Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90056 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kurniawati
"Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dan menjelaskan seberapa besar pengaruh dinamika politik di suatu negara (dalam hal ini negara Indonesia), terhadap kiprah sebuah majalah berita mingguan Tempo. Kemudian ingin melihat apa saja yang telah dilakukan Tempo dalam kiprahnya di tahun 1971-1982, Dari sini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran tentang kiprah Tempo pada tahun 1971-1982 di balik pembredelan pers masa orde baru. Sehingga dapat menambah khazanah pengetahuan tentang masalah pembredelan pers pada periode tersebut.
Metode penelitian yang digunakan di sini adalah metode sejarah yang sangat membantu penulis dalam memilah sumber data, menganalisa dan menuliskannya dalam bentuk kisah sejarah pembredelan pers dan keberadaan Tempo di balik pembredelan massal 1974 dan 1978; pada kurun waktu 1971 / awal berdirinya Tempo sampai 1982 di mana Tempo pertama kali mengalami pembredelan untuk sementara waktu.
Sebagai salah satu bagian dari langkah metode sejarah, dalam skripsi ini digunakan metode penulisan deskriptif analitis, yaitu berusaha untuk memberikan gambaran dan uraian yang ditindaklanjuti dengan analisa. Untuk membantu ketajaman analisa, maka pendekatan komunikasi dan politik sangat membantu penulis dalam menganalisa hubungan timbal balik antara pers (media cetak : koran dan majalah) dengan pemerintah ataupun masyarakat pada umumnya, dan memahami pengaruh dinamika politik pada masa orde baru terhadap pers."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
S12258
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulhasril Nasir
"Kajian tentang kebebasan pers adalah studi yang tak hentihentinya. Bukan saja disebabkan pemahaman kebebasan pers itu berbeda-beda di tiap-tiap masyarakat, tetapi makna kebebasan pers itu selalu berubah sesuai dengan perkembangan suatu masyarakat. Sementara itu, konsep tentang kebebasan pers lebih statis karena mengikuti struktur sosial dan sistem politik yang sudah ada (structural-functionalism) yang sifatnya impersonal dan terlembaga. Proses interaksi (interactionism) antara perkembangan masyarakat dengan konsep kebebasan pers yang statis itu yang kemudian menghasilkan bentuk "peran pers" dalam kurun waktu tertentu. Jadi, peran pers dapat dikatakan sebagai hasil interaksi yang bersifat impersonal dan sekaligus personal. Disebut personal karena terdapat sifat subyektif di dalamnya, yaitu dari kalangan yang terlibat dalam proses interaksi itu: wartawan (pers), pejabat (pemerintah) dan anggota (masyarakat).
Dengan kata lain, ketiga unsur tadi, pers, pemerintah dan masyarakat selalu mempunyai persepsi masing-masing tentang makna kebebasan pers. Bagaimana mereka memandang, menerjemahkan atau mengartikan peran pars itulah yang dalam konteks ini disebut sebagai "realitas subyektif."
Dalam penelitian kali ini, bukanlah kajian sekali, gus tentang persepsi ketiga kalangan itu, tetapi hanya dari sudut pandang kalangan pers saja. Alasannya adalah, pertama, pers adalah pelaku utama dalam menciptakan kebebasan pers, kedua, pers semakin dibebani peran dan tanggungjawabnya diantara inelemahnya fungsi lembaga penyampai aspirasi masyarakat yang ada, seperti DPR. Ketiga, dalam kondisi dan situasi seperti di atas, pers kadangkala berada pada posisi terpojok yang sebagian disebabkan karena ketidaktahuan kalangan non-pers terhadap realitas yang dihadapi pers, dan sebagian lagi terdapatnya pergeseran persepsi kalangan pers sendiri dalam membawakan peran mereka.
Dengan menggunakan metode wawancara dan pendekatan kualitatif, penulis berusaha mendapatkan persepsi kalangan wartawan terhadap kebebasan pers dewasa ini dengan bertitik tolak pada kasus pembredelan tiga media tahun 1994: Tempo, Detik dan Editor. Mereka yang diwawancarai adalah wartawan senior termasuk wartawan dari ketiga yang dibredel itu.
Dari data yang diperoleh menunjukkan terdapatnya perbedaan persepsi kalangan pers terhadap kebebasan pers, terutama dalam mengaktualisasikan peran mereka dalam masyarakat. Yang menarik adalah, mereka tetap menganggap masih ada kebebasan pers di Indonesia meskipun dengan cara menciptakan "jalan tikus" agar terbebas dari rambu-rambu pembredelan. Mereka pun meyakini, kalau pemerintahan berganti kehidupan pers akan lebih baik dari pada sekarang.
Selain itu, ditemukan pula bahwa kalangan pers sudah cukup siap dan mempunyai kiat sendiri dalam menghadapi tekanan baik dari kalangan pemilik modal(owner) atau dari pemodal besar dalam menjaiankan perannya. Caranya, antara lain, membuat rubrik khusus untuk publikasi bisnis, memperkuat profesionalisme dan solidaritas internal.
Dari penelitian ini pun dapat disimpulkan bahwa pers jauh lebih siap dibandingkan pemerintah (termasuk birokrasi) dalam mengantisipasi perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Tidak transparannya alasan-alasan pembredelan terhadap tiga media di pertengahan 1994 itu salah satu bukti pula bahwa pemerintah telah menempakan dirinya sebagai penguasa yang sesungguhnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T4914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Haryanto
Jakarta: Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), 1996
079.598 IGN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Alumni Majalah Tempo, 1994
051 BUK
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4858
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wina Armada Sukardi
Jakarta: Dewan Pers, 2007
070.026 WIN k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Situmurang, Melva Amanda
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>