Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155797 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratna Jayanti
"Bunyi Vokoid adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dalam proses produksinya. Penelitian terhadap vokoid dalam skripsi ini dimaksudkan untuk mencari persamaan dan perbedaan cara pembentukan dan pelafalan bunyi tersebut dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fonetis-fonologis. Pendekatan fonetis fonologis dimaksudkan untuk memaparkan aspek-aspek fonetis-fonologis bahasa Jerman dan bahasa Indonesia khususnya bunyi-bunyi vokoid dan diftong. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai bunyi-bunyi vokoid dan diftong bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. Hasil deskripsi ini kemudian dibandingkan secara kontrastif untuk menun_jukkan persamaan dan perbedaan antara kedua pokok bahasan tadi. Dari analisis kontrastif tersebut dapat disimpulkan adanya persamaan dan perbedaan antara vokoid bahasa Jerman dan vokoid bahasa Indonesia. Persamaan dan perbedaan tersebut mencakup masalah peta vokoid dan pembentuk_an vokoid. Berdasarkan peta vokoid, vokoid bahasa Jerman dapat dibagi menjadi: 8 bunyi vokoid panjang, yaitu [a:], [e:], [E:]. [i:], Co:]. [u:]. [o:]. [y:] dan bunyi vokoid pendek, yaitu [a], [E]. [I]. [)]. [U], [oe], [v], [a]. Sedangkan bahasa Indonesia mempunyai 6 bunyi vokoid, yaitu : [a], [e], Li], [o]. [u] dan [a]. Dalam bahasa Jerman terdapat pembagian bunyi vokoid berdasarkan panjang-pendeknya vokoid tersebut dilafalkan, tetapi hal yang sama tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Jerman, pelafalan suatu bunyi vokoid berdasarkan panjang-pendeknya vokoid tersebut dilafalkan merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena perbedaan tersebut dapat membedakan arti. Sedangkan dalam bahasa Indonesia terdapat variasi fonem (alofon) yang tidak membedakan arti. Mengenai diftong dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia terdapat perbedaan definisi antara keduanya tetapi dalam pembentukan dan pelafalannya dapat dikatakan sama. Dalam bahasa Jerman diftong terdiri atas dua bunyi vokoid atau disebut juga vokoid ganda. Ada tiga bentuk diftong dalam bahasa Jerman, yaitu: [a3], [aI] dan [)I]. Dalam bahasa Indonesia, diftong adalah rangkaian bunyi bahasa yang segmen pertamanya berupa vokoid dan segmen keduanya berupa bunyi hampiran. Rangkaian ini selalu berada dalam satu suku kata. Ada tiga bentuk- diftong dalam bahasa Indonesia, yaitu: [aw], [ay] dan [oy]."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S15004
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triyogo Jatmiko
"Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang dapat menghubungkan dua satuan gramatikal yang memiliki status sintaktis yang sama. Konjungsi ini dapat menghubungkan klausa dengan klausa, frasa dengan frasa dan kata dengan kata. Penelitian terhadap konjungsi koordinatif pada skripsi ini dimaksudkan untuk mencari persamaan dan perbedaan konjungsi tersebut dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia.
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan sintaktis dan pendekatan semantis. Pendekatan sintaktis dimaksudkan untuk menunjukkan unsur-unsur apa saja yang dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif, sedangkan pendekatan semantis untuk menunjukan pertalian makna yang ada antara unsur-unsur yang dihubungkan.
Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai ciri-ciri sintaktis dan semantis konjungsi koordinatif dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. Hasil deskripsi tersebut kemudian dibandingkan secara konstrastif untuk menunjukkan persa_maan dan perbedaan antara kedua pokok bahasan tadi.
Baik dari segi sintaktis maupun segi semantis diperoleh kesimpulan bahwa antara konjungsi koordinatif dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia terdapat persamaan dan juga perbedaan. Dari segi bentuk, keduanya dapat dibagi menjadi bentuk sederhana, gabungan dan bentuk terpisah. Dari segi fungsi, keduanya sama-sama digunakan untuk menghubungkan satuan grammatikal yang memiliki status sintaktis yang sama. Begitu pula dalam hal posisi, kedua_nya menempati tempat yang sama, yaitu berada di antara dua satuan gramatikal yang dihubungkannya.
Dari segi semantis, baik dalam bahasa Jerman maupun dalam bahasa Indonesia, konjungsi koordinatif mempunyai fungsi yang sama, yaitu untuk menyatakan hubungan makna tertentu. Dan apabila mempunyai ciri-ciri sintaktis dan semantis yang sama, konjungsi koordinatif baik dalam bahasa Jerman maupun dalam bahasa Indonesia, dapat saling dipertukarkan penggunaannya dalam suatu konstruksi kalimat. Perbedaan antara konjungsi koordinatif dalam kedua bahasa tersebut terletak pada jumlah dan macam satuan gramatikal yang dapat dihubungkan oleh suatu konjungsi.
Dalam bahasa Jerman terdapat 26 jenis konjungsi, sedangkan dalam bahasa Indonesia hanya 24 jenis konjungsi koordinatif. Dalam bahasa Jerman dikenal adanya satuan gramatikal berupa Worttei1, dalam bahasa Indonesia tidak. Demikian pula secara semantis, ada beberapa hubungan makna yang dalam bahasa Jerman dinyatakan dengan konjungsi, tapi tidak dalam bahasa Indonesia, dan demikian pula sebaliknya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S14755
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Ariani
"Proses nominalisasi merupakan salah satu cara membentuk nomina yang terdapat di dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. bahasa Jerman membedakan pemakaian istilah nominalisasi, yaitu Nominalisierung untuk tatatran frase dan kalusa, dan substantivierung untuk tataran kata; bahasa Indonesia hanya memiliki satu istilah untuk tataran kata, frase dan klausa yaitu nominalisasi.
Berdasarkan penelitian, terdapat perbedaan penggunaan alat pembentuk, yaitu afiks. Dalam bahasa Jerman hanya sufiks yang dapat mengubah kelas kata, sedangkan bahasa Indonesia dapat dilakukan oleh prefiks, sufiks, konfiks dan kombinasi afiks.
Kedua proses nominalisasi tersebut masing-masing diuraikan dan dianalisis secara terpisah, baik dari segi bentuk maupun dari segi makna semantis. Hasil analisis yang didapat digambarkan dalam bentuk tabel.
Pada analisis kontrastif diperlihatkan perbedaan dan persamaan bentuk serta makna semantis dari hasil proses nominalisasi.
Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa pada proses nominalisasi dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia walaupun berbeda bila ditinjau dari segi bentuk tetapi memiliki persamaan dari segi makna."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S14753
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Ekawati
"Secara universal setiap bahasa di dunia mengenal konsep ketunggalan dan kejamakan pada nomina, namun perwujudan dari kejamakan tersebut dapat berbeda antara satu bahasa dengan bahasa lainnya. Secara morfologis ada bahasa yang menyatakan kejamakan melalui reduplikasi, afiksasi, perubahan vokal intern dan ada pula yang secara morfologis tidak membedakan bentuk nomina yang mengandung konsep tunggal dengan jamak. Kejamakan yang diwujudkan melalui proses redupli_kasi dapat dijumpai antara lain pada bahasa Indian Nass, misalnya giat (orang) - gjigjat (orang-orang). Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang juga mengenal upaya reduplikasi , di mana salah satunya mengacu pada kejamakan, contohnya : buku -- buku-buku (reduplikasi duilingga) dan pohon -- pepohonan (reduplikasi dwipurwa). Indian Nass merupakan bahasa yang menyatakan kejamakan pada nomina melalui penambahan prefix misalnya an'on (tangan) -- ka-an'on (tangan-tangan), sedangkan bahasa Yana melalui penambahan infiks, contohnya k 'uwi (dukun) - k ' uriwi (dukun-dukun). Bahasa Jerman merupakan salah satu dari beberapa bahasa Eropa yang mewujudkan kejamakan melalui penambahan sufiks serta perubahan vokal intern, yang dalam bahasa Jerman ditandai dengan Umlaut, seperti pada contoh berikut ini: das Auto--die Autos, der Mantel--die Mantel, die Frau_die Frauen, der Vater--die Vater, der Brief--die Briefe, der Apfel--die Apfel. Selain itu dalam bahasa Jerman dapat pula dijumpai bentuk jamak yang dibentuk melalui kombinasi antara sufiks dengan Umlaut seperti contoh : das Buch--die Bucher, die Hand--die Hande. Dalam bahasa Jerman terdapat pula beberapa nomina yang secara morfologis tidak membedakan antara bentuk tunggal dan jamaknya, misalnya der Wagen--die Wagen. Dari uraian di atas terlihat bahwa setiap bahasa memiliki ciri pembentukan jamak tersendiri yang khas menurut tipe bahasa yang bersangkutan dan hal tersebut baru merupakan salah satu aspek dari beberapa aspek lain yang berbeda dari setiap bahasa. Sebagai penutur bahasa Indonesia yang mempelajari bahasa Jerman, saya banyak menemukan kesulitan yang berakar dari adanya,perbedaan-perbedaan seperti itu. Seperti telah diuraikan pada contoh-contoh di atas, bahasa Jerman merupakan bahasa yang mengenal deklinasi, termasuk deklinasi jamak yang ditandai dengan penggunaan sufiks jamak. Dalam bahasa Jerman terdapat beberapa sufiks jamak, di mana kebanyakan hanya salah satunya yang sesuai untuk satu nomina. Pada awalnya sulit bagi saya untuk menentukan salah satu dari sufiks jamak tersebut yang sesuai bagi suatu nomina. Berangkat dari adanya permasalahan tersebut, saya tertarik untuk mengangkatnya sebagai topik skripsi dan menganalisis lebih lanjut mengenai kejamakan dalam bahasa Jerman, tepatnya unsur-unsur morfosintaksis yang berperan dalam meuujudkan kejamakan dalam bahasa Jerman, untuk kemudian membandingkannya dengan bahasa Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S14580
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricka Dewi Dato Lolang
"ABSTRAK
Membakukan istilah adalah menjadikan istilah sebagai standar, tolok ukur atau panutan. Sanyak hal yang hares diperhatikan dalam proses pembakuan istilah. Dibanding-kan dengan bahasa Jerman yang proses pembakuan istilahnya sudah lebih lanjut, pembakuan istilah bahasa Indonesia dirasakan oleh beberapa pihak asal-asalan. Terha_dap proses pembakuan istilah bahasa Jerman dan bahasa Indonesia dilakukan suatu penelitian kontrastif untuk meiihat sejauh mana kelebihan dan kekurangannya. Dalam penelitian ini dijabarkan proses pembakuan istilah ditinjau Bari segi historis, peranan lembaga bahasa, serta d,ampak pembakuan istilah bagi kelangsungan pemakaian bahasa dewasa ini.
Hasil analisis kontrastif memperlihatkan perbedaan-perbedaan proses pembakuan istilah bahasa Jerman dan bahasa Indonesia.
Pada awal perkembangannya bahasa Jerman dan bahasa Indonesia sangat banyak menyerap kosa kata bahasa asing. Masing-masing mempunyai Sara tersendiri untuk menghadapi membanjirnya pengaruh bahasa asing. Kekurangan yang terlihat jelas dalam bahasa Indonesia adalah hubungan kelembagaan yang kurang erat antara Pusat bahasa dengan kalangan dan badan-badan lain, juga kurangnya publikasi dalam menyebarkan istilah-istilah. Satu hal yang perlu diperhatikan, pembakuan istilah dimaksudkan bukan untuk mematikan kreatifitas lembaga, badan maupun perseorangan dalam membentuk istilah.

"
1990
S15005
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stevani Yuliana Anita
"Penelitian ini merupakan penelitian fraseologi yang meneliti tentang perbandingan tingkat kesepadanan makna dan bentuk antaridiom bahasa Jerman yang memiliki komponen kata “Geld” dan komponen kata yang bersinonim dengan “Geld” dengan padanannya dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini dilakukan melalui metode analisis kontrastif untuk memperoleh perbandingan antarfrasem di dua bahasa berdasarkan makna fraseologis, makna leksikal dan struktur sintaksis yang dimiliki frasem, dalam hal ini idiom, dan padanannya. Dari tujuh belas idiom bahasa Jerman yang memuat komponen kata “Geld” dan komponen kata yang bersinonim dengan “Geld” objek penelitian, terdapat dua idiom bahasa Jerman yang memiliki relasi kesepadanan penuh (totale-Äquivalenz) dengan padanan idiomnya dalam bahasa Indonesia, tiga belas idiom bahasa Jerman yang memiliki relasi kesepadanan sebagian (partielle-Äquivalenz) dan relasi kesepadanan subtitusi (Substitutions-Äquivalenz) dengan padanan idiomnya dalam bahasa Indonesia, satu idiom bahasa Jerman yang hanya memiliki relasi kesepadanan subtitusi (Substitutions-Äquivalenz) dengan padanannya dalam bahasa Indonesia dan satu idiom bahasa Jerman yang tidak memiliki relasi kesepadanan (Null-Äquivalenz) dengan padanannya dalam bahasa Indonesia.
.....This phraseology research aims to compare the level of equality of meaning and form between german phrasem and indonesian phrasem, in this case idioms, containing components “Geld” and components which are synonymous to “Geld. This contrastive research compares the idioms based on phraseological meaning, lexical meaning and syntactic structure owned by idioms and their equivalents. Of the seventeen german idioms containing the word "Geld" and components synonymous with “Geld” that were used as research objects, this study obtained following results:There are two german idioms that have a full equality relation (totale-Äquivalenz) with their equivalents in Indonesian, thirteen german idioms that have partial equality relation (partielle-Äquivalenz) and equality relations substitution (Substitutions-Äquivalenz) with their equivalents in Indonesian, one german idiom that has only substitution relation (Substitutions-Äquivalenz) with its equivalent in Indonesian and one German idiom that has no equivalent (Null-Äquivalenz) with its equivalent in Indonesian."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Suryawati Mulya
"Obyek dan datif adalah dua bentuk perluasan yang mengikuti verba transitif. Kedua fungsi tersebut diteliti dengan menerapkan teori fungsional kedalam Bahasa Francis dan Bahasa Indonesia. Analisis kontrastif digunakan untuk meneliti persamaan dan perbedaan posisi obyek dan datif Bahasa Francis dan Bahasa Indonesia.Verba transitif yang diteliti diambil dari Le Eran.gai EE nd - mental Premier Des,re dan kalimat-kalimat afirmatif yang dijadikan contoh diambil dari Kamus Dasar Francis-Indonesia dan Dictionnaire des Yerhes Frari ais.Fungsi obyek dan datif diisi oleh nomina dan pronomina kemudian diteliti posisi yang dapat diambil dalam kalimat Bahasa Prancis dan Bahasa Indonesia.Dari basil penelitian didapatkan bawwa posisi yang dapat diambil oleh obyek dan datif adalah SPO, SOP, SPDO, SPOD, SODP dan SDOP untuk Bahasa Francis serta SPO, SPOD dan SPDO untuk Bahasa Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S14287
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soffa Sa`adataini
"Penelitian mengenai interferensi leksikal bahasa indonesia ke dalam bahasa Jerman dilakukan terhadap mahasiswa PS Jerman FIB UI tingkat I tahun ajaran 2005/2006. penelitian ini merupakan studi kasus dengan metode penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah teks karangan UTS dan UAS semester I tahun ajaran 2005/2006 yang ditulis oleh dua puluh enam mahasiswa semester I tahun ajaran 2005/2006. tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah interferensi leksikal terjadi pada karangan berbahasa Jerman yang ditulis responden. Jika terjadi interferensi leksikal, melalui mekanisme apakah interferensi leksikal itu terjadi, dan apakah penyebab terjadinya interferensi leksikal tersebut. Sebagai landasan teori, saya menggunakan teori dari Uriel Weinreich mengenai kedwibahasaan, interferensi secara umum, dan interferensi leksikal. Selain itu, saya juga menggunakan teori dari Robert Lado mengenai proses transfer dalam kontak bahasa. Setelah penelitian dilakukan, diketahui bahwa terjadi interferensi leksikal bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jerman pada karangan responden. Interferensi leksikal tersebut terjadi baik pada tataran kata sederhana, interferensi leksikal ditemukan terjadi melalui mekanisme transfer. Pada tataran kata majemuk dan frase, interferensi leksikal terjadi melalui mekanisme reproduksi, dan transfer-reproduksi. Penyebabnya adalah perbedaan makna yang tidak cukup signifikan, responden yang multibahasawan, keterbatasan kemampuan dan pengetahuan responden mengenai kosakata bahasa Jerman, dan adanya perbedaan budaya Indonesia dan Jerman.

Untersuchungsgegenstand dieser Arbeit ist die indonesische lexikalische Interferenz zum Deutsch bei den Studenten der Deutschabteilung im ersten Jahr 2005/ 2006. Die Arbeit ist eine Fallstudie mit dem Deskriptivemethode. Die Daten sind die deutschen Texte, die von den 26en Studenten vom 1. Semester im Mit- und Endsemesterpr_fung geschrieben worden sind. In dieser Untersuchung wurde vor allem untersucht, ob indonesische lexikalische Interferenz zum Deutsch geschah, durch welchen Mechanismus es geschah, und was die Ursache dieser Interferenz war. Als theoretische Grundlagen wurden in erster Linie die Theorien von Uriel Weinreich und Robert Lado verwendet. Nach der Analyse kann man die Schlu?folgerung ziehen, dass indonesische lexikalische Interferenz zum Deutsch in der deutschen Texte der Studenten geschah. Die lexikalische Interferenz geschah sowohl bei den einfachen W_rter als auch bei den Komposita. Bei den einfachen W_rter geschah die lexikalische Interferenz durch Transfer. Bei den Komposita und Phrasen geschah sie durch Reproduktion, und Transfer-Reproduktionkombination. Die Ursache waren die geringe Unterschiede der Bedeutungen, die mehrsprachige Studenten, die Begrenztheit der F_higkeit und Wissenschaft der Studenten _ber deutschen Wortschatz, und die Unterschiede zwischen indonesische und deutsche Kultur."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S14806
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Dara Pratiwi
"Penelitian tentang perbandingan idiom dari dua bahasa yang tidak satu rumpun masih sedikit dilakukan. Idiom-idiom yang berasal dari ranah hewan memberikan kekhasan tersendiri karena dapat mengumpamakan sifat manusia dengan hewan. Idiom-idiom tersebut diteliti ke dalam tiga jenis perbandingan berdasarkan teori Robert Lado (1957). Tujuan dari penelitian adalah untuk menunjukkan persamaan-_persamaan dan perbedaan-perbedaan serta kekhasan idiom bahasa Jerman dan Indonesia yang berasal dari ranah hewan. Sumber data bahasa Jerman yang saya pergunakan adalah DUDEN (2002) dan sumber data bahasa Indonesia adalah Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia dari tiga penulis, yakni Abdul Chaer, J. S. Badudu, dan Maman S. Mahayana, dkk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 21 idiom yang dapat diperbandingkan ke dalam tiga jenis perbandingan, terdapat dua idiom bahasa Jerman dan bahasa Indonesia yang berasal dari ranah hewan yang memiliki struktur ungkapan dan makna yang mirip. Kemudian, dua idiom bahasa Jerman dan bahasa Indonesia yang berasal dari ranah hewan memiliki struktur ungkapan mirip, tetapi maknanya berbeda. Tujuh belas idiom bahasa Jerman dan bahasa Indonesia yang berasal dari ranah hewan memiliki struktur ungkapan berbeda, tetapi maknanya sama. Dari 21 idiom yang diperbandingkan ini, nama hewan yang paling banyak digunakan adalah kucing. Hal ini disebabkan oleh kemiripan interpretasi orang Jerman dan Indonesia terhadap sifat hewan kucing."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S14736
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Agustiningtyas Cantika Putri
"Tugas akhir ini membahas pergeseran bentuk (transposisi) yang terjadi dalam penerjemahan adjektiva atributif bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia pada sebuah artikel yang berjudul Ein Leben für die Tiere dalam majalah NADI. Pergeseran bentuk dalam penerjemahan tidak dapat dihindari karena setiap bahasa memiliki sistem yang berbeda.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-kualitatif dengan model komparatif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pergeseran dalam penerjemahan oleh J.C. Catford. Selain itu, teori mengenai kategori sintaksis bahasa Jerman oleh Pittner dan Berman, teori pembentukan kata bahasa Jerman oleh Michael Lohde, dan teori mengenai tata bahasa baku bahasa Indonesia oleh Hasan Alwi, dkk. juga digunakan dalam penelitian ini sebagai teori penunjang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua tipe pergeseran bentuk, baik transposisi tataran maupun kategori, terjadi dalam penerjemahan adjektiva atributif bahasa Jerman ke bahasa Indonesia. Bahkan, dalam penerjemahan satu adjektiva, dapat terjadi beberapa jenis pergeseran bentuk secara bersamaan.

This research discusses about the shifts in translation (transpositions) that occur in the translation of German attributive adjectives into Indonesian in an article entitled Ein Leben für die Tiere in NADI magazine. Shifts in translation are inevitable because each language has different systems.
The method used in this research is descriptive-qualitative method with a comparative model. The theory used in this research is the translation shift theory by J.C. Catford, meanwhile the theory about German syntax categories by Pittner and Berman, the theory of German word formation by Michael Lohde, and theories about Indonesian grammar by Hasan Alwi, et al. are also used in this study as supporting theories.
This study shows that all types of translation shifts, both level and category transpositions, occurred in the translation of attributive adjectives from German into Indonesian. In fact, in the translation of an adjective, several types of shifts can occur simultaneously."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>