Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134453 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Basyuni Imamuddien
"ABSTRAK
Tawfiq al-Hakim dianggap sebagai pembaharu drama Arab karena ia telah memasukkan sesuatu yang baru ke dalam seni drama Arab yang sebelumnya belum pernah ada di Dunia Arab yaitu drama intelektual. Adapun karyanya yang diauggap sebagai prestasi puncak yang dicapainya adalah tragedi razad.yang secara struktural mengikuti pola struktur alur yang umum digunakan oleh para pengarang karya fiksi yang terdiri atas paparan, rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian dan selesaian.
Dari segi alur, tragedi Shahrazad dapat dikatakan ber_hasil. Walaupun di dalamnya terdapat lanturan-lanturan akan tetapi lanturan-lanturan tersebut menunjang unsur-unsur struktural yang lain. Adapun tema yang terkandung di dalam trage_di Shahrazad adalah perlunya keseimbangan dalam pendayagunaan rasa dan rasio. Dengan demikian tema ini universal sifat_nya karena menyangkut masalah yang sangat mendasar bagi kehidupan manusia dan karena itu pula dilihat dari segi tema, tragedi Shahrazad dapat dikatakan berhasil.

"
1990
S13212
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Depok Fakultas Sastra Universitas Indonesia 1992
LAPEN 07 Ima t
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Oktaviana
"Penelitian ini membahas teks drama Izis karya Taufiq al-Hakim, seorang sastrawan yang terkenal sebagai tokoh pelopor drama Arab Modern di Mesir. Dalam penelitian ini, teks drama Izis dihubungkan dengan cerita dalam mitologi Mesir karena adanya kemiripan antara kedua teks tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan unsur-unsur intrinsik dan perbandingannya dengan mitologi Mesir melalui pendekatan struktural dan sastra banding. Melalui teori struktural, dapat disimpulkan bahwa hubungan antar unsur intrinsik terjalin dengan baik sehingga memudahkan pembaca dalam memahami keseluruhan cerita. Sedangkan melalui pendekatan sastra banding, penelitian ini menyimpulkan bahwa drama Izis mendapat pengaruh dari mitologi Mesir.
Taufiq al-Hakim berhasil memodifikasi mitologi yang sangat kental dengan unsur dewa-dewi menjadi sebuah teks drama yang lebih rasional dan dapat diterima oleh akal manusia. Setidaknya ada tiga pesan yang ingin disampaikan oleh Taufiq al-Hakim melalui teks drama Izis. Pertama, pengarang ingin menggambarkan keadaan sosial dan politik yang sedang terjadi pada tahun 1950-an. Kedua, pengarang ingin menyampaikan bahwa rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi dalam suatu negara atau wilayah. Ketiga, melalui sosok Izis dalam perjuangannya mencari keadilan, pengarang ingin mengangkat derajat perempuan yang sering direndahkan dalam sistem patriarki di dunia Arab.

This research discusses the texts of Izis drama by Taufiq al Hakim, a well known poet as a pioneer of modern Arabic dramas in Egypt. In this study, Izis drama is related to the story in Egyptian mythology because of the similarity between the two texts. This study aims to expose the intrinsic elements and their relevance to Egyptian mythology through structural and comparative study. Through structural theory, it can be concluded that the relationship between intrinsic elements well established so as to facilitate the reader in understanding the whole story. While through the comparative approach, this study concludes that the drama Izis got the influence of Egyptian mythology.
Taufiq al Hakim successfully modified a very thick mythology with the elements of the gods became a more rational and acceptable text by the human reason. There are at least three messages to be conveyed by Taufiq al Hakim through the Izis drama text. First, the author wants to describe the social and political circumstances of the 1950s. Secondly, the author wishes to convey that the people are the ultimate sovereign holders in a country or territory. Thirdly, through the figure of Izis in his struggle for justice, it can be interpreted as an author who wants to raise the degree of women who are often degraded in the patriarchal system in the Arab world.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S11659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuniko Permatashari
"Adapun tujuan dari penganalisisan alur, tokoh dan tema yang terdapat dalam karya ini adalah agar dapat memperoleh pemahaman yang lebih jelas lagi mengenai isi cerita karya sastra Chiisaki Mono e dan sekaligus dapat memahami fungsi dari alur. tokoh dan terra sebagai unsur-unsur cerpen, sehingga karya sastra Chiisaki Mono e ini dapat digolongkan sebagai Cerpen (Cerita Pendek). Untuk.maksud tersebut, maka metode penelitian yang digunakan adalan Metode Deskriptif - Analisis dengan pendekatan intrinsik yaitu pendekatan atas unsur-unsur formal yang membangun karya sastra tersebut. Hasil penganalisisan alur, tokoh dan tema cerpen Chiisaki Mono e ini menunjukkan bahwa ceritanya ditampilkan dengan sorot balik dengan penceritaan peristiwa yang sudah terjadi oleh tokoh utama yang sekaligus berfungsi sebagai pencerita. Tokoh-tokoh dalam cerpen Chiisaki Mono e ada tiga tokoh penting, yaitu tokoh ayah sebagai tokoh sentral, tokoh ibu sebagai tokoh bawahan dan tokoh anak sebagai tokoh bawahan yang kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang tokoh utama. Di dalam cerpen Chiisaki Mono e ini, tema sentralnya adalah rasa penyesalan, perasaan berdosa sang ayah kepada anak-anaknya karena tidak mempertemukan mereka pada saat sang ibu menjelang ajalnya dan di pemakamannya. Sedangkan tema sampingannya adalah sebuah kematian yang mendatangkan penderitaan dan kebahagiaan serta hakikat cinta orang tua pada anak-anaknya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S13905
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Tuti Marhaeni
"Naskah Arifin C. Noer (ACN) yang pertama penulis kenal adalah Kapai-kapai (KK). Tentu saja, karena KK adalah salah satu karya ACN yang paling kerap dibincangkan para kritikus sastra, dan paling kerap terpilih untuk dipentaskan. KK pertama kali dipentaskan teater Kecil tahun 1970 di Taman Ismail Marzuki. Pada tahun itu juga majalah Budaja Djaja bekerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta menerbit_kan KK dalam sebuah edisi khusus. Mulai cetakan kedua, 1979, KK diterbitkan oleh PT Dunia Pustaka Jaya, sehingga KK mudah ditemukan, dan merupakan salah satu alasan KK menjadi lebih dikenal daripada drama-drama ACN yang lain. Tahun 1974, Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia menerbitkan KK, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Moths oleh Harry Aveling. Terjemahan Aveling membawa KK melanglang buana; dipentaskan di Australia, Belgia, Malaysia, dan New York. Tanggal 6 Mei 1983 KK dikontrak selama lima tahun oleh Forlmer Hangen BureauLitteraire internasional untuk dipentaskan di negara-nergara Eropa. 5ukses KK menarik perhatian sayer pada ACN. Hingga sekarang, menurut catatan saya, ACN telah menul i s 35 drama selama kurang lebih 35 tahun, seiak ia duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Agusstus 19891 (lihat Bab II: Riwayat Pengarang), tapi sementara ini hanya KK-lah yang telah dibincangkan berdiri sendiri sebagai karya-sastra, tidak dalam kaitan pementasannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena Baga
"Saya memilih bentuk cerita pendek (cerpen) sebagai pokok bahasan dalam skripsi ini, karena memang saya sangat menyukai genre sastra ini. Yang menarik dari cerpen adalah unsur-unsur pembentuk cerita seperti tokoh, alur, latar, harus disaiikan secara hemat atau ekonomis. Dalam sebuah cerpen umumnya hanya ada dua atau tiga tokoh saja, hanya ada satu peristiwa penting. Berdasarkan tuntutan ekonomis tersebut, penulis cerpen biasanya hanya mementingkan satu unsur saja dalam cerpennya, misalnya cerpen hanya mementingkan unsur alur atau tokoh saja. Pengutamaan satu unsur dalam cerpen tidak berarti meniadakan unsur-unsur yang lain. Sebuah cerpen harus lengkap dan utuh, artinya seperti alur, tokoh, latar, pencerita, fokalisasi, harus tetap ada dalam cerpen (5Lrmardjo, 1986:37). Sa1ah seorang penulis Belanda yang banyak menulis karyanya dalam bentuk cerpen adalah Marga Minco..."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
S15914
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Sukma Nugraha
"Di dalam kesusastraan Mesir, dua sastrawan periode modern, Yusuf As-Sibai dan Taufiq Al-Hakim menciptakan karya-karya kontroversial. Dalam novelnya, Nâ’ib ‘Izrâ’îl, As-Sibai menjadikan Malaikat Izrail sebagai tokoh utama dengan konflik utamanya berupa kesalahan Izrail dalam mencabut nyawa manusia sehingga menimbulkan berbagai masalah di akhirat. Adapun Al-Hakim menulis beberapa karya, seperti drama Asy-Syaithân Fî Khuthr, cerpen Asy-Syahîd, dan cerpen Imra’ah Ghalabat Asy-Syaithân yang menghadirkan setan yang berbeda dari konvensi keagamaan, misalnya setan cinta damai, setan ingin bertobat, dan setan yang merasa jengkel karena dikelabui oleh seorang perempuan.
Kontradiksi antara penggambaran setan dan malaikat dalam karya-karya tersebut dengan konvensi keagamaan sehingga menimbulkan kontroversi menjadi masalah penelitian yang diangkat dalam penelitian ini. Cara As-Sibai dan Al-Hakim yang menyingkirkan hierarki sosial dan konvensi keagamaan dalam karya-karya mereka tersebut sejalan dengan konsep carnivalesque yang digagas Mikhail Bakhtin. Carnivalesque merupakan suatu cara yang menangguhkan segala macam aturan dan hierarki sosial dalam kehidupan riil.
Carnivalesque yang ditampilkan dalam korpus menjadi strategi naratif As-Sibai dan Al-Hakim untuk menyuarakan ideologi mereka terkait wacana sosial politik Mesir masa monarki (1922-1956). Dalam konteks latar belakang setiap korpus, wacana tersebut terkait erat dengan kondisi sosial politik Mesir yang menyebabkan para sastrawan perlu memilih strategi khusus untuk menyampaikan kritik. Di antara kondisi yang dikritik adalah otoritarianisme raja dan pemerintah Mesir, diamnya para kelompok intelektual Mesir, dan masifnya kampanye nasionalisme yang disuarakan masyarakat Mesir.
Pada akhirnya, As-Sibai dan Al-Hakim menggunakan carnivalesque sebagai strategi naratif untuk menyuarakan wacana sosial politik Mesir pada era monarki. Keduanya menggunakan tokoh setan dan malaikat yang digambarkan secara kontradiktif dengan konvensi agama Islam. Hal itu menunjukkan bahwa represifnya monarki dan pemerintah Mesir pada saat itu, termasuk kepada sastrawan, dapat disiasati dengan teknik naratif bernuansa agama meskipun menghadirkan kontroversi bagi masyarakat Islamis dan pemuka agama. Selain itu, hal tersebut menunjukkan bahwa kedua pengarang memiliki pandangan keagamaan Islam yang progresif yang memandang estetika sastra adalah sesuatu yang terpisah dari pemikiran keagamaan.

In Egyptian literature, two writers of the modern period, Yusuf As-Sibai and Taufiq Al-Hakim, created controversial works. In his novel, Nâ'ib 'Izrâ'îl, As-Sibai makes the Angel of Izrail the main character, with the main conflict being Izrail's mistake in taking human life to cause various problems in the afterlife. Al-Hakim wrote several works, such as the play Ash-Shaithn Fî Khuthr, the short story Ash-Shahîd, and the short story Imra'ah Ghalabat Ash-Shaithân which presented demons that were different from religious conventions, such as the peace-loving demon, the devil wanting to repent, and the devil who felt annoyed because a woman deceived him.
The contradiction between the depiction of demons and angels in these works and religious conventions that caused controversy became a research problem raised in this study. The way As-Sibai and Al-Hakim got rid of social hierarchy and religious conventions in their works was in line with the carnivalesque concept initiated by Mikhail Bakhtin. Carnivalesque is a way of suspending all kinds of rules and social hierarchies in real life.
The carnivalesque featured in the corpus became the narrative strategy of As-Sibai and Al-Hakim to voice their ideology regarding the socio-political discourse of Egypt during the monarchy (1922-1956). In the context of the background of each corpus, the discourse is closely related to Egypt's socio-political conditions, which causes literati to choose a specific strategy to convey criticism. Among the conditions criticized were the authoritarianism of the Egyptian king and government, the silence of Egyptian intellectual groups, and the massive campaign of nationalism voiced by the Egyptian people.
Ultimately, As-Sibai and Al-Hakim used carnivalesque as a narrative strategy to voice Egypt's socio-political discourse during the monarchy era. Both use demonic and angelic figures depicted in contradiction to Islamic religious conventions. It shows that the repression of the Egyptian monarchy and government at that time, including literature, can be circumvented with religiously nuanced narrative techniques despite presenting controversy for the Islamist community and religious leaders. Moreover, it shows that both authors have a progressive Islamic religious view that views literary aesthetics as separate from religious thought.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Santosa
Jakarta: Pusat Bahasa. Departemen Pendidikan Nasional, 2003
899.221 2 PUJ d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Yulianingrum
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan persamaan dan perbedaan urutan peristiwa dalam cerita Kalilah wa Dimnah versi Arab dan versi Melayu, sekaligus membuktikan pernyataan Brandes dalam Yock Fang (1975) yang mengatakan bahwa perbedaan dalam kedua versi ini hanya terdapat pada awal dan akhir cerita. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan obyektif, yaitu pendekatan yang menitikberatkan pada karya itu sendiri, Teknik penelitian yang dipakai adalah studi literatur. Metode deskriptif dan analisis adalah metode yang digunakan oleh penulis dalam membahas obyek penelitian ini dengan bantuan teori A.Viala dan Schmitt mengenai sekuen. Sekuen adalah susunan urutan peristiwa yang berdasarkan pada matra tokoh, gagasan, ruang dan waktu yang memiliki kesatuan makna. Urutan sekuen ini berdasar teori Todorov, dikelompokkan ke dalam fungsi utama dan katalisator. Fungsi utama adalah susunan sekuen yang menunjukkan hubungan sebab-akibat, sehingga dari fungsi utama diperoleh alur cerita. Alur cerita berdasarkan teori Sudjiman dikelompokkan menjadi tiga bagian. Bagian awal terdiri atas paparan, rangsangan, dan gawatan. Bagian tengah terdiri atas tikaian, rumitan dan klimaks. Leraian dan selesaian merupakan bagian akhir dari struktur alur. Hasil analisis memperlihatkan bahwa alur dalam cerita Kalilah wa Dimnah versi Arab dan versi Melayu memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaan dari kedua cerita ini adalah alurnya berjalan linier, serta memiliki banyak cerita sisipan yang berfungsi sehagai lanturan dan penegas. Perbedaan kedua cerita tidak hanya terdapat pada awal dan akhir cerita, tetapi juga berbeda pada banyaknya sekuen, nama tokoh penghasut, latar serta struktur alur."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S13190
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>