Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 227552 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dona Pimawati
"Perkembangan fashion di Jawa memiliki ciri-ciri khusus pada setiap masa. Di pulau Jawa dapat dilihat beberapa masa pemerintahan besar yang dapat mempengaruhi fashion, seperti masa kerajaan-kerajaan nusantara, pemerintahan kolonial Belanda, pemerintahan pendudukan Jepang dan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Skripsi ini lebih memfokuskan pada fashion di masa pendudukan Jepang, tetapi juga sedikit membahas fashion di masa pemerintahan kolonial Belanda untuk perbandingan dan melihat perubahan atau perkembangannya. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, wanita Jawa (pribumi) umumnya berpakaian kain panjang, kebaya dan selendang; kain panjang dan kutang; kain panjang dan kemben. Wanita Jawa (Eropa) umumnya berpakaian gaun, rok dan blus. Tekstil yang digunakan adalah tekstil impor dari Eropa dan Asia serta tekstil lokal.
Pada masa pemerintahan pendudukan Jepang, fashion di Jawa berubah secara cepat sehingga mengakibatkan kekagetan di masyarakat. Fashion di Jawa pada masa pemerintahan pendudukan Jepang memiliki 2 ciri utama yaitu pertama, mencerminkan kemakmuran bersama Jepang di bawah Asia Timur Raya berupa monape dan batik Jawa Hokokai. Kedua, mencerminkan kesengsaran akibat eksploitasi Jepang di Jawa berupa pakaian goni, kentel, dan kain karet. Pakaian yang mencerminkan kemakmuran sengaja diterapkan oleh pemerintahan Jepang untuk menggantikan dan menghilangkan budaya Belanda (Barat) contohnya Batik Jawa Hokokai dan efisiensi pakaian di masa perang contohnya mompe. Penerapan mompe pada awalnya sulit untuk diterima oleh para wanita, baik di Jepang maupun di Jawa. Untuk dapat diterima oleh para wanita tersebut, pemerintah pendudukan Jepang mernperbolehkan untuk memodifikasi mompe dengan pakaian khas mereka sebelumnya.
Untuk wanita Jepang, penggunaan mompe dipadu dengan kimono sedangkan di Jawa mompe terbuat dari kain batik dan dipadu dengan kebaya. Pembuatan batik mengalami pasang surut dan terjadi perubahan yang kemudian memunculkan batik Jawa Hokokai. Di Jawa ada aturan-aturan yang mengatur penggunaan batik, seperti pada masa pemerintahan Hindia Belanda penggunaan batik disesuaikan dengan simbol-simbol dari motif yang mencerminkan status sosial si pemakainya, tetapi pada masa pemerintahan pendudukan Jepang karena beberapa faktor aturan-aturan tersebut mulai berubah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12184
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Fajriaty Indah K.
"Skripsi ini membahas tentang kelahiran batik Jawa Hokokai di Pekalongan pada masa pendudukan Jepang 1942-1945 . Fokus utama pada penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana batik Jawa Hokokai lahir di tangan pengusaha batik Pekalongan pada masa pendudukan Jepang dan hubungannya dengan organisasi Jawa Hokokai. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa batik Jawa Hokokai lahir di tangan pengusaha batik Pekalongan pada tahun 1943 dan nama batik ini muncul pada tahun 1944 sesuai dengan kelahiran organisasi bentukan Jepang yaitu Jawa Hokokai, sebagai organisasi yang paling dikenal masyarakat Jawa selama masa pendudukan Jepang.

This study discussed about the birth of Jawa Hokokai batik in Pekalongan during the Japanese occupation 1942 1945 . The main focus of this study are to describe and analyze how the Jawa Hokokai batik was born in Pekalongan batik entrepreneurs's hand during the Japanese occupation and its relationship with the Jawa Hokokai organization. The results of this study revealed that the Jawa Hokokai batik was born in Pekalongan batik entrepreneurs's hand in 1943 and the name of this batik appeared in 1944 according to the birth of the organization established by the Japanese government, Jawa Hokokai, as the most known organization in Java during the Japanese occupation. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S66245
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wasmi Alhaziri
"Skripsi ini membahas gerakan bawah tanah yang berkem_bang di Jawa pada masa pendudukan Jepang. Titik perhatian utamanya adalah hubungan gerakan bawah tanah dan konteks politik yang lebih luas. Ketika pemerintah militer Jepang melakukan penekanan terhadap kehidupan sosial politik masyarakat Jawa, muncul kelompok-kelompok perlawanan yang kemudian dikenal dengan sebutan gerakan bawah tanah. Gagasan yang diangkai oleh gerakan ini bukan sesuatu yang baru, melainkan merupakan kelanjutan dari perkembang_an politik masa pergerakan. Hal yang sama berlaku bagi jaringan yang dibangun berdasarkan ikatan-ikatan yang sudah ada sebelumnya. Dengan melihat gerakan bawah tanah sebagai kelanjutan zaman pergerakan, bukan berarti tidak ada keunikan atau ciri yang khas sehingga membuatnya ber_beda dalam perjalanan sejarah Indonesia. Munculnya gerakan-gerakan seperti itu dikarenakan ada berbagai faktor yang mendukungnya. Munculnya keinginan untuk merdeka dan realitas politik yang tidak sesuai dengan harapan kelompok-kelompok gerakan bawah tanah melahirkan aksi-aksi yang berbeda yang sangat tergantung pada kondisi-kondisi lokal."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S12600
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Adriani
"Sejak tahun I991 menjelang peringatan kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II terjadi banyak aksi protes yang dilakukan oleh para korban kekejaman Jepang pada saat Perang Dunia II. Salah satu aksi yang paling gencar dilakukan hingga saat ini adalah aksi protes terhadap Jepang oleh para mantan Jugun Ianfu. Gerakan protes tersebut pertama kali dilakukan oleh para wanita mantan Jugun lanfu yang berasal dari Korea. Keadaan ini terus menjalar sampai ke Indonesia.Jugun lanfu merupakan salah satu bentuk kekejaman yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Pendudukan Jepang di wilayah pendudukannya sejak tahun 1932. Kekejaman tersebut dilakukan dalam bentuk pemaksaan terhadap kaum wanita untuk menjadi pelacur guna melayani para tentara dan masyarakat sipil Jepang yang ada di wilayah pendudukan. Salah satu bangsa yang pernah mengalami Pendudukan Jepang adalah bangsa Indonesia. Pada tahun 1942, Jepang mulai mengambil alih puncak kekuasaan di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Pemerintahan Kolonial Belanda. Setelah mengambil alih wilayah Indonesia, Jepang mengganti sistem Pemerintahan Kolonial yang ada di Indonesia dengan sistem Pernerintah Pendudukan Jepang. Bahkan, Pemerintah Pendudukan Jepang pun menerapkan sistem pelacuran Jugun lanfu hampir di seluruh wilayah Indonesia yang berhasil diduduki oleh Jepang, salah satunya adalah wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta.Para wanita yang dijadikan Jugun Ianfu harus menjalani hidup dengan penuh ketakutan dan ketidaknyamanan. Para Jugun lanfu dipaksa untuk melayani para tentara dan masyarakat sipil Jepang tanpa memiliki waktu untuk beristirahat. Pekerjaan tersebut harus mereka lakukan secara terus menerus selama Pemerintah Pendudukan Jepang masih berkuasa di Indonesia. Kehidupan para wanita menjadi Jugun Ianfu berlangsung sampai dengan tahun 1945, yaitu ketika Jepang menyerah tanpa syarat kepada pihak Sekutu.Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai perekrutan para wanita yang tinggal di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta menjadi seorang Jugun dan perlakuan yang harus mereka terima dari para tamu selama mereka menjadi seorang Jugun Ianfu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12738
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Soffie Andriani Hadi
"Penelitian dilakukan dengan menggunakan sumber primer yaitu Surat Kabar Asia Raja dilakukan dari bulan Juni 2002-Februari 2003 (di bawah bimbingan Dwi Mulyatari, M.A. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003). Tujuannya ialah untuk mengetahui peran foto dan teks berita yang terdapat pada Surat Kabar Asia Raja yang digunakan oleh Jepang untuk melakukan propaganda politiknya. Dalam melakukan penulisan menggunakan metode sejarah. Pengumpulan data dengan menggunakan sumber primer dalam hal ini Surat Kabar Asia Raja yang hanya terdapat pada Perpustakaan Nasional RI dan juga mewawancarai saksi-saksi sejarah seperti H. Rosihan Anwar yang merupakan wartawan dari Surat Kabar Asia Raja, S.K Trimurti seorang Jurnalis dan Yudhi Irawan Soerjoatmodjo seorang Kurator Foto ANTARA. Sumber primer dan sekunder yang didapat kemudian dikritik dan diinterprestasikan berdasarkan data yang didapatkan. Kemudian dituliskan berdasarkan penulisan sejarah.
Hasilnya menunjukkan bahwa memang Jepang menggunakan berbagai media yang ada ketika itu, dan salah satu medianya adalah surat kabar Asia Raja. Surat Kabar ini sangat efektif dalam melancarkan dengan apa yang dinamakan publik opini, di mana foto dan teks berita yang diberitakan harus sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Pemerintah Jepang, terkait dengan kebijakan yang Jepang lakukan setiap tahunnya pada masa pendudukannya di Indonesia. Sehingga jelas terlihat pola-pola kebijakan pemerintah Jepang di Indonesia ketika itu dituangkan dalam pemberitaan_-pemberitaan yang terdapat di surat kabar Asia Raja. Antara foto dan teks berita sangat terkait erat, karena bentuk visualisasi dari teks berita adalah foto. Foto tidak bisa berbicara banyak bila tidak digandengkan dengan teks berita, sedangkan berita bila tidak digandengkan dengan foto menyebabkan berita kurang diminati untuk dibaca. Akhirnya antara foto dan teks berita adalah dua hal yang tidak bisa terpisah, walaupun bisa terpisah menyebabkan salah satunya menjadi kurang diminati."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12575
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Syamsuddin
"Setelah tentara Jepang dapat menguasai Indonesia, maka Pemerintah Pendudukan segera membuat beberapa kebija_kan yaitu menata segala aspek kehidupan masyarakat, baik di bidang social, politik, ekonomi maupun kebudayaan, yang bertujuan agar masyarakat tidak bergejolak untuk melawan Pemerintah Pendudukan bahkan sebaliknya mereka diarahkan agar turut serta berperang melawan pasukan sekutu. Kebijakan dalam bidang kebudayaan adalah dibentuk_nya Departemen Propaganda (Sandenbu) yang salah satunya adalah Lembaga Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidosho) yang didirikan tanggal 1 April 1943. Tujuannya untuk menghapus Kebudayaan Barat serta faham Kesenian untuk Kesenian, membantu Kebudayaan Timor dan menghimpun para seniman agar mau membantu dalam Perang Asia Timur Raya. Pembentukan Lembaga Pusat Kebudayaan mendapat sambutan dari para Seniman dan Sastrawan Indonesia. Mereka tidak saja diperkanankan untuk berkarya tetapi diberi kesempatan untuk memimpin didalamnya. Meskipun beberapa dari karya mereka mendapat sensor yang ketat, namun tidak dipungkiri bahwa dari hasil karya para Seniman dan Sastrawan Indonesia, semangat Nasionalisme yang telah tumbuh sebelumnya menjadi semakin kokoh yang ternyata kemudian berguna pada masa Revolusi Indonesia"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S12215
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Hayuni Wulandari
"Sejarah Indonesia bisa dikatakan bercorak androcentric, narasi tentang masa lalu di Indonesia hanya berpusat di sekitar kegiatan laki-laki. Sementara itu, studi tentang perempuan masih terbatas dan didominasi dengan tema pemberdayaan perempuan atau gender mainstreaming bukan women history yang lebih mengutamakan perspektif feminisnya daripada gender. Maka dari itu, penelitian ini akan membahas tentang pemberdayaan perempuan pada masa Pendudukan Jepang melalui Fujinkai.
Masalah yang dibahas adalah bagaimana negara mengubah Fujinkai menjadi mesin politik dalam memobilisasi kekuatan rakyat selama masa perang dengan menggunakan ideologi negara pada feminis Jepang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan perspektif baru tentang Fujinkai yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu cara otoritas selama pendudukan Jepang menggunakan ideologi. Dalam kasus ini, ideologi negara tentang feminisme Jepang diinternalisasi dan diimplementasikan ke Fujinkai untuk membangun kekuatan masyarakat di daerah pendudukan di Jawa untuk mendapatkan kemenangan dalam Perang Asia Timur Raya.
Teori yang digunakan dalam memahami isu penelitian ini adalah teori ideologi dari Franz Schurmann. Sebagai ideologi praktis, penelitian ini juga menggunakan teori gender oleh Abbot, Moore, dan Suryakusuma. Bahkan, penelitian ini menggunakan pendekatan teori komparatif sebagai alat analisis dalam mengungkapkan permasalahan.

Indonesia history can be considered as having androcentric pattern since it rsquo s past narrations in Indonesia occured and centered solely on the men activity. The women, both as an object and a discourse in history are one of the missing elements in Indonesia history. Therefore, this study will discuss about the empowerment of women during the Japanese Occupation through Fujinkai.
The main issue discussed in this research is the way the state altered Fujinkai to political machine in mobilizing people power during war time by employing the state ideology on Japanese feminity. The objective of this research is to get a new perpective on Fujinkai which differed from previous researches, i.e.the way the authority during Japanese occupation used ideology. In this case, the state ideology on Japanese femininity internalized and implemented into Fujinkai to build people power in occupation area in Java to gain victory in Greater East Asia War.
The theory used in understanding the issue of the research is the ideology theory by Franz Schurmann. As practical ideology, this research also used theory of gender by Abbot, Moore, and Suryakusuma. Moreover, this research used comparative theory approach as analysis tool in revealing the issue."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
D2526
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurdiana
"Propaganda merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mempengaruhi pola tingkah laku seseorang agar bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkan oleh propagandis. Demikian pula dengan propaganda yang dilakukan oleh Jepang, dengan mengajarkan bahasa Jepang kepada masyarakat Hindia Belanda, maka diharapkan masyarakat Hindia Belanda dapat memiliki pola pikir seperti Jepang, sehingga nantinya masyarakat Hindia Belanda dapat membantu Jepang dalam berbagai perang yang diikuti oleh Jepang.
Pada skripsi ini tujuan penulis adalah untuk mengetahui apakah pengajaran bahasa Jepang termaksud propaganda. Skripsi ini membahas kegiatan propaganda Jepang yang dikemas dalam bentuk pengajaran bahasa Jepang kepada masyarakat Hindia Belanda pada tahun 1942-1945. Hingga akhirnya dapat disimpulkan bahwa pengajaran bahasa Jepang yang diberikan oleh Jepang merupakan kegiatan propaganda.

Propaganda actually an activity to influence the action of other people so that other people do the propagandist desire. At the same case of Japanese propaganda that taught Japanese language to Hindia Belanda societies so the Japanese hope that the societies could help the Japanese in any war.
In this thesis, the writer's purpose is to know that is the teaching of Japanese language as a propaganda. The focus of this study is about the Japanese propaganda in teaching of Japanese language to Hindia Belanda societies in 1942-1945. The writer suggest that the teaching of Japanese language is a propaganda."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S13751
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nana Nurliana
"Masa pendudukan Jepang yang lamanya sekitar tiga setengah tahun, telah membawa pengaruh yang besar pada rakyat Indonesia. Sejarah telah merekam berbagai pengalaman pahit sebagai akibat penjajahan itu. Namun tidak sedikit pula aspek positif yang ditinggalkannya antara lain semangat juang dan semangat kebangsaan. Salah satu dampak yang luas akibatnya adalah mobilisasi masyarakat yang ditujukan untuk membantu usaha perang balatentara Jepang. Segala lapisan masyarakat, baik laki-laki maupun wanita, tanpa memandang usia dikerahkan pemerintah pendudukan untuk menjalankan tugas-tugas berdasarkan instruksi yang dikeluarkan oleh pemerintah Militer. Sudah tentu hal ini tidak dapat dihindari juga oleh kaum wanita di Jawa. Baik dari kalangan elit maupun rakyat umum, di kota maupun pedesaan mereka tidak bisa mengelak dari kewajiban melaksanakan tugas-tugas yang diperintahkan oleh penguasa. Tugas-tugas itu baik yang bersifat politis, ekonomis maupun sosial dan budaya tujuannya adalah kemenangan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.
Sehubungan dengan itu Pemerintah Militer Jepang yang telah membubarkan semua organisasi politik dan kemasyarakatan ketika datang, mulai membentuk organisasi baru seperti Tiga A, Poetera dan Jawa Hokokai. Sedangkan untuk wanita dibentuk Fujinkai (yang artinya Perkumpulan Wanita) yang memobilisasi kaum ibu dan kaum gadis. Sifatnya herarkis karena yang diangkat sebagai ketua atau pimpinan adalah istri pejabat setempat. Tugasnya adalah membantu garis depan dan memperkuat garis belakang. Bantuan untuk garis depan antara lain latihan PPPK atau kepalang merahan dan dapur umum. Sedang kegiatan di garis belakang seperti menambah persediaan bahan pangan dan pakaian. Namun, latihan kemiliteran diberikan juga kepada para gadis yang tergabung dalam Barisan Srikandi.
Mobilisasi kaum wanita ini telah membawa pengaruh pada terjadinya perubahan sosial, hampir di semua sektor kehidupan. Terjadi interaksi yang intensif antara golongan elit dengan rakyat dan antara berbagai kelompok masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang terorganisir telah memungkinkan terjadinya perubahan peran dari kaum wanita. Kesemuanya ini sangat penting bagi usaha mempertahankan kemerdekaan yang diproklamirkan pada tanggal 17-8-1945. Kaum wanita turut berperan aktif dalam revolusi yang terjadi kemudian."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Hartono
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997
305.4 BUD d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>