Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144387 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mira Oktarina
"Manusia sebagai bagian dari alam, dimana alam tempat manusia menjalani kehidupan bersama dengan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hubungan antara manusia dengan makhluk hidup lain di alam ini adalah dekat dan saling membutuhkan. Setiap manusia memiliki Cara yang berbeda dalam mengungkapkan kedekatannya dengan alam. Salah satu cara yaitu dengan kegiatan seni. Berawal dari rasa dekat dan kecintaan manusia pada alam, manusia membawa unsur alam tersebut untuk dijadikan objek dalam kegiatan seni. Bila dikaitkan dengan seni Jepang, hal tersebut diperjelas oleh Yashiro Yukio dalam bukunya yang berjudul Characteristic of Japanese Art yang menerangkan bahwa "semua seni adalah sebuah tujuan untuk meniru alam".
Sehubungan dengan seni dan keinginan meniru alam, maka di Jepang berkembanglah seni yang mampu menciptakan miniatur alam dengan memanfaatkan salah satu elemen alam yaitu tanaman. atau pohon, yang dikenal dengan istilah bonsai. Melalui seni tanaman bonsai, manusia mampu menghadirkan unsur alam yang megah kedalam bentuk yang lebih ringkas atau sederhana. Bonsai merupakan tanaman atau pohon yang ditanam dalam pot yang mengerdil secara alami maupun dengan tehnik khusus hingga memberikan kesan pohon yang tua dan kokob, seperti yang terdapat di alam bebas. Bonsai, sebagai suatu tanaman yang kerdil dapat terjadi karena dua hal, yaitu melalui proses alami dan buatan.
Yang dimaksud dengan proses alami adalah bahwa suatu tanaman mengkerdil dikarenakan oleh pengaruh atau perubahan alam. Perubahan alam tersebut bisa berupa pergantian suhu sepanjang hari, terpaan air hujan, maupun sengatan matahari. Kondisi alam tersebut membuat pertumbuhan pohon menjadi terhambat sehingga bentuk pohon pun mengerdil dengan sendirinya. Pohon yang sudah mengerdil tersebut kemudian dipindahkan ke dalam wadah atau pot. Sedangkan yang dimaksud dengan proses buatan adalah, bahwa bonsai bisa dikembangkan mulai dari menyemai bibit, memangkas dan menggunting cabang pohon, memberi kawat pada batang dan cabang pohon, membuat agar akar dapat tumbuh kuat, memberikan nutrisi, air dan juga sinar matahari. Dengan melalui proses tersebut, suatu tanaman bisa menjadi kerdil. Selain dengan menyemai bibit, bonsai dapat dibuat dengan cara stek ataupun pencangkokan. Namun, inti dari kedua proses tersebut adalah pada tanaman bonsai tetap berusaha memunculkan kealamian tanaman seperti yang terdapat di alam bebas."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
S13592
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Irawati Febriana
"
ABSTRAK
Manusia adalah bagian dari alam. Oleh karena itu, wajar kalau manusia memiliki perasaan dekat dan cinta dengan alam. Perasaan dekat dan cinta ini diwujudkan dalam berbagai bentuk perbuatan atau kegiatan dan salah satu bentuknya adalah seni. Melalui seni manusia menuangkan berbagai pengalaman hidup yang pernah ia peroleh, melalui pemanfaatan berbagai elemen yang menurutnya paling menarik yang dapat dijumpainya di alam. Salah salunya adalah bunga. Kecintaan manusia terhadap bunga dapat ditemui di belahan dunia manapun. Bunga sering dibawa oleh manusia dalam berbagai kesempatan untuk mewakili perasaan manusia ketika ia membawa bunga bersamanya Demikian pula di Jepang. Jepang memilih alam yang indah dan cuaca yang lembut dengan empat musim yang secara berkala datang bergantian, yang memungkinkan tumbuhan berbunga tumbuh dengan subur. Di Jepang, berkembanglah semi merangkai bunga Ikebana. Secara harafiah arti ikebana adalah bunga hidup dan memang bunga yang dipergunakan dalam rangkaian bunga Ikebana adalah bunga hidup. Perkembaggan seni merangkai bunga Ikebana ini berawal dari persembahan dalam kegiatan ritus keagamaan orang Jepang pada jaman dahulu. Dalam persembahan itu, orang Jepang percaya bahwa dewa akan turun dari langit ke bumi melalui pohon yang tinggi besar dan senantiasa hijau sepanjang tahun. Pohon tersebut berfungsi sebagai yorishiro atau tempat bersemayamnya para dewa selama mereka berada di bumi. Berdasarkan pandangan seperti ini, maka di Jepang kebanyakan yashiro atau Jinja dibaugun di tempat yang tinggi dan banyak terdapat pohon cemara.
Bunga itu sendiri dianggap mempunyai kekuatan misterius yang dapat memberikan daya untuk hidup. Dalam Nihon Shoki, bunga juga dipergunakan dalam upacara pemujaan terhadap Dewi Izanami Mikoto.
Perkembangan selanjutnya, seiring masuknya agama Budha ke Jepang sekitar abad ke-6, bunga juga digunakan dalam persembahan bunga untuk Budha ynag disebut kuge. Kuge terdiri atas sange, nenge dan keman. Akan tetapi lama-kelamaan, bunga tidak hanya dipersembahkan untuk dewa atau Budha saja. Bunga mulai dipersembahkan di hadapan patung-patung yang merupakan simbol orang yang sudah meninggal.
Kehadiran bunga dalam kehidupan masyarakat Jepang semakin luas dimana kemudian tumbuh perhatian yang istimewa dari para bangsawan terhadap tumbuhan bunga. Dalam keterangan yang terdapat pada Makura no Soshi, mereka menanami halaman rumahnya dengan berbagai tumbuhan bunga.
Di jaman Muromachi rangkaian bunga yang disebut tatehana mulai menghiasi zasshiki atau ruang duduk yang terdapat di rumah-rumah para bangsawan. Kemudian pada jaman Edo, rangkaian bunga gaya rikka mulai populer dan menjadi julukan untuk gaya ikebana pada masa itu Kemudian bunga juga mulai hadir di dalam ruangan untuk upacara minum teh dan bunga untuk keperluan ini disebut chabana atau ohana. Di akhir jaman Edo berkembang pola tenchijinsansaikaku yang sebenarnya merupakan pemikiran tentang alam yang terdiri atas ten (langit), chi (bumi) dan jin (manusia). Selanjutnya muncullah berbagai istilah untuk ikebana sesuai gaya yang berkembang pada jamannya.
Meskipun aliran dalam ikebana terus berkembang dalam jumlah yang sangat banyak, sebenarnya yang dapat dipelajari manusia dari bunga adalah hal yang berkaitan dengan hidup. Bunga yang indah itu tidak selamanya akan demikian, karena pada saatnya ia akan layu dan mati, kemudian digantikan oleh kuncup-kuncup yang baru. Demikian pula dengan manusia yang mengalami lahir, hidup dan mati. Pola dasar dalam ikebana yaitu tenchijin melambangkan keharmonisan manusia dengan alam dan keselarasan hubungan antar manusia.
Dalam segala segi kehidupan, orang Jepang hampir tidak bisa lepas dari bunga dan ada sudah sejak lama karena pengaruh alam negeri Jepang yang indah serta pengaruh kuat dari kepercayaan asli orang Jepang yaitu Shinto, yang mengutamakan pemujaan terhadap keagungan alam dan turut membentuk karakteristik orang Jepang dalam memahami alam.
"
1998
S13713
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leaman, Oliver
Jakarta : Mizan , 2005
297.66 LEA e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pujiasrini Eliza Puteri
"Fokus dari tulisan ini adalah membahas komponen-komponen pembentuk tata ruang chashitsu bergaya sōan berdasarkan konsep wabi-sabi. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk menunjukan chashitsu bergaya sōan merefleksikan nilai estetika wabi dan sabi. Wabi dan sabi merepresentasikan pandangan tradisional Jepang akan keindahan yang fokus pada penerimaan atas ketidaksempurnaan. Wabi merepresentasikan keindahan dalam kemelaratan, kesedihan, kemiskinan, kekecewaan, ketidak sempurnaan, kesederhanaan, dan apresiasi dari proses penuaan. Sedangkan sabi merepresentasikan keindahan dalam seauatu yang pudar, dingin, sepi, terlantar, dan berkarat. Sōan chashitsu adalah ruang minum teh yang dibangun terpisah dari rumah utama. Karena sōan chashitsu mengandung nilai estetika wabi dan sabi, walau hanya berupa bangunan yang kecil, namun mengandung keindahan yang luar biasa.

The focus of this study is in researching the layout components of sōan chashitsu based on the concept of wabi-sabi. The aims of this paper is to show that sōan chasitsu truly reflects the aesthetic of wabi and sabi. Wabi and sabi represents a view of Japanese aesthetic centered on the acceptance of imperfection. Wabi represents beauty through poverty, imperfection, asperity, simplicity, austerity, modesty, and appreciation of natural aging process. Whereas sabi represents beauty through the dull, cold, withered, and rust. Sōan chashitsu is a tea house which built separate from the main house. Because it contains the Japanese aesthetic of beauty of wabi and sabi, even though sōan chashitsu is a tiny building, it contains tremendous amount of beauty."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42332
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Komala Laksmiwati
"Summary
On sintren, folk dancing in Kabupaten Cirebon, Jawa Barat Province, Indonesia."
Cirebon: Rumah Budaya Nusantara Pesambangan Jati Cirebon ; Yogyakarta : Deepublish, 2013
306.959 DYA s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Keri Asteria
"Monumen adalah salah satu elemen kota. Perencanaannya mempengaruhi kota secara keseluruhan dan kualitas visual dari kota. Monumen yang baik akan mempercantik wajah kota, sementara monumen yang diperlakukan tidak dengan semestinya akan memperburuk keadaan suatu kota, karena monumen juga hadir sebagai identitas suatu kota. Banyak monumen ada dalam kota namun tidak bermakna apapun bagi kota, atau paling jauh hanya berfungsi sebagai hiasan yang tersingkirkan dari dinamika kehidupan kota sehari-hari. Banyak yang terkait dalam masalah ini karena monumen seharusnya tidak pernah hanya menjadi elemen pelengkap, karena monumen didirikan untuk suatu maksud tertentu.
Esensi kota yang indah adalah kehidupan yang berlangsung di dalamnya. Interaksi yang terjadi antara elemen-elemen fisik kota dengan penduduk dan mobilitasnya. Sebuah monumen menjadi bermakna bagi kota apabila ia dapat berinteraksi dengan penduduk kota sehingga dapat diapresiasi dengan baik.
Teori mengenai monumen, seni, kota serta kesatuan antara ketiga hal tersebut adalah titik tolak untuk pada akhirnya diperoleh pemahaman mengenai monumen sebagai seni dalam kota. Dari berbagai teori dan studi kasus, ternyata keberadaan monumen sebagai seni dalam kota tidak selalu berhasil, tergantung dari perlakuan yang diberikan kota tersebut pada masing-masing monumen.
Perlu lebih dari sekedar fisik monumen yang indah untuk dapat menghadirkan seni dalam kota. Agar dapat diapresiasi dengan baik, perlu adanya pembenahan kota, menempatkan monumen-monumen sesuai dengan tempatnya, selain itu masyarakat harus terlebih dahulu memperoleh pendidikan publik mengenai monumen-monumen tersebut sesuai dengan latar belakang sejarah yang membentuknya.
Hasilnya adalah kualitas kehidupan kota yang lebih baik, yang memberikan kota sebuah nilai tambah, manfaat dan kenikmatan bagi penduduk kota."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48491
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Syihabudin
"As a kalam Allah revealed to the last prophet of all time, not only the Koran is sacred from the lack and error, but also hoptsik and aesthetic. The conthens of the Quran contains the stories that give a very high wisdom score, a comprehensive history of the various sides of human life, an amazing gesture nature and the latest proven technology, and the universal values of human life. To transfer the values. God choses an energetic media and aesthetic, that is the language with asalib al kalimat (said the force) is very dynamic. Dynamics of expression of style that makes each language has a depht Quran meaning that seems endless. One of the beautiful language of the Quran is iltifat , which recalled the style change from the patterns of dialogical patterns informative or otherwise. According to the students of knowledge of the Quran ('Ulum al Quran), the language changes or iltifat ussually occur through six patterns, ie patterns of change in the form of words numbers, pronouns, vocabulary, tools, and patterns of change of the verb to a noun or vice versa. Ilfifat is one of the concepts of language beauty that the Quran comes from the owner of all beauty."
Bandung: ITB, 2010
495 JUSOS 9:19 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Palmosa Teguh Wibawa
"ABSTRAK
Keindahan adalah hal yang telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Walaupun bukan merupakan kebutuhan pokok, keindahan membuat kehidupan manusia menjadi lebih berarti. Setiap individu mempunyai nilai keindahan yang berbeda-beda. Demikian pula dalam cakupan bangsa. Setiap bangsa juga pas ti memiliki ciri keindahannya sendiri.
Nilai keindahan di Jepang mempunyai sejarah perkembangan yang panjang. Tidak hanya perkembangan di dalam negeri, tapi juga mendapatkan pengaruh dari luar, yang memperkaya kebudayaan Jepang.
Shinto dan Buddha adalah agama yang paling banyak dianut orang Jepang hingga saat ini' . Shinto yang sering dikatakan sebagai agama asli bangsa Jepang mempunyai pengaruh besar dalam penghargaan orang Jepang terhadap alam. Dalam pandangan Shinto, segala sesuatu dalam alam memiliki jiwa. Alam adalah sesuatu yang harus dipahami. Alam bukanlah sesuatu yang harus ditaklukkan. Setiap hal dalam alam harus dihargai.
Kebudayaan Jepang telah menerima pengaruh besar dari Buddhisme dan peradaban Cina....

"
2001
S13808
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kawabata, Yasunari
Jakarta: Pustaka Jaya, 1980
895.63 KAW bt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>