Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110015 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Rahmad
"Pelabuhan Ampenan merupakan pelabuhan utama di pulau Lombok Sejak ditetapkan menjadi pusat kegiatan perdagangan aekitar abad ke-19, aktivitas pelabuhan terus meningkat. Perkembangan pelabuhan tersebut mendorong Pemerintah Hindia Belanda ( berkuasa tahun 1894 - 1942 ) mengeluarkan kebijakan - kebijakan terhadap pelabuhan, seperti mengadakan perbaikan dan pembangunan sarana pelabuhan termasuk jaringan komunikasinya, sehingga proses pengangkutan komoditi dapat berjalan lancar dari pelabuhan ke pedalaman. Semua biaya berasal dari kas daerah Lombok dan penebusan kerja rodi, sedangkan pengawasan dan pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umurn Lombok dan penduduk setempat. Setelah dikeluarkan kebijakan tersebut, aktivitas perdagangan ekspor dan impor terlihat mengalami peningkatan dibandingkan dengan masa sebelumnya, meskipun kondisi itu tidak (selalu berlangsung stabil karena faktor intern dan ekstern yang mempengaruhinya Selain itu, pelabuhan Ampenan juga berperan dalam kegiatan pelayaran di Nusantarapada masa kolonial. Puncak perdagangan ekspor - impor terjadi pada periode 1920 - 1930. Terjadinya krisis ekonomi 1930 berpengaruh pada pelabuhan Ampenan, yakni penurunan drastis kegiatan ekspor - impor. Tanda - tanda pulihnya perekonomian baru nampak pada tahun 1936. Perkembangan pelabuhan telah mendorong pertumbuhan dan perkembangan kota Ampenan. Pada gilirannya, muncul masalah - masalah kota yang menyebabkan kota mempunyai dinamikanya sendiri. Meskipun demikian, Pemerintah Hindia Belanda dapat mengatasinya sampai berakhirnya kekuasaan"
2000
S12095
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995
919.927 IND s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Susanto Zuhdi
"Studi ini mengkaji perkembangan pelabuhan dan kota Cilacap dalam periode kolonial Hindia Belanda (ca1830-1940). Perkembangan yang dimaksud disini ialah suatu proses bagaimana sebuah pelabuhan di suatu daerah yang semula hampir-hampir tak dikenal (terra incognita) secara lambat laun berkembang dan berperan besar khususnya di bidang ekspor, di bagian selatan Jawa Tengah. Disebut sebagai pelabuhan yang semula tak dikenal, karena tradisi pelayaran dan perdagangan baik antar pulau maupun internasional di Jawa terletak di pantai utara. Pelabuhan-pelabuhan seperti Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Tuban, Jepara, Panarukan, telah lama berkembang jauh sebelum kedatangan orang Barat.
Sejalan dengan kepentingan pemerintah kolontal yang sejak 1800 telah memperlihatkan ciri lebih ambisius daripada sebelumnya untuk menggali dan memanfaatkan sebanyak mungkin hasil-hasil pertanian, khususnya di Jawa, untuk diekspor ke pasar Eropa, fungsi pelabuhan Cilacap mulai terangkat dari skala perdagangan tukar-menukar (ruilhandel) ke pelabuhan yang berorientasi ekspor ke luar negeri. Perdagangan kecil yang dimaksud adalah kegiatan mempertukarkan barang-barang seperti ikan asin, garam, terasi dari penduduk dl sekitar pantai Cilacap dengan beras dan hasil bumi lainnya dengan orang dari pedalaman.
Eksistensi dan peran pelabuhan Cilacap sudah tentu tidak dapat dilepaskan dari daerah belakang (hinterland), tempat produk ekspor (cash-crops) dihasilkan, dan pasar dunia tempat komoditi itu dijual. Lalu lintas ekspor itu juga diimbangi oieh kegiatan impor, yakni barang-barang yang didatangkan dari luar negeri dan didistribusikan ke daerah-daerah pedalaman. Dilihat dari arus keglatan tersebut maka prasarana dan sarana komunikasi dan transportasi memegang peran penting. Ketika alat-alat transportasi modern belum diperkenalkan maka arus barang dari dan ke pelabuhan Cilacap sangat tergantung pada keramahan alam. Jalan sungai mempunyai fungsi utama.
Perkembangan prasarana dan sarana modern di suatu daerah biasanya tidak dapat dipisahkan dari potensi daerah itu sendiri, artinya seberapa jauh daerah itu dianggap menguntungkan. Perkembangan pelabuhan Cilacap sebenarnya juga tidak berbeda dari kecenderungan umum itu. Kehadiran unsur-unsur seperti produk ekspor dari pedalaman, pelabuhan dan pasar, yang didukung oleh prasarana dan sarana, telah memungkinkan terjadinya anus barang, yang pada gilirannya melahirkan pula mobilitas sosial geografis. Adalah dapat dikatakan jika proses-proses itu kemudian mewujudkan suatu perkembangan lokalitas kota. Dengan demikian dapatlah diajukan suatu hipotesa bahwa perkembangan aktivitas pelabuhan telah mendorong pertumbuhan dan perkembangan kota Cilacap."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruslan
"Pelabuhan Toli Toli merupakan pelabuhan kecil pada masa kolonial Belanda. Walaupun statusnya sebagai pelabuhan kecil, namun peran yang dimainkan Pelabuhan Toli Toli cukup penting pada waktu itu. Hal tersebut didukung dengan hasil produk hutan terutama rotan dan kopra yang kemudian mendorong kemajuan pelabuhan Toli Toli. Peranan pelabuhan Tali Toli banyak ditentukan oleh pendatang yang masuk ke pelabuhan Toli Toli, terutama orang Bugis yang memegang peranan penting untuk mengangkut komoditi yang dihasilkan Toli Toli. Pelabuhan Toli Toli secara administratif berada di bawah wewenang raja yang kemudian mengangkat seorang pejabat berpangkat syahbandar yang bertugas untuk memungut bea dan cukai ekspor impor atas kapal kapal dagang yang singgah untuk membongkar dan memuat barang dan orang dari pelabuhan Toli Toli. Jabatan sahbandar yang tunduk dan bertanggung jawab kepada raja merupakan suatu tanda bahwa posisi pelabuhan dan perkapalan laut cukup penting, khususnya bagi masyarakat setempat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12387
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuni Kurniati Utami
"ABSTRAK
Pelabuhan Surabaya sudah lama menjadi bandar perdagangan (sejak abad 16). Kemudian ketika kepentingan kolonial mulai memaksa dalam rangka hegemoni ekonomi, Surabaya semakin ditonjolkan perannya. Untuk mengimbangi pesatnya ekonomi di Jawa Timur yang banyak menghasilkan komoditi ekspor perkebunan, maka dibutuhkan pelabuhan yang modern dan siap menampung produksi ekspor dari pedalaman. Karena itu diadakanlah usaha perluasan fasilitas pelabuhan oleh pemerintah kolonial.Didukung oleh letak yang strategis dan kondisi daerah belakang yang subur untuk perkebunan, Surabaya diprioritaskan menjadi pelabuhan besar di pantai utara Jawa bahkan ditetapkan menjadi titik pusat mata rantai perdagangan bagi wilayah timur kepulauan. Setelah periode perluasan fasilitas pelabuhan, aktivitas perdagangan ekspor-impor terlihat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya, meskipun kondisi itu tidak selalu berlangsung stabil, karena faktor intern dan ekstern yang mempengaruhinya. Puncak perdagangan ekspor-impor terjadi pada periode tahun 1920-1930. Depresi 1930 meninggalkan kesan yang mendalam bagi ekspor impor pelabuhan Surabaya yang masih terasa sampai lima tahun kemudian. Tanda-tanda pulihnya perekonomian baru nampak pada tahun 1937. Perkembangan pelabuhan Surabaya rupanya telah mendorong pembentukan pertumbuhan dan perkembangan kota Surabaya. Suasana pelabuhan mempengaruhi pembentukan masyarakat kota sehingga persoalan-persoalan sosial, ekonomi dan politik terbentuk dalam ciri tersendiri.

"
1996
S12741
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febra Pathurrachman
"Letak kawasan Sabang yang unik, dan kedudukannya yang tepat pada jalur kapal laut internasional, menyebabkan Kawasan Sabang dan gugusan pulau-pulau disekitarnya dapat menjadi pusat pelayanan lalu lintas kapal internasional, serta dapat dijadikan sebagai pintu gerbang bagi arus masuk investasi, barang dan jasa dari Iuar negeri.
Melihat posisinya yang strategis itu, Pemerintah Indonesia melihat bahwa Kawasan Sabang dapat difungsikan sebagai tempat pengumpulan dan penyaluran hasil produksi dari/dan ke seluruh wilayah Indonesia serta negara-negara lain; untuk pengembangan industri sarat teknologi yang dapat memberikan manfaat di masa depan, yang selanjutnya akan mendorong dan meningkatkan daya tarik serta memberikan kepastian hukum bagi penanam modal asing dan dalam negeri.
Untuk itu, Pemerintah Indonesia teiah mengeluarkan Undang¬undang No. 36 tahun 2000 tentang penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi undang-undang jo. Undang-undang No. 37 tahun 2000 tentang penetapan Perpu Nomor 2 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang menjadi Undang-undang.
Dari uraian tersebut diatas, dapat diketahui bahwa Kawasan Sabang merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan tapi dalam prakteknya masih belum dikembangkan secara optimal dimana fasilitas-fasilitas yang diberikan sebenarnya banyak menguntungkan perusahaan, antara lain fasilitas pembebasan bea masuk, pajak dalam rangka impor.
Masalah pokok yang dibahas pada tesis ini adalah faktor-faktor apakah yang menyebabkan belum berkembang kawasan Sabang dan bagaimana implementasi kawasan Sabang terhadap perkembangan investasi, impor dan ekspor di Sabang. Sasaran yang diukur adalah pelaksanaan penetapan Sabang sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas pada tahun 1970 - 1985 dan tahun 2000-sekarang, kinerja badan pengusahaan kawasan Sabang, Investasi, Infrastruktur, penyelesaian barang impor dan ekspor di kawasan Sabang.
Berdasarkan analisis kondisi kawasan Sabang pada tahun 1970 -1985 dan tahun 2000 - sekarang terdapat beberapa faktor kegiatan investasi, impor dan ekspor belum berkembang yaitu barang yang didatangkan sebagian besar adalah barang konsumsi, sedangkan barang modal dan bahan baku untuk produksi sangat sedikit, selanjutnya fungsi kawasan Sabang belum sepenuhnya dijalankan terutama fungsi untuk pengolahan, pengepakan, penyortiran barang di Kawasan Sabang dan infrastruktur yang ada belum optimal ditingkatkan.
Berdasarkan basil kuesioner yang dibagikan kepada para pengusaha di Kawasan Sabang diketahui 54% responden menyatakan realitas Penetapan Sabang sebagai Kawasan perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Kawasan Sabang) belum secara optimal menunjukkan adanya kemajuan pembangunan dan perekonomian Kota Sabang, 56 % responden menyatakan Organisasi BPKS sudah berjalan dengan baik, 56% responden menyatakan perusahaan sudah mendapatkan suasana yang nyaman, dan mengingat peraturan pelaksana Undang-undang No. 37 tahun 2000 belum ada, maka 77% responden mengharapkan BPKS diberikan kewenangan yang jelas dengan diterbitkan Peraturan Pelaksana Undang-undang tersebut serta 67 % responden mengharapkan adanya peningkatan (perombakan) dalam organisasi BPKS supaya dapat berjalan dengan lebih baik lagi, 100 % responden mengharapkan diadakan pelayanan satu atap (one roof service).
Responden juga memberikan persepsi mendukung yaitu 69 % sudah mendapatkan kemudahan dalam berinvestasi di Kawasan Sabang dan 75 % sudah mendapatkan jaminan keamanan dalam berinvestasi.
Selain itu, 60% responden mengharapkan adanya perbaikan infrastruktur penunjang investasi di Kawasan Sabang dan 63 % responden mengharapkan hambatan dalam penyelesaian barang impor dapat diselesaikan, sedangkan sebanyak 71 % responden menyatakan tidak terdapat kendala terhadap penyelesaian barang ekspor.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Penulis merekomendasikan agar kebijakan penerapan kawasan Sabang dapat terns dilanjutkan dengan fungsi kawasan Sabang sebagai tempat pengolahan, pengepakan dan penyortiran dapat direalisasikan, melakukan berbagai perbaikan Infrastruktur penunjang investasi, perbaikan peiayanan birokrasi, peningkatan sarana interaksi usaha. Penulis juga merekomendasikan agar BPKS dan Pemerintah Kota serta instansi terkait lainnya perlu menetapkan pelayanan satu atap (one roof service) sehingga semakin mempermudah dalam melakukan usaha investasi di dalam Kawasan Sabang. Dan tidak kalah pentingnya adalah peraturan pelaksana UU No. 37 tahun 2000 perlu segera diterbitkan, serta dilakukan revitalisasi (perombakan) dengan menambah personit yang profesional di luar pegawai negeri sipil yang mempunyai visi dan misi enterpreneur."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahardjo
Jakarta: Bina Aksara, 1983
307.76 RAH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Sunarti
"Tesis ini membahas Proses pembangunan dan perkembangan sebuah pelabuhan di Semenanjung Malaysia dari tahun 1900 sejak proses pembangunan sampai dengan tahun 1963 tahun dimana berakhirnya pengendalian pihak kereta api terhadap pelabuhan tersebut. Pelabuhan Swettenham dibangun atas inisiatif pihak kereta api Negara-negara Melayu Bersekutu (Federated Malay States Railways).
Perkembangan pesat ekonomi di Semenanjung Tanah Melayu menjelang awal abad ke-20, menyebabkan pihak kereta api Negara-negara Melayu membutuhkan sebuah Pelabuhan yang memiliki fasilitas lengkap untuk menunjang kegiatan ekspor-impor yang semakin meningkat. Pelabuhan yang telah ada seperpti pelabuhan Kiang, Teluk Anson, dan pelabuhan Weld dianggap sudah tidak memadai lagi.
Hal yang menarik dalam proses perkembangan Pelabuhan Swettenham ini adalah walaupun pada mulanya pihak pemerintah kolonial Inggris tidak berminat untuk mengembangkan Pelabuhan Swettenham ini menjadi pelabuhan besar seperti pelabuhan Singapura dan Pulau Penang , namun perkembangan ekonomi Tanah Melayu yang begitu pesat di tahun 1920-an sampai dengan tahun 1950-an, membuat pihak-pihak pemerintah kolonial Inggris meninjau kembali kebijakannya.
Sebagai pelabuhan milik kereta api Negeri-negeri Melayu Bersekutu, pengelolaan pelabuhan sejak awal pembukaannya hingga tahun 1963 berada di bawah kendali pihak kereta api. Berbeda dengan Pelabuhan Singapura dan Pelabuhan Pulau Penang yang memiliki Harbors Board sendiri. Hal inilah yang membuat perkembangan Pelabuhan /Port Swettenham selain memiliki kekhasan sendiri juga menyebabkan tersendatnya perkembangan pelabuhan, karena pihak kereta api tidak bisa memfokuskan perhatiannya terhadap masalah-masalah pelabuhan, sebab selain mengendalikan pelabuhan Swettenham pihak kereta api juga mengendalikan pelabuhan-pelabuhan lain miliknya di Semenanjung Tanah Melayu seperti Teluk Anson, Port Weld. Selain itu fokus utama perhatian pihak kereta api adalah mengurusi masalah-masalah kereta api. Masalah manajemen pelabuhan merupakan salah satu kelemahan yang paling banyak dikritik oleh pengguna pelabuhan."
2001
T10900
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Riana
"Tesis ini membahas proses pembangunan dan perkembangan Pelabuhan Pulau Baai di Bengkulu tahun 1968-2010. Fokus penelitian ini menekankan pada perkembangan aktivitas pelabuhan sebagai pintu gerbang lalu lintas barang dalam perdagangan antar pulau maupun luar negeri di Propinsi Bengkulu. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah dengan menyajikan hasil penelitian dalam bentuk deskriptif-analisis. Pelabuhan Pulau Baai merupakan pelabuhan lama Kerajaan Silebar yang direvitalisasi pada masa pemerintahan Orde Baru. Latar belakang pembangunan kembali pelabuhan Pulau Baai ini untuk menunjang aktivitas perdagangan komoditi ekspor yang dihasilkan oleh daerah belakang. Perkembangan aktivitas pelabuhan mengalami kemajuan seiring dengan peningkatan hasil produksi komoditi daerah belakang. Komoditi ekspor andalan berasal dari sektor pertambangan yaitu batu bara dan sektor perkebunan yaitu karet dan kelapa sawit olahan (Crude Palm Oil/CPO). Pelabuhan Pulau Baai dalam pelaksanaan operasional mengalami kendala yaitu sedimentasi yang tinggi yang menyebabkan alur pelayaran pelabuhan mengalami pendangkalan. Meskipun terjadi sedimentasi yang menghambat, namun tidak mempengaruhi aktivitas ekspor di Pelabuhan Pulau Baai yang semakin meningkat terutama sejak tahun 2000 dan mengalami kenaikan ekspor pada tahun 2010.

This thesis discusses the process of the establishment and development of the Pulau Baai Port in Bengkulu on 1968-2010. It emphasizes on the export-import activities of the port in the province of Bengkulu. This study uses the method of historical research by presenting the research results in the descriptive-analytical form. The study finds that the Pulau Baai Port is an old port of Silebar Empire which revitalized during the reign of the Orde Baru era. The background of rebuilding the Pulau Baai Port is to support the export of commodity from the hinterland products. The development of port activities were in line with the increase of the productions such as rubber, oil palm plantation (Crude Palm Oil/CPO) and coal which become the main good of commodity. Despite the Pulau Baai Port had obstacles as the consequence of high sedimentation the export activity at the Pulau Baai Port was rising since 2000 and reached its peak in 2010."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T29967
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Muryanah
"Skripsi ini membahas tentang perkembangan Pelabuhan Tegal pada tahun 1850-1900. Pelabuhan Tegal merupakan salah satu pelabuhan kecil yang ada di Hindia Belanda yang dibuka untuk umum sesuai dengan peraturan Pemerintah Kolonia Hindia Belanda pada 31 Mei 1858. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perkembangan Pelabuhan Tegal pada tahun 1850-1900 dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan dalam hal ini ekspor. Aktivitas ekspor yang terjadi di Pelabuhan Tegal adalah ekspor gula. Gula merupakan komoditas ekspor terbesar yang dihasilkan oleh daerah-daerah sekitar pelabuhan tegal (hinterland). Hinterland dari pelabuhan Tegal berupa perkebunan dan pabrik-pabrik gula. Ada sekitar 12 pabrik gula yang terdapat di residensi Tegal, yang dikelola oleh pihak swasta. Oleh karena hasil gula yang diekspor melalui pelabuhan tegal inilah, pelabuhan Tegal kemudian disebut sebagai Pelabuhan Gula.

This thesis discusses the development of the harbor in the year 1850-1900. The harbor is one small port in Dutch East Indies, which was opened to the public in accordance with government regulations Kolonia Dutch East Indies on May 31, 1858. The results of this study concluded that the development of the harbor in the year 1850-1900 was influenced by the activities in this export trade. Export activity that occurred in the harbor is the export of sugar. Sugar is the largest export commodities produced by the areas around the port dost (hinterland). Hinterland of the port of Tegal form of plantations and sugar mills. There are about 12 sugar mills located in the residencies of Tegal, which is managed by private parties. Therefore, the results of sugar is exported through the port dost, Tegal port was later named Port of Sugar."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S13107
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>