Jawa sebagai sarana untuk menggambarkan suatu hal atau keadaan dengan cara membandingkannya dengan benda-benda alam yang ada di lingkungan mereka. Panyandra digunakan untuk maksud memuji, menyatakan kemarahan dan mengecam."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S11678
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vita Muflihah Fitriyani
"Tugas akhir ini membahas mengenai analisis gelar Sultan Hamengku Buwana VIII ndash; X dan gelar anak-anaknya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelar Sultan Hamengku Buwana VIII-X dan gelar anak-anaknya dalam buku berjudul Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat ndash; Sujarah sarta Sawatawis Pranatan Lampah Budaya/ Adat tahun 1943. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk gelar Sultan Hamengku Buwana VIII ndash; X dan gelar anak-anaknya. Penelitian ini menggunakan konsep frasa nominal Gina 1981 . Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah deskriptif analitis. Hasil penelitian ini adalah, kata yang dipertahankan dalam gelar anak Sultan Hamengku Buwana VIII ndash; X terletak pada kata kedua, serta kata kedua dan ketiga. Kemudian, frasa yang dipertahankan dalam gelar Sultan terletak pada frasa pertama dan kedua. Kata Ayu, Ageng, dan Ajeng dalam gelar anak perempuan posisinya tidak mungkin berada sebagai kata pertama gelar. Kata pertama hanya dapat berupa Raden, Gusti, Bendara, dan Kangjeng. Dalam gelar anak laki-laki, kata Harya dan Mas posisinya tidak mungkin berada sebagai awalan gelar, dan tidak dapat berdiri sendiri sebagai satuan gelar. Kata pertama dalam gelar anak laki-laki hanya berupa Gusti, Bendara, dan Kangjeng.

This thesis describes about analysis of Sultan Hamengku Buwana VIII ndash X rsquo s title and his child rsquo s title. The data used in this research is title of Sultan Hamengku Buwana VIII ndash X and his child rsquo s title in the book entitled Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat ndash Sujarah sarta Sawatawis Pranatan Lampah Budaya Adat. The book was published in 1943. The purpose of this thesis is to find out the title rsquo s form of Sultan Hamengku Buwana VIII ndash X and his children. The researcher uses nominal phrase concept of Gina 1981 . The research method that is used is descriptive analysis. The result of this research is that the main word which is maintained of Sultan Hamengku Buwana VIII ndash X rsquo child title are the second word and the second and third words. In addition, the maintained phrase in Sultan Hamengku Buwana rsquo s title is the first and second phrases. Ayu, Ageng, and Ajeng in the title of the daughter, could not be the first word of the title. The first word should be only be Raden, Gusti, Bendara, and Kangjeng. In a boy 39 s title, Harya and Mas unlikely to be a starting point, and can not stand alone as a unit of titles. The first word in a boy 39 s title is only Gusti, Bendara, and Kangjeng.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69401
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987
499.222 FAR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>