Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115094 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Syahril
"
ABSTRAK
Sebagai pusat aktivitas sosial-ekonomi yang cukup besar di masa lampau, kerajaan Banten banyak menghasilkan sisa-sisa tinggalan budaya materi yang kompleks. Salah satu bukti akan hal tersebut adalah adanya tempat pembuatan tembikar, yakni Sukadiri dan Panjunan. Penelitian arkeologis yang dilakukan secara intensif di Banten Lama telah menemukan artefak berupa pecahan-pecahan tembikar yang secara kuantitas lebih dominan dibandingkan dengan jenis-jenis artefak lainnya. Selain itu juga berdasarkan sebarannya, artefak tembikar ditemukan pada seluruh situs penelitian di wilayah Banten Lama.
Berdasarkan pada hal yang demikian, maka dalam penelitian ini berusaha untuk menggambarkan pola-pola sebaran artefak tembikar yang berasal dari dua tempat produksi tembikar yang berbeda (Sukadiri dan Panjunan). Selain itu juga berusaha untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pola sebaran tersebut.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pecahan_-pecahan tembikar berupa tepian yang berasal dan dua situs produksi tembikar (Sukadiri dan Panjunan) dan sembilan situs yang dianggap sebagai tempat mengalirnya tembikar-tembikar dari situs produksi, yaitu Pabean, Pacinan, Pamarican, Surosowan, Kebalen, Pakojan, Jembatan Rantai, Pagongan, dan Karangantu. Jumlah keseluruhan pecahan tepian tembikar yang dijadikan data dalam penelitian ini lebih dari 1000 pecahan yang tersimpan di Museum Situs Banten Lama.
Dari hasil analisis terhadap pecahan tembikar, menghasilkan 22 tipe tepian. Sesuai dengan permasalahan penelitian yang diajukan, maka hanya tipe-tipe tepian yang berbeda saja yang digunakan untuk mengidentifikasikan pola sebaran tembikar dari situs produksi ke situs-situs lainnya. Tipe-tipe tepian yang berbeda tersebut, lima tipe yaitu Tipe VI.a, Tipe XII, Tipe XVIII, Tipe XIX, dan Tipe XXII berasal dari situs Sukadiri, sedangkan tipe-tipe lainnya yaitu Tipe VI.b, Tipe XIII, dan Tipe XIV berasal dari situs Panjunan.
"
1997
S11501
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Dewi Trisna
"Tulisan ilmiah ini berisi tentang hasil penelitian terhadap artefak tembikar prasejarah dari Situs Pasir Angin, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini atas ijin dan menggunakan data tembikar Pasir Angin yang terdapat dan tersimpan di Pusat Arkeologi Nasional. Jakarta. Hal-hal yang menjadi pokok penelitian adalah bentuk, ragam hias, dan teknologi yang tertuang dalam artefak tembikar prasejarah tersebut. Pada penjelasan akhir dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ketiga pokok penelitian tersebut saling dihubungkan, sehingga akan menghasilkan kesimpulan yang saling berkaitan antara bentuk-bentuk artefak tembikar dengan ragam hias yang menyertainya. Selain itu, penelitian ini juga menghasilkan kesimpulan yang berkaitan dengan teknik-teknik yang digunakan dalam menghasilkan bentuk-bentuk dari artefak tembikar prasejarah dari Situs Pasir Angin"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11512
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Wijiati
"ABSTRAK
Botol merupakan salah satu benda wadah yang termasuk dalam sistem peralatan dan perlengkapan hidup manusia, biasanya digunakan sebagai wadah minuman keras dan merupakan barang yang dibawa oleh orang asing. Botol-botol kaca ini banyak ditemukan di beberapa situs di Indonesia, salah satu di antaranya situs Banten Lama.
Penelitian mengenai botol kaca belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu penelitian botol kaca koleksi Museum Situs Banten Lama masih bersifat pendahuluan. Ternyata dari 1353 fragmen botol yang dijadi kan percontoh, memiliki beragam bentuk, warna dan ukuran. Keragaman tersebut merupakan masalah utama yang dibahas. Caranya dengan menggunakan klasifikasi taksonomi, yaitu suatu k1asifikasi yang memusatkan perhatiannya pada sejumlah atribut, dan atribut-atribut tersebut digunakan sebagai indikator dal am pembentukan tipe. Usaha untuk mengetahui bentuk-bentuk botol dari setiap fragmen dibantu dengan melakukan perbandingan dengan sumber-sumber tertulis.
Cara yang sama diterapkan pu1a dalam menjawab masalah kronologi botol dan asal daerah buat, walaupun pada pokoknya asal daerah buat ditelusuri melalui ciri_ciri tertentu yang terdapat pada bagian botol.
Masalah lain yang dibahas ada1ah berkenaan dengan persebaran dan fungsi botol di situs Banten Lama. Penyelesaian masalah ini dengan menggunakan data kepustakaan dan untuk masalah persebaran botol ditunjang pula dengan metode wawancara.
Penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa di situs Banten Lama terdapat 35 tipe botol kaca berasal dari abad 17, 12 dan 19, dan rnerupakan buatan negara Belanda, Inggris dan Perancis. Persebaran di situs Banten Lama meliputi klaster-klaster SRW, SPW, PCN, SKD (PJT dan KPD), PJN, PBN, PMR, KLR, KWS, PJR, KRA dan CRN (?). Sedangkan fungsinya sebagai barang perdagangan dan barang upeti selain sebagai barang kebutuhan pribadi orang asing.
Sekaligus dari hasil penelitian ini diketahui bahwa artefak botol dapat dipergunakan sebagai salah satu data untuk menunjang penjelasan tentang karakteristik (perwatakan) kluster-kluster di situs Banten Lama.

"
1990
S11881
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stevy Maradona
"Bekal kubur adalah benda-benda atau hal-hal lain (yang dapat berupa orang/hewan) yang dikubur bersama dengan mayat; dianggap berfungsi sebagai bekal untuk roh orang yang meninggal dalam perjalanan ke alam baka/digunakan (dimanfaatkan) oleh roh di dunia arwah. Dari berbagai jenis bekal kubur yang d temukan, tembikar adalah jenis bekal kubur yang paling dominan dan umum ditemui. Di Indonesia, kehadiran bekal kubur dalain konteks penguburan prasejarah diperkirakan baru muncul pada masa perundagian. Ada beberapa situs penguburan yang teretak di daerah pesisir, yang sekilas memiliki temuan bekal kubur yang hampir sama seperti tembikar, manik-manik, dan benda-benda yang terbuat dari logam, yaitu situs Anyer, Plawangan, dan Gilimanuk. Tembikar yang digunakan sebagai bekal kubur di situs Anyer, Plawangan dan Gilimanuk setelah diidentifikasi terdiri dari jenis- jenis periuk, cawan, lempayan, kendi dan piring serta benda-benda terakota lainnya. Tembikar yang paling umum digunakan sebagai bekal kubur adalah periuk. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa tembikar-tembikar yang digunakan sebagai bekal kubur di ketiga situs memiliki beberapa persamaan-persamaan seperti dari bentuk, ukuran, teknik buat, teknik penyelesaian, tenik khas, motif dan pola hias serta dari konteksnya dalarn ruang kubur. Dari bentuknya tembikar-tembikar bekal kubur diketiga situs dapat digolongkan ke dalam 2 bentuk umum, yaitu tembikar bulat dan tembikar berkarinasi. Muncul variasi-variasi bentuk pada masing-masing tipe tembikar, dan umumnya variasi yang muncul adalah bagian leher dan kaki. Dari ukuran diketahui bahwa rata-rata ukuran tinggi periuk adalah 10,9 cm, cawan 5,8 cm, kendi 21 cm, piring 2,4 cm, tempayan 32,8 cm. Dari ukuran diameter diketahui bahwa rata-rata diameter periuk adalah 12,9 cm, cawan 15,6 cm, kendi 19,5 cm, tempayan 40,3 cm, piring 13,3 cm. Teknik buat tembikar memiliki ciri yang berbeda tiap situsnya. Tembikar situs Anyer umurnnya dibuat dengan teknik pijit walaupun ada juga yang dibuat dengan teknik roda putar dan pijit, tembikar situs Piawangan seluruhnya dibuat dengan teknik roda putar tatap landas, dan tembikar Gilimanuk. semuanya dibuat dengan teknik roda putar pijit. Teknik penyelesaian permukaan tembikar bervariasi antara diupam dan tidak diupam, serta ada yang dislip. hiasan pada pada tembikar bekal kubur_ umumnya motif-motif geometris yang dibuat dengan teknik gores, tera, dan tempel. Pengecualian terdapat pada situs Gilimanuk yang memiliki hiasan dengan motif wajah manusia dan situs Piawangan yang memiliki hiasan yang dibuat dengan teknik lukis. Jumlah bekal kubur yang disertakan terbagi ke dalam kelas-kelas. Sedikitnya ada 8 kelas yang muncul, mulai dari yang paling sedikit, yaitu 1 bekal kubur hingga yang paling banyak yaitu 8 bekal kubur. Penyertaan bekal kubur dengan kuantitas tertentu dipercaya melambangkan status sosial tertentu Pula, Semakin banyak barang bawaannya ke alam kubur maka semakin tinggi status sosial si mati. Selain itu dipercaya juga bahwa barang-barang yang, dibawa sebagai bekal kubur nantinya akan digunakan sebagai harta kekayaan si mati di kehidupan di alam roh. Apabila tembikar yang dikuburkan hanya berjumlah 1 atau 2 saja maka ia biasa diletakkan di dekat kepala, sekitar badan, dan di daerah kaki. Tetapi bila tembikar bekal kubur yang disertakan dalam jumlah banyak, biasa diletakkan berjejer di samping rangka atau diletakkan tersebar di sekelilingnya. Variasi bekal kubur di ketiga situs ini umumnya terdiri dari bekal kubur sejenis, bekal kubur dengan 2 jenis, bekal kubur dengan 3 jenis, dan bekal kubur dengan 4 jenis. Bekal kubur yang hanya terdiri dari satu jenis banyak ditemukan, dan umumnya seperti yang telah dikatakan di atas adalah tembikar jenis periuk. Bekal kubur dengan 2 jenis biasanya terdiri dari periuk dan cawan atau periuk dan piring tetapi yang paling sering muncul adalah periuk dan cawan. Bekal kubur dengan 3 jenis umumnya terdiri dari periuk, cawan dan kendi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11999
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan
"Antara manusia dengan lingkungan agamanya terdapat hubungan yang linier sehingga pendekatan ekologi semakin dirasakan penting untuk memahami masalah ekologi. Pendekatan ekologi adalah pandangan yang mempersoalkan adanya hubungan timbal balik antara manusia berikut pengetahuan yang dimilikinya. Dengan upaya pengelolaan sumberdaya yang tersedia. Berdasarkan pandangan tersebut, dapat diperkirakan bahwa lingkungan yang berbeda akan mempengaruhi strategi adaptasi masing-masing kelompok masyarakat yang hidup didalamnya. Situs Banten Lama dan Situs Trowulan dijadikan daerah penelitian dengan alasan, (a) kompleksitas di kedua situs dapat dikatakan sama, yaitu situs kota, perbedaannya hanya kronologi, (b) kedua situs itu masing-masing meninggalkan data sumur, (c) belum adanya penelitian lintas budaya yang dilakukan oleh disiplin arkeologi. Pengumpulan data sebaran sumur di kedua situs ternyata tidak memperlihatkan adanya adaptasi langsung terhadap kedua lingkungan itu, mungkin lebih dekat dengan pola huni dan tata ruang tempat tinggal. Pengumpulan data bentuk dan ukuran sumur mungkin lebih dekat dengan banyaknya jumlah pemakai. Pengumpulan data mengenai bahan, di kedua situs terakota dipergunakan, kerang dan karang di Banten Lama dipergunakan karena lingkungan menyediakannya sedangkan di Trowulan tidak dipergunakan karena lingkungan tidak menyediakan. Pembuatan struktur dinding di Trowulan hanya untuk penguat dan Banten Lama untuk menyaring air laut. Perbedaan ketinggian muka air di kedua situs mungkin karena perbedaan ketinggian situs dari muka laut."
Depok: Universitas Indonesia, 1985
S11855
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soeroso
"ABSTRAK
Dalam sejarah Indonesia kuno diketahui bahwa awal mula berkembangnya pengaruh kebudayaan India di Nusantara telah berlangsung cukup lama. Dari sumber-sumber tertulis yang sampai ke tangan kita dapat diketahui bahwa awal mula munculnya peradaban yang bercorak Hindu di Indonesia itu berlangsung di dua pusat ialah di Jawa Barat dan di Kalimantan Timur. Dan prasasti-prasasti yang paling awal yang ditemukan di wilayah Jawa Barat, meskipun secara keseluruhan tidak menyebut angka tahun yang lengkap, dapat diketahui bahwa kerajaan yang pertama kali berkembang di wilayah ini ialah kerajaan Tarumanagara I. Prasasti-prasasti tertua yang menyebutkan keberadaan kerajaan tersebut antara lain adalah Prasasti Lebak, yang menyebut kebesaran seorang raja yang bernama Sri Purnawarman2; Prasasti Jambu (Koleangkak), yang menyebut seorang raja yang bernama Purnawarman dan memerintah di Taruma3; Prasasti Ciaruteun, yang menyebut raja yang mulia, yang bernama Sang (Sri) Purnawarman;4 Prasasti Kebon Kopi, yang menyebut keagungan seorang penguasa Taruma5; Prasasti Muara Cianten, yang gaya tulisannya berasal dari masa Taruma 6; Prasasti Pasir Awi, dalam bentuk gambar (pictograph) yang diperkirakan berasal dari masa Taruma7 serta yang terakhir Prasasti Tugu,8 yang ditemukan di Desa Tugu tidak jauh dari Kampung Cilincing, Jakarta sekarang.
Berdasarkan wilayah persebarannya, juga ukuran batunya, dapat diketahui bahwa prasasti-prasasti itu dibuat in situ.9 Dan wilayah persebarannya itu juga dapat diperkirakan bahwa wilayah pengaruh kekuasaan kerajaan Tarumanagara pada masa pemerintahan raja Purnawarman setidak-tidaknya mencakup sebagian wilayah Jawa Barat mulai dari daerah Kabupaten Pandeglang di bagian barat, Kabupaten Bogor di bagian selatan dan daerah Bekasi sampai Jakarta di bagian utara. Apabila diperhatikan gaya tulisannya, gaya bahasanya, bentuk tulisannya serta jenis metrumnya1° dapat diketahui bahwa tulisan-tulisan pada prasasti-prasasti tersebut berasal dari pertengahan abad V. Tulisan yang digunakan seluruhnya menggunakan huruf Pallawa dengan bahasa Sansekerta serta kebanyakan berbentuk sloka dengan metrum sragdara dan anustubh. Adanya penggunaan bahasa Sansekerta serta huruf Pallawa tersebut merupakan bukti bahwa pada masa itu telah terjadi kontak budaya antara Tarumanagara dengan kerajaan-kerajaan di India. Bahkan dengan dikeluarkannya prasasti-prasasti yang berbahasa Sansekerta, pengenalan metrum serta dikenalnya bentuk tulisan gambar (pictograph) tersebut di atas membuktikan bahwa pada masa itu pengetahuan masyarakat dalam bidang kesusasteraan sudah cukup maju.
Di antara tujuh buah prasasti yang dikeluarkan oleh raja Purnawarman, Prasasti Tugu merupakan satu-satunya yang paling istimewa oleh karena beberapa hal. Pertama, Prasasti Tugu merupakan satu-satunya prasasti yang ditemukan di wilayah pantai utara Jawa Barat (Jakarta). Kedua, Prasasti Tugu merupakan prasasti yang memuat angka tahun terlengkap dibandingkan dengan prasasti yang lain karena menyebut beberapa unsur penanggalan dari peristiwa-peristiwa panting pada masa pemerintahan Purnawarman. Ketiga, Prasasti Tugu menginformasikan tentang dilakukannya dua kegiatan pembuatan saluran masing-masing saluran Sungai Candrabhaga dan Sungai Gomati. Keempat, di dalam Prasasti Tugu juga diinformasikan pemberian hadiah 1000 ekor lembu kepada para brahmana.l Kelima, Prasasti Tugu merupakan satu-satunya prasasti dari masa pemerintahan raja Purnawarman yang paling banyak datanya.
Berdasarkan keterangan yang disebutkan di dalam Prasasti Tugu tersebut dapat diketahui bahwa pada masa pemerintahan raja Purnawarman sistem pemerintahannya sudah sangat maju. Upaya pembuatan saluran yang panjangnya hampir mencapai sekitar 11 kilometer 12 hanya dalam waktu 21 hari jelas memerlukan tenaga yang tidak sedikit serta memerlukan kemampuan teknologi yang maju. Demikian pula halnya dengan pemberian hadiah sebanyak 1000 ekor lembu kepada para brahmana memperlihatkan kepada kita bahwa pada masa itu domestikasi hewan sudah sangat berkembang."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Ramadani
"Tradisi tembikar merupakan tradisi yang termasuk tua dalam perkembangan kebudayaan manusia di dunia ini. Manusia mulai mengenal tembikar sejak dikenalnya tradisi bercocok tanam di daerah pedalaman dan tradisi mencari hasil laut di daerah pantai pada masa prasejarah lebih dari 10.000 tahun yang lalu. Sejak saat itu tembikar menjadi salah satu perlengkapan kehidupan manusia yang panting, terutama karena kemampuan dan kegunaannya. Adapun jenis jenis tembikar yang dikenal dalam tradisi tembikar prasejarah di Indonesia, adalah jenis wadah (vessel) dan jenis yang bukan wadah. Jenis jenis wadah yang dikenal dari tradisi tembikar prasejarah di Indonesia antara lain, periuk, cawan (mangkuk), piring, kendi, tempayan, dan lain-lain. Tembikar sebagai data arkeologi menurut Para ahli dapat mencerminkan beberapa aspek kehidupan manusia pendukungnya. Masalah-masalah yang diajukan terhadap tembikar dari Situs Gua Pondok Selabe-1, antara lain adalah, bagaimanakah bentuk-bentuk yang dihasilkan, teknik buat apa yang dipakai, ragam bisa apa sajakah yang terdapat pada tembikar tersebut dan teknik apa yang bisa dipakainya, bagaimanakah karakteristik tembikar tersebut serta keterhubungan antara temuan tembikar dengan temuan lainnya. Dan permasalahan yang telah diuraikan tersebut, tujuan yang hendak dicapai adalah segala permasalahan tersebut dapat terjawab. Lewat analisis yang diterapkan pada tembikar ini dapat diharapkan mengetahui tipologi tembikar Situs pondok Selabe-1, Sumatra Selatan. Selain itu, untuk mengungkapkan ragam bias yang terdapat pada tembikar tersebut, teknik hias yang dipakai, teknik pembuatan dan penghalusan (jika memang terdapat indikatornya) yang telah dikenal oleh manusia pendukungnya. Tujuan penulisan ini juga diharapkan memberi gambaran bagaimana tembikar tersebut memainkan peranan dalam masyarakat pendukung kebudayaan itu. Tahap pertama untuk memudahkan penelitian ini adalah studi kepustakaan, observasi dan dilanjutkan dengan deskripsi untuk mendapatkan gambaran tentang tembikar tersebut. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis khusus dan klasifikasi yang dilakukan adalah klasifikasi taksonomi. Setelah melakukan klasifikasi, menghasilkan enam buah bentuk wadah tembikar, yaitu: periuk dibagi dalam 2 jenis dan tipe, cepuk dibagi 2 tipe, buli-buli dibagi 3 tipe, mangkuk dibagi 2 tipe, piring dibagi 2 tipe. Teknik bias yang digunakan adalah teknik teraltekan, gores, cungkil, slip, dan tempel yang menghasilkan ragam bias yang berupa motif bias berdiri sendiri, serta kombinasi lebih dari satu motif."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11573
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wanny Rahardjo Wahyudi
"ABSTRAK
Penelitian arkeologis yang pamah dilakukan di DKI Jakarta menunjukan bahwa
daerah ini penuh' dengan situs-situs yang sarat dengan sisa-sisa budaya rnanusia masa
lampau sejak dari masa prasejarah. Situs-situs itu umumnya berada di sepanjang aliran
sungai yang berasal di pedalaman Jawa Barat dan berrmuara di pantai utara Jawa Barat.
Salah satu sungai yang melewati wilayah DKI Jakarta adalah sungai Ciliwung. Penelitian ini
hanya akan mengaji 3 (tiga) buah situs yang berada pada daerah aiiran sungai Ciliwung
yang berada dalam wilayah administratif.fDKI Jakarta, yaitu situs Condet,! Balckambang dan
situa Kampung Kramat, kedua-duanya berada dalam wilayah administraiif Kecamatan
Kramat Jati (Jakarta Timur), dan situs Pejaten yang terletak di wilayah administratif
Kecamatan~Pasar Minggu (Jakarta Sclatan). Dari ketiga situs ini ditemukan sekitar 2500
pecahan tembikar. Banyaknya pecahan tembikar ditambah dengan kenyataan bahwa ketiga
situs itu terradapat di daerah aliran sungai yang berlokasi pada dataran wilayah yang kaya
akan tanah lempung, mendorong dilakukan penelitian ini yang berupaya menjawab apakah
manuai apmsejmahpemhuattembikarmaaalampauimmenggmnakantanahymg ada di
sekitar mereka untuk dijadikan bahan pokok tembikar, ataukah mereka mengunakan tanah
dari nm daerah befmulamnya.
Untuk memperolah jawaban atas pertanyaan tsfscbut, pcnclitian ini menggunakan
beberapa mctode kczja. Hal pertama yang dilakukan adalah mengenali kembali benmk-
bentuk asli pecahan tsmbikar. Untuk itu digunakan analisis khusus (specific anabvsis), yang
memusatkan pcngamatan pada unit-unit analisis terkeoil yang disebut atribut bentuk dermal
attribute). Hasil analisis bentuk juga dipcrbandingkan dengan bcntuk-bcntuk serupa yang
masih dibuat dan dipergunakan oleh beberapa kelompok masyarakat yang maaih sederhana.
Pembandingan ini diperlukan mengingat rekonstruksi bcntuk yang mengunakan peoahan-
pccahan tembikar tentunya mempunyai keterbatasan, arlinya belum tcntu kita bisa
mcmperoleh garnbaran tiga dimcnsional benda karma peoahan yang sampai kepada kita
sebagai data arkeologi itu terbatas sifatnya baik dalam scgi kuantitas maupun kualitas.
Langkah berikumya adalah menganalisia bahan tembikar, yang dalam hal ini dilakukan
dcngan bantuan laboraiorium, agar dapat disehxsuri unsur-unsur tanah Iiat yang
dipetgunakan sebagai bahan pokok tembikar. Haail analiais bahan ini kemudian
diperbandingkan dangan analisis tanah claerah alimn sungai Ciliwung. I-Iasil psmbandingan
ini menunjukkan bahwa tanah Iiat yang dipezgxmakan scbagai bahan pokok tembikar dari
situs-sims Condct Balekambang, Kampung Kramat, dan Pcjatsn mcnunjukkan kesamaan
dvngan chi geologic tanah di mana situs barada. Ini memmjukkan bahwa sumber tanah
yang dipakai olch pembuat tembikar pemukim ketiga situs tzrsebut bcrasal dari sckitar
mereka atau dengan kata lain: tembikar terscbut adalah produksi lokal. Kalaupun ketiga
sims itu bukan tempat pembuatan tcmbikar, maka tcmbikar dari kctiga sims penciitian ini
didalangkan dari tempat lain (mungkin sekali iempat-tempat yang juga bcrada pada dacrah
aliran sxmgai Ciliw1mg)dengan menggunakan sungai Ciliwung sebagai sarana transportasi.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Aswadi Syahri
Riau: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, 2007
930.1 ASW k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fachry Badry
"Tembikar sebagai salah satu bentuk data arkeologi, hampir selalu ditemukan dalam penelitian-penelitian arkeologi di berbagai tempat di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini tidaklah mengherankan mengenai tembikar merupakan benda yang paling dekat dengan manusia di dalam segala ativitasnya serta mempunyai peran yang penting dalam kehidupan manusia masa lalu dalam kurun waktu yang cukup lama. Hal ini dimungkinkan karena tembikar merupakan barang kebutuhan manusia yang relatif murah, mudah dibuat, sederhana bentuknya dan fungsional. Tembikar merupakan salah satu unsur kebudayaan yang paling bersifat universal. Bahkan seorang pakar arkeologi mengatakan bahwa tembikar adalah asalnya arkeologi. Tembikar sebagai suatu bentuk data arkeologi yang penting artinya dapat dipelajari dari berbagai segi. Studi topologi yang memusatkan perhatian pada segi artefak. Misalnya, dapat menggambarkan cita rasa keindahan serta kepandaian teknologi masyarakat pembudaya. Sementara bentuk dan kegunaan tembikar akan menjelaskan aktifitas dan kebiasaan masyarakat pemakainya. Penyusunan skripsi yang diberi judul Tembikar dari Situs Mahmud Badaruddin Palembang: Sebuah Kajian teknologi ini merupakan studi teknologi yang mencoba mengungkapkan aspek-aspek teknologis tembikar melalui analisis petrologi yang sifatnya destruktif. Melalui analisis petrologi tersebut dapat diketahui hal-hal seperti komposisi bahan, kandungan air, tingkat kekerasan, serta kondisi tekstur. Bahan dasar tanah liat yang dipakai untuk membuat tembikar dari Situs Mahmud Badaruddin Palembang bersifat sangat plastis terbukti dari jumlah kandungan pasir sebagai bahan pencampur yang jauh lebih besar dibandingkan bahan dasarnya. Secara rata-rata perbandingan komposisi antar bahan dasar dan bahan pencampur adalah 27.50% dan 72.50%. selain itu kondisi kandungan airnya cukup tinggi maupun bahan mengalami pembakaran."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S11834
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>