Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147618 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Titi Rahardjanti
"Masyarakat Cina penganut Khonghucu masih mempertahankan tradisi Cina, antara lain masih dapat dijumpai pelaksanaan upacara kematian secara Khonghucu, meskipun demikian sudah mengalami perubahan di masa lalu.Upacara kematian dalam lingkungan masyarakat Cina penganut Khonghucu sangat berkaitan erat dengan ajaran Konfusius yang menekankan sernangat bakti (xiao . ). Maksud diadakan upacara kematian adalah untuk menunjukkan tanda bakti seorang anak kepada orang tuanya. Sedangkan tujuannya adalah untuk menunjukkan rasa hormat kepada almarhum, agar almarhum memperoleh kehidupan yang damai, rasa aman dan ketentraman bagi keluarga yang ditinggalkan.Dalam penyelenggaran upacara kematian di kalangan masyarakat Cina penganut Khonghucu di Surakarta ini ternyata sudah mengalami akulturasi dengan kebudayaan setempat (Jawa), misalnya adanya kepercayaan masyarakat Cina penganut Khonghucu di Surakarta tentang hari Sabtu, yang dipercayai sebagai hari yang tidak bagus untuk menguburkan jenazah; adanya pelaksanaan Upacara Selamatan yang diadakan menurut tradisi Jawa .Masyarakat Cina penganut Khonghucu di Surakarta meyakini Khonghucu sebagai agama. Mereka tetap melakukan peribadatan menurut ajaran Khonghucu. Termasuk salah satunya adalah melaksanakan upacara kematian secara Khonghucu. Penulis merasa tertarik untuk menggambarkan upacara kematian selain karena hal - hal tersebut di atas, juga karena adanya pengaruh tradisi Jawa yang mereka terapkan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S13099
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hydriana Ananta Win
"Salah satu dari tiga peristiwa penting dalam kehidupan orang Cina penganut ajaran Khonghucu adalah kematian. Oleh karena itu mereka ingin melaksanakan upacara pemakaman dan perkabungan secara benar sesuai dengan ajaran Khonghucu. Ajaran Khonghucu di Indonesia telah bercampur dengan unsur-unsur ajaran dari Buddha dan Dao. Keinginan untuk melaksanakan ajaran Khonghucu secara murni membuat kelompok masyarakat peranakan Cina di Indonesia membentuk organisasi kemasyarakatan yang bernama MATAKIN. Melalui MATAKIN inilah penganut ajaran ini setahap demi setahap mereformulasikan ajaran Khonghucu di Indonesia, termasuk di dalamnya terdapat tata upacara kematian. Untuk melihat pelaksanaan tata upacara kematian yang telah direformulasikan oleh MATAKIN, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lapangan di Kecamatan Cimanggis dan Cibinong. Alasan pemilihan kedua daerah ini adalah karena disana terdapat cabang dari organisasi MATAKIN di tingkat DATI II yaitu MAKIN. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa kelompok masyarakat peranakan Cina penganut Khonghucu di kecamatan Cimanggis dan Cibinong telah melaksanakan tata upacara kematian dengan cara-cara yang telah direformulasikan oleh MATAKIN melalui MAKIN nya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S12886
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Handianingsih
"ABSTRAK
Di dalam masyarakat Indonesia kelompok etnis Cina merupakan kelompok etnis non-asli yang paling menonjol dibanding kelompok etnis non-asli lainnya. Dengan alasan inilah penulis memilih salah satu unsur kebudayaan yang penting dalam kehidupan mereka yaitu upacara kematian dalam kelompok etnis Cina di Indonesia sebagai obyek dari penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini sendiri bersifat deskriptif sehingga diharapkan mampu memberikan gambaran yang jelas, akurat dan benar mengenai obyek skripsi ini. Kelompok etnis Cina yang datang ke Indonesia terdiri dari kelompok-kelompok yang berbeda asal, latar belakang, dan alasannya, demikian pula dengan keahlian dan cara hidup mereka. Meskipun terjadi pergeseran-pergeseran nilai pada unsur tertentu akibat terjadinya proses asimilasi dan adaptasi terhadap lingkungan di mana mereka berada, namun sistem religi dengan segala unsur-unsurnya tetap terjaga dikalangan kelompok etnis Cina di Indonesia. Mereka tetap melaksanakan sistem keyakinan, sistem ritus dan upacara, peralatan upacara dan sistem kekerabatan umat beragama sebagaimana yang dilaksanakan nenek moyang atau leluhur mereka. Pelaksanaan upacara kematian di dalam masyarakat etnis Cina penuh dengan emosi dan ritus keagamaan, adat istiadat, keterlibatan anggota keluarga, masyakat dan rangkaian upacara-upacara baik sebelum maupun sesudah upacara kematian dilakukan. Seluruh kegiatan upacara-upacara tersebut sarat dengan makna-makna, lambang-lambang dan sebab akibat bagi yang meninggal maupun yang masih hidup.

"
1989
S12866
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dianti Anggia Murni
"Orang-orang Cina mengenal tiga peristiwa besar dalam kehidupan mereka, yaitu kelahiran, perkawinan dan kematian. Kematian, yang merupakan salah satu dari tiga peristiwa besar di atas, dianggap penting oleh orang_orang Cina karena, mereka percaya bahwa orang yang telah meninggal dunia, jiwanya tetap hidup, bahkan _menjaga kehidupan para keturunannya.Hubungan antara orang yang masih hidup dan yang telah meninggal..."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
S12956
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianingsih
"Upacara Kematian merupakan suatu upacara yang penting bagi orang Cina. Untuk melaksanakan suatu upacara kematian yang sempurna dan sesuai dengan kepercayaan mereka, sebagian kecil masyarakat Cina beragama Budha di Jakarta menyerahkan pelaksanaan upacara kematian pada Caima.
Kehidupan Caima di Cina dahulu sama dengan Bi qiu ni (biarawati Budha). Namun praktek keagamaan yang dilakukan oleh Caima sudah menyerap tradisi dalam masyarakat. Di Cina dahulu, banyak penganut Budha yang menggunakan jasa Caima dalam upacara kematian. Caima yang ada di Jakarta sekarang juga dikenal sebagai biarawati, namun kehidupannya sangat berbeda dengan Bi qiu ni. Caima hidup dari imbalan yang diberikan oleh keluarga yang menggunakan jasanya dalam upacara kematian.
Tugas Caima dalam suatu upacara kematian adalah memanjatkan doa-doa untuk arwah yang meninggal. Pembacaan doa yang diiringi dengan alat musik sederhana menghasilkan lagu yang cukup menarik. Alunan lagu yang berisi doa-doa dan atraksi yang dilakukan oleh Caima membuat orang yang datang melayat tinggal lebih lama. Tugas besar yang dilakukan oleh Caima dalam upacara kematian membuat biaya yang dikeluarkan oleh keluarga orang yang meninggal cukup besar. Ini adalah salah satu penyebab langkanya upacara kematian yang dilaksanakan oleh Caima."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S13088
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Kusumawati
"Tesis ini pada dasamya mengkaji bagaimana cara orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis mempertahankan tradisi pemujaan leluhur.Dalam hal ini fokus penelitian penulis adalah upaya penyesuaian yang dilakukan pada makanan sesaji yang dipersembahkan oleh orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis dalam upacara pemujaan leluhur. Dalam mengkaji masalah ini penulis menggunakan pendekatan strukturalisme yang diperkenalkan oleh Levi Strauss untuk mengetahui sejauh mana penyesuaian itu terjadi dan pada tingkat apakah terjadi perubahan itu.
Pengkajian dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode etnografi, yang memusatkan perhatian pada upaya yang dilakukan penganut Khonghucu di Cimanggis dalam makanan sesaji pada upacara pemujaan leluhur. Metode pengumpulan data dilakukan dengan pengarnatan, wawancara mendalam dan penggunaan literatur yang relevan.
Hasil penelitian yang penulis lakukan pada orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis memperlihatkan bahwa salah satu cam yang dipilih dan diinginkan oleh mereka untuk mempertahankan tradisi pemujaan leluhur adalah dengan melakukan resistensi pasif Yang dimaksud dengan resistensi pasif adalah suatu penolakan untuk menyerah pada keadaan lingkungan yang berubah, kekuasaan, pemaksaan atau kekerasan tanpa memperlihatkan perlawanan (secara lisan atau lainnya) terhadap orang yang melakukan pemaksaan tersebut atau lingkungan yang berubah. (Horace B & English, 1958: 460). Orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis menolak untuk menyerah pada keadaan lingkungan yang berubah atau beberapa peraturan diskriminatif terhadap masyarakat Tionghoa yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru. Namun mereka juga tidak memperlihatkan perlawanan (secara lisan atau lainnya). Untuk tetap mempertahankan kebudayaan Tionghoa ini, mereka lalu melakukan beberapa penyesuaian.
Dengan menggunakan pendekalan strukturalisme yang diperkenalkan oleh Levi Strauss, penulis melihat bahwa dalam hal makanan sesaji, penyesuaian yang dlakukan oleh orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis sebetulnya hanya terjadi pada struktur permukaan dari set of knowledge orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis. Struktur dalamnya sama sekali tidak berubah. Selain itu konsep ?sudah menjadi takdir Tuhan? , konsep ?habis bagaimana lagi?, konsep da-tong yang berarti satu dunia atau universal harmony dan konsep chuantong yang berarti tradisi sangat membantu orang-orang Tionghoa berkompromi dan menggunakan kebijaksanaan yang praktis dalam memecahkan kesulitan yang mereka hadapi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T3493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Rifa`ati Hanifah
"Jurnal ini membahas mengenai akulturasi upacara kematian masyarakat Cina Benteng di Tangerang, Banten. Masyarakat Cina Benteng adalah orang-orang keturunan Tionghoa yang tinggal di wilayah Tangerang, Banten. Nama Cina Benteng berasal dari kata ldquo;Benteng rdquo;, nama lama kota Tangerang. Kata ldquo;Benteng rdquo; dalam istilah Cina Benteng mengacu pada Benteng Makassar, yang terletak disisi timur sungai Cisadane.
Tujuan dari penilitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara lengkap bagaimana ritual upacara kematian masyarakat tradisional Tionghoa dan menjelaskan bagaimana ritual upacara kematian masyarakat Cina Benteng yang telah mengalami akulturasi dengan budaya masyarakat setempat di Tangerang, Banten. Selain itu, juga untuk menunjukan bagaimana upacara kematian menjadi salah satu titik temu antara dua budaya yang berbeda dan melihat sejauh mana budaya tradisional masih mempengaruhi budaya yang sudah terakulturasi melalui upacara kematian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa upacara kematian masyarakat Cina Benteng telah terakulturasi dengan budaya upacara kematian masyarakat Non- Cina Benteng di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam upacara kematian Cina Benteng terdapat beberapa bagian yang berbeda dari upacara kematian masyarakat tradisional Tionghoa. Upacara kematian masyarakat Cina Benteng lebih sederhana dalam pelaksanaannya. Selain itu, akulturasi kematian masyarakat Cina Benteng terjadi karena adanya pergeseran zaman dan pergeseran budaya.

This journal talks about the acculturation of the death ceremony of Chinese Benteng community in Tangerang, Banten. Chinese Benteng are people of Chinese descentdant who live in Tangerang, Banten. The name of Chinese Benteng comes from the word ldquo;Benteng rdquo; means ldquo;Fort rdquo; , which is the old name of city of Tangerang. The word Benteng in the term of Chinese Benteng refers to Benteng of Makassar Makassar Fort , which lies on the east side of the Cisadane river.
The purpose of this research is to fully describe the death ceremony ritual of the Chinese Traditional community and the death ceremony ritual of Chinese Benteng people that has been acculturated with the culture of the local community in Tangerang, Banten. In addition, it shows how the death ceremony became the point of intersections between two different cultures and to what extent the traditional cultures still affect the culture that has been acculturated through the death ceremony. The method used in this research is qualitative method.
The result of this research shows that the death ceremony of Chinese Benteng community has been acculturated with the death ceremony of Non-Chinese Benteng community in Tangerang. Therefore, the death ceremony of Chinese Benteng is different in some parts from the death ceremony of traditional Chinese community. The death ceremony of the Chinese Benteng community is more simple in its implementation. In addition, the acculturation of death ceremony of Chinese Benteng community also occurred due to the changing of time and culture.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ninawati
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S7536
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Triasuci Putri Ramadhanty
"Makalah ini merupakan hasil penelitian mengenai pernikahan tradisional masyarakat Cina Benteng di Kedaung Wetan, Tangerang yang secara khusus membahas tentang upacara sawer (salah satu dari rangkaian upacara pernikahan tradisional masyarakat Cina Benteng) dan keberadaan pendaringan (tempat menyimpan beras) dalam pernikahan.
Penelitian ini memaparkan (1) tata cara pelaksanaan upacara sawer dan tata letak pendaringan, (2) makna dari upacara sawer dan keberadaan pendaringan, dan (3) perlengkapan yang digunakan beserta maknanya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui upacara sawer dan pendaringan menyiratkan harapan dan juga pesan moral bagi kedua mempelai yang akan menjalani rumah tangga. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah untuk penelitian lanjutan mengenai upacara sawer dan pendaringan dalam pernikahan tradisional masyarakat Cina Benteng, Tangerang.
This paper is a result of a research about the traditional wedding of Cina Benteng community in Kedaung Wetan, Tangerang which specifically discusses about sawer ceremony (one of traditional wedding ceremony series of Cina Benteng community) and the presence of pendaringan (a place to store rice) in the wedding.
This research explains (1) the procedure of sawer ceremony and pendaringan layout, (2) the meaning of the sawer ceremony and the presence of pendaringan, and (3) equipment used and their meanings. Based on research conducted, it is known sawer ceremony and pendaringan express hope and moral message for the bride and groom who will be undergoing households. Hopefully this research is able to give a scientific contribution for further research on sawer ceremony and pendaringan in traditional wedding of Cina Benteng community, Tangerang.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>