Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15669 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rita Ria Kadir Hadi
"ABSTRAKSI. Rita Ria Kadir Hadi. Masalah Kepemimpinan Nasional Setelah peristiwa 30 September 1965 Hingga Penyerahan Kekuasaan 20 pebruari 1967. Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 1987. Skripsi ini mencoba menjelaskan permasalahan yang mun_cul setelah terjadinya peristiwa 30 September 1965 hingga penyerahan kekuasaan 20 Pebruari 1967, khususnya mengenai masalah pimpinan negara Republik Indonesia. Akibat peristi_wa 30 September 1965 telah membawa negara Republik Indone_sia dalam keadaan kacau, berhubungan dengan sikap Presiden Soekarno yang tidak pernah memberikan penyelesaian politik terhadap masalah Gerakan 30 September 1965. Upaya ke arah itu segera dilaksanakan oleh Letnan Jenderal Soeharto setelah ia menerima mandat berupa Surat Pe_rintah 11 Maret dari presiden Soekarno. Berdasarkan instruk_si pemulihan ketertiban dan keamanan, dilakukan usaha mem-bubarkan PKI, menahan para menteri yang dinilai terlibat da_lam peristiwa. 30 September dan kemudian memberikan peranan yang sesungguhnya pada lembaga pemerintahan, Majelis Permu_syawaratan Rakyat Sementara dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong. Hak tersebut mengakibatkan timbulnya 2 kepemimpinan pe_merintahan, yaitu presiden Soekarno yang masih menjabat se_bagai presiden, di pihak lain Letnan Jenderal Soeharto se_laku pengemban Supersemar. Pendekatan secara pribadi terha_dap presiden menghasilkan Penyerahan Kekuasaan tanggal 20 pebruari 1967."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S12398
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Farinuddin
"Artikel ini menganalisis pemberitaan surat kabar Berita Yudha dalam melawan propaganda komunis Indonesia pasca terjadinya Gerakan 30 September (G30S) 1965. Berita Yudha adalah surat kabar afiliasi TNI-AD yang bertugas sebagai penghubung antara TNI-AD kepada masyarakat, serta secara propagatif mempertinggi ketahanan perjuangan Indonesia. Alasan Berita Yudha menjadi kompetitor media komunis karena surat kabar ini didirikan oleh mantan pegawai-pegawai Berita Indonesia. Adapun Berita Indonesia dahulu tergabung sebagai bagian dari aliansi Badan Pendukung Sukarnoisme (BPS) yang dibubarkan dan media afiliasinya dibredel karena sikap antikomunisnya. Dalam penelitian ini ditemukan fakta bahwa Berita Yudha berhasil menghalau propaganda PKI karena mampu memberitakan peristiwa G30S secara faktual yang telah diputarbalikkan Harian Rakjat sebagai media afiliasi PKI. Kebaruan dalam historiografi Indonesia oleh penelitian ini dapat dilihat dari temuan bahwa berdirinya Berita Yudha dapat memanfaatkan posisinya sebagai satu dari dua surat kabar yang diperbolehkan menerbitkan surat kabarnya untuk memberitakan G30S secara faktual yang menunjukkan PKI sebagai dalang di balik aksi. Topik pembahasan yang menjadikan Berita Yudha sebagai episentrum penelitian belum banyak dibahas karena penelitian-penelitian sebelumnya masih berfokus pada G30S. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah surat-surat kabar Berita Yudha dan Harian Rakjat, serta berbagai buku, majalah, dan jurnal penelitian terkait yang diperoleh secara daring maupun luring. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kejelasan mengenai dinamika BPS, serta peran media afiliasi TNI-AD dalam penanggulangan pasca peristiwa G30S.

This article analyses the news coverage of Berita Yudha newspaper in dismissing the propaganda of Indonesian Communist Party (PKI) after the 30th September Movement of 1965 (G30S). Berita Yudha is a TNI-AD affiliated newspaper that serves as a liaison between the TNI-AD and the public, as well as propagatively enhancing the resilience of the Indonesian struggle. The reason why Berita Yudha became a competitor of communist media was because the newspaper was founded by former employees of Berita Indonesia. As for Berita Indonesia, it used to be part of the alliance of the Sukarnoism Supporting Agency (BPS), which was disbanded, and its affiliated media banned due to its anti-communist stance. This research found that Berita Yudha succeeded in containing PKI propaganda because they were able to factually report the G30S events that had been distorted by Harian Rakjat as a PKI-affiliated media. The novelty in Indonesian historiography by this research can be seen from the finding that the establishment of Berita Yudha was able to utilise its position as one of the two newspapers allowed to publish its newspapers to report the G30S in a factual manner that showed the PKI as the mastermind behind the action. The topic of discussion that makes Berita Yudha the epicentre of research has not been widely discussed because previous studies have focused on the G30S. This research uses the historical research method which consists of four stages, namely heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The sources used in this research are the newspapers Berita Yudha and Harian Rakjat, as well as various books, magazines, and related research journals obtained online and offline. It is hoped that this research can provide clarity on the dynamics of BPS, as well as the role of TNI-AD affiliated media in the post G30S countermeasures.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Abdul Haris, 1918-2000
Jakarta: [Publisher not identified], 2000
320.959 8 NAS c (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Yudha
"ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji fenomena anomali pada
konsep kegagalan intelijen milik Thomas Copeland dalam konteks Peristiwa
Gerakan 30 September 1965.
Didalam memperoleh pengetahuan terkait fenomena anomali tersebut,
penulis menggunakan analisa dekomposisi dan rekomposisi. Pada analisa
dekomposisi penulis memecah temuan yang diperoleh dengan analisa hubungan,
analisa kebudayaan, analisa anomali, analisa antisipatip serta analisa resiko
politik. Setelah itu, penulis menyatukan kembali data-data tersebut dengan
menggunakan analisa rekomposisi. Tahap akhir, penulis menggunakan analisa
sintesis guna memperoleh suatu pengetahuan yang komprehensif.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah fenomena anomali atas konsep
kegagalan intelijen Thomas Copeland dalam konteks Gerakan 30 September 1965
disebabkan karena faktor sosial budaya yang khas serta faktor politik. Faktor
sosial budaya telah mematahkan penyebab kegagalan intelijen dalam hal
permasalahan birokrasi dan organisasi intelijen, sedangkan faktor politik,
khususnya politik kekuasaan yang diterapkan oleh Presiden Soekarno menjadi
pemicu munculnya anomali.

ABSTRAK
The purpose of this study is to examine the anomalous phenomena of the
concept intelligence failure belonging to Thomas Copeland-in the context of
events Movement 30 September 1965.
In acquiring knowledge related to the anomalous phenomena, the authors
used analysis of decomposition and recomposition. In the decomposition analysis
the authors break down the findings obtained by analysis of the relationship,
cultural analysis, anomaly analysis, antisipatip analysis and political risk analysis.
After that, the author reunite these data using analysis recomposition. The final
stage, the author uses the synthesis analysis in order to obtain a comprehensive
knowledge.
The conclusion of this study is anomalous phenomena on the concept of
intelligence failures in the context of Thomas Copeland Movement 30 September
1965 due to the unique socio-cultural factors and political factors. Socio-cultural
factors have broken the cause of the failure of intelligence in terms of the
problems of bureaucracy and intelligence organizations, while political factors,
especially political power imposed by President Soekarno to trigger the
emergence of anomalies."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isfina Fadillah
"Artikel ini membahas tentang Kekerasan terhadap Perempuan Pasca Gerakan 30 September 1965 di Pulau Jawa (1965-1979). Pembahasan dimulai dengan peran TNI-Angkatan Darat dan kelompok sipil dalam aksi penangkapan, para perempuan yang mengalami penangkapan dan kekerasan, serta dampak kekerasan yang dialami oleh perempuan tersebut. Penelitian sebelumnya yang membahas tentang kekerasan terhadap perempuan dalam tragedi 1965 lebih menekankan pada budaya patriarki yang menjadi faktor utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan pasca G30S 1965. Pembahasan mengenai faktor-faktor lainnya serta kekerasan yang dialami para perempuan yang tidak terlibat dalam organisasi afiliasi PKI belum dibahas dalam penelitian sebelumnya. Penulisan artikel ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari langkah heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Dalam tahap heuristik, peneliti menggunakan wawancara lisan terhadap beberapa mantan tahanan politik ’65 serta perempuan yang anggota keluarganya pernah ditangkap, koran sezaman, buku, jurnal, dan majalah. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa perempuan yang mengalami penahanan dan kekerasan disebabkan oleh jalannya aksi pembersihan oleh Kopkamtib yang tidak sesuai prosedur hukum, informasi-informasi yang termuat dalam media TNI-AD, serta rendahnya budaya kritis dalam menerima informasi oleh masyarakat Indonesia. Kekerasan yang dialami oleh para perempuan yang ditahan begitu ragam, mulai dari kekerasan verbal, fisik, hingga seksual. Kekerasan tersebut mengakibatkan berbagai kerugian, baik secara fisik maupun psikologis.

This article discusses Violence against Women after the September 30th Movement in Java (1965-1979). The discussion begins with the role of the Indonesian Army and civilian groups in the arrests, women who experienced arrests and violence, and the impact of violence experienced by these women. Previous studies that discussed violence against women in the 1965 tragedy emphasized patriarchal culture as the main factor in violence against women after the 1965 G30S. Discussions on other factors and violence experienced by women who were not involved in PKI-affiliated organizations have not been discussed in previous studies. This article uses a historical method consisting of heuristic, verification, interpretation, and historiography steps. In the heuristic stage, the researcher used oral interviews with several former political prisoners of '65 and women whose family members had been arrested, contemporary newspapers, books, journals, and magazines. The results of this study revealed that women who experienced detention and violence were caused by the course of the Kopkamtib clean-up action that was not in accordance with legal procedures, information contained in the TNI-AD media, and the low critical culture in receiving information by the Indonesian people. The violence experienced by the women who were detained was very diverse, ranging from verbal, physical, to sexual violence. This violence resulted in various losses, both physically and psychologically."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Soekarno, 1901-1970
"Collection of speeches, addresses, etc. of Soekarno, first President of Republic of Indonesia, from 1965 to 1967."
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014
320.959.8 SOE r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Semarang: Masyarakat Indonesia Sadar Sejarah, 2003
899.221 5 Rev i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
London: Stevens and Sons, 1967
346 CUR XX
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, H.A. Haris
Jakarta: [publisher not identified], 1975
323.299 1 NAS
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Sri Amalina
"Usaha pembunuhan terhadap diri Presiden Soekarno pada saat Lustrum III Sekolah Rakyat Cikini, tanggal 30 November 1957, dengan cara pelemparan granat oleh 3 orang yang tergabung dalam Gerakan Anti Komunis. Peristiwa Cikini terjadi karena Presiden Soekarno dinilai oleh golongan kanan, terutama Gerakan Anti Komunis telah mulai condong ke kiri. Hal ini terlihat dengan diajaknya Partai Komunis Indonesia untuk duduk dalam Parlemen dan Kabinet. Data-data diperoleh melalui studi kepustakaan serta melakukan wawancara dengan tokoh yang tersangkut dalam Peristiwa Cikini. Kemenangan PKI dalam pemilihan umum I tahun 1955, dengan menduduki urutan nomor 4 setelah Nahdatul Ulama, Masyumi dan Partai Nasional Indonesia membawa partai ini setapak demi setapak ke puncak kekuasaan negara Indonesia. Pengaruh PKI mulai terlihat setelah dikeluarkannya Konsepsi Presiden pada tanggal 21 Februari 1957 oleh Presiden Soekarno. Dimana salah satu intinya ada1ah PKI diajak masuk untuk mendukung Kabinet Gotong Royong. Apalagi setelah"
1990
S12489
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>