Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58551 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyu Wulandari
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas eksperimen bahasa cinta yang dilakukan Heinrich von Kleist dalam drama Penthesilea. Eksperimen pemikiran tersebut berangkat dari pandangan skeptis Kleist terhadap bahasa, bahwa bahasa tidak dapat secara tepat merepresentasikan pikiran dan perasaan manusia.
Analisis dilakukan terhadap komunikasi yang terjalin antara kedua tokoh utama drama ini, Penthesilea dan Achill yang saling mencintai. Komunikasi itu sendiri ditinjau dari dua dimensi komunikasi yang dihadirkan oleh Kleist, yakni komunikasi verbal dan non verbal. Hasil analisis menunjukkan bahwa dimensi komunikasi tersebut mempengaruhi sifat hubungan asmara antara Penthesilea dan Achill. Berbeda dengan hubungan cinta mereka yang identik dengan kekerasan tatkala mereka tidak berbincang-bincang, pada saat keduanya menggunakan bahasa, hubungan cinta mereka berdua sekilas tampak harmonis. Namun sesungguhnya justru pada permainan bahasa yang dilakukan oleh Achill inilah terletak unsur tragis dari drama Penthesilea. Bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan cinta dengan harapan dapat membuat hubungan asmara mereka semakin mesra justru mengakhiri hubungan cinta mereka. Penthesilea salah paham terhadap permainan bahasa yang dilakukan dengan semena-mena oleh Achill, sehingga ia membunuh Achill. Kematian Achill menandakan kegagalan eksperimen bahasa cinta Heinrich von Kleist.
Kegagalan eksperimen bahasa cinta Heinrich von Kleist tersebut menunjukkan bahwa usaha pencarian bentuk bahasa ideal yang dilakukan Kleist merupakan usaha filosofis yang pada kanyataannya memang tidak pernah selesai dalam menemukan jawaban atas masalah kehidupan.

"
1999
S14763
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novy Nur Permata
"Kisah dosa pertama banyak digunakan masyarakat patriarkhat untuk melegitimasi superioritas laki-laki atas perempuan. Pada drama Der zerbrochene Krug karya Heinrich von Kleist kisah tragis ini digarap kembali, dengan suatu perbedaan tajam. Bukan Eve yang merayu Adam untuk berbuat dosa, melainkan sebaliknya. Berdasarkan titik awaI ini figur Eve sebagai searang perempuan diteliti demi rnenginterpretasi nuansa perubahan tersebut dan menggali unsur lain dari drama yang sekilas hanya mengulang kembali stereotip perempuan yang sudah ada.
Tujuan penelitian adalah menunjukkan, bahwa pembalikan mitos oleh Kleist, seperti telah disinggung di atas memiliki suatu arti krusial bagi drama ini. Dan selain itu juga, bahwa konsep jender yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat kala itu memang dipertanyakan.
Pencapaian tujuan di atas akan dilakukan melalui analisis struktural drama bersangkutan. Surat-surat pribadi dan salah satu esei Kleist, Uber das Marionettentheater, serta teori jender akan menjadi pendukung yang sangat berguna dalam proses analisis ini.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa Kleist memang meletakkan konsep jender yang berlaku waktu itu (dan yang juga dianutnya sendiri) dalam lingkaran pertanyaan. Figur Eve ditampilkan sangat cemerlang di tengah keburaman jenis kelamin lainnya, ditengah masyarakat patriarkhat. Konfrontasi antara Adam dan Eve dengan dikuti kaburnya Adam dari arena menunjukkan keunggulan Eve si perempuan dibandingkan Adam si laki-laki."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S14656
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Klest, Heinrich
Hamburg: Rowohlt, 1960
JER 928.43 KLE h (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sukartini Soegiono
"Usaha penterjemahan dilakukan di semua bahasa dan sering dalam segala bidang pengetahuan. Baik dalam pengeta_huan ilmiah maupun pengetahuan sastra. Terjemahan karya-karya kedua bidang tersebut penting karena di samping mengembangkan bahasa tiap-tiap bangea, juga agar warisan kekayaan budaya sebuah bangsa dapat menambah kekayaan budaya bangsa lain. Di samping juga membina suatu jembatan saling mengerti antar bangsa dengan le_bih baik, akan dapat meningkatkan kesadaran akan ilmu pe-ngetahuan suatu bangsa pula. Perbedaan-perbedaan yang ada di antara bangsa-bangsa yang satu dengan yang lain hanya akan menjadi variasi dari satu pokok yang sama. Dengan kata lain, penterjemahan dan perkenalan karya-karya asing da_lam bahasa itu akan memperkokoh kesadaran bangsa tersebut. Sekarang kebanyakan sebuah karya terjemahan bukanlah merupakan terjemahan. Kita membaca penceritaan kembali, di sebutnya terjemahan. Kita membaca sebuah penulisan kemba_li, sebuah pembahasan, sebuah penilaian, dimana ciri-ciri karya aslinya tidak ada lagi, mungkin hanya dua gambaran atau sebuah pernyataan yang tersebut dalam judulnya, namun ditulis sebagai sebuah terjemahan"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1977
S16206
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kleist, Heinrich von
Munchen: C. Hanser, 1961
GER 838.609 KLE s I
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
En Nainie
"Program Keluarga Berencana merupakan kebiajakan pemerintah di bidang kependudukan untuk mengambat pertumbuhan penduduk yang pesat rata-rata 2,5-2,7 % pertahun. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali menghambat dan menjadi kendala dalam mengembangkan ekonomi dan pembangunan.
Segala kurun waktu 30 tahun lebih bangsa Indonesia dapat menghambat pertambahan 70 juta jiwa berkat diterapkan Keluarga Berencana. Tanpa Keluarga Berencana dengan proyeksi tinggi pada tahun 2000 penduduk Indonesia akan mencapai 280 juta jiwa. Prestasi ini sangat menakjubkan karena hal ini dicapai oleh Negara-negara Eropa dalam kurun waktu 100 tahun.
Penelitian ini mencoba untuk mengungkapakn sesuatu yang ada dibalik keberhasilan Keluarga Berencana. Penerapan Keluarga Berencana menggunakan metode komunikasi, infarmasi dan edukasi (KIE). Salah satu komunikasi itu merupakan slogan-slogan yang telah disosialisasikan. Dalam usaha menarik peran-serta masyarakat untuk menjadi akseptor Keluarga Berencana juga ditampilkan tanda-tanda gambar, logo dan penyuluhan kesehatan.
Keluarga Berencana sebagai program pemerintah ditujukan kepada masyarakat yang terdiri dari individu-individu. Bagaimana manusia (individu) berinteraksi dengan Keluarga Berencana, dibahas dari dari sudut Filsafat Manusia, bahwa manusia mempunayi kesadaran, kehendak dan kebebasan. Dengan kebebasan yang dimilikinya manusia bereksistensi untuk menyempumakan dirinya, salah satunya berpartisipasi dalam Keluarga Berencana dalam kehidupan bermasyaakat, berbangsa dan bernegara. Kebebasan manusia tidaklah mutlak karena ada determinasi-determinasi, begitu pula determinasi tidak absolut karena selalu ada peluang untuk melawannya.
Kesertaan manusia menjadi klien Keluarga Berencana berdasarkan berbagai pertimbangan seperti deontologis, utilitiarianisme, mitis, ontologis dan fungsional. Keluarga Berencana dipahami melalui slogan-slogan yang merupakan pengalaman kebahasan. Pengalaman kebahasan ini merupakan ekspresi masyarakat kolektif yang difasilitasi oleh BKKBN. Slogan-slogan ini berusaha mennanamkan mitos baru untuk mengganti mitos yang ada.
Bagaimana slogan-slogan Keluarga Berencana memperoleh maknanya, dibahas dengan meminjam "permainan bahasa" (language game) analogi Keluarga Berencana. Keluarga Berencana tak ubahnya dengan suatu permainan yang mempunyai aturan-aturan tertentu dalam penggunaan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan makna. Penggunaan bahasa dalam permainan bahasa merupakan suatu bentuk kehidupan (form of life).
A form of life menggambarkan suatu potret kehidupan masyarakat, yaitu kehidupan kelurga kecil seperti yang disampaikan slogan. Dalam kehidupan keluarga dengan menjadi peserta Keluarga Berencana ada harapan dan ketakutan. Harapan adalah untuk menjadikan kelurga hidup bahagia dan ketakutan akan kegagalan. Keberhasilan program Keluarga Berencana dikarenakan demitologisasi dan ideologisasi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15348
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apriyagung
"Di dalam filsafat manusia, kita mengenal Cinta dalam posisinya yang berada di dalam wilayah afektivitas. Terkait dengan Cinta dan manusia, maka Cinta memiliki peran yang sangat dominan dalam mempengaruhi manusia untuk bersikap maupun bertindak di dalam kehidupan sosialnya. Di satu sisi Cinta dapat dijadikan landasan manusia untuk bersikap dengan penuh kasih sayang terhadap dunia dan sesamanya, tetapi di sisi yang lain Cinta justru kental dengan nuansanya yang penuh dengan sisi emosionalitas, irasionalitas manusia yang sering kali mengarahkan manusia untuk bersikap secara antipati yang akhirnya membawa manusia tersebut pada kebelengguannya sendiri.
Melalui teks The Symposium, penulis dapat memberikan pendeskripsian tentang letak Cinta secara filosofis dengan mengangkat Cinta platonis dan relevansinya terhadap permasalahan kontemporer Cinta di dalam kehidupan manusia saat ini. Inilah alasan penulis mengangkat perspektif tiga tokoh eksistensialist yang kiranya cukup mempunyai keterkaitan yang ""erat"" dengan konsep Cinta platonis dan bagaimana penyikapan manusia dengan Cinta-nya terhadap Yang lain tercermin di dalam konsep mereka masing-masing. Para eksistensialist tersebut adalah Jean Paul Sartre, Martin Buber dan Emmanuel Levinas.
Dengan melakukan perbandingan tentang konsep Cinta masing-masing tokoh, penulis ingin menghadirkan bagaimana relasi Aku-Yang lain umumnya terbangun justru dengan pendasaraan ontologis kebebasan subjek yang sekaligus mengindikasikan adanya tanggungjawab subjek atas diri Aku dan Yang lain. Tanpa adanya kebebasan tersebut diri Aku sebagai subjek tak mungkin bebas dan oleh karenanya nilai tanggungjawab tidak lagi menjadi bagian diri Aku terhadap Yang lain. Setiap arah dari perkembangan relasi antara Aku dengan Yang lain selalu diatasnamakan pada adanya keterpahamian diri Aku atas Yang lain. Yang lain harus dapat dipahami atau ada-nya dapat didasarkan pada perspektif Aku. Dalam hal ini maka pengetahuan memegang peran yang besar dan menentukan tentang bagaimana Yang lain dapat disikapi secara tepat dan sesuai dengan egologis Aku.
Melalui Sartre dan Buber penulis mendapatkan konsekuensi konsep Cinta antara yang tak mungkin dan yang mungkin. Dua bipolaritas Cinta yang ternyata telah dijelaskan dalam konsep Cinta platonis. Dimana di antara keduanya masih mengandaikan pengetahuan sebagai segalanya yang dapat menjamin pada bentuk relasi Cinta Yang Baik sebagai tujuan dalam membina relasi dengan Yang lain. Tanpa disadari ataupun tidak, konsekuensi logis dalam relasi Cinta tersebut adalah "menarik" Yang lain ke dalam perspektif Aku yang terarah pada bentuk harmonitas dan similaritas yang lagi-lagi cenderung egologis. Oleh karena itu penulis akan mengangkat pemikiran Levinas dengan etika sebagai bentuk filsafat pertamanya yang menekankan relasi etis asimetrisnya dengan Yang lain.
Melalui Levinas penulis memahami bahwa relasi dengan Yang lain adalah relasi keberpihakan yang tidak bisa selalu mengandalkan pengetahuan dengan keterpahamian diri Aku yang egologis. Cinta sebagai hasrat dasariah manusia justru memiliki karakteristik yang mendukung eksistensi diri Aku yang berelasi etis dengan Yang lain. Hal ini terbukti dengan adanya keberpihakan Aku..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T37486
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wida Purusanti
"ABSTRAK
Penelitian mengenai mengapa Novalis tidak memenangkan idealismenya yang tersirat di dalam roman Heinrich von Ofterdingen dan apa sebenarnya yang ingin disampaikan Novalis melalui karyanya ini. Karena biasanya apabila seseorang mempunyai cita-cita, ide,atau keinginan tentu akan memperjuangkan semaksimal mungkin untuk memperoleh atau memenangkannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan bahwa Heinrich von ofterdingen ini adalah karya khas jaman Romantik, yaitu suatu karya yang mengungkapkan hampir seluruh ciri khas jaman Romantik.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan serta pendekatan secara intrinsik dan ekstrinsik, yaitu dengan mempelajari karya sastra itu sendiri dan riwayat hidup pengarang serta sejarah kesusasteraanyang melatarbelakangi karya ini.
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa Novalis bermaksud menciptakan roman Heinrich von Ofterdingen sebagai suatu karya yang sempurna yang sesuai dengan ciri jaman Romantik yang tidak bisa lepas dari konsepsi romantische Ironie dengan dipengaruhi oleh pengalaman hidupnya sendiri yang sangat menunjang terciptanya roman ini.

"
1989
S14762
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dianawaty
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1983
S14280
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saiful Bahri
"Fromm melihat manusia adalah makhluk yang teralienasi, disebabkan oleh ketidakmampuan manusia mengontrol sosialitas kerja dan ilmu pengetahuannya. Alienasi juga terjadi karena kesadaran akan kenyataan bahwa dirinya terpisah dari alam, berbeda dengan yang lain. Meskipun manusia makhluk yang teralienasi karena keterpisahannya dengan alam, tidak berarti manusia adalah makhluk yang terlempar tanpa pencipta. Menurut Fromm, manusia adalah makhluk yang tidak hadir dengan sendirinya. Ia dicipta; hasil sebuah kreasi dan Tuhan adalah kreatornya. Bahkan, sebagai makhluk yang dicipta, manusia memiliki tingkat misteri yang hampir sama dengan Tuhan. Manusia dengan demikian adalah citra Tuhan di bumi ini yang sebaiknya membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Fromm menunjukkan bahwa secara eksistensi manusia adalah makhluk yang bersendiri, ia babas menentukan dirinya, ia sadar bahwa ia terpisah dari alam. Kesadaran ini mengharuskannya membangun relasi dengan manusia lain. Namun, secara eksistensi pula, manusia sebenarnya ada bersama, ketika lahir pun ia tidak sendiri. Oleh karena itu, sendiri yang dimaksud adalah sendiri dalam kesadaran dan kebebasan; tetapi berelasi pula dengan kesadaran, karena kesadaran mengharuskan berelasi. Melalui cinta, Fromm membuktikan bahwa kebutuhan akan relasi pada manusia merupakan kebutuhan yang tak terelakkan. Cinta menjadi hubungan yang paling mendasar. Cinta menyadarkan aku pada diriku dan aku pada engkau, bahwa aku membutuhkan engkau untuk mengaktualkan diriku. Pada relasi yang lebih tinggi, aku mewarisi kualitas Tuhan dalam diriku. Fromm juga menunjukkan bahwa cinta hanya ada pada orang yang berkepribadian matang, yakni cinta dengan modus menjadi dan produktif."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S16070
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>