Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145545 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arief Budiman
"ABSTRAK
Arief Budiman. Cina dan Kamboja : Tinjauan umum mengenai kepentingan dan Sikap Cina Terhadap Masalah Kamboja (1978-1982). Skripsi. (di bawah bimbingan Dr. A Dahana dan Priyanto Wibowo, SS). Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 1996. Masalah Kamboja dalam konteks ini adalah kehadiran Vietnam di Kamboja pada tahun 1979 yang diawali oleh penyerbuan besar-besaran oleh sekitar 150.000 orang tentara Vietnam ke Kamboja pada akhir tahun 1978. Tujuan. dari penyerbuan ini adalah untuk menggulingkan pemerintahan komunis Pal Pot yang anti-Vietnam dukungan Cina, dan kemudian menempatkan Heng Samrin yang pro-Vietnam sebagai gantinya. Bagi Cina, keterlibatannya di dalam masalah Kamboja ini lebih dipengaruhi oleh persepsinya akan ancaman yang datang dari Uni Soviet melalui dukungannya kepada Vietnam. Cina menganggap Soviet berusaha mengepungnya dari selatan dengan cara menempatkan wilayah Indocina sebagai daerah pengaruhnya, dan kemungkinan akan meluas ke wilayah ASEAN. Untuk menghadapi tekanan ini Cina yang saat itu juga sedang mengalami konflik perbatasan dengan Vietnam, menggunakan strategi tekanan militer langsung ke Vietnam dan memberikan dukungan kepada kelompok-kelompok perlawanan Kamboja anti-Vietnam. Strategi ini dikombinasikan Cina dengan mengadakan pendekatan-pendekatan diplomatis kepada ASEAN sehingga berhasil terbentuk Pemerintahan Koalisi Demokratik Kamboja pada tahun 1482 berupa penggabungan tiga kelompok perlawanan Kamboja anti Vietnam, dengan para pemimpinnya yaitu Pangeran Sihanouk, Son Sann, dan Pal Pot

"
1996
S12835
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I. Wibowo
Jakarta: Gramedia, 2000
320.951 WIB n (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996
951 CIN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Pribadi Henoch
"Penelitian ini membahas mengenai tentang ekonomi Hong Kong 1997 dan peran pemerintah Cina. Sejak tahun 1997 Hong Kong memakai apa yang disebut Satu Negara., Dua sistem dengan menjadi daerah Administrasi khusus di Cina. Hong Kong yang dikembalikan ke Cina tahun 1997 ternyata mengalami krisis ekonomi.

This research analyzes Hong Kong 1997 economic crisis and China's rore. Since 1997, Hong Kong had become China's special administrative region under the term one Country, Two systems. Shorly after Hong Kong's return to China in 1997, Hong Kong got caught in Asian economic crisis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S12824
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Priyanto Wibowo
"Sejarah politik Cina periode 1955 sampai 1965 dapat dikatakan sebagai sejarah konflik. Dalam periode tersebut serangkaian konflik yang terjadi lebih disebabkan oleh adanya perbedaan poly kepemimpinan antara Mao Zedong dan Liu Shaoqi. Selain daripada itu, konflik tersebut menimbulkan juga banyak peristiwa yang hampir tidak masuk akal terjadi. Konflik infra elite yang terjadi dalam kurun waktu itu, cenderung berakibat pads pergeseran sifat ke arah antagonistis. Perseteruan antara kelompok Mao dan kelompok Liu Shaoqi dalam kurun waktu tersebut makin memburuk. Hal tersebut tidak terjadi begitu saja melainkan berlangsung beberapa tahap. Dalam tahap pertama antara tahun 1949 sampai 1956, hubungan antara Mao dengan Liu masih belum menunjukkan hal-hal yang negatif. Periode pertama itu ditandai dengan beberapa kerja sama yang dilakukan dan kerja sama itu masih memperlihatkan kecendrungan yang baik, walaupun di dalam kebijaksanaan yang dilahirkannya itu, di dalamnya sebenarnya mengandung perbedaan yang mendasar. Gerakan Land Reform merupakan contoh paling tepat. Keadaan mulai berubah memasuki tahap antara tahun 1957-1958. Liu tampak sudah tidak pasif lagi. Antara tahun itulah, tahapan ini memasuki periode transisi. Periode setelah tahun 1958, merupakan periode keras dalam hubungan antara Mao dan Liu. Konflik kedua pemimpin itu sudah makin terbuka. Gerakan Lompalan Jauh ke Depan ditandai dengan pembentukan Komune Rakyat tahun 1958, menjadi batas dimulainya konflik yang bersifat antagonistis. Antara tahun 1961-1962, Mao kembali ke panggung politik dan mendapat sambutan di daerah-daerah pedalaman. Tampilnya kembali Mao ke panggung politik itu, kemudian melahirkan gagasannya mengenai Revolusi Kebudayaan. Sejak tahun 1958 itulah, konflik antara Mao dengan Liu sudah menjadi antagonis dengan korban-korban yang mulai berjatuhan. Konflik yang makin keras dari tahun ke tahun dalam kurun waktu tersebut, menjadi semakin brutal karena pendukung kepemimpinan model Mao yang lebih cenderung emosional dan irasional ikut terlibat langsung. Sementara pendukung Liu bukanlah massa yang mudah dibangkitkan emosinya, apalagi dikerahkan. Pendukung Liu lebih benyak berasal dari kalangan formal, kader-kader partai serta kaum terdidik yang lebih rasional. Akibat emosi yang dibangkitkan dan dimanfaatkan oleh Mao sendiri, massa pendukung tersebut akhirnya justru sulit dikendalikan. Akibatnya, Pengawal Merah yang merupakan massa yang membentuk organisasi, menjadi tidak terkontrol dan memakan banyak korban. Akhirnya hanya militer yang mampu menghentikan kerusuhan setelah Liu Shaoqi sendiri bersama-sama dengan kawan dan pendukungnya termasuk Deng Xiaoping menjadi korban."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
T37247
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Kusumadi Hartono
"Hakekat dasar dari pembangunan suatu bangsa dimanapun di dunia adalah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh penduduknya. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui cara yang dianggap paling sesuai dengan kernampuan serta sumber daya bangsa itu sendiri. Dinamika dalam melaksanakan pembangunan membutuhkan perencanaan, strategic koordinasi serta pengawasan yang cermat. Upaya pemerintah tersebut juga akan sia-sia bila rakyat tidak mcmberikan dukungan sepenuhnya. Empat Modernisasi, merupakan tujuan pembangunan nasional Republik Rakyat Cina untuk mewujudkan masyarakat sosialisme pada akhir abad ke 20. Pencanangan pola pcmbangunan jangka panjang ini dirnulai secara resmi sctelah diadakan revisi terhadap Konstitusi tahun 1954 dan tahun 1975. Dalam Konstitusi tahun 1978, pola pembangunan jangka panjang Republik Rakyat Cina memasuki era baru, yang sebelurnnya radikalisme merupakan ciri khas, kini semangat reformis menjadi dasar bagi pola pembangunan.Pemimpin Republik Rakyat Cina, Deng Xiaoping menerapkan strategi pembangunan yang berbeda dari pendahulunya, Mao Zedong. Pada prinsipnya apa yang menjadi tujuan bagi keduanya adalah sama, tetapi pembahan strategi tersebut juga akan mcmbawa pengaruh pada pcrubahan esensi dasar pola pembangunan Republik Rakyat Cina dalam jangka panjang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S12854
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harun Yahya
"Cina telah membangun salah satu peradaban tertua dalam sejarah, hidup sebagai bangsa tertutup selama ratusan tahun, dan sangat teguh mempertahankan adat serta budaya mereka. Namun pada abad ke 19 Cina mulai membuka pintu pada dunia luar. Salah satu pemikiran ini adalah teori evolusi Darwin.Tersebarnya pemikiran Darwin ke masyarakat dengan cara ini berujung kepada kekacauan, kerusuhan dan pertikaian"
Jakarta: Nada Cipta Raya, 2004
297YAHK002
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Indarwati Ariestiany
"ABSTRAK
Indarwati Ariestiany. Keterkaitan Partai Komunis Cina dengan Pemerintah Cina (Dibawah Bimbingan Bapak Endi J. Rukmo MA). Fakultas Sastra Universitas Indonesia.1996. Kehidupan politik di Cina merupakan produk dari masa revolusi Cina yang panjang. Revolusi Oktober 1911 yang kemudian berhasil merombak total sistem pemerintahan Cina dari kekaisaran menjadi republik. Sejak berdirinya Republik Rakyat Cina tanggal 1 Oktober 1949 yang dikuasai oleh Komunis, Cina masih dalam keadaan yang tidak stabil, akibat dari perang saudara antara Komunis dan Nasionalis. Pemulihan perekonomian rakyat merupakan masalah yang harus segera diselesaikan. Upaya-upaya pemulihan perekonomian rakyat ini terus dilakukan, dimulai dari Rencana Pembangunan Lima Tahun sampai dengan gerakan Lompatan Jaul7 Ke Depan tapi ternyata tidak berhasil, sampai mundurnya Mao dari kepemimpinan Clna. Deng Xiaoping bersama Zhao Ziyang dan Hu yaobang, kernudian mencanangkan Empat modemisasi. untuk mengejar keberhasilan negara- negara maju dibidang pertanian, industri, iptek dan pertahanan nasional. Salah satu upaya yang mendukung keberhasilan program ini adalah birokrasi yang profesional yaitu dengan pemisahan yang jelas antara fungsi partai dan pemerintah yang selama ini rancu.

"
1996
S13025
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rotua, Helmy
"Sejarah Cina modern merupakan suatu topik yang sangat menarik untuk dibicarakan, termasuk di dalamnya sejarah mengenai hubungan Cina, dalam hal ini Republik Rakyat Cina (RRC) dengan negara-negara lainnya. Hubungan Cina dengan negara-negara lain selalu diwarnai dengan perselisihan di satu saat dan perdamaian di saat lain. Demikian juga halnya, hubungan antara Cina dan Amerika yang menjadi fokus pembicaraan di dalam penulisan skripsi ini. Sebenarnya, hubungan yang tidak harmonis di antara Cina dan Amerika telah terjadi jauh sebelum Partai Komunis Cina berhasil merebut kekuasaan dari kaum nasionalis pada tahun 1949. Ketidakharmonisan hubungan di antara dua negara ini timbul karena Amerika selalu memberikan bantuannya kepada kaum nasionalis (Guo Min Dang) untuk melawan kaum komunis (Gong Chan Dang). Karena pada saat itu hubungan Cina dan Amerika tidak begitu baik, secara otomatis Cina tidak mungkin mengharapkan datangnya bantuan dari Amerika. Padahal, bantuan modal tersebut sangat diperlukan dalam melakukan rehabilitasi keadaan negara Cina yang saat itu sangat memprihatinkan keadaannya, sebagai akibat peperangan yang terus-menerus melanda negara tersebut. Pada akhirnya, bantuan modal tersebut datang dari Soviet.
Alasan Pemerintah Cina memilih Soviet sebagai negara yang diharapkan akan dapat memberikan bantuannya kepada Cina adalah karena adanya persamaan ideologi, letaknya yang bertetangga, dan juga karena pada saat itu Soviet merupakan negara kaya di samping Amerika. Karena pada saat itu Pemerintah Cina menganggap bahwa hanya Sovietlah satu-satunya negara yang dapat membantu Cina, maka di dalam segala aspek kebijaksanaan negaranya Cina mencontoh Soviet, sehingga kebijaksanaan Cina pada saat itu lebih dikenal sebagai Yi Elan Dao (bersandar hanya pada satu sisi)1, yaitu Soviet.
Pada bulan Juni 1950, pecah Perang Korea yang melibatkan Amerika. Keterlibatan Amerika dalam Perang Korea ini menambah kebencian Cina terhadap Amerika, karena Cina menganggap, bahwa dengan turut campurnya Amerika dalam masalah ini, berarti Amerika telah mencampuri urusan dalam negeri Cina. Pada waktu itu, Cina sedang bersiap-siap untuk membebaskan Taiwan. Rencana tersebut menjadi terhambat karena pada saat itu Amerika menempatkan pasukannya (Armada ke-7)2 untuk berpatroli di selat Taiwan, sehingga secara otomatis usaha Cina untuk mempersatukan wilayahnya menjadi terhambat (Gregor, 1986:124-125).
Masalah mengenai Taiwan ini selalu menjadi sumber konflik antara Cina dan Amerika. Pada pertengahan tahun 1950-an, mulai muncul ketidaksesuaian pendapat antara Cina dan Soviet, sehingga menyebabkan hubungan kedua negara tersebut menjadi renggang. Beberapa sebab yang turut mempengaruhi buruknya hubungan Cina dan Soviet adalah adanya perbedaan persepsi mengenai koeksistensi damai. Menurut Khrushchev, koeksistensi damai berarti mencegah timbulnya perang baru antara Soviet dan Amerika. Dalam hal ini, hanya diperkenankan perlombaan di bidang ekonomi dan bukan militer.
Sementara itu Cina berpendapat, bahwa koeksistensi damai berarti bersahabat dengan negara-negara yang menganggap Cina sebagai sahabat dan sederajat serta sekaligus menentang imperialisme dan kolonialisme. Selanjutnya adalah munculnya de-Stalinisasi di Soviet,3 dan adanya rasa tidak setuju di kalangan pemimpin Soviet, khususnya Khrushchev terhadap program Lompatan Jauh ke Muka (Dayuejin) yang dilaksanakan oleh Mao.4 Buruknya hubungan Cina-Soviet ini mencapai puncaknya pada tahun 1963, yaitu pada waktu Soviet dan Amerika menandatangani perjanjian untuk tidak melakukan percobaan nuklir di atmosfir yang dikenal dengan nama Test Ban Treaty,5 padahal pada waktu itu Cina masih memerlukan bantuan nuklir dari Soviet (Schurmann, et al., 1967:264-266).
Memburuknya hubungan antara Cina dan Soviet telah membuat Cina sadar, bahwa ia harus mencari dan membina hubungan dengan negara lain. Karena pada saat itu hanya Amerika yang dapat menandingi Soviet, maka Cina mulai menjalin kembali hubungannya dengan Amerika. Hubungan ini mulai membaik karena baik Cina maupun Amerika merasa terancam akan kekuatan Soviet yang makin lama makin kuat. Mereka menyadari, bahwa mereka sesungguhnya saling membutuhkan. Pada tanggal 21 Februari 1972, Presiden Nixon yang didampingi oleh salah seorang asistennya, Dr. Henry Kissinger memulai lawatannya ke Beijing selama 8 hari (21-28 Februari 1972). Dalam pertemuan ini, Presiden Nixon dan Mao Zedong juga membahas kemungkinan diadakannya normalisasi hubungan dan juga membicarakan masalah-masalah luar negeri. Hal yang sama juga dibicarakan oleh Presiden Nixon dengan Perdana Menteri Zhou Enlai dan juga oleh Sekretaris Negara Amerika William Rogers dengan Menteri Luar Negeri Cina Ji Pengfei (Solomon, 1984:12-17).
Bila ditinjau dari segi politik global Amerika, adanya normalisasi hubungan ini dimaksudkan oleh Amerika untuk menghadapi Soviet. Dalam hal ini tampak adanya kesesuaian dalam pandangan dan kebutuhan yang sama antara Cina dan Amerika, sehingga kedua negara merasa perlu untuk segera merealisasikan normalisasi hubungan tersebut. Di pihak Amerika, kebutuhan tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: a). secara militer Soviet mulai mengimbangi Amerika b). secara politis, Soviet cenderung akan meluaskan pengaruhnya ke Afrika, Yaman Selatan, Afganistan maupun Asia Tenggara, khususnya Indocina; Sedangkan di pihak Cina, normalisasi hubungan didasarkan pada pertimbangan, bahwa untuk mengadakan imbangan kekuatan terhadap Soviet, jalan satu-satunya adalah melalui hubungan dengan Amerika. Kebutuhan ini dilihat Cina sebagai sesuatu yang sangat mendesak berhubung meningkatnya persengketaan antara Vietnam dan Kamboja yang mengakibatkan bertambahnya tekanan terhadap Cina dari sebelah selatan. Sementara itu, di perbatasan sebelah barat dan utara tentara Soviet semakin mendesak.
Ditinjau dari segi kepentingan nasionalnya, Amerika melihat bahwa untuk jangka panjang ia berkepentingan agar Cina mencapai stabilitas dalam negerinya dan dapat mengatasi masalah pangan dan perkimbangan ekonominya. Pemikiran tersebut muncul karena Amerika melihat, bahwa Cina dengan penduduk yang jumlahnya sangat banyak ini memiliki pengaruh internasional di masa mendatang dan juga adanya perimbangan politik di kawasan Asia-Pasifik, yang diharapkan dapat diambil alih oleh Cina. Dari sudut ekonomi, Amerika melihat bahwa Cina merupakan daerah pasaran yang cukup besar bagi barang-barang modal dan teknologi Amerika. Melalui ekspor barang-barang modal dan teknologinya, terutama alat-alat pertambangan untuk eksplorasi minyak, Amerika berharap dapat ikut memperbesar suplai minyak dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Amerika memberi dukungan dan dorongan kepada kaum moderat di bawah pimpinan Deng Xiaoping agar lebih memperkuat diri Analisa, 1972:6-101.
Walaupun normalisasi hubungan ini didasarkan pada berbagai pertimbangan di atas, tetapi kepentingan utama kedua belah pihak saat ini adalah untuk menciptakan imbangan terhadap Soviet. Karena desakan yang semakin dirasakan oleh Cina, maka akhirnya Cina bersedia melakukan kompromi mengenai masalah Taiwan , yaitu: Secara diam-diam Cina menerima pernyataan sepihak Amerika, bahwa masalah Taiwan harus diselesaikan secara damai. Sebagai jaminan, Amerika akan tetap mempertahankan hubungan ekonominya dengan Taiwan, walaupun hubungan diplomatiknya dengan Taiwan akan diakhiri,Amerika akan tetap menjual senjata defensif kepada Taiwan walaupun pakta pertahanan dengan Taiwan (1954)6 akan diakhiri pada tanggal 1 Januari 1980.
Setelah normalisasi hubungan Cina-Amerika direalisasikan pada tanggal 15 Desember 1978, beberapa kesepakatan lain telah diambil oleh ke dua negara, yaitu: Kedua negara berjanji untuk lebih saling mengenal dan sepakat untuk membuka hubungan diplomatik secara resmi pada tanggal 1 Januari 1979. Pemerintah Amerika harus mengakui bahwa Cina merupakan pemerintahan yang sah. Amerika dapat melanjutkan hubungannya dengan Taiwan, tetapi terbatas pada bidang perdagangan, kebudayaan dan hubungan yang non-pemerintah. Kedua negara harus berusaha untuk memperkecil konflik bersenjata dan berusaha mencegah hegemoni di wilayah Asia-Pasifik. Mereka akan mengadakan tukar-menukar dutabesar dan membuka kedutaan secara resmi pada tanggal 1 Maret 1979 (Hsu, 1972:63-64)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S12874
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>