Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76911 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aisah Amini
"Negara-negara Arab dikenal sebagai negara yang masyarakatnya kental dengan budaya patriarkis. Budaya patriarkis yang male-centres ini memandang laki_-laki lebih berkuasa, mengakibatkan peran perempuan selalu dibatasi. Sampai saat ini, masih ada beberapa negara yang masih membatasi peran perempuan di ruang publik dunia kerja, bidang politik dan lain-lain. Namun ada juga beberapa negara yang telah membuka ruang seluas-luasnya agar perempuan dapat berperan aktif di dalam masyarakat. Hasil yang telah mereka peroleh saat ini adalah berkat perjuangan mereka sendiri. Mesir adalah salah satu negara yang kaum perempuannya dapat menikmati kebebasan dalam berbagai bidang, dari mulai pekerjaan sampai politik. Kebebasan bagi perempuan Mesir saat ini tidak terlepas dari perjuangan yang telah dilakukan pada dekade kedua abad ke-20. Kaum perempuan kelas atas atau yang biasa disebut harem menjadi pionir dalam memperjuangkan persamaan hak ketika itu. Padahal sampai dekade awal abad ke-20, kehidupan mereka masih sangat dibatasi terutama untuk muncul di ruang publik. Namun berkat keikutsertaan mereka dalam perjuangan Revolusi Mesir di tahun 1919, pintu gerbang untuk bergerak di ruang yang lebih luas lagi mulai terbuka. Gerakan mereka di dalam revolusi tersebut memotivasi untuk terus bergerak menuntut hak-hak yang selama ini dibatasi. Penelitian ini sekaligus membuktikan bahwa gerakan nasionalisme berkaitan erat dan saling mendukung dengan gerakan perempuan. Revolusi Mesir di tahun 1919 terbukti membawa perubahan yang signifikan bagi kehidupan perempuan di Mesir. Di tahun-tahun berikutnya, suara-suara mereka mulai didengar oleh para pembuat kebijakan negara. Mereka menuntut agar hukum dan undang-undang yang ada juga mempertimbangkan dan memperhatikan kaum perempuan. Lebih lanjut, pengaruh yang terjadi adalah berseminya feminisme yang berafiliasi ke Barat. Paham inilah yang juga membuat kaum perempuan Mesir terus bergerak untuk memperjuangkan hak-hak mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S14592
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ekalantri Fitriani
"Mesir merupakan negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia, baru kemudian disusul oleh negara-negara lainnya. Hal ini tidaklah mengherankan karena Indonesia memiliki hubungan tradisional dengan Mesir dan Timur Tengah pada umumnya, yaitu hubungan keagamaan (Islam) dan pendidikan, sejak lama. Pengakuan tersebut tidak terlepas dari peranan pelajar dan mahasiswa Indonesia di Mesir, yang melakukan aktifitas politik dalam rangka mencari dukungan bagi perjuangan rakyat Indonesia melawan kaum penjajah. Setelah Proklamasi 17 Agustus1945, aktifitas para pelajar dan mahasiswa tersebut ditujukan untuk mendapatkan pengakuan bagi kemerdekaan Indonesia. Berkat peranan pelajar dan mahasiswa tersebut, serta dengan adanya kebijaksanaan Solidaritas Islam yang dianut Pemerintah Mesir waktu itu, maka pada tahun 1947, secara resmi Mesir mengakui Indonesia. Dalam beberapa hal, terdapat persamaan antara Indonesia dan Mesir, seperti persamaan sebagai negara jajahan, mayoritas rakyatnya beragama Islamdan persamaan dalam prinsip kebijaksanaan Luar Negeri, yaitu membenci kolonialisme dan imperialisme. Liga Arab sebagai badan perwakilan dari negara-negara Arab, memiliki peranan yang sangat besar bagi terlaksananya pengakuan kedaulatan tersebut. Sekjen Liga Arab, Abdurrahman Azzam Pasha-lah yang memberikan usul pada Pemerintah Mesir untuk membantu dan mendukung perjuangan bangsa Indonesia yang sedang menghadapi penjajah. Usul tersebut didambut dengan positif, maka dari sinilah langkah awal keterlibatan Pemerintah Mesir dalam perjuangan bangsa Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S12332
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilysagita Tjahjadi
"Penulisan skripsi ini, selain merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana, diharapkan pula dapat memberi penerangan yang lebih jelas lagi mengenai sejarah Cina kepada pembaca. Penulis pada saat mengadakan penelitian terhadap masalah tersebut diatas, menggunakan metode penelitian pustaka. Penulis merasa, meskipun penggunaan metode penelitian semacam ini kurang begitu memuaskan, karena data yang penulis peroleh dari bahan bacaan yang dikarang oleh pengarang yang berbeda kadang-kadang tidak sama, hingga agak menyulitkan penulis dalam memilih buku-buku yang terpercaya, tetapi metode inilah yang terpaksa penulis pilih. Hasil penelitian dari sumber bacaan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1983
S13064
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Welya Safitri
"Penelitian dalam Tesis ini bertujuan untuk mengetahui peran perempuan dalam politik di Timur Tengah pada umumnya dan secara khusus di Mesir, karena Mesir sebagai yang terdepan terhadap adanya pemberian peran politik perempuan di kawasan negara Timur Tengah, hal ini disebabkan adanya undang-udang yang mensupport kegiatan politik perempuan. Penulis berusaha menganalisa mengapa peran politik perempuan khususnya di Mesir dan di wilayah Timur Tengah umumnya masih menjadi kontroversi dan faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kontroversi mengenai peran politik perempuan tersebut, serta bagaimana prospek dan permasalahannya pada masa mendatang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan memakai metode studi Kasus. Temuan penelitian ini antara lain berdasarkan fakta historis, keikutsertaan perempuan dalam lapangan politik di kawasan Timur Tengah merupakan suatu realita bahwa peran politik mengalami indikasi peningkatan. Selain ditemukan juga bahwa gerakan Feminis di Timur Tengah diwakili oleh Mesir.
Penelitian ini menjelaskan juga tentang peran politik perempuan, walaupun masih ada sebagian kelompok yang tidak menyetujui terhadap peran politik perempuan. Akan tetapi, Gerakan kelompok/iindividu yang memperjuangkan hak-hak politik perempuan semakin mengalami peningkatan, beberapa nama yang patut disebut adalah diantaranya: Nawal el-Shadawi, Huda Sya'rawi, dan yang saat ini sedang mengemuka adalah Lady First Mesir, yakni :Suzan Mubarak. Pada intinya, kehadiran peran politik perempuan dalam Parlemen Mesir masih sangat minim sekali, hal ini terbukti belum terpenuhinya kuota yang diberikan oleh pemerintah Mesir bagi perempuan. Tentu saja minimnya peran tersebut dikarenakan ada sejumlah kendala yang menghadang bagi keberhasilan peran politik perempuan tersebut. Sehingga untuk mengatasinya diperlukan mekanisme-mekanisme tertentu.
Keberhasilan peran politik perempuan di Mesir dan kawasan Timur Tengah diantaranya ditandai dengan turut berpartisipasinya para perempuan untuk ikut ambil bagian dalam pemilu di Mesir, serta ditandai pula adanya keterwakilan peran perempuan dalam memainkan politiknya tidak hanya sebatas di parlemen saja, akan tetapi juga di lembaga eksekutif dan bidang lainnya. Sementara, masa depan peran politik perempuan sangat tergantung kepada kaum perempuan itu sendiri, mengingat masih banyaknya agenda permasalahan yang terkait erat dengan peran dan partisipasi politik perempuan, oleh karenanya perlu ada peningkatan secara simultan terhadap sumber daya kaum perempuan dalam segala bidang, tanpa terkecuali pemberdayaan di bidang politik.

The study in this thesis is aiming at knowing women roles in politics in Middle East in general and in particular in Egypt, as Egypt as is the frontline in giving woman political roles in the Middle East countries, it is because there legislations supporting the woman political activities. The writer tries to analyze why woman political roles especially in Egypt and in Middle East region generally have been in controversies and what factors causing the controversies concerning the woman political roles, and how the prospect and the problems in the future.
This study uses the qualitative approach by using case study method. The findings of this study among them is that based on the historical facts, the woman participation in political filed in the Middle East region represents a reality that the political roles are experiencing an improved indication. In addition, the finding also that the feminist movement in Middle East represented by Egypt.
This study also explains concerning political roles of woman. though still there is a part of groups who disagree to woman political roles. However, the group/individual movement in struggle for the woman political rights is increasingly improved, some name worth to mention among them such as Nawal el-Shadawi, Huda Sya'rawi, and at present the outstanding one is Egypt Lady First, Suzan Mubarak. The point is, the presence of woman political roles in Egypt Parliament is still very minimum, it is proven by the unmeet quota given by Egypt administration for woman. Certainly the minimum roles caused by several constraints deter for the success of woman political roles. So in order to solve it requires certain mechanism.
The success of woman politics in Egypt and Middle East region among them is indicated by the participation of women to take part in the election in Egypt, and also indicated by the representation of woman roles in playing their political roles not limited only in parliament, but also in executives and other areas. Whereas, the future of political roles of woman is highly depend on the women themselves, considering many agenda of issues closely related to the roles and participation of woman politics, therefore it demands the simultaneous improvement to the woman resources in all respects, without exception to the empowerment in politics.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T16846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Listyarti
"Gerakan perempuan di Republik Islam Iran terbilang lebih maju dibandingkan negara-negara Islam lainnya di Timur Tengah. Meski mengalami banyak hambatan mulai dari tafsir agama maupun budaya etnis serta kebijakan pemerintah, namun kenyataannya gerakan perempuan di Iran dapat tumbuh dan berkembang, bahkan muncul banyak tokoh¬tokoh perempuan Iran yang eksistensinya diakui masyarakat internasional. Tesis ini mencoba mengungkap tumbuh dan berkembangnya gerakan Perempuan di Republik. Islam Iran dan faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya gerakan Perempuan pasca revolusi Islam Iran, mulai dari tokohnya, tuntutannya, model gerakannya, dan perubahan kebijakan pemerintah yang adil terhadap perempuan.
Terdapat tiga (3) fase dalam menggambarkan gerakan perempuan di Iran pasca kemenangan revolusi Islam Fase pertama, sepuluh tahun pertama pasca revolusi Islam (1979-1989)--di era pemerintahan Ayatullah Khomeini- menghasilkan berbagai peraturan yang bias jender. Misalnya peraturan yang melarang jabatan hakim bagi perempuan, dengan alasan wanita lebih emosional dan irasional. Pada era ini, sudah mulai muncul oposisi gerakan perempuan Iran yang melakukan perlawanan terhadap berbagai kebijakan yang merugikan hak-hak kaum perempuan dan korban kekerasan.
Fase 2 : Sepuluh tahun kedua (1989-1999) pasca revolusi islam terjadi perubahan terhadap berbagai peraturan yang bias jender-peraturan tersebut secara bertahap mulai direvisi. Sehingga 11 tahun setelah revolusi islam, pemerintah mencabut pelarangan hakim perempuan di Iran. Pada era ini, pemerintahan Iran juga membuat kebijakan yang menjamin hak-hak reproduksi Perempuan. Perempuan Iran sudah ada yang menjadi anggota parlemen, bahkan ada yang menduduki jabatan strategis di pemerintahan. Hal ini tentunya dampak signifikan dari jaminan pelaksanaan hak atas pendidikan rakyat
Fase 3 : Sepuruh tahun ketiga (1999 s.d sekarang, pada fase ini, banyak perempuan --baik secara individu-maupun berkelompok terus memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi di Iran. Mereka yang kemudian menciptakan model gerakan perempuan di Iran. Model yang dikembangkan adalah: Pertama, tuntutan yang diajukan kaum perempuan didominasi oleh persamaan hak-hak perempuan dan perlindungan hak anak; kedua, tuntutan merevisi hukum keluarga di Iran karena banyak yang mengabaikan hak perempuan dan anak-anak, terutama hukum yang berkaitan dengan perkawinan, perceraian dan implikasinya; ketiga, menyuarakan gagasan bahwa HAM universal tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal-hal yang sudah jelas di atur dalam Al-Quran., misalnya hak waris yang berbeda antara laki-Iaki dan perempuan, & kewajiban menggunakan jilbab, tidaklah menjadi bagian yang mereka gugat. Inilah yang membedakan gerakan perempuan barat dengan gerakan perempuan di Iran, di Iran gerakan perempuannya justru menyakini banyak pihak bahwa ajaran Islam dan hukurn Islam tidaklah bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM universal.
Dalam tesis ditemukan faktor-faktor yang mendorongnya terjadi perubahan kebijakan di Iran terhadap Perempuan dan yang secara signifikan juga telah mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya gerakan Perempuan di Republik Islam Iran. Faktor pertama adalah meningkamya pendidikan; dan Faktor yang kedua adalah Perubahan politik di dalam negeri karena munculnya kesadaran dan tafsir hukum Islam yang tidak di dasari budaya patriarki. Selain itu ada temuan yang menarik, ternyata perempuan-perempuan Iran yang terusir dari negeri Iran karena menolak kebijakan pemerintah tetap bisa berhubungan dengan organisasi perempuan dalam negeri Iran, atau tetap bisa rnemberikan informasi berkaitan dengan perkembangan Iran. Faktor ketiga, Munculnya tokoh-tokoh perempuan Iran yang berani melawan kondisi sosial politik dan sosial budaya di Iran, mereka berjuang sesuai dengan latar belakang keahliannya. Toko-h¬tokoh tersebut berupaya menegakan HAM dan demokrasi di negerinya. Faktor keempat, ada faktor lain, yaitu munculnya kesadaran Para Mullah & pemimpin Iran bahwa ajaran Al Quran senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan kitab tersebutlah yang menjadi dasar islami bagi konstitusi Iran, sehingga pemerintah pun mau melakukan telaah kembali bagi kebijakan-kebijakan pemerintahan Iran yang bias jender. Faktor kelirna, Faktor sosial budaya masyarakat yang menghormati perempuan mulia dalam sejarab Islam, mis. putri Rasullah SAW - Fatimah Az Zahra- dimana kemuliaan Fatimah, perilakunya yang santun, lemah lembut, pintar, berani dan bijak, dijadikan doktrin nilai-¬nilai yang dianut masyarakat Iran dan terinternalisasi dalam budaya masyarakat. Nilai¬nilai ini berisi ajaran agar kaum laki-laki dan perempuan saling menghargai, menghormati, memahami hak dan kewajibannya masing-masing.

Women movement in Islamic Republic of Iran admitted more developed than Islamic countries in Middle - East. Though, obtaining many obstructions starting from exegesis, ethnic culture to government policy; in fact that women movement in Iran can grow and develop, moreover many Iran female figures emerge whose existence admired by the world. This Thesis tries to uncover the growth and the development of women movement in Islamic Republic of Iran and some factors affecting its development in the post - Islamic revolution of Iran, starting from the figures, the demands, the movement form and the changes of government policy which is fair towards women.
There are three phases in describing women movement in Iran in the post - victory of Islamic revolution. In the first phase, first decade of the post . Islamic revolution (1979-1989) in the era Ayatollah Khomeini authority causing many regulations which were obscure in gender. For instance, the regulation which forbade the position of judge for women with the reason that's women admired more emotional and irrational. In the era, Iran women movement had emerged as opposing against some regulations causing disadvantages for women right and authority victim.
In the second phase: second - decade (19894999) of the post - Islamic revolution, there were many changes for several regulations which were obscure in gender- those were gradually revised. After eleven years in Islamic revolution, Iran government withdrew prohibition for women judge. In the era, Iran government also withdrew the policy protected reproduction right for women. Iran women became member in parliament; even there were some occupied strategic position in government. This matter was definitely significant effect from the guarantee of applying the right for citizen education.
In the third phase: third - decade (1999- ....) , many women both individually or in group keep on struggling the human right and democracy in Iran. And they create women movement form there. The form developed as follows; firstly, the demands they ask are dominated with the equality of women right and the protection of children right; secondly, the demand to revise family rules in Iran as they ignored more the right of women and children, mainly the rules dealing with marriage, divorce and its implications; thirdly, declaring ideas of universal human right which is not against Islamic laws. Those matters which are obviously regulated in Al- Qur'an, for example heritage right differing women and men, and the obligation for using veil are not a part to be claimed. This thing makes a difference among women movement in Iran and west countries; in Iran, the women movement believes that Islamic law is not against to the principles of universal human right.
The third factor, many women figures emerge who bravely fight social-political condition and social-culture in Iran, they fighting line with their competence background.. Those figures make an effort to uphold the human right and the democracy there.
The forth factor, the awareness of mullahs and Iran leaders raise up as they understand that Al - Qur'an continually follows the development and the holy book becomes the Islamic basic for Iran constitution, so that the government study further the Iran government policies which are obscure in gender
The fifth factor, social- cultural factor in society giving respect to magnificent women in Islamic history, e.g Fatimah Az Zahra- the daughter from Rasullah SAW , her nobility,her politeness, her gracefulness, her brilliance, her courage and wisdom, can be doctrinal values followed by Iran society and internalized into culture society. These values consist of the knowledge teaching men and women should respect each other and understand the right and the obligation.
"
2007
T20706
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S5756
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irsal Mursalin Dhalu Prasojo
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas perlawanan yang dilakukan dua kelompok pendukung
sepakbola di Mesir yaitu Ultras Ahlawy dan Ultras White Knights dalam Revolusi
Mesir 2011. Dalam tulisan ini akan dijelaskan bagaimana transformasi kelompok
Ultras yang apolitis menjadi kelompok politis. Skripsi ini menggunakan
pendekatan kualitatif. Kesimpulan skripsi ini adalah kelompok Ultras berhasil
melahirkan perlawanan dalam bentuk gerakan sosial baru. Untuk melahirkan
gerakan sosial baru ini, kelompok Ultras melakukan proses framing isu sosial,
memanfaatkan kesempatan politik, dan menggunakan media sosial.

ABSTRACT
This undergraduate thesis explains about the resistance launched by two groups of
football supporters in Egypt, Ultras Ahlawy and Ultras White Knights in Egyptian
Revolution 2011. This paper will explain how the two Ultras groups transformed
from apolitical groups and become political groups. This undergraduate thesis will
use qualitative approach. The conclusion of this paper is the Ultras groups
succeded in generating a resistance in the form of new social movement. To
generate this new social movement, the Ultras groups framed social issues, took
advantage of political opportunity, and used social media."
2015
S60938
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sadat, Jehan
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan , 1992
305.409 2 SAD w
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Asmania
"ABSTRACT
Tugas Akhir ini membahas tentang pengaruh gerakan perempuan dalam keberhasilan legalisasi aborsi di Uruguay. Dalam penjelasannya nanti, akan dianalisis bagaimana RUU Hak Seksual dan Reproduksi yang telah dijatuhi veto oleh presiden Tabare Vazquez pada tahun 2008, namun dapat dilegalisasi di bawah kepemimpinan presiden Jose Mujica pada tahun 2012. Penelitian ini akan melihat peluang-peluang politik apa saja yang mendorong dilegalisasinya aborsi di Uruguay. Mulai dari keberadaan organisasi-organisasi perempuan, kaukus perempuan dalam parlemen, dan presiden yang menjabat.

ABSTRACT
This thesis will explore the strategy of woman movements on the success of the legalization of abortion in Uruguay. The central analysis will be on how the draft of the Sexual and Reproductive Law that had been vetoed by President Tabare Vazquez in 2008 was re appealed and legalized under the government of President Jose Mujica in 2012. This writing will look on the political opportunities that support the legalization of abortion in Uruguay, such as the existence of woman organizations, the woman caucus inside the parliament, and the political views of the serving president."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Roro Chairunnisa Windiatama Putri
"Peran Oku Mumeo dalam gerakan sosial membawa perempuan Jepang mendapatkan kesejahteraan melalui dibentuknya New Women’s Association tahun 1919. Organisasi ini berhasil mensahkan revisi UU ketertiban Umum dan Polisi, pemilu untuk perempuan, melarang laki-laki dengan penyakit kelamin untuk menikah, serta menginisiasi Hataraku Fujin no Ie (Rumah untuk Perempuan yang Bekerja) yang menyediakan tempat bagi perempuan yang bekerja pada tahun 1930. Pasca Perang Dunia II, tahun 1948 Oku Mumeo juga membentuk Shufurengo-kai (Asosiasi Ibu Rumah Tangga) sebagai organisasi yang menyejahterakan perempuan melalui 'menghubungkan politik dengan dapur'.
Penelitian sejarah ini menggunakan metode kualitatif. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran Oku Mumeo dan organisasi-organisasi yang didirikannya dalam gerakan sosial. Organisasi yang didirikan Mumeo kerap berkembang seiring kebutuhan zaman.
Dalam penulisan ini dapat kita lihat juga pada Pasca Perang Dunia II, Oku Mumeo lebih fokus kepada ibu rumah tangga, karena perempuan pada umumnya sudah mulai mendapatkan kebebasan dalam ruang publik. Gerakan sosial yang dilakukan Oku Mumeo bersama organisasinya tidak berhenti dan terus berkembang dengan tujuan menyejahterakan masyarakat Jepang.

The role of Oku Mumeo in social movements that brought Japanese women to prosperity through the establishment of the New Women's Association which seeks to revise The Public Order and Police Law of 1900, forbid men with venereal diseases to get married, as well as women suffrage established in 1919 and Hataraku Fujin no Ie (House for Working Women) which provided a place for women to work in 1930. In 1948, during the post World War II era, Shufurengo-kai (Housewife federation) as an organization formed by Oku Mumeo after the war also made women prosperous through 'connecting politics with the kitchen'.
This historical research used qualitative method. The purpose of this paper is to find out the role of Oku Mumeo and the organizations she founded. The organization founded by Mumeo often grows together with the needs of times.
In this writing we can also see in the Post World War II, Oku Mumeo is more focused on housewives, because women in general have started to get freedom in public space. The social movements undertaken by Oku Mumeo and his organization did not stop and continue to develop with the aim of prospering the Japanese people.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T54792
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>