Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72607 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Martina W. Sumali
"Dalam sejarah, tiap-tiap bangsa pernah mengalami masa-masa jaya dan pernah pula mengalami masa-masa suram, misalnya jaman kejayaan kekaisaran Romawi pada abad pertama dan kedua sesudah Masehi. Bangsa Belandapun pernah mengalami jaman keemasan yang terjadi pada abad ketujuh belas. Karena Amsterdam merupakan kota pelabuhan dan perdagangan Belanda, maka sebagian kecil dari wilayah ini yang berperan pada periode itu cukup menarik untuk dibahas. Sehubungan dengan itu, penulis merasa tertarik untuk melihat bagaimana sebenarnya yang disebut jaman keemasan itu bagi kota Amsterdam. Jaman keemasan yang dikenal de_ngan sebutan De Louden Eeuw, merupakan masa Jaya negeri Belanda, terutama dalam bidang perekonomian dan kebudayaan.Pemilihan pokok pembicaraan mengenai jaman keemasan Amsterdam, disebabkan karena ingin mengetahui apakah pre_dikat ini berlaku bagi semua lapisan masyarakat di kota ini.Di sini akan dikaji keadaan kota Amsterdam terutama yang berhubungan dengan masa itu, karena Amsterdam pada abad ke 17 merupakan pusat bagi baik kegiatan perdagangan maupun kebudayaan. Kedua bidang tersebut menonjol pada _"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1982
S15904
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Safari
"Seni hias merupakan bagian dari seni rupa. Pada umumnya seni hias tidak berdiri sendiri, melainkan bagian integral atau pelengkap dari benda lain. Meskipun demikian, seni bias menghasilkan hiasan atau ornamen yang dapat menjadi petunjuk alas fungsi dari suatu benda. Seni bias juga disebut dengan lstllah ornamen. di many kata hias adalah sesuatu untuk menambah nilai indah. Wujud dari keindahan tersebut dapat berupa rangkaian ornamen atau motif hias. Dalam peninggalan arkeologi, bentuk-bentuk motif bias terdapat pada berbagai artefak, misalnya pennukaan struktur bangunan seperti pada tiang-tiang, pintu, dinding, langit-langit, dan atap bangunan. Tampaknva suatu motif bias tidak begitu saja digunakan pada suatu benda, tetapi jauh dari itu motif hias tersebut digunakan mempunyai maksud tertentu. Motif hias atau ornamen pada suatu artefak juga mempunyai arti penting yang dapat digunakan sebagai bahan penelitian dalam studi arkeologi khususnya sejarah kesenian. Oleh sebab itu penelitian terhadap motif hias atau ornamentasi sangat perlu di lakukan, karena masih banyak informasi di dalamnya yang belurn digali seeara mendalam. Dengan semakin banyaknya penelitian terhadap artefak seni yang salah satunya adalah motif hias atau ornamen pada bangunan dapat memperkava informasi menenai data artefak seni dalam dunia arkeologi. Penggunaan motif hias pada bangunan merupakan suatu hal yang umum, begitu pula pada bangunan-bangunan bergaya arsitektur Cina, khususnya bangunan klenteng. Motif hias atau ornamen yang terdapat pada bangunan-bangunan bergaya arsitektur Cina mencerminkan filosofi kehidupan dari masyarakat Cina itu sendiri. Selain itu karena tradisi dan kebudayaan masyarakat Cilia yang telah begitu berakar selama ribuan tahun. Oleh karena itu tidak heran jika filosofis Cina sangat mempengaruhi segala macam kehidupan masyarakat Cina, termasuk kebudayaan fisik seperti halnya bangunan yang mereka buat. Motif hias yang sering digunakan pada bangunan-bangunan bergaya arsitektur Cina, antara lain motif flora, fauna, geometris, benda-benda, alana, dan tokoh. Motif hias tersebut merupakan salah satu bentuk ekspresi dari ideologi masyarakat Cina, yang dilatar belakangi oleh filsafat Cina. Salah satu ciri bangunan peninggalan masyarakat Cina di Jakarta adalah bangunan klenteng. Di Jakarta banyak terdapat bangunan klenteng, bangunan-bangunan klenteng tersebut ada yang dibangun dari abad 17 M hingga sampai pada masa sekarang ini. Bangunan klenteng umumnya mempunyai unsur tradisional budaya Cina yang lebih kental dibandingkan dengan bangunan-bangunan bergaya arsitektur Cina lainnya. Bangunan klenteng kaya akan motif hias dan motif hias yang terdapat pada bangunan tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam 5 kategori utama yaitu motif hewan, tanaman, kejadian alam, geometri, dan tokoh. Ornamentasi yang diterapkan pada motif hias tersebut, secara garis besar mempunyai dua fungsi, yaitu; fungsi estetis adalah fungsi ornamentasi yang sifatnya pasif yang biasanya digunakan pada benda-benda yang tidak berfungsi konstruktif, dan fungsi simbolis adalah ornamentasi yang di samping sebagai hiasan juga mempunyai makna simbolik. Klenteng merupakan bangunan ibadah orang-orang Cina yang sangat menarik untuk diteliti. Selain bentuknya, ornamen-ornamen yang terdapat pada bangunan klenteng memiliki keunikan atau kekhasan tersendiri. Dari ornamen-ornamen tersebut dapat mengungkapkan tentang seni penggunaan ornamen dalam budaya arsitektur masyarakat Cina."
2000
S11412
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leech, Michael
London: Multimedia Publications, 1986
914.923 52 LEE a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irmawati Marwoto Johan
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Lapian, Adrian Bernard
Depok: Komunitas Bambu, 2008
959.8 LAP p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lapian, Adrian Bernard
Depok: Komunitas Bambu, 2021
959.8 LAP p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: ICMI, 1990
303.4 MEM (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Dwi Cahyono
"Seni pertunjukan mencakup tiga cabang utama, yaitu musik, tari dan teater, yang dalam pelaksanaannya ketiganya tidak senantiasa terpisah dan sebaliknya terdapat hubungan fungsional di antaranya dalam suatu komposisi yang integral. Acapkali seni pertunjukan terkait dan terintagrsikan dengan permainan, baik permainan untuk bermain atau untuk bertanding. Seni musik Jawa Kuna abad ke-10 hingga 18 Masehi memperlihatkan keragaman baik jenis maupun bentuknya, yang secara garis besar bisa dikelompokkan menjadi waditra kelompok crodophone, uerophone, nlemhrapgone dan idiophone. ('rodophone (waditra berdawai) dapat dirinci menjadi; (1) crodophune sederhana, yang terdiri dari berbagai bentuk har-either, dan (2) c/mrdophon terpadu, yang terdiri dari lute dan harps. Ada tiga bentuk chordophone terpadu yang dapat diketahui dari relief candi, yaitu menyerupai tuila di India atau menyerupai mufti /deli atau lebih mendekati muhuwati-wino di Calcuta. Ketiganya bisa dihuhungkan dengan /ma/lawu wr'na yang ditandai oleh resonator tambahannya berbentuk buah lab(' (luhu, lawu). ('hordophone terpadu yang berupa lute memiliki pula beragam bentuk seperti ruwanahasta-wnu, winipanci, kacapi dan mungkin anawat yang menyerupai site r. Pada masa Jawa Kuna rawahanasta-wina telah dibuat olch orang Jawa sendiri. Hal ini terbukti oleh adanya pembuat waditra ini (pandui aruwanaxta). Terdapat dua tope dari waditra ini, salah satu mungkin merupakan pengaruh dari Cina..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T37494
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurbaity
"Penelitian mengenai proses Pengadilan pada jaman Mataram kuno ini adalah bertujuan untuk mengetahui keadaan hukum yang berlaku pada masa itu melalui tata kerja pengadilannya. Bagaimana mereka yang terlibat dalam sengketa mengajukan gugatan, karena gugatan itu diajukan dan siapa yang mengajukan. Adakah a1at-alat bukti dan sumber-sumber hukum yang dipergunakan, baik oleh para pihak yang bersengketa maupun oleh para hakim. Prasasti yang dijadikan objek penelitian adalah sejumlah prasasti jayapatra, yang berasal dari abad IX-X M. Penelitian dilakukan dengan mempergunakan metode desktiptif analitis: yaitu berusaha memaparkan sejelas mungkin makna yang terkandung di dalamnya, di klasifikasi menurut isi nya, dianali sis serta diberi kan tafsiran isinya. Hasilnya menunjukkan bahwa Masyarakat Jawa Kuno jaman Mataram telah mengenal cara berproses di pengadilan. Jika terjadi sengketa antara mereka, maka pihak yang merasa dirugikan berhak mengadukan masalahnya ke pengadilan di tingkat pusat, bila masalahnya tidak dapat diselesaikan di tingkat watak, mereka mengajukan ke pengadilan di tingkat pusat. Sidang dijalankan oleh majelis hakim. Untuk selanjutnya para hakim memberikan kebebasan kepada para pihak untuk mengajukan bukti berupa saksi, likhita dan bhukti. Dan hakim berdasarkan sumber-sumber hukum yang ada dapat memberikan putusan menang atau kalah. Pihak yang menang diberikan tanda bukti kemenangan be_rupa surat jayapatra, sedangkan bagi pihak yang kalah akan dikenakan denda atau ganti rugi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S11988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>