Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77354 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Aina Zubaedah
"Di masa lampau Cirebon pernah menjadi salah satu pusat penyiaran Islam yang sekaligus tumbuh menjadi pusat kekuatan politik di Pulau Jawa. Bangunan-bangunan purbakala yang menjadi saksi bisu keberadaan Cirebon sebagai pusat tamaddun Islam hingga kini masih ada antara lain Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Pemakaman Astana Gunung Jati dan masih banyak lagi. Bangunan pada masa Islam di Cirebon tidak memperlihatkan hal yang baru, bangunan tersebut menunjukkan corak peralihan dari masa sebelumnya. Konsepsi maupun gaya seni bangunan tetap berlanjut pada masa Islam, dan salah satu wujud kesinambungan budaya tersebut adalah candi laras. Candi laras biasanya mempunyai bentuk menyerupai miniatur candi yang fungsinya hampir sama dengan replika candi pada masa Hindu-Buddha, yaltu sebagai tanda atau penghias sudut. Pada kepurbakalaan Cirebon candi laras dapat ditemukan pada pagar keliling Masjid Panjunan, Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacerbonan dan Komplek Pemakaman Astana Gunung Jati. Candi laras merupakan pilar penguat pada pagar yang berbentuk seperti candi kecil. Tiap-tiap candi laras mempunyai komponen utama dan komponen pelengkap. Komponen utama candi laras adalah bagian kaki, badan dan puncak, dari komponen utama inilah tersusun suatu bentuk candi laras. Namun ada beberapa bentuk candi laras yang hanya memiliki komponen utama berupa bagian badan dan puncak, hal ini disebabkan karena candi laras itu hanya bersifat sebagai ornamen, bila dihilangkan tidak akan merusak keutuhan pagan. Komponen pelengkap candi laras adalah ragam hias yaitu ragam hias simbar dalam bentuk antefix sudut, bunga, daun, hiasan berbentuk elips, lengkung, lingkaran, tumpal, pilin, pager dan hiasan tempelan pining dan tegel keramik yang berfungsi menambah keindahan candi laras itu sendiri. Bentuk candi laras di kepurbakalaan Islam Cirebon beraneka ragam dan berbeda antara kepurbakalaan yang satu dengan kepurbakalaan yang lainnya. Dari pengamatan terhadap candi laras pada Kepurbakalaan Islam di Cirebon dapat disimpulkan bahwa pada umumnya candi laras ini terdiri dari lima macam tipe dan tiap-tiap tipe memliki beberapa variasi, yaitu: Tipe 1 dengan 5 variasi, Tipe 2 dengan 2 variasi, Tipe 3 dengan 5 variasi, tipe 4 dengan 2 variasi dan Tipe 5 dengan 1 variasi.Analisis bentuk kemuncak candi laras pada kepurbakalaan Islam Cirebon mempunyal bentuk yang beranekaragam dan memiliki ciri khas masing masing kepurbakalaan yaitu Kepurbakalaan Keraton Kasepuhan memiliki bentuk kemuncak persegi empat, Keraton Kanoman memiliki bentuk kemuncak candi fares berbentuk limasan, Keraton Kacerbonan memiliki bentuk kemuncak candi laras berbentuk persegi empat, Masjid Panjunan memiliki bentuk kemuncak candi laras berbentuk menyerupal genta dan Kompleks Pemakaman Astana Gunung Jati memiliki bentuk kemuncak candi laras berbentuk persegi empat, iimasan, !imasan terpancung, setengah lingkaran. Analisis bentuk kemuncak dan bentuk pelipit candi laras pada kepurbakalaan Islam Cirebon dapat disimpulkan ada beberapa Janis pelipit yaitu: pelipit rata, peliplt penyangga, peliplt sisi enta, peilpit setengah lingkaran, peilpit sisi miring dan pelipit berantefix sudut. Gandi laras dengan bentuk kemuncak persegi empat memiliki pelipit rata, pelipit sisi miring, peliplt sisi genta dan pelipit setengah lingkaran. Candi laras dengan bentuk kemuncak imasan dan imasan terpancung memiliki pelipit rata, pelipit penyangga, pelipit sisi miring dan pelipit sisi genta. Candi laces dengan bentuk kemuncak setengah bngkaran memiliki pelipit rata dan pelipit sisi miring. Candi laras dengan bentuk kemuncak menyerupai genta memiliki pelipit rata, pelipit penyangga, pelipit setengah lingkaran, peilpit sisi genta, peliplt sisi miring dan pelipit berberantefix sudut. Pelipit rata dan pelipit sisi miring berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan cenderung dipakai di setiap tipe candi bras pada kepurbakalaan Islam di Cirebon, kemudian dilkuti peilpit penyangga, pelipit sisi genta, peilpit setengah lingkaran dan pelipit berantefix sudut. Berdasarkan analisis terhadap bentuk kemuncak candi laras pada flap kepurbakalaan Islam di Cirebon dapat disimpulkan bahwa bentuk kemuncak candi laras di Keraton Kanoman, Keraton Kasepuhan dan Keraton Kacerbonan kesemuanya ada pada bentuk kemuncak candi laras di Komplek Pemakaman Astana Sunan Gunung Jail. Sedangkan bentuk kemuncak candi !eras yang ada di Masjid Panjunan tidak terdapat pada Komplek Pemakaman Astana Sunan Gunung Jati. Hal ini menjadi lebih martarik jika dihubungkan dengan pembagian makam-makam para raja atau sultan, balk yang berasal dart Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacerbonan yang dimakamkan pada kompleks pemakaman Astana Sunan Gunung Jati dan dipisahkan oleh jalan pemisah yang ada di kompleks pemakaman ttu. Besar kemungkinan bahwa politik berpengaruh terhadap perbedaan bentuk kemuncak candi laces di Kepurbakalaan Islam Cirebon,dan bentuk kemuncak dart candi laras pada Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacerbonan yang terdapat pada kompleks Pemakaman Astana Gunung Jati, mewakili bentuk kemuncak candi laras yang menjadi ciri khas di Keraton"
Lengkap +
2000
S12060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
W. Anwar Falah
"Bangunan purbakala Sunyaragi merupakan salah satu tinggalan purbakala yang terdapat di wilayah Cirebon, Jawa Barat. Bangunan tersebut pada mulanya merupakan milik Keraton Kasepuhan, salah satu kesultanan di Cirebon, namun sudah diambil alih oleh Kantor Wilayah Departemen Pendidikan den Kebudayaan Propinsi Jawa Barat untuk dilestarikan.Menurut keterangan, bangunan tersebut berasal dari awal abad ke-18 M, serta dibangun sebagai sarana istirahat dan menyepi bagi keluarga Sultan Kasepuhan oleh Pangeran Aria Cirebon. Nama Sunyaragi merupakan nama yang secara tradisional diberikan kepada bangunan tersebut, baik oleh pihak Kasepuhan, kerabat Kesultanan Cirebon, maupun oleh masyarakat Cirebon umumnya. Sumber-sumber tertulis sejak pertengahen abad ke-19 M juga menggunakan name itu. Masyarekat Cirebon umumnye menambahkan kata qua di depan nama Sunyaragi, menjadi Gua Sunyaragi, sedangken Dinas Pariwisata Kotamadya Cirebon memakai namaTaman Guha Sunyaragi. Nama Sunyaragi itu sangat mungkin diberikan_"
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 1983
S12066
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Rosita Prijoharijono
"Gambaran bangunan-bangunan cukup banyak dijumpai pada relief-relief candi, khususnya caudi-candi di Jawa, Pada dasarnya bangunan-bangunan yang digambarkan pada relief-relief candi tersebut dapat dibedakan men jadi beberapa macam bangunan, antara lain yang disebut sebagai bangunan konstruksi susunan batu dan bangunan konstruksi kayu (Atmadi 1979: 5-6). Penelitian serta pengamatan terhadap gambaran bangunan-bangunan pada relief candi-candi di Jawa sebelumnja telah dilakukan oleh beberapa ahli dalam usaha mengungkapkan masalah-masalah yang berhubungan dengan gambaran bangunan-bangunaa pada relief-relief tersebut. Pengamatan terhadap bangunan-bangunan yang terdapat pada; relief candi-candi di Jawa mula-mula dilakukan aleh Parmantier,walaupun sifatnya masih terbatas tetapi cukup bermanfaat bagi_ penelitian-penelitian selanjutnya. Dalam pengamatan terhadap gambaran bangunan-bangunan tersebut, Parmantier mengemukakan garis besar dari penggambaran bentuk-bentuk bangunan pada relief candi..."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1984
S11932
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renny Movita
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48961
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Kusumo Anggoro
"Skripsi ini membahas tentang relief prajurit yang terdapat pada candi-candi masa Majapahit. Sebagai kerajaan besar pada abad 13-15 M, Majapahit banyak mengalami ancaman baik dari dalam maupun luar kerajaan sehingga memerlukan sebuah pertahanan yang kuat. Dalam penelitian ini dibahas mengenai identifikasi prajurit dan atributnya berdasarkan relief yang digambarkan pada candi-candi masa Majapahit, jenis-jenis prajurit berdasarkan telaah naskah dan prasasti serta hierarki prajurit pada masa Majapahit. Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa sistem pertahanan pada masa Majapahit belum terorganisir kecuali prajurit pengawal raja atau yang sering dikenal dengan nama pasukan bhayangkari, selebihnya jika terjadi peperangan raja mengerahkan penduduk untuk berperang

The focus of this study is relief of soldiers that engraved in the candi from the era of Majapahit. As one of the biggest and largest kingdom in 13th -15th century Majapahit had faced threat from both inside and outside of its kingdom. Hence, Majapahit need a strong defense system. This study discusses about the soldier identification and its attribute based on the relief depicted, the type of soldiers according from inscription and ancient text also the soldiers hierarchy. The conclusion of this study is that the defensive system of the kingdom of Majapahit was not fully organized except the king_s guardsmen known as bhayangkaris, but if there is any serious threat that requires colossal scale of soldier then the king may draft the service of his peasant"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S11850
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Riadi Darwis
Malang: Selaksa Media , 2019
641.013 RIA k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Deny Yudo Wahyudi
"Candi Panataran merupakan salah satu peninggalan kebudayaan materi dari masa Hindu-Buddha yang berada di daerah Blitar, Jawa Timur. Candi ini diketahui dibangun dari masa Majapahit berdasarkan temuan beberapa angka tahun yang berada pada berbagai komponen di kompleks percandian. Penemuan Prasasti Palah yang in situ dari jaman Kadiri menjadikan beberapa sarjana menghubungkan candi ini dengan bangunan suci Palah yang telah ada sejak masa Kediri. Berbagai komponen dalam percandian ini menyiratkan pada suatu sifat keagamaan tertentu yang menjadi dasar bagi percandian ini. Upaya rekonstruksi keagamaan dilakukan dengan pendekatan arkeologi sejarah yang didukung aleh sumber data artefaktual berupa komponen percandian dan data tekstual baik primer maupun sekunder. Metode fenomenologi agama dipandang sesuai untuk mengungkap makna berbagai fenomena keagamaan yang muncul di kompleks ini.
Pengungkapan rekonstruksi keagamaan tidak terlepas dari penerapan lima unsur religi yang biasa digunakan untuk mengkaji masalah keagamaan. Tokoh utama yang dipuja merupakan kajian utama untuk dapat merekonstruksi sifat keagamaan candi Pengungkapan tokoh utama yang dipuja ini sebagai penjabaran dari konsep keyakinan yang dianut. Komponen lain yang dikaji adalah tentang ritual keagamaan yang terjadi di kompleks percandian ini dan terkait dengan tata upacara yang dilakukan. Terakhir adalah upaya merekonstruksi fungsi candi ini yang berkaitan dengan umat keagamaan, karana kegiatan umat pendukungnya akan menunjukkan sejauh mana fungsi bangunan suci ini masih terus dapat bertahan.
Candi Panataran merupakan bangunan suci yang memiliki keunikan-keunikan dibandingkan dengan pola percandian yang sejaman dengannya. Keberadaan candi ini juga didukung oleh berbagai pemberitaan dalam sumber tekstual. Keunikan dan kekayaan data tersebut pada akhirnya dapat membantu untuk merekonstruksi berbagai unsur keagamaan yang berhubungan dengannya."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Utaminingsih
"Penelitian mengenai bangunan-bangunan sitinggil pada kompleks keraton Kasepuhan ini bertujuan untuk menjelaskan dan memberi gambaran lengkap mengenai bentuk bangunan-bangunan sitinggil yang terdapat pada kompleks kraton Kasepuhan dan bangunan-bangunan serupa yang telah ada pada masa sebelumnya, berupa penggambaran pada relief di candi-candi masa Majapahit. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibagi dalam beberapa tahap, yaitu pertama, tahap penggumpulan data: dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung yang di dalamnya dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pencatan, pengukuran, penggambaran dan pemotretan; serta studi kepustakaan yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan penelitian. Kedua, tahap pengolahan data: dilakukan dengan melakukan pemeriari dan analisis terhadap bentuk bangunan-bangunan sitinggil yang terdapat pada halaman kraton Kasepuhan tersebut. Selanjutnya, ketiga, yaitu tahap penafsiran data: dilakukan dengan melakukan perbandingan bentuk bangunan-bangunan sitinggil dengan bangunan-bangunan yang rnempunyai bentuk serupa yang terdapat pada relief di candi-candi Majapahit. Selain itu juga digunakan juga sumber-sumber sejarah sebagai data penunjang. Hasilnya menunjukkan bahwa, terdapat banyak persamaan bentuk antara bangunan-bangunan sitinggil dengan gambaran bangunan-bangunan yang terdapat pada relief di candi-candi dari masa Majapahit. Ternyata persamaan-persamaan itu menunjukan terdapatnya suatu kesinambunganan konsepsi maupun gaya seni bangunan Jawa-Hindu, khususnya dari periode Jawa Timur dalam hal ini Majapahit yang tetap berlanjut hingga ke masa Jawa-Islam, dalam hal ini Cirebon."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S12029
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ery Muchtar
"Daerah Cirebon termasuk wilayah Jawa Barat yang bila ditinjau dari segi ekonomi, sosial dan politik baik semenjak masa perjuangan mengusir penjajah maupun sampai Indonesia merdeka, daerah ini memiliki kondisi serta geo_grafis yang strategis. Daerah ini memakai dua bahasa daerah yaitu bahasa Sunda dan bahasa Jawa Cirebon. Di masa pemerintahan kolonial Belanda juga di masa pendudukan Jepang, wi_layah Cirebon dibagi ke dalam empat kabupaten yaitu : Kabupaten Cirebon - Kanupaten Indramayu - Kabupaten Naj alengka- Kabupaten Kuningan Kabupaten Cirebon dan Indramayu merupakan wilayah yang terletak di bagian pesisir. Ketika tentara Jepang mengadakan penyerbuan ke pulau Jawa, mereka mempergunakan desa pantai Eretan di Indramayu sebagai salah satu tempat mendarat. Ke_jadian ini di luar dugaan pemerintahan Hindia Belanda. Di dalam kota Cirebon terdapat tiga wilayah ke_sultanan. Daerah kesultanan itu dapat disebutkan sebagai_"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1979
S12316
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Kriswandhono
"Ketika manusia kontemporer mulai mempertanyakan konsep berpikir para perancang-pembangun candi, muncul kegamangan meletakkan pendekatan yang akan dipakai untuk sampai pada pikiran manusia kuno. Berharap akan basil interpretasi yang dapat memuaskan dunia arkeologi pun menjadi hal yang terkadang menyulitkan karena temuan berupa tinggalan bangunan candi tidak selalu terdukung oleh penjelasan¬penjelasan lain bcrupa kitab, naskah atau pun prasasti.
Keterbatasan bukti tertulis memunculkan kreativitas arkeolog untuk menggagas pendekatan teknis karena perilaku teknik didefinisikan sebagai sosialisasi terhadap benda. Maka teknik dapat dipahami dalam tiga fakta, yakni: serangkaian gerak tubuh dan operasi (proses teknis), obyek (sarana dari tindakan pada benda) dan pengatahuan spesifik. Salah satu pendekatan teknis disebut chain operatoire, pendekatan chain operatoire adalah memasukkan kembali potensi-potensi yang menyangkut aktivitas teknis dalam membuat dimensi gerak isyarat, keruangan dan waktu sementara sehingga dapat dipahami oleh dunia arkeologi.
Mempertimbangkan (kembali) arkeologi kognitif sebagai salah satu cara mengungkap pemikiran manusia kuno merupakan upaya untuk sampai kepada tahap interpretasi arkeologi. Kemajuan teknologi industri turut mempengaruhi metode dan teknik penelitian, penggunaan komputer sebagai alternatif pengganti arkeologi eksperimental hendaknya dipandang sebagai langkah mangkus dan sangkil dalam menyikapi perkembangan ilmu arkeologi kognitif yang menggunakan perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan.

When contemporary human being start to question the thinking concept of the "designers" who build the temples, it emerge acrophobia to put an approach which can be used to reach/to understand the human thinking in the ancient time. Hoping for the interpretation which can satisfy the archaeological world sometime become so difficult because the artifacts such as temple, has not always supported by other explanation resources such as books, manuscript or inscription.
The limited written resources has created the creativity of archeologists to develop technical approach because the "technical behaviour" can be defined as a socialization toward "things". Therefore, "technical" can be understood in 3 facts: chain of "body movement and operation (technical process), object (as a medium of human action toward "thing") and spesific knowledge. One of the technical approach is chaine operatoire. Chaine operatoire is an approach which re-consider all the potential technical activities in order to create gestural, spatial and temporal dimension so they can be understood by the archaeology world.
(Re-)considering the cognitive archaeology as one way to explore the thinking of man in the ancient time, it be seen as an effort to reach the phase of archaeology interpretation. The progress of industrial technology has also influenced the method and research technical, using computer as an alternative of experimental archaeology should be regarded as an effective and efficient step to response the development of cognitive archaeology which use the software which based on artificial intelligence."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
T24311
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>