Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120248 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Widia Astuti
"ABSTRAK
Skripsi ini mengkaji pemikiran salah seorang sastrawan Indonesia yaitu Taufiq Ismail. Taufiq Ismail adalah salah seorang sastrawan yang mengalami konteks kehidupan politik yang dominatif di atas sendi-sendi kehidupan masyarakat termasuk dalam kehidupan seni dan budaya pada masa Demokrasi Terpimpin, Taufiq Ismail, sebagai seorang sastrawan, mengalami pergulatan bat in dan pemikiran melihat kehidupan kesejahteraan rakyat yang menurun, tertutupnya ruang kebebasan individu untuk menuangkan gagasan-gagasan kreatif, sendi-sendi kehidupan masyarakat dipenuhi oleh doktrin-doktrin politik dan ideologis serta kemandulan kehidupan seni dan budaya. Kondisi itu tercipta karena pemerintah lebih mengutamakan kepentingan kekuasaan dan politik. Kondisi itu berpengaruh terhadap perkembangan pemikiran Taufiq Ismail yang terlihat dari pergeseran orientasi pemikirannya dalam puisipuisinya. Puisi-puisi awalnya adalah puisi-puisi perjuangan pads masa revolusi fisik dan relijius mengenai perjalanan kehidupan Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 1963-1966, puisi-puisinya lebih bersifat sebagai protes sosial dan politik terhadap kekuasaan politik pada masa Demokrasi Terpimpin.
Kemudian pemikiran Taufiq Ismail yang bersifat protes sosial dan politik juga dituangkan dalam kolom Renungan Hari Ini (Harlan KAMI) dan kolom Seni dan Budaya (Sinar Harapan) dalam periode 1966-1970. Skripsi Ini mengkaj i pemikirannya dalam empat konsentrasi, yaitu pemikiran tentang moralitas pemimpin, tentang hubungan kreativitas dengan politik, perjuangan moral KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), sikap dan peran kecendekiawanan seperti yang dituangkan dalam kumpuian puisinya Tirani dan Benteng, kolom Seni dan Budaya (Sinar Harapan) dan kolom Renungan Hari Ini (Harlan KAM]) yang ditulis dalam periode 1963-1970.

"
2001
S12675
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Budiman, contributor
Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005
323.4 Bud K
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Nur Hanifah
"Kebebasan dan ketubuhan merupakan dua hal yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketubuhan dapat dimaknai sebagai sebuah keberadaan eksistensial seperti yang tertuang di dalam novel Un Pays Pour Mourir (2015) karya Abdellah Taïa. Novel ini menceritakan tentang kehidupan tokoh utama yang bernama Zahira, seorang perempuan Maghribi yang bermigrasi ke Paris bersama dengan teman-temannya yang sama-sama berprofesi sebagai pelacur. Hal yang ingin dipaparkan melalui artikel ini adalah bagaimana setiap tokoh menggunakan tubuh mereka untuk mendapatkan kebebasannya sehingga mereka sadar atas eksistensi dirinya dan pada akhirnya dapat menempatkan dirinya sebagai subjek di dunianya. Berdasarkan metode kualitatif, ditemukan bahwa unsur ketubuhan menjadi penggerak fungsi utama di dalam novel ini sekaligus hambatan utama yang dihadapi oleh para tokoh baik dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sosialnya. Melalui konsep kebebasan dan ketubuhan yang dihadirkan oleh penulis, timbul kesadaran mengenai kebebasan yang mereka miliki atas tubuhnya sehingga masing-masing tokoh akan memahami eksistensinya melalui tubuh yang mereka miliki. Tubuh yang dimiliki oleh seseorang seringkali dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan kebebasan tersebut, baik untuk untuk tetap bertahan hidup dan menikmati kebebasan di dunia, atau dengan mematikan tubuhnya sehingga mendapatkan kebebasan yang abadi atau kematian.

Freedom and body are two things that are related to one another. The body can be interpreted as an existential being as stated in the novel Un Pays Pour Mourir (2015) by Abdellah Taïa. This novel tells about the life of the main character Zahira, a Maghreb woman who migrated to Paris with her friends and worked as prostitutes. This article discusses how each character uses their bodies to get their freedom so that they are aware of their existence and can finally place themselves as subjects in their world. Based on the qualitative method, it was found that the physical element becomes the main issue in this novel as well as the main obstacle faced by the characters both from the family and society. Through the concepts of freedom and body presented by the author, awareness arises about the freedom they have over their bodies so that each character will understand their existence through the bodies they have. A person's body is often used as a tool to get that freedom, either to survive and enjoy freedom in the world, or by turning his body off to get eternal freedom or death."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1971
S2336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989
306.4 TEK
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
M. Dawam Rahardjo, 1942-
Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010
323.442 DAW m;323.442 DAW m (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dewey, John
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998
306 DEW ft
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Aron, Raymond
Jakarta: Yayasan Onbor Indonesia, 1993
323.44 ARO k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mill, John Stuart
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005
323.44 MIL o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Zulhasril Nasir
"Kajian tentang kebebasan pers adalah studi yang tak hentihentinya. Bukan saja disebabkan pemahaman kebebasan pers itu berbeda-beda di tiap-tiap masyarakat, tetapi makna kebebasan pers itu selalu berubah sesuai dengan perkembangan suatu masyarakat. Sementara itu, konsep tentang kebebasan pers lebih statis karena mengikuti struktur sosial dan sistem politik yang sudah ada (structural-functionalism) yang sifatnya impersonal dan terlembaga. Proses interaksi (interactionism) antara perkembangan masyarakat dengan konsep kebebasan pers yang statis itu yang kemudian menghasilkan bentuk "peran pers" dalam kurun waktu tertentu. Jadi, peran pers dapat dikatakan sebagai hasil interaksi yang bersifat impersonal dan sekaligus personal. Disebut personal karena terdapat sifat subyektif di dalamnya, yaitu dari kalangan yang terlibat dalam proses interaksi itu: wartawan (pers), pejabat (pemerintah) dan anggota (masyarakat).
Dengan kata lain, ketiga unsur tadi, pers, pemerintah dan masyarakat selalu mempunyai persepsi masing-masing tentang makna kebebasan pers. Bagaimana mereka memandang, menerjemahkan atau mengartikan peran pars itulah yang dalam konteks ini disebut sebagai "realitas subyektif."
Dalam penelitian kali ini, bukanlah kajian sekali, gus tentang persepsi ketiga kalangan itu, tetapi hanya dari sudut pandang kalangan pers saja. Alasannya adalah, pertama, pers adalah pelaku utama dalam menciptakan kebebasan pers, kedua, pers semakin dibebani peran dan tanggungjawabnya diantara inelemahnya fungsi lembaga penyampai aspirasi masyarakat yang ada, seperti DPR. Ketiga, dalam kondisi dan situasi seperti di atas, pers kadangkala berada pada posisi terpojok yang sebagian disebabkan karena ketidaktahuan kalangan non-pers terhadap realitas yang dihadapi pers, dan sebagian lagi terdapatnya pergeseran persepsi kalangan pers sendiri dalam membawakan peran mereka.
Dengan menggunakan metode wawancara dan pendekatan kualitatif, penulis berusaha mendapatkan persepsi kalangan wartawan terhadap kebebasan pers dewasa ini dengan bertitik tolak pada kasus pembredelan tiga media tahun 1994: Tempo, Detik dan Editor. Mereka yang diwawancarai adalah wartawan senior termasuk wartawan dari ketiga yang dibredel itu.
Dari data yang diperoleh menunjukkan terdapatnya perbedaan persepsi kalangan pers terhadap kebebasan pers, terutama dalam mengaktualisasikan peran mereka dalam masyarakat. Yang menarik adalah, mereka tetap menganggap masih ada kebebasan pers di Indonesia meskipun dengan cara menciptakan "jalan tikus" agar terbebas dari rambu-rambu pembredelan. Mereka pun meyakini, kalau pemerintahan berganti kehidupan pers akan lebih baik dari pada sekarang.
Selain itu, ditemukan pula bahwa kalangan pers sudah cukup siap dan mempunyai kiat sendiri dalam menghadapi tekanan baik dari kalangan pemilik modal(owner) atau dari pemodal besar dalam menjaiankan perannya. Caranya, antara lain, membuat rubrik khusus untuk publikasi bisnis, memperkuat profesionalisme dan solidaritas internal.
Dari penelitian ini pun dapat disimpulkan bahwa pers jauh lebih siap dibandingkan pemerintah (termasuk birokrasi) dalam mengantisipasi perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Tidak transparannya alasan-alasan pembredelan terhadap tiga media di pertengahan 1994 itu salah satu bukti pula bahwa pemerintah telah menempakan dirinya sebagai penguasa yang sesungguhnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T4914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>