Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11888 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Adapun materinya merupakan bahasan tentang masalah-masalah yang bertitik tolak dari kesenian Lenong. Ide untuk memilih materi tersebut sebagai obyek penelitian timbul karena sampai saat ini disusun belum ada tulisan ilmiah yang berhubungan dengan kesenian lenong."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1974
S12791
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ary Setyaningrum
"Lenong merupakan teater rakyat Tradisional Betawi berisi pertunjukan silat, bodoran/lawak dan menggunakan musik Gambang Kromong dalam setiap pertunjukan. Pertunjukan Lenong mempunyai dua jenis cerita, pertama cerita yang mengisahkan seribu satu malam dalam kerajaan disebut dengan Lenong Dines. Sedangkan Lenong yang mengisahkan cerita tentang para jawoan Betawi disebut dengan Lenong Preman. Dalam pertunjukannya para pemain laki-laki disebut dengan Panjak sedangkan para pemain wanita disebut Ronggeng. Awalnya Lenong tumbuh secara tradisional dengan menampilkan cerita jagoan Betawi seperti si Pitung, si Jampang dan Nyai Dasima. Pertunjukannya dilakukan di panggung sederhana, dengan fungsi untuk memeriahkan acara keluarga. Namun seiring perkembangan zaman dan banyaknya urbanisasi membuat tanah lapang mulai berkurang. Hal tersebut membuat Lenong tampil di gedung pertunjukan seperti Taman Ismail Marzuki. Selain itu sikap Gubernur Ali Sadikin yang menggalakan Titik Balik Kebetawian membuat Lenong mengalami zaman keemasan dan didukung oleh tokoh seperti Djaduk, S M Ardan, Sumatri, dan Alwi Shahab. Kesuksesan Lenong membuatnya tampil di TVRI dan muncul sandirawa Betawi yaitu Lenong Rumpi. Media sebagai penyalur informasi memperlihatkan bahwa kesenian Tradisional dapat dinikmati bukan hanya untuk masyarakat Betawi tetapi non Betawi pun menyukainya dan menjadi kebudayaan populer.

Lenong is one Betawinese traditional theater which has particular characteristicin every show. Lenong has silat, bodoran rakyat, and using gambang kromong usic in every show. Lenong show has two types. First type, the Lenong story tells 1001 night and uses malay languange. Which many kingdoms used it and it called Lenong Dines. Then, the second one tells about Betawinese heroes called Lenong Preman. In Lenong show, the man player called Panjak then the women the player called Ronggeng. In the beginning, Lenong developed traditionally which showd Betawinese heroes stories such as si Pitung, si Jampang, and Nyai Dasima. Lenong was shown in a simple stage to enjoy the family spare time. However, as the time goes by, much Urbanization happened which make land is getting narrow. As the result, today Lenong are shown in many modern buildings like in Taman Ismail Marzuki. Moreover, attiude of Governoer Ali Sadikin in deploving Betawinese culture and made Lenong got their success age. Lenong supported by some public figure like Djaduk Djajakusuma, S.M Ardan, Sumantri, and Alwi Shahab. The successfullness at Lenong made in appeared on TVRI and was beginning of Betawinese show named Lenong Rumpi. Pro and Contra preceded tgis show. Media as the information distributor show that traditional art can be enjoyed not just by Betawinese people but also non Betawinwse and it becomes popular cultere. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S47
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wolf, Eric R.
Jakarta: Rajawali, 1983
307.74 WOL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wolf, Eric R, athour
j: Cv.Rajawali , 1966
306 WOL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fedyani Saifuddin
Pusat Pengelola Jurnal Ilmiah Universitas Esa Unggul , 2010
MK-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Putu Muka
"Perkembangun pariwisata di Bali tidak hanya merangsang orang membangun sarana pendukung seperti: hotel, restoran, biro perjalanan, art-shop, transportasi dan lain sebagainya, akan tetapi juga merangsang perkembangan kesenian, khususnya yang berbentuk pertunjukan. Pertunjukan barong Denjalan misalnya memanfaatkan kesempatan berhubung banyaknya wisatawan asing, dengan mengkomersilkan pertunjukan barong. Pertunjukan barong dihadapan wisatawan itu mendatangkan hasil yang tidak kecil artinya bagi organisasi yang bersangkutan, maupun para anggota yang terlibat. Penghasilan dari pertunjukan itu juga dapat dimanfaatkan sebagai penunjang kegiatan-kegiatan keagamaan dan kegiatan kemasyarakatan lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1980
S12690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Iswary Lawanda
"Setelah melihat perjalanan sejarah kedudukan serta peran wanita di Jepang, kelihatan bahwa kedudukan dan peran wanita Jepang tidak selalu rendah seperti yang dikatakan oleh pandapat umum selama ini. Kalau kita melihat sejak awal sejarah Jepang, wanita Jepang mempunyai derajat yang tinggi dibandingkan dengan kaum pria. Mereka tidak hanya sebagai seorang yang mengendalikan rumah tangga serta pembuat keputusan dalam keluarga, memegang aktifitas ekonomi diluar rumah, mempunyai kebebasan dalam gerak dan tidak dapat dianggap sebagai mahluk yang tidak berdaya dan tidak diacuhkan dalam pandangan pria, malahan mereka pada zaman kuno Jepang dianggap sebagai dewa.Wanita berada pada urutan atas, dapat kita lihat dalam peran dan kedudukan wanita dizaman Heian. lerutama wa_nita golognan bangsawan mempunyai kebebasan dalam gerak dan ikut serta berpartisipasi diluar rumah tangga.Secara tidak langsung mereka turut campur didalam hal ke_kuasaan pemerintahan. Kedudukan mereka kuat. Wanita-wanita sengaja diberi pendidikan yang baik oleh guru-guru wanita kenamaan.Partisipasi mereka berhasil menempatkan Jepang ketengah-tengah dunia didalam bidang sastra."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1985
S14038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996
792.095 98 NIN t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Retnowati
"Penelitian ini merupakan penelitian Antropologi, berjudul Kethoprak sebagai identitas, dengan mengkaji kelompok kesenian tradisional kethoprak Arum Budoyo, di Juwana, Kabupaten Pati Jawa Tengah. Kethoprak sebagai salah satu pentas kesenian tradisional kerakyatan, pada dasarnya adalah sebuah gagasan budaya - dengan simbol, mitos dan upacaranya - untuk membayangkan sesuatu yang tidak terjadi pada masa kini dan di sini pada saat pementasan berlangsung. Sebagaimana cirikhas dari penelitian Antropologi, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, menggunakan metode pengamatan terlibat dan wawancara mendalam terhadap komunitas (penonton dan pemain) kethoprak pesisiran, khususnya di Pati Jawa Tengah.
Tujuan penelitian untuk memberikan pemahaman mengenai identitas sosial budaya (kebudayaan) masyarakat Jawa pesisiran melalui kethoprak. Manfaat penelitian, turut menyumbang tentang identitas sosial - budaya. Bahwa identitas sosial-budaya diperlukan seseorang atau kelompok untuk bereaksi menghadapi perubahan dan perkembangan dunia sekitarnya.
Hasil penelitian menunjukkan, komunitas kethoprak pesisiran nampaknya melakukan sebuah dekonstruksi terhadap modernisasi (dengan melakukan aksi "mimikri") dan globalisasi (menghasilkan perekonomian yang terasa ironis dan parodis terhadap cara produksi kapitalistik). Kethoprak menciptakan solidaritas sosial dan sebuah "bahasa bersama", tidak adiluhung yang menghasilkan nasionalisme. Dalam kethoprak pesisiran ditunjukkan bahwa budaya kerakyatan dan demokratisasi tetap bernyala dan masih ditengarai dan dihargai masyarakat kecil. Kethoprak telah memberi pemahaman bahwa sejarah seharusnya memberi ruang pada keseharian, kemanusiaan dan sesuatu yang terpinggirkan, dan bagaimana seharusnya menghadirkan sisi kemanusiaan dalam sejarah. Dengan demikian kethoprak juga memberi pemahaman yang berlainan dengan anggapan sempit bahwa people without history dan bahkan "history without people".

Kethoprak as an Identity is an Anthropological study conducted in a kethoprak traditional art group of Arum Budoyo in Juwana, Pati regency, Central Java. Kethoprak as one of the people`s traditional art performances is basically a cultural insight - with semiotic symbols, myths and ceremonies - to fantasize something which is not currently happening here and then during the performance. As characteristic of any Anthropological study, this research is a qualitative case study, using participant observation and indepth interview methods to approach spectators and actors of northern coastal area kethoprak, in Pati region of Central Java, in particular.
The study aims at elevating socio-cultural identity awareness among the coastal area Javanese through kethoprak which is necessary for individuals or groups to cope with the changing and developing world around them.
The result of the study shows that coastal area kethoprak communities have deconstructed modernization (by means of "mimicry" acts) and globalization (which results in an irony and a parody of economic attitudes towards capitalization means of production). Kethoprak does create social solidarity and a "common language", and not adiluhung which results in nationalism. Northern coastal area kethoprak shows that people`s culture and democratization are still upheld and respected by the community of ordinary people. Kethoprak reveals the understanding that history should give room to daily life, humanity and the marginalized to grow and how humanity should be presented. Thus kethoprak can expose a much different understanding than the narrow assumption of "people without history" and even "history without people"."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
D980
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
M.A. Yunita Triwardani Winarto
"Dalam pengelolaan suatu usaha ekonomi, modal merupakan salah satu komponen yang panting yang memungkinkan terlaksananya seluruh kegiatan usaha. Kemampuan pengusaha dalam mongadakan dan membina modal merupakan salah satu faktor yang menentukan kelangsungan dan perkombangan usaha yang dikelolanya. Bagi para pengusaha ekonomi lemah, terbatasnya kemampuan moreka dalam bidang pengadaan modal dapat merupakan salah satu penghambat perkembangan usaha mereka. Berbagai jalan telah ditempuh pemerintah dalam rangka mengembangkan usaha para pengusaha ekonomi lemah untuk dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Salah satu di antaranya"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1980
S12936
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>