Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105900 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lubis, Irma Julianti
"
ABSTRAK
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk membuktikan adanya pengaruh dari keadaan masyarakat terhadap mode pakaian wanita pada masa Belle Epoque (sekitar akhir abad ke-19 hingga tahun 1914), sebagai hasil dari analisis hubungan antara mode pakaian dengan masyarakat di mana mode pakaian kerap merefleksikan kondisi masyarakat yang bersangkutan.
Pembahasan skripsi ini dibatasi di wilayah Perancis pada masa Belle Epoque. Pada masa itu Perancis, sebagaimana halnya semua negara Barat lainnya, mengalami transformasi teknik dan industrialisasi sejak awal abad ke-19. Pada masa Belle Epoque digambarkan keadaan yang tenang, stabil dan kemakmuran makin merata bagi setiap kelas masyarakat, yang merupakan dampak dari kemajuan teknologi dan industri tersebut.
Keadaan ini juga melahirkan gaya hidup baru dalam masyarakat, terutama pada diri kaum wanitanya. Semua perubahan dan gaya hidup baru tersebut terefleksi pada setiap mode pakaian wanita yang berlaku pada masa yang bersangkutan.
"
1997
S14313
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Madya Wisaksana
"Alasan pemilihan judul skripsi ini adalah ketertarikan saya untuk melihat lebih jauh kondisi buruh Perancis pada masa Belle Epoque, karena Belle Epoque dikenal sebagai masa yang penuh dengan kestabilan dan kemakmuran bagi masyarakat Perancis. Skripsi sesuai dengan judulnya, berisi tentang kondisi buruh Perancis pada masa Belle Epoque. Belle Epoque, bagi masyarakal Perancis, merupakan suatu masa yang dikenang sebagai masa kemakmuran dan masa ini berlangsung sejak tahun 1896 sampai dengan tahun 1914. Pada masa Belle Epoque ini, pertumbuhan ekonomi Perancis mencapai 1,6 persen per tahun. Pertumbuhan ekonomi sebesar 1,6 persen pada masa tersebut, didukung oleh sektor industri Perancis yang mengalami pertumbuhan produksi sebesar 2,6 persen per tahun pada periode 1896--1906 (kemudian meningkat menjadi 5 persen per tahun pada periode 1906--1913). Peningkatan taraf hidup yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Perancis pada masa Belle Epoque, ternyata tidak dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Lapisan masyarakat yang tidak merasakan peningkatan taraf hidup adalah masyarakat buruh, walaupun pada hakekatnya buruhlah yang berperan penting dalarn terciptanya pertumbuhan ekonomi Perancis melalui peningkatan produksi sektor industri. Taraf hidup masyarakat buruh yang tidak mengalami peningkatan disebabkan oleh upah yang rendah dan jam kerja yang cukup tinggi. Penderitaan yang dialami oleh buruh Perancis diperparah oleh kondisi lingkungan sosial tempat mereka tinggal, selain itu tingkat pendidikan yang diterima oleh anak-anak buruh juga sangat rendah. Kondisi ekonomi dan sosial buruh Perancis yang tidak mengalami peningkatan, mendorong buruh untuk membentuk serikat-serikat buruh. Tujuan pembentukan serikat buruh adalah untuk memperjuangkan hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh buruh. Upaya yang dilakukan oleh serikat buruh bervariasi, artinya ada yang melalui cara-cara pendekatan politis seperti yang dilakukan oleh SFIO (Societe Francaise de l'Internationale Ouvriere), dan ada yang melalui cara-cara konfrontasi langsung dengan pihak pemerintah seperti yang dilakukan oleh CGT (Confederation Generale du Travail). SFIO merupakan serikat buruh yang dibentuk pada tahun 1905, sedangkan CGT dibentuk pada tahun 1895. SFIO, dalam memperjuangkan nasib buruh, mengubah bentuk dari serikat buruh menjadi partai buruh dan menjadi salah satu partai peserta pemilihan urnum pada tahun 1914 yang memperoleh 1.400.000 suara Sementara CGT, untuk memperjuangkan nasib buruh, melakukan aksi-aksi langsung, seperti pemogokan dan unjuk rasa. Upaya yang dilakukan oleh CGT merupakan wujud dari doktrin poiitik yang dimiliki, yaitu Piagam Amiens yang memungkinkan buruh melakukan aksi pemogokan dan unjuk rasa. Kedua serikat buruh inilah yang berperan penting dalam mengupayakan peningkatan taraf hidup buruh Perancis pada mass Belle Epoque. Sebagai kesimpulan, perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat buruh Perancis mesa Belle Epoque adalah perjuangan yang mereka lakukan lebih terorganisir, karena rnereka telah memiliki serikat buruh sebagaii sarana perjuangan meningkatkan taraf hidup."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S14302
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carmelia Susanti
2001
S3056
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnamukti Wardani
"Tulisan ini membahas mengenai westernisasi pakaian yang terjadi pada masyarakat elite pribumi Jawa pada 1900-1942. Terjalinnya hubungan antara masyarakat Eropa dengan pribumi turut mendorong terjadinya akulturasi dalam hal berpakaian. Model pakaian Barat lambat laun mulai diterima dan digunakan oleh masyarakat pribumi, khususnya mereka yang berasal dari kelas sosial atas dan yang mendapat banyak pengaruh pemikiran Barat dalam dirinya. Penelitian ini akan berfokus pada proses westernisasi pakaian masyarakat elite pribumi Jawa pada 1900-1942, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya westernisasi dalam berpakaian di masyarakat elite Jawa, serta dampak yang ditimbulkan dari westernisasi pakaian tersebut. Dalam penulisannya, penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang dilakukan dengan mengkaji berbagai literatur serta foto dan surat kabar sezaman. Penelitian ini menunjukkan bahwa westernisasi pakaian yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor penyebab, mulai dari ekonomi, sosial, hingga pendidikan. Adanya westernisasi di bidang fashion dan masuknya produk Barat juga mendorong munculnya profesi baru di kalangan masyarakat pribumi.

This article discusses the westernization of clothing on the Javanese native elite in 1900-1942. The relations between Europeans and native encourage the acculturation of clothes. Western fashions gradually began to be accepted and used by the native, especially for those who came from the middle-up class and who got many Western influences on themselves. This study focuses on the process of the westernization of clothing on the Javanese native elite in 1900-1942, factors that cause the westernization of clothing on the Javanese native elite, and the impacts that occur from the westernization of clothing. In writing, this study used a historical research method which is carried out by examining various literature as well as photographs and contemporary newspapers. This study shows that the westernization of clothing is caused by several factors, ranging from economy, social, and education. The existence of westernization in the field of fashion and the influx of Western products have contributed to the emergence of new professions among the native people."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dona Pimawati
"Perkembangan fashion di Jawa memiliki ciri-ciri khusus pada setiap masa. Di pulau Jawa dapat dilihat beberapa masa pemerintahan besar yang dapat mempengaruhi fashion, seperti masa kerajaan-kerajaan nusantara, pemerintahan kolonial Belanda, pemerintahan pendudukan Jepang dan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Skripsi ini lebih memfokuskan pada fashion di masa pendudukan Jepang, tetapi juga sedikit membahas fashion di masa pemerintahan kolonial Belanda untuk perbandingan dan melihat perubahan atau perkembangannya. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, wanita Jawa (pribumi) umumnya berpakaian kain panjang, kebaya dan selendang; kain panjang dan kutang; kain panjang dan kemben. Wanita Jawa (Eropa) umumnya berpakaian gaun, rok dan blus. Tekstil yang digunakan adalah tekstil impor dari Eropa dan Asia serta tekstil lokal.
Pada masa pemerintahan pendudukan Jepang, fashion di Jawa berubah secara cepat sehingga mengakibatkan kekagetan di masyarakat. Fashion di Jawa pada masa pemerintahan pendudukan Jepang memiliki 2 ciri utama yaitu pertama, mencerminkan kemakmuran bersama Jepang di bawah Asia Timur Raya berupa monape dan batik Jawa Hokokai. Kedua, mencerminkan kesengsaran akibat eksploitasi Jepang di Jawa berupa pakaian goni, kentel, dan kain karet. Pakaian yang mencerminkan kemakmuran sengaja diterapkan oleh pemerintahan Jepang untuk menggantikan dan menghilangkan budaya Belanda (Barat) contohnya Batik Jawa Hokokai dan efisiensi pakaian di masa perang contohnya mompe. Penerapan mompe pada awalnya sulit untuk diterima oleh para wanita, baik di Jepang maupun di Jawa. Untuk dapat diterima oleh para wanita tersebut, pemerintah pendudukan Jepang mernperbolehkan untuk memodifikasi mompe dengan pakaian khas mereka sebelumnya.
Untuk wanita Jepang, penggunaan mompe dipadu dengan kimono sedangkan di Jawa mompe terbuat dari kain batik dan dipadu dengan kebaya. Pembuatan batik mengalami pasang surut dan terjadi perubahan yang kemudian memunculkan batik Jawa Hokokai. Di Jawa ada aturan-aturan yang mengatur penggunaan batik, seperti pada masa pemerintahan Hindia Belanda penggunaan batik disesuaikan dengan simbol-simbol dari motif yang mencerminkan status sosial si pemakainya, tetapi pada masa pemerintahan pendudukan Jepang karena beberapa faktor aturan-aturan tersebut mulai berubah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12184
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Rahmadanti
"Tugas akhir ini membahas tentang Pakaian Khas Masa Cleopatra yaitu Kalasiris. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan teknik penelitian berupa studi pustaka dengan metode mencari referensi menggunakan sumber-sumber sejarah. Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa pakaian merupakan kebutuhan pokok bagi seluruh manusia di seluruh dunia. Pakaian menjadi bagian dari kebudayaan yang khas dari setiap negara. Tentunya setiap negara memiliki model berpakaian yang berbeda-beda. Pakaian khas Mesir Kuno memiliki daya tarik tersendiri karena bentuk dan aksennya yang menawan. Kalasiris merupakan sebuah pakaian dari Mesir Kuno dalam bentuk kemeja yang mirip dengan karung karena dipotong persegi. Kalasiris mulai populer pada 3000 SM. Pada Kalasiris terdapat pelengkap untuk memberi aksen dari Kalasiris tersebut. Pada perubahannya di masa Kerajaan Baru tidak begitu signifikan karena masyarakat Mesir masih memegang teguh kepercayaan lama. Sampai saat ini, meskipun Kalasiris tidak selalu dipakai sebagai pakaian sehari-hari, namun Kalasiris tetap eksis di dunia fashion sampai menjadi salah satu isnpirasi bagi perancang busana pada peragaan busana kelas internasional.

This final project is to discuss the typical Cleopatra's attire is Kalasiris. The research is a qualitative study using a descriptive method of analysis with a research technique of bibliography using historical sources. In this research, it can be seen that clothing is a basic need for all people the world over. The dress becomes part of the typical culture of each country. Of course, each country has a different dress model. The distinctive styles of ancient Egypt were of special interest because of their striking shape and accent. Kalasiris is a garment from ancient Egypt in the shape of a shirt similar to the sack because it is square cut. Kalasiris gained popularity in 3000 BC. On kalasiris there is a complement to giving the accent of the kalasiris. At its transformation during the new kingdom was not so significant because the Egyptian people were still clinging to the old faith. Until now, although kalasiris does not always wear fashion, it continues to exist in the fashion world until it is one of the inspirations for fashion designers at the international fashion show."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Sarto Kothson Budiman
"ABSTRAK
Investasi pada sektor manufaktur merupakan keputusan
jangka panjang. Ketidakpastian dapat timbul pada masa transisi
oleh karena situasi persaingan yang mungkin semakin berubah-
ubah. Pada saat ini tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan
produk ekspor penting Indonesia. Tekstil merupakan barang
ekspor non migas kedua setelah kayu lapis. Pakaian jadi
(garment) merupakan bagaian terbesar dari produk tersebut. Hal
ini meniinbulkan pertanyaan : bagaimanakah daya saing produk
tekstil Indonesia inenghadapi situasi persaingan yang
berubah .. ??
Dalam rangka menjawab pertanyaan ini, kita memerlukan
analisis ekonomi untuk melihat. apakah kita inemiliki suinber
daya ekonomi (tanah, tenaga kerja dan modal serta teknologi
dan mamajemen) yang mendukung keungulan komparatif Indonesia
di pasar Internasional. Penelitian ini akan menggunakan pengukuran biaya sumber daya domestik (domestic resource cost) .
sebagai pengukuran terhadap daya saing Internasional. Pada
penulisan karya akhir ini yang akan dipakai adalah harga yang
berlaku. Hal ini merupakan keterbatasan yang sulit dihindari
karena sempitnya waktu penelitian. Walaupun demikian penulisan
ini dapat mendekatkan keputusan manajerial derigan teori ekono
mi. Jadi diharapkan penggunaan harga yang berlaku akan mempermudah penerapan keputusan manajerial. Dengan menghitung keunggulan produk pada harga yang berlaku maka yang dihitung adalah
daya saing dinamis produk pakaian jadi Indonesia dilihat dan
segi dinamika usaha.
Seluruh produk yang diteliti menunjukkan daya saing
atau keunggulan komparatif dengan indeks. Hal ini berarti pada
periode penelitian Indonesia memiliki keunggulan komparatif
pada produksi pakaian jadi.
Untuk memperkirakan perubahan daya saing produk tertentu kita perlu membuat beberapa perkiraan tentang perubahan
situasi sebagai dasar untuk menyusun strategi.
Dengan melihat perubahan-perubahan yang terjadi maka
daya saing produk tekstil Indonesia menjelang tahun 2000 akan
turun pada pakaian dengan bahan kapas (kain katun), yang
diakibatkan menurunnya pengadaan pasokan dalam negeri dan
tidak mampunya menggantikan pasokan dari RRC dan Pakistan yang
semakin berkurang dan semakin mahal, terutama dari segi kualitas. Sebaliknya dengan semakin kokohnya indutri perekonomian Indonesia untuk jangka waktu menengah, Indonesia akan mendapat tambahan daya saing pada produk dengan bahan serat sintetis.
"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1993
305.4 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Marbun, Firdaus
"ABSTRAK
Gelombang moderisasi secara langsung atau tdak akan berpengaruh pada hilangnya nilai-nilai tradisional suatu masyarakat. Soal kecepatan penggerusan tersebut tentu saja bergantung pada kemampuan berahan masyarakat atau pelaku budaya. Ketika masyarakat masih memegang teguh nilai-nilai trdisi maka modernitas tidak perlu dikwatirkan. Sementara itu, berkebanganya teknologi mendorong ekspansi modernisasi tanpa batas dan di sisi lain tanggung jawab atau keingan menjaga nilai-nilai tradisional semakin menepis. Bukan saja karena pelakunya semakin sedikit yang paham tapi karena tidak adanya wadah untuk menjaga hal tersebut. Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bagaimana modernisasi dan lokalotas saling berhdapan dalam membangun satu budaya. Obyek yang dipilih penelitian ini adalah pakaian penghulu pada masyarakat Kotogadang. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa modernitas dan lokalitas bisa saling beradaptasi dalam menerapkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sementara masyarakat pelaku budaya mempunyai kemampuan untuk menjaga atau menyaring nilai-nilai luar yang masuk ke dalam demi menjaga nilai-nilai yang dimiliki masyarakat."
Bali: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali, NTB dan NTT , 2017
902 JNANA 22:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Noerani Poerwadi
"Penelitian ini berawal dari pemikiran bahwa berdasarkan data BPS jumlah pekerja wanita tercatat ± 11,5 juta pada tahun 1971, tahun 1990 bergerak naik menjadi ± 25,9 juta dan tahun 1993 jumlah pekerja wanita meningkat mencapai ± 30,5 juta. Begitu pula jumlah manajer wanitanya meningkat hampir tiga kali lipat pada tahun 1990. Fakta ini menggambarkan bahwa wanita di Indonesia yang duduk dalam kepemimpinan di sektor publik adalah suatu kenyataan. Namun, sekalipun jumlah tenaga kerja wanita dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dari segi jumlah, mereka tetap saja tidak diperhitungkan sebagai 'human capital investment' yang tinggi, kesempatan untuk berperan dalam posisi manajerial tetap terbatas.
Keterbatasan ini sering dibahas dari sudut stereotipi saja, sehingga yang menjadi titik beratnya cenderung ciri-ciri pribadi saja. Padahal bila membahas masalah bekerja, pengaruh-pengaruh di luar diri si pekerja tersebut seharusnya ikut dibahas pula.
Melalui penelitian ini dikaji faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan karir ke tingkat manajerial meialui promosi dan hubungannya dengan faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu seperti: lingkungan kerja, lingkungan rumah, pengalaman kerja sebelumnya, sosialisasi masa kecil dan faktor yang berasal dari individu itu sendiri, yaitu: ciri-ciri pribadi.
Berdasarkan kajian teori psikologi wanita yang dipadu dengan sudut pandang teori-teori manajemen sumber daya manusia, diajukan sepuluh hipotesis untuk diuji kebenarannya. Penelitian ini dilakukan tidak hanya pada pekerja wanita saja, tetapi juga pada pekerja pria tingkat manajerial dan non menajerial agar dapat diperoleh masukan yang lebih kaya. Subyek penelitian diambil dari perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara, yaltu PT Wijaya Karya dan PT Pembangunan Perumahan.
Hasil penelitian yang menggunakan teknik analisis regresi berganda dan uji - T, menunjukkan bahwa baik dalam kenaikan jabatan tingkat manajerial maupun promosi dalam tingkat manajerial, kelima variabel independen dan jenis kelamin memberikan sumbangan yang berarti. Dalam kenaikan jabatan tingkat manajerial terlihat bahwa pengaruh lingkungan kerja berbeda antara pria dan wanita. Didukung oleh hasil perbandingan melalui uji -T diperoleh pula bahwa pekerja pria tetap mendapat kesempatan yang lebih banyak dibanding dengan pekerja wanita. Didukung pula oleh analisa item-item kualitatif ternyata kesempatan-kesempatan yang lebih tinggi lebih banyak diperoleh pekerja pria dibanding wanita. Sehingga dengan perkataan lain adanya diskriminasi antara pria dan wanita masih terlihat.
Untuk promosi dalam tingkat manajerial, variabel lingkungan rumah yang memberi pengaruh berbeda antara pria dan wanita. Untuk pria lingkungan rumah mempunyai dampak negatif terhadap promosi dalam tingkat manajerial, sedangkan untuk wanita berdampak positif. Hasil analisis kesempatan untuk promosi ke tingkat manajerial dan besaran peningkatan dalam tingkat manajerial keduanya memberikan hasil yang tidak signlfikan.
Berdasarkan ternuan penelitian ini diajukan saran agar perusahaan tidak perlu ragu untuk mengembangkan lingkungan kerja sebagai upaya pengembangan karir sumber daya manusia sumber daya manusianya, suatu analisis kebutuhan pelatihan bagi pekerja perlu disiapkan sehingga perusahaan tidak perlu ragu untuk mengembangkan pekerja-pekerja wanitanya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam skala yang lebih besar, subyek penelitian dan jenis perusahaan yang lebih bervariasi dengan menggunakan metode pengumpulan data secara lebih terpadu. Selanjutnya hasil penelitian ini hendaknya dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan untuk menyusun strategi peningkatan pekerja-pekerjanya sehingga tidak ada pembatasan-pembatasan bagi pekerja wanita. Untuk itu pula perlu diikuti dengan perubahan kelembagaan sosial budaya lain yang memiliki potensi mendukung. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>