Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90594 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dedeh Kurniasih
"Tujuan dari skripsi ini pada dasarnya untuk mengetahui bagaimana membedakan keterangan keadaan dengan keterangan adverbial, khususnya adverbial cara. Untuk itu maka dilakukan tinjauan atas unsur keterangan yang dimiliki oleh suatu kalimat. Kemudian dilakukan tinjauan atas hubungan unsur tersebut dengan bagian-bagian lainnya dalam kalimat tersebut, yaitu dengan penggunaan konstruksi terwijl.
Langkah tersebut dilakukan untuk dapat melihat bagaimana ciri-ciri unsur pem_bentuk keterangan keadaan. Selain itu untuk melihat bagaimana penggunaan konstruk_si terwijl dapat membedakan keterangan keadaan dengan keterangan adverbial cara.
Hasil tinjauan sintaktis di sini menunjukkan bahwa untuk membedakan keterangan keadaan dengan keterangan adverbial cara secara struktur dapat dengan penggunaan konstruksi terwijl. Namun hal itu tidak terlepas pula dari adanya keterlibatan semantis di dalamnya, yang juga sangat menentukan."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
S15819
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winarti
"Tesis ini membahas konstruksi kausatif morfologis dan perifrastis dalam bahasa Indonesia. Konsep kausatif tersebut mengacu kepada konsep kausatif menurut Comrie (1989), Payne (2002), dan Whaley (1997), sedangkan konsep kausativisasi mengacu pada konsep yang dikemukakan Comrie (1989). Berdasarkan parameter morfosintaksis Comrie, kausativisasi atau pembentukan kausatif morfologis dan perifrastis dapat dilihat dari konstruksi nonkausatif yang menyusun dan pemarkah kausatifnya. Kausativisasi ini menyebabkan terjadinya perubahan valensi dalam konstruksi nonkausatif dan konstruksi kausatif. Perubahan valensi tersebut berpengaruh pada relasi gramatikal dari argumen¬argumen yang terdapat dalam konstruksi, yaitu fungsi-fungsi sintaksis dalam kalimat. Tidak semua situasi atau kejadian dapat diungkapkan dengan kausatif morfologis atau kausatif perifrastis. Ada faktor-faktor yang menjadi kendala pengungkapannya. Kendala tersebut berasal dari predikat verbal pada konstruksi nonkausatif yang membentuk konstruksi kausatif. Di samping itu, tidak semua situasi atau kejadian dalam suatu konstruksi kausatif dapat dengan mudah diuraikan menjadi situasi-situasi mikro, yaitu komponen sebab dan komponen akibat. Dalam kausatif perifrastis situasi-situasi mikronya lebih mudah diuraikan daripada situasi-situasi mikro yang terdapat pada kausatif morfologis.

This thesis discusses morphological causative and periphrastic constructions in Indonesian. The causative concepts refer to those of Comrie (1989), Payne (2002) and Whaley (1997), whereas causation concept refers to ComrieÂ?s concept (1989). Based on ComrieÂ?s morphosyntactic parameter, causation or the formation of morphological and periphrastic causatives can be observed from non-causative construction and the causative markers. This causation results in the change of valence in non-causative and causative constructions. Such change has some influences on the grammatical relations of the arguments in a construction, namely syntactical functions in a sentence. Not all situations or events can be expressed in morphological causative or periphrastic causative due to some obstacles. Those obstacles are derived from verbal predicate in a non-causative construction which forms causative construction. In addition, not all situations or occurrences in a causative construction can easily be broken down into micro-situations, namely cause and effect components. It is easier to break down micro-situations in periphrastic causative than in morphological causative."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
T25323
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Analisis mengenai tingkat kesopansantunan dalam kalimat impositif permintaan balk dari segi pragmatis maupun sintaksis, faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan tingkat yang sesuai, dan bagaiinana penerapan tingkat itu dalam Bahasa Belanda adalah pertanyaan yang muncul dalam skripsi ini. Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Dalam studi kepustakaan diterapkan gambaran tentang tingkat kesapansantunan dalam kalimat impositif permintaan yang dikemukakan oleh Leech (1983), sedangkan dalam penelitian lapangan diajukan pertanyaan kepada sepuluh orang penutur asli untuk melihat sejauh mana penggunaan tingkat kesopansantunan bagi masyarakat Belanda golongan menengah. Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa pemakaian tingkat kesopansantunan tidak lagi serumit tingkat kesopansantunan yang dikemukakan oleh Leech."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S15880
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Augustina Isakh
"Dalam skripsi ini kata sandang Belanda akan dibahas dalam kaitannya dengan substantif yang menyertainya, yang dijabarkan dalam analisis sintagmatis dan analisis paradigmatis; berbagai kasus khusus pemakaian kata sandang de, het, een, dan _ yang nonidiomatis; Berta ciri-ciri sintaksisnya. Selain itu juga akan dibahas ciri-ciri pembeda semantis kata sandang Belanda menurut beberapa pakar linguistik Belanda. Sebagai tambahan juga dibahas mengenai kata tunjuk dalam Bahasa Belanda, yang meliputi deze, die, dit, dan oat. Dalam meneliti kata sandang ini penulis mengadakan penelitian pustaka dan penelitian korpus. Pertama-tama penulis mengumpulkan berbagai sumber rujukan pustaka yang berkaitan, dengan kata sandang. Setelah itu bahasan yang berasal dari sumber tadi dilengkapi dengan penelitian korpus. Dari hasil penelitian tersebut penulis menyimpulkan bahwa kata sandang tidak memiliki makna, namun kata sandang memiliki fungsi, yaitu menentukan kata benda dan mensubstantifkan suatu kata, sehingga erat sekali keterikatan antara kata sandang dan kata benda. Berdasarkan tatabahasa baku Belanda, kata sandang termasuk salah satu kelas kata yang barmakna gramatikal, karena kehadirannya di dalam kalimat harus didampingi Oleh kelas kata benda, sehingga keterikatan tersebut akan memunbulkan makna baru."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nelwaty
"Yang menjadi topik dalam skripsi ini adalah koordinasi dalam Bahasa Belanda. Tipe koordinasi yang ada adalah tiga jenis, yakni asindeton, sindeton dan polisindeton. Tipe konjungsi yang dibahas ada dua belas. Pembahasan tipe koordinasi dengan konjungsi-konjungsinya menyangkut masalah 1) Bentuk, ciri serta fungsi konjungsi koordinasi dan 2) Ciri-ciri, khusus konjungta konjungtanya. Kedua masalah ini diterapkan pada kedua belas konjungsi yang ada. Empat dari dua belas konjungsi ini (en, maar, want dan dus) dibahas dari sudut sintaksis dan semantis. Dalam penelitian ini penulis mengadakan penelitian pustaka dan korpus. Pertama-tama penulis mengumpulkan sumber-sumber rujukan pustaka yang berkaitan langsung maupun tak langsung dengan pokok bahasan, kemudian bahasan yang berasal dari sumber pustaka tadi dibuktikan atau dilengkapi dengan penelitian korpus dari berbagai teks. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa syarat utama konjungta haruslah sama fungsi gramatikanya atau sama nilainya. Janis konjungta dapat berupa morfem, kata (kata majemuk), frase, klausa atasan ataupun klausa bawahan. Tipe konstruksi koordinasi yang ada bukan saja tiga tipe di atas namun ada dua tipe lain yang dapat ditambahkan, yakni tipe kalimat elips yang terdiri dari satu konjungsi saja dan tipe yang terdiri dari satu konjungsi dengan satu konjungta. Hal lain yang sering terjadi dalam konstruksi koordinasi adalah 1) proses pelesapan, yakni penghilangan anggota-anggota konjungta yang identik dan tidak bertekanan, 2) proses permutasi, yakni pemindahan urutan konjungta dengan tidak merubah makna kalimat atau dengan kata lain makna kalimat hasil permutasi harus logis dan 3) proses pemecahan atau pemisahan satu konstituen yang berstruktur koordinatif yang disebut solitsina. Akhirnya bentuk lain yang berbeda dengan bentuk koordinasi biasa adalah reeksvormers yang dapat membentuk suatu deret dengan konjungsi dan konjungta yang tidak terbatas."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Ihsan
"Bahasa Arab memiliki pola tertentu pada bentuk verba pasif. Berdasarkan segi pelakunya (agen), verba terbagi atas verba aktif atau /al-fi?lu al-ma?lum/ dan verba pasif atau /al-fi?lu al-majhu:l/. Pada kalimat dengan verba aktif atau /al-fi?lu al-ma?lum/ yaitu apabila pelaku perbuatan disebutkan dalam kalimat tersebut. Sedangkan pada kalimat dengan verba pasif atau /al-fi?lu al-majhu:l/ yaitu apabila pelaku tindakan tidak disebutkan dalam kalimat tersebut. Analisis Struktur dan Wacana Kalimat Verba Pasif menggunakan teori structural dan wacana yang dikemukakan Cantarino, Zainudin Mansur dan Eriyanto. Yang menjelaskan tentang perubahan kalimat verba pasif secara morfologis, kedudukan subjek kalimat pasif, dan alasan serta dampak dengan tidak dimunculkannya pelaku perbuatan dalam kalimat yang menggunakkan verba pasif. Melalui tahapan tersebut, diharapkan dapat diketahui sturktur dan fungsi kalimat verba pasif dalam al-Qur?an dan Hadis. Hasil dari analisis ini disimpulkan bahwa verba dengan konstruksi pasif melibatkan proses morfologis dengan vokalisasi internal stem. Konstruksi pasif tidak hanya melibatkan verba transitif tetapi juga ditransitif dengan catatan objek pertama, kalimat aktiflah yang dapat menjadi kalimat pasif yang dimarkahi dengan kasus nominatif, sedangkan objek kedua pada kalimat aktif tetap dimarkahi dengan kasus akusatif. Selain itu konstruksi pasif juga ditemukan pada kalimat dengan verba berpreposisi. Dari korpus data yang ditemukan alasan tidak dimunculkannya pelaku perbuatan dalam kalimat verba pasif terdiri atas: a) Tak perlu dimunculkan karena sudah diketahui siapa pelakunya b) Tak mungkin dijelaskan karena tidak tahu siapa pelakunya c) Untuk tujuan menyembunyikan d) Untuk menghormati pelakunya Pembentukkan kalimat berkonstruksi pasif mempunyai maksud tersendiri yang ingin disampaikan dari penutur atau penulis, yaitu untuk menekankan suatu berita pada diri objek atau pihak yang dikenai suatu tindakkan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S13256
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Herlina
"Jika ditinjau sejarahnya, istilah aktif-pasif digunakan pertama kali untuk memerikan bahasa Yunani, kemudian bahasa Latin. Dalam perkembangan selanjutnya pemakaian istilah aktif- pasif mengalami persoalan sewaktu diterapkan pada bahasa yang bukan berasal dari rumpun lndo-Eropa, termasuk bahasa Indonesia. Istilah aktif-pasif dipakai sehubungan dengan pembahasan diatesis verba di dalam struktur klausa. Penerapan diko_tomi pada verba ini berkaitan dengan hubungan sintaksis di antara verba dan argumen-argumen yang mendampinginya, misalnya verba yang berargumen satu yang disebut verba tak tran_sitif dan verba yang berargumen dua yang disebut verba transitif. Mengenai hubungan sintaksis di antara verba dan argumen-argumennya itu, ada bahasa yang mempunyai pemarkahan mor-femis pada argumen-argumennya yakni bahasa yang memiliki sis_tem kasus, ada juga bahasa yang mempunyai pemarkahan morfe_mis bukan pada nominanya melainkan pada verbanya, misalnya bahasa Tagalog yang juga dikenal dengan bahasa fokus. Pemar_kahan morfemis pada nomina-nomina bahasa Latin, misalnya dikenal dengan kasus nominatif, datif, akusatif. Akan tetapi, di samping pemarkahan kasus seperti yang terdapat pada bahasa Latin dan Sansekerta tersebut dikenal pula kasus seperti er_gatif dan absolutif pada bahasa lain, misalnya bahasa Dyirbal dan Avar. Mengenai bahasa yang memiliki pemarkahan morfemis pada verba, ada bahasa memiliki pemarkahan yang rumit yaitu dengan prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks, seperti bahasa Tagalog. Tetapi ada bahasa yang pemarkahan morfemis verbanya tidak serumit itu, misalnya bahasa Indonesia. Menurut Ramlan, sebenarnya masalah aktif-pasif dalam bahasa Indonesia dan bahasa Melayu sudah muncul sejak diserta_si H.J.E. Tendeloo pada tahun 1895, dan sampai sekarang belum mencapai hasil atau sesuatu kesimpulan yang memuaskan (Ramlan, -1977). Para ahli bahasa sendiri mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai hal ini. Ada yang berpendapat bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat bentuk aktif dan bentuk pasif, di antaranya Suzan Takdir Alisjahbana, Tardjan Fjadidjaja, I.R. Poedjawijat_na, Slametmuljana, itamlan, dan barimurti Itiridalaksana. Selain itu ada juga yang berpendapat babwa yang ada hanyalah bentuk aktif saja, sedangkan bentuk pasif tidak ada. Menurut Ramlan pendapat ini didasarkan atas pengertian aktif_pasif dalam bahasa Sansekerta, yaitu apabila persona atau di_ri yang beraneksi pada kata kerja merupakan pelaku tindakan, maka bentuk itu disebut bentuk aktif, dan apabila persona atau diri yang beraneksi pada kata kerja merupakan penderita tindakan, maka bentuk itu disebut bentuk pasir. Oleh karena itu bentuk-bentuk seperti kupukul dan dipukulnya dimasukkan ke dalam bentuk aktif, sedangkan hentuk pasif tidak ada (Ramlan, 1977: 2). Kemudian ada juga yang berpendapat bahwa dalam bahasa Indonesia tidak terdapat bentuk aktif dan bentuk pasif. Me_reka antara lain ialah Umar Yunus dan Samsuri. Umar Yunus ber_anggapan bahwa masalah aktif-pasif adalah salah satu masalah yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Oleh karena itu masalh ini tidak berdiri sendiri, tetapi berhubungan dengan berbagai bunyi bahasa yang ada dalam suatu bahasa tertentu, atau posi_sinya dalam hubungan urutan berbagai bunyi bahasa lainnya (Umar Yunus,- 1981: 59). Dalam hal ini perlu diketahui, bahwa Umar Yunus menter_jemahkan voice sebagai 'bunyi'. Pengertian ini salah, karena seharusnya yang dimaksud dengan voice di sini ialah diatesis. menurut Harimurti, diatesis berarti: kategori gramatikal yang menunjukkan hubungan antara partisipan atau subyek de_ngan perbuatan yang dinyatakan oleh verba dalam klausa. Ada diatesis aktif, pasif, dsb. (1983: 34). Masalah lain adalah dari konsep-konsep yang ditemukan tentang bentnk aktif dan pasif dalam bahasa. Indonesia, apa_kah seyogyanya bentuk meN- disebut aktif dan bentuk di- disebut pasif? Sebagian ahli bahasa seperti Keenan dan Bambang Kaswan_ti Purwo, mengatakan bahwa bentuk meN- sebagai alat pelatar_belakangan dan bentuk di- sebagai alat pelatardepanan (Kee_nan, 1985: 235 dan Bambang Kaswanti Purwo, 1986: 6). Oleh ka_rena itu, atas dasar pertimbangan apakah bentuk maN-- dan ben_tuk di- itu dipakai. Khususnya dalam skripsi i.ni akan ditin_jau dalam bahasa Meiayu Klasik. Perhatian orang terhadap bahasa Melayu Klasik memang su_dah ada, tetapi sepengetahuan penulis kebanyakan hanya ber sangkutan dengan masalah sastra. Penelitian dari segi lingu_istik mengenai bahasa melayu terutama dalam subsistem sintak_sis masih sangat terbatas sekali dilakukan ahli bahasa, se_hingga pengetahuan mengenai seluk-beluk bahasa Melayu sangat kurang. Oleh karena itu dalam skripsi, yang diberi judul:Bentuk Pasif Dengan Penanda Di- Dalam Hikayat Sri Rama dan Sejarah Melayupenulis berusaha untuk melihat konstruksi pasif dalam bahasa Melayu Klasik berdasarkan konsep yang telab diajukan oleh ah_li bahasa yang ada sekarang. Kemudian penulis bermaksud menjelaskan atas dasar apa terjadi perbedaan fungsi dalam penanda penanda tersebut"
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S11195
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonardus Dian Prastiawan
"Skripsi ini berisikan hubungan sintaktis antara kasus ablatif bahasa Latin dan kasus datif bahasa Jarman. Dengan menggunakan metode analisis sintaktis tradisional, dianalisis apakah kasus ablatif bahasa Latin dapat selalu dipadankan dengan kasus datif bahasa Jerman. Sumber data skripsi ini diambil dari teks kitab suci berbahasa Latin dan Jerman menurut Injil Markus ( bab I 1 sampai 16). Skripsi ini terdiri atas empat bab. Bab I berisikan pendahuluan; bab II berisikan kerangka teori; bab III berisikan analisis; dan bab IV berisikan kesimpulan.
HasiI dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar kasus ablatif bahasa Latin sepadan dengan kasus datif bahasa Jerman. Dalam kontruksi ablatif absolut, kasus ablatif bahasa Latin harus dipadankan dengan kasus nominatif (sebagai subjek) atau kasus akusatif (sebagai objek akusatif). Selain itu, dalam perbandingan ini, tampak perbedaan antara struktur kedua bahasa tersebut. Sebagai bahasa analitis, dalam bahasa Jerman, preposisi sangat berperan penting untuk menentukan kasus. Sementara dalam bahasa Latin, kadang-kadang tidak dibutuhkan preposisi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S14717
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indrijani Kusnadi
"ABSTRAK
Penelitian ini terutama bertujuan untuk mengetahui penggunaan doen dan laten dari segi bentuk dan segi makna dalam teks-teks tertulis.
Kita mengenal doen dan laten sebagai verba mandiri, verba bantu ataupun doen dan laten yang muncul dalam ungkapan. Selain itu doen dan laten sebagai verba mandiri mempunyai beberapa makna, dalam hal ini saya berpedoman pada makna yang terdapat dalam kamus Belanda Van Dale Groot Woordemboeft der Nederlandse Taal. Sebagai verba bantu penggunaan doen dalam beberapa kalimat dapat diganti dengan laten. Namun ada juga kalimat yang tidak dapat digantikan.
Bertolak dari keragaman makna doen dan laten sebagai verba mandiri dan penggunaan doen dan laten sebagai verba bantu, maka saya tertarik untuk mengeta_hui dalam jenis dan makna apakah doen dan laten banyak digunakan dalam teks-teks tertulis. Untuk menjawab permasalahan tersebut saya menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian korpus.
Dari penelitian korpus yang telah dilakukan dalam teks-teks tertulis dan kemudian membandingkannya dengan teori yang telah disusun, maka saya mendapatkan bahwa doen sebagai verba mandiri transitif digunakan sebesar 73,58%, sebagai verba bantu sebesar 5,17%, sebagai verba mandiri intransitif sebesar 5,74% dan sebagai bagian dari ungkapan sebesar 15,51%. Sedangkan untuk laten sebagai verba mandiri transitif digunakan sebesar 6,41%, sebagai verba bantu sebesar 84,61% dan sebagai bagian dari ungkapan sebesar 8,98%."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S15744
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Anisah
"Skripsi ini membahas mengenai repetisi serta siklus nomina dan verba pada Help! 1 Kunt U Mij Helpen yang merupakan bahan ajar Bahasa Belanda yang digunakan di Program Studi Belanda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 1114 nomina dan verba yang dianalisis, 90,57 % nomina dan verba mengalami repetisi di bawah enam atau dengan kata lain tidak sesuai dengan standar jumlah repetisi dalam pengajaran kosakata. Sedangkan yang sesuai dengan prinsip pengajaran kosata hanya berjumlah 9,42 %, dengan tempat pengulangan terbanyak terdapat pada latihan grammatica.

Abstract
The discusses is about the repetition and the cycle of nouns and verbs on the Help! 1 Kunt U Mij Helpen as the Dutch language teaching materials used in the Dutch Studies Program Faculty of Humanities University of Indonesia. The analysis showed that from 1114 nouns and verbs that were analyzed, 90, 58% of nouns and verbs have repetition under 6 or otherwise not in accordance with the standard number of repetition in teaching vocabulary theory. While in accordance with the principles of vocabulary teaching is only amounted to 9, 42%. The most places there in grammatica's practice."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S561
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>