Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11746 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fachru Nofrian
"Fokus utama skripsi ini adalah kritik atas fondasionalisme dalam pemikiran Richard Rorty, Metode yang digunakan bersifat deskriptif. Pemikiran (filsafat) modern dapat dikatakan titik equilibrium antara filsafat dan fondasionalisme daiam suatu masa. Ambisi Rorty adalah menjadikan filsafat bebas dari fondasionalisme. Rorty mengawali pembahasan tentang fondasionalisme dengan menelusuri para filsuf mulai dari Descartes sampai dengan Kant. Sedangkan filsuf seperti Husserl, Heidegger dan Russell juga dikatakan masih terjebak pada fondasionalisme. Agar dapat lebilt mudah dan tajam dalam memahami Rorty, perlu memahami pemikiran Filsuf tersebut dan juga Sellar, Quine, Rawls, Wittgenstein, Dewey. Peirce dan Davidson. Filsuf seperti tersebut yang pertama dibahas pada Bab 11, sedangkan yang terakhir dibahas pada Bab III. Karakter mendasar dari fondasionalisme adalah kesadaran dan kebenaran. Melalui kesadaran, semua penampakan adalah kesadaran atau ada dalam kesadaran. Eksistensi dan esensi ada dalam kesadaran. Dengan demikian ada keterpisahan antara kesadaran, dapat disebut ruang privat atau res cogitans dan natur, disebut ruang publik atau res extensa. Kesadaran kemudian berperan sebagai mahkamah pemikiran yang menentukan realitas, dengan demikian kesadaran mengatasi perbedaan esensi-eksistensi yang ada dalam filsafat atau pemikiran sebelumnya. Dengan adanya kesadaran. muncul kekuatan pikir sebagai penentu pengetahuan. Kesadaran merupakan pandangan yang terpisah dari realitas itu sendiri. Pada filsafat sebelumnya, tidak terdapat keterpisahan yang mampu memberikan kekuasaan pengetahuan pada manusia ini. Konsekuensi logis dari kekuatan pikir ini adalah munculnya sumber pengetahuan: rasionalitas dan empirisitas; pemilik pengetahuan, yaitu subyek dan yang diketahui, yaitu obyek; dan kondisi pengetahuan : subyektivitas dan obyektivitas. Kebenaran adalah keakuratan dan ketepatan representasi dengan realitas, disebut juga korespondensi. Filsafat Rorty merupakan usaha menghilangkan kesadaran yang memiliki keyakinan dan pengetahuan yang berada dalam kesadaran tersebut. Untuk itu, ia memulai filsafatnya dengan mengotak-atik ontologi epistemologi, yaitu mental-fisikal. Ia menganalisa antara mental-fisikal dengan partikularitas-universalitas. Selama ini, mental merupakan properti pengetahuan yang dimiliki subyek yang ada secara intuitif melalui kesadaran. Mental menghasilkan reduksi realitas universal, sementara realitas yang belum direduksi adalah realitas partikular atau hanya penampakan. Akibatnya, pengetahuan bergantung pada mahkamah pemikiran. Rorty menolak inidengan melihat bahwa ontologi adalah realitas partikular-universal saja, bukan mental-fisikal. Dengan kata lain, mental-fisikal hanyalah bagian dari distingsi ontologi partikular-universal itu tadi. Dengan ontologi epistemologi tersebut, maka pengetahuan lebih bergantung pada konteks daripada pada kesadaran. Kalaupun kesadaran ada, maka ia ada dalam konteks, yang artinya lebih ditentukan oleh proses sosial, justifikasi sosial dan sebab sosial. Di sinilah bahasa menjadi hanya bahasa, bukan gambaran realitas yang paling benar ataupun yang paling Ada. Bahasa tidak lagi memiliki unsur-unsur metafisis, baik itu melalui logika matematika ataupun logika bahasa, dan terlebih lagi tidak ada penentuan makna dari bahasa atas suatu realitas secara mental. Intuisi yang berasal dari mental digantikan intuisi sosial yang bersifat spontan. Pengetahuan ini bukan berarti tidak ada makna, tapi justru menjadi banyak makna. Konsekuensi dari pemikiran ini adalah tidak ada kebenaran yang absolut, kebenaran adalah permainan bahasa dan bersifat historis, bukan ahistoris. Kebenaran bersifat kontingen (berubah), bukan necessary. Oleh karena itu, seluruh perangkat pengetahuan, seperti rasionalitas dan obyektivitas yang selama ini menjadi house of knowledge dari ilmu pengetahuan menjadi banal (tumpul), lebih jauh lagi, itu semua adalah mitos. Rorty ingin mengembalikan semua kekuasaan pengetahuan pada manusia itu sendiri, bukan pada kesadaran yang bersifat nonhuman tersebut. Intuisi spontan membawanya pada metafora. Baginya metafora penting karena bisa memperluas ruang logis yang kemudian diilmiahkan melalui proses sosial dan justifikasi sosial. Definisi-definisi seperti: sejarah adalah semata-mata perjuangan kelas. cinta adalah satu-satunya aturan, adalah sebuah metafora yang kemudian mengalami justifikasi sosial menjadi definisi dari sesuatu. Implikasi sosial pemikiran Rorty adalah perlunya percakapan (konversasi) dalam menghilangkan masalah utama manusia, yaitu kesendirian. Baginya, semua metode ilmu pengetahuan bukan ditujukan untuk menekankan realisme, yaitu korespondensi yang paling akurat dengan realitas partikular diluarsana, tapi hanya suatu metafora yang mungkin berguna bagi suatu jaman, atau masa, sebelum diperluas lagi oleh metafora lainnya. Ia lebih melihat percakapan sebagai suatu evolusi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S16109
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilson Wijaya
"Kapitalisme sebagai sistem yang muncul di tengah-tengah masyarakat industri menjadi fenomena tersendiri di dalam relasi kehidupan manusia. Karl Marx sebagai seorang pemikir ekonomi, menemukan kontradiksi di dalam relasi kapitalisme ini, yaitu relasi kelas borjuis dan proletar. Ia menyatakan bahwa relasi hanya sekedar membawa kemunduran terutama bagi nilai-nilai kehidupan manusia, untuk itu diperlukan suatu gagasan final untuk mengakhiri relasi kelas ini dengan cara melakukan perjuangan kelas. Namun nyatanya gagasan finalitas Marx yang dianggap sebagai klimaks dari tatanan masyarakat belum bersifat menyeluruh menyentuh kefinalitasan tersebut, banyak celah yang masih dapat dikaji lebih mendalam. Slavoj Zizek sebagai pemikir Post-Marxian mencoba untuk mengkritik gagasan finalitas yang diusung oleh Marx. Menurutnya gagasan finalitas melampaui proses pembentukan subjek yang bersifat kontingen dan selalu berusaha untuk merevisi tatanan- tatanan simbolik yang ada.

Capitalism as a system that appears in the middle of an industrial society become a phenomenon in the relation of human life. Karl Marx as an economic thinker, finding contradictions in its relation, the relation of the bourgeois and the proletariat. He stated that the relationship just decreasing human value, so that it needed a final idea to solve this class relationwith take a class struggle. But in fact the idea of finality considered the climax of the whole society is not yet touched the finality itself, many gaps still needed to be studied more in depth. Slavoj Zizek as Post-Marxian thinker tried to criticize the idea of finality brought by Marx. According to him, the idea of finality beyond forming process that is contingent and subject always trying to revise the arrangements existing symbolic."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S52532
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yus Novita S.
"Penelitian mengenai pemanfaatan perpustakaan di Sekolah Bina Nusantara dilakukan pada bulan Juni 2006, tujuannya adalah menggambarkan pemanfaatan perpustakaan oleh siswa SMU di sekolah tersebut beserta kendala-kendala pemanfaatannya. Pengumpulan data dilakukan dilakukan melalui penyebaran kuesioner, wawancara dan melakukan pengamatan, penulis juga melakukan studi bibliografis untuk menunjang kelengkapan data penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pengguna perpustakaan telah memanfaatkan Perpustakaan Sekolah Bina Nusantara.. Hal ini dapat diketahui dari data bahwa seluruh responden pernah mengunjungi perpustakaan untuk menunjang kegiatan belajar mereka. Dari segi pemanfaatan buku menunjukkan bahwa semua subjek buku yang tersedia di Perpustakaan Sekolah Bina Nusantara sudah dimanfaatkan. Dari semua subjek buku yang dimanfaatkan, subjek buku dengan frekuensi pemanfaatan terbanyak adalah buku dengan subjek kesusastraan (800)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S16095
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Rossiana Atmodjo
"Tesis ini membahas kritik yang disampaikan oleh Friedrich August Hayek terhadap sosialisme yang mengancam semangat kebebasan ekonomi liberalisme klasik.Kebebasan merupakan instrument sentral untuk meraih kualitas hidup yang lebih baik melalui adanya ruang bagi pribadi dan pengembangan individu. Segala bentuk koersi dan paksaan terhadap individu yang bukan merupakan semangat liberal perlu dipisahkan secara jelas sehingga tidak mengancam masyarakat kepada penyelewengan kekuasaan yang akan berujung pada totalitarianisme.

This thesis is to examine the critics delivered by Friedrich August Hayek to socialism which threaten the spirit of liberty held by classical liberalism economy. Liberty is the central instrument to reach better quality of living by ensuring private space and individual development. Any kind of coercion and forces to an individual which are not the essence of liberalism need to be separated clearly and distinctively in order to avoid the people to any abusive power that will ended to totalitarianism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46348
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titus, Harold H.
Jakarta: Bulan Bintang, 1984
100 TIT p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Maoza
"Antifragile merupakan pendekatan yang dirumuskan Nassim Nicholas Taleb untuk merespons peristiwa dengan probabilitas kecil yang memiliki dampak signifikan. Peristiwa yang disebutnya sebagai black swan ini memiliki properti yang menjadikan metode konvensional tidak dapat memprediksi kemunculan nya, sehingga Taleb menghadirkan Antifragile sebagai alternatif. Antifragile merupakan pendekatan berbasis kualitas yang mencoba menilai kerentanan suatu sistem dengan me determinasi apakah ia memiliki kualitas fragile, robust atau antifragile sebagai kualitas. Tulisan ini bertujuan untuk memperkenalkan pendekatan antifragile melalui konsep nonlinear. Artikulasi lebih lanjut terhadap pendekatan ini diharapkan menunjukkan dua kekurangan yang dimiliki pendekatan bersangkutan. kekurangan pertama berupa kesulitan dalam me determinasi kualitas berkaitan dengan jenis black swan yang di persepsi. kekurangan kedua ditunjukkan dengan memperlihatkan kontradiksi antara gagasan antifragile dengan konsep black swan dalam tulisan Taleb yang sebelumnya.

Antifragile is an approach formulated by Nassim Nicholas Taleb as a response to an event that has small probabilities with significant impact. This event, known as the black swan, has characteristics that make it impossible for traditional methods to predict its emergence. As an alternative, Taleb presenting antifragile as a replacement. Antifragile is a quality-based approach that tries to assess system vulnerability to determinate if the system concerned had a fragile, robust, or antifragile as quality. The purpose of this article is to introduce the concept of antifragile as a respond to the black swan using asymmetry and non-linearity. Further elaboration of this view is expected to show that there are two shortcomings within the said approach. First shortfall concerned with a difficulty to determinate the quality of system related to the type of black swan perceived. The second shortfall is showed by point a contradiction between antifragile idea and concept of black swan within Taleb previous discourse."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bur Rasuanto
"Skripsi ini adalah tesis Gregory Bateson mengenai akalbudi, atau yang dalam bahasa Inggeris disebut mind. Faham Barat mengenai akalbudi selama ini dalam garis besarnya mengambil dua cara pendekatan. Pertama, mendekati akalbudi itu dengan pertanyaan: apakah akalbudi? Kedua, mendekatinya dengan melihat akalbudi itu sebagai sesuatu yang bersifat psikis dan bertanya: apakah fakta-fakta psikis, sifat mental atau proses psikis itu? Yang pertama mendekati akalbudi dengan mempersoalkan substansinya. Yang kedua mendekati akalbudi dengan mempersoalkan esensinya..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1982
S16021
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hehakaya. Shane Antoinetta
"Skripsi ini merupakan telaah filosofis terhadap sistem demokrasi dalam masyarakat pluralis saat ini, yang mana kondisi di dalamnya terjadi penyingkiran subyek sehingga menjadi subyek bagian yang tak memiliki bagian. Hal ini memberikan celah bagi terjadinya kesalahan hitung yang memunculkan kondisi ketidaksetaraan. Praktik-praktik polis dalam masyarakat, melalui logika polisinya memunculkan distribusi sensibilitas yang mengklasifikasikan subyek-subyek di dalam sistem.
Adanya pengklasifikasian dalam hal apapun menurut Rancière merupakan kondisi ketidaksetaraan. Menanggapi masalah ketidaksetaraan ini, terdapat solusi yang berpotensi memberikan jalan keluar, yaitu dengan cara subyek berada dalam posisi politiknya untuk berpartisipasi secara aktif dalam merebut kesetaraannya. Tindakan politik yang dapat dilakukan subyek adalah dengan melalui disensus yang berwujud pada deklasifikasi.
Terkait dengan permasalahan di atas, polis juga tidak dapat begitu saja dihilangkan, namun cara yang dapat dilakukan adalah dengan terus menerus mengungkap apa yang tersembunyi di dalam polis. Disensus sebagai jalan untuk mengkonfrontasi partisi sensibilitas dengan cara berpartisipasi aktif sebagai subyek politik untuk merebut kesetaraan. Upaya ini merupakan bentuk politik demokratisasi sebagai proses disensus.
Tulisan ini bertujuan untuk mengingatkan kembali akan pentingnya menyertakan seluruh subyek dalam sistem demokrasi, sehingga setiap subyek dapat mencapai kesetaraannya secara aktif. Aspirasi yang diperjuangkan pada tulisan ini merupakan suatu kritik terhadap sistem demokrasi yang menyingkirkan subyek-subyek di dalam sistem.

This thesis is an exploration of philosophical about democracy system in the pluralist society today, in which the elimination of subject occurs. Therefore, this would be the subject that is called the part that has no part. The calculation error might arise and this also could lead to the inequality. Moreover, the police practice in society that exists through its policy of logic will lead to the distribution of the sensibility of subject classification in the system.
According to Rancière, inequality will occur whenever classification exists in whatever situation. In regards to the inequality, there is an alternative that could potentially solve this issue. This could be solved if the subject in their political position participates actively in gaining their equality. For instance, subject can do a tangible dissensus in declassification.
In this case, it does not necessarily mean that a police could be removed. It would be better if we do investigation frequently to reveal something that is hidden in the police. Dissensus is a way to confronting partition of the sensibility through the active participation in achieving equality as a political subject. These efforts are form of political democracy as a dissensus process.
This thesis aims to remind us about the importance of including the entire subject in the democracy system, and thus, every subject can achieve its equality actively. The aspiration in this thesis is a criticism toward democracy system that eliminates subjects in the system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43070
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Ostina E.
Jakarta: Yayasan Sumber Agung, 1997
142.76 PAN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muthahhari, Murtadha
Jakarta: Al-Huda, 2004
297.61 MUT ft
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>