Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100683 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djoko Utomo
"Beberapa sejarawan Indonesia telah mulai memberikan perhatian terhadap petani sebagai pemeran sejarah. petani ti_dak dilihat lagi sebagai obyek yang sangat pasif, melainkan sebagai subyek yang amat berperan dan menentukan di atas pang_gung sejarah. Dengan demikian berarti mereka telah mulai mengubah pandangan sejarah yang konvensional (konvensional his_tory) dengan pandangan sejarah yang baru (new history). Pan_dangan yang baru ini perlu kiranya mendapat perhatian dari para penulis sejarah agar dapat tumbuh lebih subur dan ber_kembang dengan balk.Da1am kaitan itulah, antara lain penulis terdorong un_tuk menyajikan skripsi yang berjudul Pemogokan Buruh Tani di Yogyakarta Tahun 1882. Selain dorongan tersebut ada dua faktor lain yang menyebabkan penulis memilih judul ini, yaitu: sepanjang pengetahuan penulis, masalah ini belum pernah ada yang menggarap, dan pemogokan ini terjadi sebelum masa pergerakan nasional, di mana ide-ide seperti nasionalis_me, sosialisme, komunisme, marxisme, dan sebagainya belum masuk ke wilayah Hindia-Belanda. Agar didapat gambaran yang jelas mengenai judul tersebut, maka dirasa perlu untuk memberikan beberapa penjelasan. Pembatasan pada ruang daerah Yogyakarta dan waktu tahun 1882 ini dimaksudkan agar pembahasan skripsi ini bisa lebih _"
Depok: Universitas Indonesia, 1981
S12180
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Harijanto
"Penulisan mengenai pemogokan buruh perkebunan tahun 1950, yang penelitiannya dipusatkan daerah perkebunan Be_suki, dimulai dari awal munculnya sistem buruh kontrak yang sejalan dengan berkembangnya perusahaan perkebunan swasta di Hindia Belanda. Mengingat bahwa sejarah adalah suatu proses, maka pemogokan buruh perkebunan tahun 1950 adalah suatu proses panjang yang dialami oleh buruh perkebunan un_tuk memperjuangkan nasibnya. Maka penulisan pemogokan buruh perkebunan tahun 1950, pembahasannya ditarik ke belakang yaitu mulai munculnya perusahaan perkebunan swasta di Hin_dia Belanda. Kemudian diikuti dengan perkembangan gerakan buruh perkebunan dan gerakan buruh lainnya sampai munculnya Serikat Buruh Perkebunaa Republik Indonesia, hingga terja_di pemogokan buruh perkebunan tahun 1950. Tujuannya adalah untuk mengetahui sebab yang paling mendasar timbulnya pemo_gokan buruh perkebunan terhadap perusahaan asing. Penelitian data dilakukan di perpustakaan dan Arsip Nasional di Jakarta dengan mengadakan interpretasi sumber Selain itu juga diadakan peninj auan ke lokasi peris tiwa pe_mogokan di daerah Jember ( sekarang PTP XXVI di Jelbuk dan PTP XXVII di Jember ). Kesimpulannya, bahwa pengalaman buruh perkebunan di jaman Hindia Belanda adalah bernasib buruk dan hidup tidak layak. Dan perjuangan untuk meningkatkan taraf hidup yang layak selalu tidak berhasil, karena pengusaha perkebunan mendapat perlindungan dari pemerintah kolonial baik yang berupa poenale sanctie ataupun undang-undang hukum pidana dari artikel 161. his yang membatasi gerakan buruh. Maka se_telah Indonesia Merdeka kaum buruh tidak menyenangi pengu_saha asing sebagai sisa-sisa kolonial. Namun buruh perke_bunan harus bekerja kembali pada pengusaha asing sisa-sisa kolonial, karena pemerintah Republik menerima perjanjian Konferensi Meja Bundar 1949. Kaum buruh perkebunan harus menerima upah yang rendah dari pengusaha asing, sehingga mereka kembali hidup tidak layak seperti jaman kolonial. Ma_ka dalam diri kaum buruh perkebunan tumbuh sifat nasionalisme yang dinyatakan melalui sikap anti perusahaan asing sisa_-sisa kolonial yang masih memberi upah terlalu rendah di ne_gara Indonesia yang sudah merdeka. Jadi sifat nasionalisme dan kebutuhan sosial ekonomi yang mendasari terjadinya pe_mogokan buruh perkebunan tahun 1950."
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S5486
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulmairi Khiyul
"ABSTRAK
Gelombang pemogokan antara tahun 1910-1920 memaksa pemerintah meninjau kembali kebijaksanaannya. Hubungan yang lebih langsung dengan buruh tampak jelas dalam periode ini. Pada tahun 1919 Gubernur Jendral van Limburg Stirum membentuk komisi untuk kemungkinan standar gaji minimum, mengawasi kondisi buruh, sebagai contoh, menyelidiki tingkat kesejahteraan penduduk di Jawa. Kemudian di akhir tahun 1921, Komisi ini dialihkan ka dalam Kan_toor van Arbeid dengan staf yang lebih besar dan fungsi yang lebih luas. Kemerosotan tingkat kesejahteraan pen_duduk Jawa sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1830, di bawah sistem Tanam Paksa. Di mana tingkat perekonomian kolonial menanjak dengan cepat sementara itu kesejahte_raan penduduk sebaliknya kian merosot.
Antara tahun 1918-1920, perekonoman tanah Hindia kian merosot. PD I dan malaise yang diakibatkannya menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok mendadak naik. Sudah menjadi jelas bahwa kaum buruhlah yang pertama merasakan akibatnya. Dalam situasi yang serba sulit ini kaum maji_kan tetap tidak mau ambil peduli terhadap tuntutan buruhnya, bahkan para pengusaha-pengusaha besar melakukan kerja sama dan membentuk korporasi. Misalnya kongsi gula (Sugar Syndicate) dengan induk perusahaan Belandanya BB_NISO, sementara usaha-usaha yang sejenis mengikuti jejak di atas. Pemilik penanaman bergabung ke dalam Cultiva_tion Owners, 1918 ada asosiasi para majikan dan onderne-mersraad, dll. Dan tidak mengherankan kalau antara tahun 1918-1920 gelombang pemogokan begitu hebat. Dan skripsi ini mengisahkan tentang perlawanan tersebut.

"
1990
S12634
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bambang Sulistyo
"Studi ini membuktikan bahwa pemogokan buruh bukan sekedar masalah hukum dan bahkan hubungan kerja. Pemogokan, sebagai bagian dari politik buruh di tempat kerja, merupakan produk dari hubungan-hubungan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di sekitarnya atau dengan kata lain sebagai proses komunitas lokal. Pemahaman atas dunia perburuhan industri minyak tidak cukup hanya dengan membayangkan hubungan antara buruh dan pengusaha tetapi juga masyarakat sekitar bahkan negara menempati peran sangat menentukan. Buruh yang bersama-sama mogok memerlukan keberanian, karena mempertaruhkan penghidupannya. Oleh karena itu pemogokan dilakukan hanya dalam keadaan terpaksa. Dukungan kelompok-kelompok di luar tempat kerja diperlukan karena resiko pemecatan sangat besar. Apabila terjadi konflik antara pengusaha dan buruh, maka terdapat kecenderungan negara memihak pengusaha, karena terdapat ketergantungan ekonomi negara pada pengusaha.
Secara konseptual negara terdiri dari seluruh masyarakat, termasuk buruh. Namun dalam sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai masa reformasi mengalami perubahan-perubahan penting yang kontradiktif. Pada masa sebelum kemerdekaan, negara kolonial cenderung berpihak pada pengusaha, meskipun terdapat anggota dewan yang berpihak pada buruh, setelah politik Etis di awal abad 20 bermunculan partai-partai politik pembela buruh; pada awal kemerdekaan negara merupakan pendukung gerakan buruh yang bercirikan dekolonisasi atas keberadaan perusahan asing. Akan tetapi pada masa Orde Baru negara berbalik menjadi pendukung pengusaha asing. Konsekuensinya buruh minyak yang sejak awal kemerdekaan dalam mengatasi masalah hubungan perburuhan terhadap pengusaha mendapat pengawalan negara, kecuali di Sumatra. Pada masa Orde Baru buruh diperlakukan semata-mata hanya sebagai alat produksi. Depolitisasi pekerja terjadi pada masa Orde Baru. Ideologi nasionalisme yang berkembang menjadi penggerak perjuangan buruh di perusahaan asing ditinggalkan digantikan dengan isu tentang Hubungan Industrial Pancasila Karyawan Indonesia dalam perusahaan asing yang diharapkan akan lebih simpati pada nasib buruh pada lapisan bawah, tidak punya pilihan lain kecuali menunjukkan loyalitasnya kepada pengusaha asing. Tidak terdapat satu partai politik dan anggota dewan pun yang menjadi pembela buruh pertambangan minyak dalam mencari keadilan. Perusahaan mendapat pengawalan ABRI, terlindungi oleh sistem peradilan dan kontrak kerja menutup peluang protes terbuka kepada perusahaan asing sebagai kontraktor PERTAMINA. Oleh karena itu buruh subkontraktor dikalahkan dalam pemogokan tahun 1999 dan 2000 oleh VICO, perusahaan minyak multi-nasional di Muara Badak, Kalimantan Timur.
Penulisan disertasi ini dilakukan dengan metode penelitian sejarah dan etnografi sejarah. Pendekatan penelitian dan penulisan berdasarkan Grounded Research. Sumber-sumber yang digunakan berupa arsip, pers, dan internet. Wawancara dilakukan tidak hanya kepada para pejabat perusahaan, pihak kecamatan, kepada desa atau kelompok elit desa lainnya, tetapi juga masyarakat kebanyakan. Dalam penelitian disadari perlunya menciptakan situasi obyektivitas. Intervensi ide dihindari agar tidak mempengaruhi jawaban yang diberikan informan."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
D537
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sulistyo
"ABSTRAK
Studi ini membuktikan bahwa pemogokan buruh bukan sekedar masalah hukum dan bahkan hubungan kerja. Pemogokan, sebagai bagian dari politik buruh di tempat kerja, merupakan produk dari hubungan-hubungan social, ekonomi dan budaya masyarakat di sekitarnya atau dengan kata lain sebagai protes komunitas lokal. Pemahaman atas dunia perburuhan industri minyak tidak cukup hanya dengan membayangkan hubungan antara buruh dan pengusaha tetapi juga masyarakat sekitar bahkan negara menempati peran sangat menentukan. Buruh yang bersama-sama mogok memerlukan keberanian, karena mempertaruhkan penghidupannya. Oleh karena itu pemogokan dilakukan hanya dalam keadaan terpaksa. Dukungan kelompok-kelompok di luar tempat kerja diperlukan karena resiko pemecatan sangat besar. Apabila terjadi konflik antara pengusaha dan buruh, maka terdapat kecenderungan negara memihak pengusaha, karena terdapat ketergantungan ekonomi negara pada pengusaha. Secara koseptual negara terdiri dari seluruh masyarakat, termasuk buruh. Namun dalam sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai masa reformasi mengalami perubahan-perubahan penting yang kontradiktif. Pada masa sebelum kemerdekaan, negara kolonial cenderung berpihak pada pengusaha, meskipun terdapat anggota dewan yang berpihak pada buruh, setelah politik Etis di awal abad 20 bermunculan partai-partai politik pembela l uruh; pada awal kemerdekaan negara merupakan pendukung gerakan t. ruh yang bercirikan dekolonisasi atas keberanaan perusahan asing. Akan tetapi pada masa Orde Baru negara berbalik menjadi pendukung pengusaha asing. Konsekuensinya buruh minyak yang sejak awal kemerdekaan dalam mengatasi masalah hubungan perburuhan terhadap pengusaha mendapat pengawalan negara, kecuali di Sumatra. Pada masa Orde Baru buruh diperlakukan semata-mata hanya sebagai alat produksi. Depolitisasi pekerja terjadi pada masa Orde Baru. Ideologi nasionalisme yang berkembang menjadi penggerak perjuangan buruh di perusahaan asing ditinggalkan digantikan dengan isyu tentang Ilubungan Industrial Pancasila. Karyawan Indonesia dalam perusahaan asing yang diharapkan akan lebih simpati pads nasib buruh pada lapisan bawah, tidak punya pilihan lain kecuali menunjukkan loyalitasnya kepada pengusaha asing. Tidak terdapat satu partai politik dan anggota dewan pun yang menjadi pembela buruh pertambangan minyak dalam mencari keadilan. Perusahaan mendapat pengawalan ABRI, terlindungi oleh sistem peradilan dan kontrak kerja menutup peluang protes terbuka kepada perusahaan asing sebagai kontraktor PERTAMINA. Oleh karena itu buruh subkontraktor dikalahkan dalam pemogokan tahun 1999 dan 2000 oleh VICO, perusahaan minyak multi-nasional di Muara Badak, Kalimantan Timur. Penulisan disertasi ini dilakukan dengan metode penelitian sejarah dan etnografi sejarah. Pendekatan penelitian dan penulisan berdasarkan Grounded Research. Sumber_sumber yang digunakan berupa arsip, pers, dan internet. Wawancara dilakukan tidak hanya kepada para pejabat perusahaan, pihak kecamatan, kepala desa atau kelompok elit desa lainnya, tetapi juga masyarakat kebanyakan. Dalam penelitian disadari perlunya menciptakan situasi obyektivitas. Intervensi ide dihindari agar tidak mempengaruhi jawaban yang diberikan informan."
2005
D1569
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Sejahtera
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
S6205
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1994
S33492
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sugihartiningsih S.
"Pemogokan buruh pernah terjadi di beberapa perusahaan seperti perusahaan air minum, listrik, kereta api dan perusahaan perkebunan. Salah satu kasus pemogokan buruh yang penulis ungkapkan adalah kasus pemogokan buruh perkebunan di Sumatera Timur dari tahun 1950-1958.
Memang penulis mengalami kesulitan dalam mengungkapkan semua kasus pemogokan buruh di perkebunan Sumatera Timur, oleh karena itu penulis mencoba untuk mengungkapkan beberapa kasus sebagai mewakili dari kasus pemogokan lainnya. Sementara itu penulis memilih kasus pemogokan yang berhasil dan kasus pemogokan yang tidak berhasil di perkebunan Sumatera Timur setelah kasus-kasus diseleksi berdasarkan pertimbangan sumber-sumber yang ada.
Penulis mempergunakan metode deduktif dalam membahas masalah kasus-kasus pemogokan secara umum, yang kemudian penulis baru memusatkan perhatian secara khusus pada pembahasan kasus-kasus pemogokan yang telah dipilih sebagai obyek penulisan skripsi.
Penulis memperoleh data-data dari beberapa perpustakaan terutama perpustakaan BKSPPS, Medan (Badan Kerjasama Perusahaan Perkebunan Swasta) yang cukup menyediakan arsip-arsip pemogokan buruh perkebunan di Sumatera Timur pada tahun 1950-an. Penulis berusaha menganalisis data-data tersebut apakah relevan atau tidak dengan obyek pe_nulisan skripsi. Selain itu penulis menginterpretasikan data-data yang ada untuk menutupi kekurangan data-data yang lainnya.
Penulis menyimpulkan bahwa pemogokan buruh perkebunan disebabkan oleh rasa ketidakpuasan pihak buruh terhadap kebijaksanaan majikan. Ketidakpuasan pihak buruh menjadi sebab-sebab pemogokan. Sebab-sebab pemogokan buruh perkebunan tidak saja disebabkan oleh sebab ekonomi saja, melainkan pemogokan buruh perkebunan Sumatera Timur dipengaruhi juga oleh sebab politik, sosial maupun psikologi.
Proses penyelesaian pemogokan buruh perkebunan cukup lama, karena masing-masing pihak tripartie (pihak buruh, majikan dan pemerintah) mempunyai interpretasi yang ber_beda, sehingga pihak buruh tidak selalu puas terhadap keputusan yang telah ditetapkan majikan maupun pemerin-tah. Pemerintah telah menetapkan peraturan yang menga_tur perselisihan perburuhan, namun peraturan itu tidak berhasil pelaksanaannya, kaena pemogokan buruh perkebunan masih saja terjadi dan buruh menganggap bahwa pemogokan hanya dapat dihentikan bukan dengan peraturan itu tetapi dengan dipenuhi tuntutan mereka."
1990
S12581
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>