Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35347 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Mulyati
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang bentuk awal dan perkembangan tata kota Yogyakarta pada tahun 1756-1824 H. Dari pembahasan tersebut kemudian akan dikaji pula menge_nai faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tujuan penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan tata kota Yogyakarta dan perkembangannya pada periode awal terbentuknya tata kota dan faktor apa saja yang mempengaruhinya.Sebagai sumber data utama dalam penelitian ini adalah kota Yogyakarta periode awal yaitu tahun 1756-1824, yang secara administratif sekarang termasuk dalam wilayah kotamadya Yogyakarta. Selain itu juga digunakan peta-peta perkembangan kota Yogyakarta dari tahun 1756, 1785, 1790 dan 1824. Agar penelitian ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka digunakan juga sumber data sekunder berupa peta Yogyakarta tahun 1994, serta kepustakaan mengenai sejarah kota Yogyakarta dan perkotaan, baik sejarah berdirinya kota maupunsejarah pemerintahannya dan politik. Di samping itu juga. kepustakaan mengenai keadaan lingkungan geografi, keadaan penduduk dan perekonomian serta kosmologi dan orientasi nilai. Penelitian ini dilandasi oleh pemikiran bahwa apapun dasarnya sebuah kota tentu memiliki bentuk awal, bentuk awal dari perkembangan kota dalam perjalanan sejarahnya tidak terbentuk dengan sendirinya melainkan dibentuk dan dipengaruhi oleb banyak faktor. Bentuk awal dan perkemban_gan tata kota serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat ditelusuri melalui keterangan sejarah baik berupa peta maupun sumber-sumber tertulis. Hasil dari penelitian ini adalah berdasarkan penga_matan dari peta-peta yang berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa pembangunan fisik kota Yogyakarta berawal dari pembangunan kraton yang dimulai dengan terlebih dahulu membuka hutan Beringan. Kraton tersebut terletak di desa Pacetokan antara sungai Winongo di sebelah barat dan sungai Code di sebelah timur . Kemudian pada peta tahun 1765 mulai tampak munculnya pemukiman di dalam benteng dan di sekitar benteng. Pada peta tahun 1790 perkembangan kota Yogyakarta terlihat mengarah ke arah utara. Hal ini ditandai dengan beragamnya jenis bangunan dan pemukiman di wilayah ini. Dengan demikian berdasarkan lokasinya unsur-unsur pendukung dan pembentuk kota Yogyakarta, terbagi menjadi 2 yaitu: di dalam benteng dan di luar benteng kraton. Sehingga pada peta tahun 1824 terlihat perkembangan kota Yogyakarta memanjang dari arah selatan ke utara di antara aliran sungai. Sematara itu di sisi barat dan timur kota tidak banyak mengalami perkembangan. Perkembangan kota mulai tampak meluas disebelah timur sungai Code dengan berdiri_nya Pura Pakualainan di wilayah ini, pada tahun 1813 H. Dari pengamatan terhadap perkembangan kota terlihat bahwa tata kota Yogyakarta bercirikan tata kota Islam (tradisional) pada umumnya. Susunan unsur-unsur pembentuk tata kota di Yogyakarta mengikuti susunan tata, kota Islam (tradisional), yaitu: kraton dan alun-alun berada di tengah kota, masjid di sebelah barat alun-alun, pasar di sebelah utara alun-alun dan pemukiman yang tersebar menge_lilingi kraton serta jaringan jalan yang saling berpo_tongan membentuk bujur sangkar. Dengan demikian perkembangan kota Yogyakarta diawali dengan pembangunan kompleks kraton sebagai prioritas utama, kemudian dilakukan pembangunan terhadap unsur-unsur kota yang lain seperti benteng keliling kraton, kompleks Taman Sari, Masjid Agung, pasar, tugu dan benteng Vredeburg. Sehingga unsur-unsur tata kota Yogyakarta berdasarkan jenis dan fungsinya dapat dikelompokkan menjadi :
- jaringan jalan;
- bangunan-bangunan umum;
-bangunan pertahanan-keamanan;
- bangunan hunian.
Melalui data sejarah perkembangan kota dan data kepustakaan lainnya dapat diketahui mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota Yogyakarta serta penyebab terjadinya perubahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota Yogyakarta tersebut adalah faktor jumlah penduduk, faktor penguasaan terhadap lingkungan dan kemajuan teknologi serta faktor politik dan ekonomi.

"
1996
S13876
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Anita Setyawati
"Kota Yogyakarta yang menjadi pusat pemerintahan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki situs-situs bersejarah yang menjadi sumber daya dalam pariwisata. Terdapat sembilan objek wisata sejarah di Yogyakarta, yaitu Kraton Yogyakarta, Puro Pakualaman, Tamansari, Benteng Vredeburg, Museum Sasmitaloka, Museum Sonobudoyo, Museum Dewantara Kirti Griya dan Museum Perjuangan. Dalam menentukan perkembangan objek wisata sejarah dan hubungannya dengan kegiatan ekonomi disekitarnya digunakan analisis spasial dan statistik. Hasil yang didapatkan yaitu Puro Pakualaman dan Museum Sasmitaloka berada pada perkembangan tahap tiga; Kraton Yogyakarta, Benteng Vredeburg dan Museum Sonobudoyo berada pada perkembangan tahap lima; sedangkan sisanya berada dalam tahap empat. Hubungan antara perkembangan objek wisata sejarah dengan kegiatan ekonomi sekitar yang berupa perhotelan, rumah makan dan toko cinderamata tidak berkorelasi."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S34190
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noni Huriati
"Perkembangan Kota Yogyakarta yang semakin tinggi intensitasnya dihadapkan pada keterbatasan lahan di pusat kota, akibatnya perkembangan akan mengarah ke daerah pinggiran kota yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Bantul dan Sleman. Penelitian ini menyampaikan penjelasan tentang perkembangan yang terjadi di daerah pinggiran Kota Yogyakarta, dilihat dari perkembangan permukimannya dalam kurun waktu tahun 1992-2006 terkait dengan variabelvariabel yang diteliti dan konsep keruangan Jawa di daerah tersebut. Perkembangan yang terjadi di daerah pinggiran ini dapat diidentifikasi dari perkembangan permukiman.
Perkembangan permukiman ini dipengaruhi oleh jaringan jalan, fasilitas pendidikan, ketetapan pemerintah dan prakarsa pengembang. Selain itu, pengaruh dari konsep keruangan Jawa juga masih terlihat dalam perkembangan yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan yang terjadi bersifat memanjang dan konsentris, serta mengarah ke utara dan selatan, kemudian dari timur ke barat. Walaupun konsep keruangan Jawa tersebut masih terlihat, tetapi dalam perkembangan yang terjadi pola yang ada lebih dipengaruhi oleh keberadaan penarik lain seperti keberadaan kampus.

The development of Yogyakarta City that has inclined in intensity faced with the limitation of land in the city causes its development course to the urban fringe area, which administratively is in the Bantul and Sleman Regency. This research inform descriptions about the development that happens in the urban fringe area in Yogyakarta City, viewed from the development of its settlements during 1992-2006 concerned with the research variables and Javanese spatial concept in the area. The development which happens in urban fringe area can be identified from the change of settlement.
This change of settlement is affected by roads, facility of education, government policy and advisor?s developer. Furthermore,the influence of Javanese spatial concept can still be seen from development of settlement. The output of research shows that such development is linear and concentric, as well as directing to northward and southward, then from the east to the west. Though the Javanese spatial concept mentioned is still seen, however the development of the exiting pattern is affected more from on other variables such as the existence of campus.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S34156
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrachman Surjomihardjo
Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2000
959.8 ABD k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Buceu Akhmad
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
S33465
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S33801
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diki Tri Apriansyah Putra
"Memasuki abad ke-20, Palembang menjadi salah satu wilayah penting bagi pemerintah kolonial karena kemajuan pesat di berbagai bidang seperti sosial, politik, dan ekonomi. Saat pemerintah kolonial mengeluarkan konsep baru tentang pemerintahan kota (Decentralisatie Wet 1903) dengan mengangkat Palembang sebagai Haminte, maka banyak sekali perubahan yang mengikutinya. Penelitian ini membahas tentang perkembangan Haminte Palembang dan perubahan tata ruang kota pada tahun 1906-1935. Tujuannya untuk menjelaskan bagaimana perkembangan Haminte Palembang beserta tata ruang kota di dalamnya. Rumusan masalah yang diajukan pada penelitian ini adalah bagaimana latar belakang pembentukan Haminte Palembang beserta perkembangannya, bagaimana perubahan tata ruang kota, beserta bagaimana dampaknya. Metode yang digunakan adalah metode sejarah dengan empat tahapan seperti heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan Haminte Palembang telah membawa banyak perkembangan secara fisik dan non-fisik bagi kota ini. Pembangunan infrastruktur dan sarana-prasarana yang berkesinambungan memicu modernisasi dalam masyarakat. Perubahan tata ruang kota juga menjadi salah satu hal yang paling moncolok dimasa ini karena menimbulkan pembaharuan identitas dan ideologi kota. Namun, perkembangan ini juga membawa dampak yang cukup kompleks dalam kehidupan masyarakat. Di satu sisi, perkembangan ini membawa perubahan sosial seperti modernisasi dan kemajuan, di sisi lain perkembangan ini juga membawa masalah sosial seperti konflik dan perselisihan antara masyarakat dan pemerintah.

Entering the 20th century, Palembang became one of the important areas for the colonial government due to rapid progress in various fields such as social, political, and economic. When the colonial government issued a new concept of city governance (Decentralisatie Wet 1903) by appointing Palembang as Haminte, many changes followed. This study discusses the development of HamintePalembang and changes in urban spatial planning from 1906-1935. The goal is to explain how the development of Haminte Palembang and the city's spatial planning in it. The formulation of the problem posed in this study is what is the background of the formation of Haminte Palembang and its development, how is the change in urban spatial planning, and what is the impact. The method used is the historical method with four stages: heuristics, verification, interpretation, and historiography. The results of this study indicate that the formation of Haminte Palembang has brought many physical and non-physical developments to this city. Sustainable development of infrastructure and facilities triggers modernization in society. Changes in urban spatial planning are also one of the most striking things at this time because it creates a renewal of the city's identity and ideology. However, this development also brings a fairly complex impact on people's lives. On one side, these developments brought about social changes such as modernization and progress, on the other side these developments also brought about social problems such as conflicts and disputes between the people and the government."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Safitri D.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T39418
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irmawati Marwoto Johan
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Aisha Miadinar
"Bencana kebakaran dapat menyebabkan kerugian materi dan korban jiwa,
dan perumahan menempati urutan tertinggi dalam kejadian kebakaran di
Indonesia. Kota Yogyakarta telah memasuki tahap awal sebagai kota metropolitan
dan akan semakin rawan terhadap bencana kebakaran seiring dengan pertumbuhan
kotanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi wilayah rawan kebakaran
di Kota Yogyakarta dengan menggunakan analisis keruangan dan hubungannya
dengan kejadian kebakaran pada tahun 2009. Analisis spasial yang digunakan
adalah overlay peta dan didukung oleh analisis statistik. Hasil penelitian
menyatakan bahwa wilayah rawan kebakaran tinggi terletak pada bagian tengah
Kota Yogyakarta. Hasil uji Person?s Product Momenttidak menunjukkan adanya
hubungan antara kejadian kebakaran dengan karakteristik permukiman dan
fasilitas mitigasi. Berdasarkan hasil overlay, waktu tempuh pemadam kebakaran
mempengaruhi besarnya kerugian akibat kebakaran. Wilayah dengan waktu
tempuh pemadam kebakaran kurang dari empat menit memiliki kerugian yang
lebih sedikit dibandingkan dengan wilayah dengan waktu tempuh lebih dari empat
menit. Meskipun demikian, hasil overlay tidak menunjukkan adanya hubungan
antara wilayah rawan kebakaran dengan kejadian kebakaran."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S34192
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>