Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116660 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Rochmani Sofion
"ABSTRAK
Filsafat dan pemikiren Igbal dimaksudkan untuk tujuan membangun kembali pemikiran dalam Islam (reconstruction of religious thought in Islam). Sebab Igbal merasa bahwa umat Islam mengislami kemunduran dalam pemikiran, yang berakibat mundurnya sosial budayanya dan dalam kemajuan-kemajuan f isik tertinggal jauh oleh budaya Barat, Filsafat Igbal dijabarkan dalam konsepnya tentang manusia utama (insanu_l-_kamil). Ia berusaha manyadarken umat Islam bahwa mereka ha-rus lebih giat barkarya dan lebih kreatif kerena mengemban tugas suci sebagai wakil Tuhan di bumi ini. Konsep tentang hakekat ego atau individualitas meru_pakan konsep dasar dari filsafat Igbal, serta menjadi alas penopang keseluruhan struktur pemikirannya. Dasar filsafat Iqbal adalah tauhid atau keyakinan yang teguh dan mendalam terhadap ke-Esa-an Ilahi, bersamaan dengan itu tumbuh keya_kinan akan keabadien oints, hasrat dan upaya (gairah) dan gerak (dinamisme). Kemudian pemikirannya dibimbing oleh konsep tentang ego (khudi ) yang dianggap sebagai pusat di_namisme dari hasrat, daya upaya, aspirasi,keputusan, kekuatan dan aksi. Ego tidak maujud (eksis) dalam waktu, mela_inkan waktulah yang merupakan dinamisme dari pribadi (ego). Jadi Iqbal menganggap ruang dan waktu menjadi realitas su_byektif, tegasnya tidak mempunysi eksistensi lepas dari subyek. Selain itu Igbal juga tidak ingin membatasi pengetahu_an pada kanyataan emperik saja, yang hakekat kebenarannya dapat ditangkap dengan daya nalar. Ia percaya bahwa manusia dapat mencapai _realitas absolut_ tanpa malalui daya nalar dan panca indranya, akan tetapi dengan minta bantuan pangalaman yang unik yang ia namakan _intuisi_. Intuisi adalah alat untuk menangkap hakekat pengetahuan serta hakekat ke_benaran yang bersifat super-natural. Dengan demikian ia menggabungkan antara akal dan intuisi secara erat dan membuat keduanyo saling melengkapi satu lama lain. Demikian pula disebutkan oleh Igbal, bahwa pribadi manusia dapat bergerak menuju ke kesempurnaan dengan menangkap sifat-sifat Tuhan, sehingga menjadi manusia utama atau insanu_1-kamil, yang menemukan tujuan dan kekuatannya dalam cinta dan toleransi, karena manusia adalah sama di hadapan Tuhan. Dengan demikian Igbal memuliakan dan meluhurkan ma_nusia, tanpa merusak sesuatu di hadapannya. Igbal peraaya kepada kemampuan manusia dan meyakini bahwa dengan.usaha, keuletan dan ketekunannya, keabadian insan itu mungkin, ka_rena kemajuan manusia mangikuti garis menanjak dan tanpa batas. Ini tidak berarti adanya peniadaan diri dan penyerapan dalam Tuhan. Individu dihadapan Tuhan lokasana besi merah kepanasan api. Api tetap api, dan besi tetap besi dalam saat yang satu dan sama. Dengan fileafatnya Iqbal ingin membangun pribadi manusia yang bersifat dinamis dan tegar, yang depat menciptakan suatu masyarakat atom sendi-sendi moral yang kokoh. Dengan filsafatnya Igbal ingin menegaskan bahwa ego manusia itu kreatif dan mempunyai tujuan. Baginya filsafat tanpa nilai praktis tidaklah ada gunanya; sebab yang penting bagaimana manusia itu dengan amal dan perbua_tannya dapat meningkatkan kwalitas hidupnya sehingga pantas disebut insanufl-kamil atau manuaia utama. Manusia yang dengan berlandaskan moral dan tanggung jawabnya, secara nyata berbuat memperindah dunia sehingga pantas disebut khalifah atau wakil Tuhan di bumi ini. Kesimpulan yang didapat dari hasil kajian filsafat dan pemikiran Igbal ini adalah,bahwa filsafat dan pamikiran Igbal perlu disebar luaskan di Indonesia; karena konsepnya tentang manusia utama atau insanu_l-kamil relevan untuk di_renungkan dan diamalkan . Ia menginginkan timbulnya umat yang aktiv, dinamis, berwatak merdeka; manusia yang ber_martabat bercita-cita luhur dan selalu berkarya demi untuk kesejahteraan umat manusia itu sendiri."
1989
S16098
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lahore : Sheikh Muhammad Ashraf , 1944
297.01 IQB
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Study Rizal L.K.
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bilgrami, H.H.
Jakarta: Bulan Bintang, 1979
928.254 BIL i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Gramedia, 1983
128 SEK
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hawasi
"Penelitian konsep manusia menurut falsafat Iqbal dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana Iqbal menempatkan manusia dan mengkaitannya dengan filsafiat eksistensialisme. Penulis melihat bahwa keprihatinan Iqhal terhadap adanya dehumanisasi manusia modem, baik di Barat maupun di Timur, sama dengan keprihatinan para filsuf eksistensialis, seperti: Kierkegaard, Nietzsche,dan Sartre. Iqbal dan para filsufeksistensialis mencoba menawarkan suatu jalan `keselamatan' (salvation) bagi manusia modem agar tidak sampai terjerumus dalam apa yang disebut oleh Kierkegaard sebagai manusia `kerumunan (crowd). Penulis melihat beberapa upaya Iqbal yang tercermin dan kritiknya terhadap berbagai panam yang ada, yaitu: rasionalisme, empirisme, idealisme dan mistisisme. Kritik Iqbal tersebut sebagai upaya untuk menjawab problem-problem eksistensial manusia seperti yang menjadi perhatian para filsuf eksistensialis, yaitu: alienasi, kebebasan, ketuhanan, dan lain-lain.Igbal mencoba memberikan jawaban terhadap permasalahan krisis manusia modem tersebut.Berangkat dari permasalahan eksistensial manusia itulah penulis mencoba mencari jawabannya dari pemikiran Iqbal dan mengkaitkan pemikirannya dengan beberapa filsufeksistensialisme. Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dengan membaca karya-karya utama Iqbal dan beberapa buku penunjang tema penelitian. Metode yang dipakai oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, holistik, interpretasi, dan komparasi.Kemudian penulis mengkaitkan pemikiran Iqbal dengan beberapa filsuf eksistensialis, khususnya: Kierkegaard, Nietzsche Berta Sartre. Hasi1 penelitian menunjukkan bahwa Iqbal sangat menekankan kepada manusia konkret, unik dan bebas. Manusia, menurutnya, mempunyai kehendak kreatif, otonom yang dapat melampaui segala bentuk hukum yang deterministik dan kausalistik. Manusia dibekali oleh tiga potensi yang paling menunjang, yaitu: serapan inderawi, rasio, dan intuisi. Manusia yang dapat membudidayakan ketiga potensi tersebut akan mampu menjalani fungsi sebagai khalifah Tuhan di bumi yang Iqbal sebut insan kamil. Pada insan kamil Iqbal. dapat dijumpai unsur-unsur eksistensialis dari Ubermensch Nietzsche, religiusitas Kierkegaard, kebebasan eksistensial Sartre dan ditopang o!eh kedalaman intuisi Bergson serta dimbing oleh kearifan cinta-intuitif Rumi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S16031
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sri Barijah Azrin
"Manusia zaman sekarang masih banyak yang mau terus sibuk mengejar hal-hal keduniawian tanpa kesadaran akan gunanya manusia itu hidup. Sekarang juga masih ada banyak adat istiadat yang kosong, yang masih menjadi ukuran-kesusilaan. Sekarang pula masih ada hukum yang berat sebelah sehingga kurang adil. Kesukaran-kesukaran manusia masih ditambah pula oleh dampak tehnologi, sehingga manusia makin lama makin melupakan kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan terhadap sesamanya. Berapa banyak manusia yang pada usia lanjut, bila melihat kembali jalan hidupnya, belum mengetahui apa baiknya semua yang telah dikerjakan selama hidupnya itu. Betapa sunyi dan terpencil perasaan banyak orang yang setelah puluhan tahun bekerja keras pada akhir hidupnya masih pula belum merasakan ketenangan dan ketentraman. Sebetulnya dengan pendidikan yang lebih merata di zaman sekarang ini, bila dibandingkan dengan zaman dahulu, serta dengan komunikasi yang lebih baik di seluruh dunia, manusia bisa berbuat lebih banyak dan lebih baik supaya manusia berbahagia..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1982
S16102
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronny Hanggoro
"Sebuah organisasi yang ingin tetap tampil dan dapat bertahan pada
millenium ketiga ini, harus melakukan banyak tindakan. Hal ini terutama karena semakin tipisnya batas antar negara dalam arti perdagangan,
pengaruh teknologi, informasi dan budaya, yang semua itu akan menciptakan sebuah dunia tanpa batas. Dalam persaingan bebas di alam globalisasi, tidak ada lagi proteksi dari negara. Persaingan dalam memperebutkan pasar di
suatu negara bukan hanya milik organisasi-organisasi negara tersebut, tetapi
juga organisasi-organisasi dari negara lain. Bila suatu organisasi tidak memiliki kemampuan bersaing secara internasional, sulitlah bagi organisasi tersebut untuk dapat bertahan. Dengan perkataan lain untuk dapat bertahan hidup dan berkembang di jaman ini, perusahaan harus menjadi Organisasi
Pembelajaran (Learning Organization) (Hartanto, 1995).
Salah satu tokoh organisasi pembelajaran, Peter M. Senge (1995)
mengatakan bahwa organisasi pembelajaran adalah suatu tempat yang
orang-orangnya secara terus-nnenerus memperluas kapasitas untuk
menciptakan hal-hal yang memang mereka inginkan. Di dalam organisasi
pembelajaran orang-orangnya juga mempunyai pola pikir baru dan ekspansif terpelihara, aspirasi bersama dibebaskan, dan orang-orangnya secara berkesinambungan belajar bagaimana belajar bersama. Di Indonesia ada perusahaan-perusahaan yang terguncang pada saat krisis, namun mampu bangkit kembali dan terus menjalankan bisnisnya. Namun ada pula yang
bangkrut. Bila diperhatikan lebih lanjut, kemampuan belajarlah yang
merupakan fasilitator utama yang membuat perusahaan-perusahaan dapat
mempelajari situasi sehingga mereka mampu bangkit dari kesulitannya.
(Hartanto, 1995; Prama, 2000).
Menurut Kline (1993), untuk dapat bangkit: dan menjadi suatu
organisasi pembelajaran, sebuah organisasi dapat menjalankan sepuluh
langkah menuju organisasi pernbelajaran. Dalam sepuluh langkah menuju
organisasi pembelajaran dikemukakan bahwa hal ini dimulai dari langkah
mengases budaya belajar yang ada di organisasi, dilanjutkan dengan
memajukan ha!-hal positif, membuat tempat kerja aman untuk berpikir,
memberi imbalan pada pengambilan risiko, membantu setiap orang untuk
saling menjadi sumber daya bagi orang lain, membuat kekuatan belajar
menjadi berfungsi, memetakan Visi, membawa visi ke kenyataan,
menghubung-hubungkan sistem-sistem yang ada, dan langkah yang terakhir
adalah menyatukan keseluruhan. Agar kesepuluh langkah langkah benjalan
dengan baik, peran pemimpin sangatlah penting (Klien, 1993).
Pentingnya peran pemimpin sejalan dengan pendapat Senge (1996)
yang menyatakan bahwa perubahan yang signifikan tidak akan terjadi kecuali dimotori dari atas, tidak ada gunanya memulai suatu proses perubahan tanpa
keikutsertaan CEO, dan tidak akan terjadl apa-apa bila manajemen puncak tidak menginginkannya. Namun dari hasil penelitiannya di berbagai organisasi
yang melakukan organisasi pembelajaran, kemauan dari CEO saja tidak cukup (Senge, 1999). Seluruh lapisan karyawan. mulai dari CEO sampai pemimpin lini, harus turut memiliki atau menghayati visi yang sama, bahwa organisasi mereka adalah organisasi pembelajaran. '
Karakteristik pemimpin dalam suatu organisasi sangat menentukan
keberhasilan suatu organisasi untuk menjadi organisasi yang belajar.
Pemimpin dari tingkat atas sampai satu tingkat diatas pelaksana harus
menjadi agen perubahan yang diinginkan. Kemampuan dan kematangan
dalam berkomunikasi sangat diperlukan seorang pemimpin yang efektif.
Seorang pemimpin harus mampu menggerakkan bawahannya dan mendorong
mencapai produktivitas dan semangat kerja yang optimal. Untuk dapat
melakukan hal tersebut seorang pemimpin harus mampu melihat situasi,
mendukung bawahannya dan penuh antusias dalam bekeija. Menurut Villere
(1981) pemimpin seperti ini disebut pemimpin yang efektif. Dalam
menggambarkan pemimpin yang efektif ini, Villere menggunakan konsep
Transaksional Analysis (Analisis Transaksional) yang ditemukan oleh Eric Berne. Menurut Villere (1981) kita dapat melihat kepribadian dan gaya kepemimpinan seseorang secara sekaligus dengan mengetahui ego state apa yang dominan pada diri seseorang. Pemimpin efektif menurut Villere dapat digambarkan sebagai seorang yang memiliki ego state Dewasa sebagai eksekutif dalam kepribadiannya dan didukung oleh ego state Nurturing Parent
(orang Tua Pengasuh) dan ego state Free Child (Anak Bebas). Dengan ego
state Dewasa sebagai eksekutif dalam kepribadiannya, ia dapat secara
rasional memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, merekam
kejadian-kejadlan untuk dipelajari dan selanjutnya dimanfaatkan. Dengan ego state Orang Tua Pengasuh, ia juga mampu mengembangkan bawahannya untuk menjadi Dewasa pula. Keantusiasannya dalam bekerja membawa suasana yang bersemangat dalam bekerja, yang merupakan ciri khas ego state Anak Bebas. Profil pemimpin seperti ini yang sudah diteliti dan dikembangkan melalui pelatihan di berbagai berusahaan oleh Villere dan teman-temannya.
Penelitian Vlllere dan Wagner (1981) menunjukkan banwa dengan
pendekatan analisis transaksional pemimpin di organisasi-organisasi yang diteliti dapat dikembangkan menjadi pemimpin yang efektif. Penelitian Kline tentang sepuluh langkah yang dapat digunakan untuk menjadikan organisasi
menjadi organisasi pembelajaran juga menunjukkan bahwa peran pemimpin
sangat pentlng. Pertanyaan yang muncul adalah apakah pemimpin efektif
seperti yang dikembangkan oleh Viliere dan Wagner ini dapat membawa
organisasinya menjadi organisasi pembelajaran? Oleh karena Itu peneliti tertarik untuk melihat apakah pemimpin yang memiliki profil ego state pemimpin efektif seperti yang dlkemukakan Wlere dan Wagner memiliki organisasi dengan ciri-ciri organisasi pembeiajaran sebagaimana dikemukakan Kline, pada beberapa perusahaan di Jakarta.
Melalui metode uji korelasi koefisien blserlal, dilakukan uji hipotesis mengenai hubungan antara ego state pemimpin dengan tingkat Organisasi pembelajaran dilaksanakan dalam unit kerjanya. Dari hasil penelitian ini dibuktikan ada hubungan antara ego state pemimpin dengan tingkat pembelajaran dalam organisasi yang dilaksanakan di unit kerjanya.
"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
T37963
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Fuad
"Skripsi ini meninjau pandangan Maslow tentang manusia melalui kerangka yang disusun oleh penyusun buku 'Thories of personality' yaitu Ziegler dan Hjelle. Dari-buku ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa Maslow memiliki pandangan tentang manusia secara optimis dan banyak kemiripan dengan tema-tema filosofis dalam eksistensialisme dan fenomenologi. Selain itu Maslow merupakan tokoh psikologi, maka penulis berusaha menghubungkan filsafat dengan psikologi melalui pandangan Maslow sendiri sebagai pencetus psikologi humanistik dengan berbagai tema filsafat manusia dan budaya. Karena Maslow dan psikologi humanistiknya mengkritik pandangan tentang manusia menurut aliran psikologi (selainnya), maka penulis menghubungkan pandangan Maslow tersebut dengan situasi saat ini, khususnya relevansi pandangannya tersebut dengan kehidupan manusia di Indonesia. Akhirnya, tema-tema filosofis seperti tentang kebahagiaan, hakikat pendidikan, kebenaran, hakikat manusia dalam masyarakat dan potensi manusia oleh penulis diungkapkan sebagai tambahan atas konsepsi Maslow tentang manusia. Hal ini sangat berkaitan karena memang tema-tema tersebut pada dasarnya membicarakan persoalan manusia dan kemanusiaan juga. Dapat penulis simpulkan bahwa pandangan Maslow tentang manusia masih tetap relevan dengan kehidupan manusia saat ini, termasuk di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
S16180
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>