Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14418 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Robby Wahyudi Gusti
"Hollywood dapat bertahan hingga hampir satu abad lamanya baukan dengan perjalanan sejarah yang mulus saja. Jatuh bangun industri film dari dekade ke dekade tidak membuat para pengusaha film di Hollywood menyerah, melainkan membuat mereka semakin kuat dan terus berusaha memperbaiki diri hingga dampai dipuncak. Holywood adlah kisah sukses perjuangan panjang untuk menjadi yang terbaik. Salah satu masalah besar yang muncul dan mengancam kelangsungan industri film Hollywood terjadi pada pasca Perang Dunia II. Masyarakat Amerika Serikat mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat dan membuat daya beli jadi semakin tinggi. Namun perkembangan tersebut berbanding terbalaik dengan pemasukan yang didapat Hollywood. Animo masyarakat untuk menonton film di bioskop-bioskop semakin menurun pada akhir tahun 1940-an hingga decade 1950-an. Keadaan tersebut memaksa pengusaha bioskop untuk gulung tikar dan membuat panic studio-studio di Hollywood karena bisnis yang mereka jalani semakin menunjukkan grafik menurun. Hal ini diperparah dengan dakwaan praktik monopoli terhadap delapan studio bear Hollywoodyang membuat mereka harus melepaskan jaringan bioskop dan tidak lagi menggunakan sistem studio yang bercirikan integrasi vertical yang merupakan pondasi industri mereka selama ini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S12408
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivi Safitri Sulistyowati
"Masalah yang dikemukakan dalam skripsi ini adalah dapatkah baby boom dianggap sebagai indikator optimisme masyarakat Perancis pasca Perang Dunia II. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk menunjukkan bahwa baby boom dapat dianggap sebagai indikator optimisme masyarakat Perancis pasta Perang Dunia II. Konsep-konsep yang digunakan sebagai dasar analisis mencakup konsep pergerakan penduduk, lahir hidup, lahir mati dan mati, pertumbuhan penduduk, pengertian baby boom dan pengertian optimisme. Hasil analisis memperlihatkan bahwa baby boom dapat dianggap sebagai indikator optimisme masyarakat Perancis pasca Perang Dunia II."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S14548
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riezky Darma Setyawan
"ABSTRAK
Kebijakan pemerintah Amerika Serikat (AS) mengahadapi situasi Perang Dunia II adalah mempersiapkan pertahanan ke dalam yang tangguh. Untuk itu segala potensi industri dialihkan untuk pembangunan kekuatan militer. Dalam konteks sejarah AS di abad ke-20, kebijakan mengenai penggunaan aspek militer sebagai alat penentu keputusan politik luar negerinya adalah suatu hal yang sangat panting. Walaupun kita mengetahui bahwa tatanan politik dan sosial negara tersebut sangat jauh dari sifat yang militeristik. Kebijakan pertahanan tersebut memiliki doktrin yang terkait dengan aspek kematraan atau alam tempat bernaung suatu angkatan perang.
Pesawat pembom strategis dan aspek politik-ekonominya yang menjadi bahan penelitian di dalam skripsi ini terikat ke dalam sebuah doktrin bermatra udara. Doktrin ini dihasilkan dari sebuah perdebatan mengenai pengesahan konsepsinya pada tahun I 920'an. Perdebatan itu berpangkal dari belum terujinya konsep tersebut ke dalam situasi yang nyata. Doktrin itu kemudian bisa diwujudkan bersama dengan tujuan politik AS dalam percaturan dunia yang tengah dilanda perang. Kegiatan industri manufaktur saat itu yang merupakan inti dari kebesaran ekonomi dan kemenangan militer AS.
Kegiatan ini pula memberikan arti yang panting terhadap keberadaan industri swasta yang didorong oleh kebijakan pemerintah. Hal ini ditambah oleh peranan lembaga militer yang secara langsung menerapkan doktrin tersebut yang memiliki peranan dalam perancangan dan pengelolaan produksinya.

"
2001
S12401
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jaqualine Lukman
"Literature review ini menjelaskan bahwa konstruksi persepsi terhadap pengungsi berevolusi sesuai dengan situasi internasional saat itu. Kepentingan negara juga turut berperan dalam pembentukan konstruksi. Definisi pengungsi juga tidak lepas dari adanya konstruksi persepsi terhadap pengungsi. Saat berakhirnya Perang Dunia II, pengungsi dipersepsikan sebagai korban, lalu menjadi alat kepentingan politik saat Perang Dingin. Seiring dengan munculnya pengungsi dari Dunia Ketiga, pengungsi mulai dipersepsikan sebagai ancaman. Ini menunjukkan adanya pergerakan persepsi dari korban ke ancaman, di mana dua persepsi ini saling bertolak belakang. Dua persepsi ini menafikan kemampuan agensi kepada pengungsi dan memicu generalisasi yang dapat berakibat pada salah penanganan.

This literature review explains that the construction of these perceptions evolves by international situation. State interests also play a role in the construction. The definition of refugees is inseparable from the perception of refugees. When the World War II ends, refugees were perceived as victims. Refugees then became political pawn in the Cold War era. Following the emergence of Third World refugees, refugees were perceived as threat. This shows a shift from victim perception to threat perception. These perceptions also become contending perceptions at the same time. Both of these perceptions deny the agency capability of refugees and could trigger generalization that leads to unsuitable approaches.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mossadeq Bahri
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Susanti
"Orang Korea yang tinggal di Jepang saat ini, sebagian besar adalah keturunan orang Korea yang datang ke Jepang pada saat penjajahan Jepang di Korea. Dalam bahasa Jepang mereka disebut Zainichi yang berarti ada (tinggal) di Jepang. Orang Korea melalui pengalaman historis penjajahan Jepang mengalami penderitaan termasuk diskriminasi, kemudian generasi mudanya mulai berbaur dengan masyarakat Jepang dan mereka mempunyai keinginan untuk terus tinggal di Jepang. Hal ini membuat identitas orang Korea menarik untuk dibahas, apakah masih sebagai orang Korea atau orang Jepang, atau tidak keduaya.
Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang identitas orang Korea yang majemuk. Untuk mendapatkan gambaran identitas orang Korea yang majemuk, skripsi ini menggunakan studi kasus pengalaman hidup tiga orang Korea generasi ketiga yang lahir dan dibesarkan di Jepang.
Skripsi ini menggunakan teori Stuart Hall yang melihat individu memiliki berbagai macam identitas (lebih dari satu) dalam berhubungan dengan dunia sosial yang berbeda yang ditinggali. Dari pengalaman hidup ketiga orang Korea, didapatkan bahwa mereka akan memposisikan dirinya sebagai orang Jepang jika berada dalam lingkungan masyarakat Jepang dan pada saat-saat tertentu mereka akan mengambil identitas sebagai orang Korea, misalnya dalam kehidupan keluarga, keikutsertaan dalam organisasi yang berhubungan dengan Korea, dan lain-lain. Jadi dalam kehidupannya mereka mengambil identitas yang berbeda pada waktu yang berbeda.
Dalam kemajemukan identitas, ketiga orang Korea yang dibahas (Lee Jae-Soo, Tokumizu Mitsuo, dan Yu Hwa-Mi) memiliki kecenderungan yang berbeda. Lee Jae-Soo lebih merasa sebagai orang Korea Utara (Zainichi Chousenjin), Tokumizu Mitsuo lebih merasa sebagai orang Jepang, dan Yu Hwa-Mi lebih merasa sebagai orang Korea (kelompok etnis) yang tinggal di Jepang, Zainichi Korian (tidak sebagai orang Korea Utara atau Korea Selatan, dan juga tidak sebagai orang Jepang). Dalam hal ini orang Korea memiliki identitas sebagai orang Jepang, Zainichi Chousenjin (orang Korea Utara), Zainichi Kankokujin (orang Korea Selatan), dan Zainichi Korian (mengacu pada Korea sebagai kelompok etnis di Jepang). Pemuda Korea yang menamakan dirinya Zainichi Korian merupakan salah satu cara untuk mengungkapkan identitas mereka sebagai kelompok etnis di Jepang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S13625
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iswandi Nur
"Membahas semua kebijakan Pemerintah AS pada masa keterlibatan di Perang Dunia II terutama dalam industri senjata. Tanggal 7 Desember 1941 merupakan awal keterlibatan AS secara langsung (walaupun sebelumya hanya terlibat pada bantuan perekonomian terutama penjualan senjata ke beberapa negara yang berperang) ke PD II ditandai dengan penyerangan Pangkalan Militer Angkatan Laut AS Pearl Harbor di Kepulauan Hawaii oleh Jepang yang bergabung dengan Poros AXIS (Jerman dan Italia). Dengan kerugian yang sangat besar maka sehari setelahnya yaitu pada tanggal 8 Desember 1941 AS mengumumkan Perang dengan Jepang dan Sekutunya. Mulai saat itu AS mengerahkan segala Sumber Daya manusia dan Alam untuk mendukung kebutuhan perang. Lembaga-lembaga yang saling berkait dan pabrikan-pabrikan senjata dibuat. Dalam pelaksanaan kebijakan perang tidaklah selalu bisa berjalan dengan mulus. Hal tersebut dikarenakan perputaran kebijakan yang ekstrim dari isolasionis ke intervensionis, sehingga cukup mendapat tentangan dari sebagian masyarakat. Walaupun membuat masyarakat AS bersilang pendapat, akhirnya kebijakan tersebut dapat terealisasikan dengan baik. Dampak positif selain kemenangan yang didapati, keterlibatan AS di PD II akhirnya meningkat perekoniomian secara tajarn setelah sebelumnya terpuruk karena depresi ekonomi pada tahun 1930-an."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12482
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dudy S. Budirianto
"Pecahnya Perang Dunia II di tahun 1939 sebagai akibat dari kegiatan ekspansi wilayah Jerrnan yang dikuasai rezim NAZI di daratan Eropa telah menyeret keterlibatan sejumlah negara besar di kawasan ini yakni Inggris, Prancis serta Rusia yang bersekutu menghadapi Jerman dibantu oleh Italia. Akan tetapi setelah terjadi tragedi Pearl Harbor (1941), Amerika Serikat yang awalnya bersikap netral secara langsung melibatkan dirinya ke dalam Perang Dunia II bersama pihak Sekutu menghadapi kekuatan pihak Jerman, Jepang dan Italia. Pemerintah Amerika kemudian mengadakan mobilisasi di dalam negeri bagi kepentingan perang khususnya terhadap berbagai sektor industri untuk rneningkatkan produksi peralatan militer dan penyediaan sumber daya manusia. Untuk hal yang terakhir itu, kaum pria yang memenuhi persyaratan diserap ke dalam dinas militer yang kemudian di kirim ke garis depan. Dan untuk mengisi posisi tenaga kerja di sektor industri perang yang mendapat prioritas utama dari pemerintah, tenaga kaum wanita diandalkan sebagai pekerja dalam kegiatan sektor ini. Di antara kaum wanita yang terlibat dalam kegiatan sektor industri saat perang berlangsung, terdapat kaum pekerja wanita kulit putih yang sebelumnya berkutat pada pekerjaan domestik wanita seperti binatu, penjahitan maupun industri tekstil sebagai ladang penghasilan untuk kebutuhan hidup sehari-harinya. Keterlibatan kaum pekerja wanita kulit putih dalam kegiatan sektor industri perang ini di dorong oleh upayanya untuk bangkit dari keterbatasan kemampuan ekonomi sehari-hari, Sehingga taraf kehidupannya dapat meningkat seperti halnya kaum wanita kulit putih golongan menengah yang tidak perlu lagi bekerja di luar rumah untuk menopang pendapatan keluarganya. Hai ini juga dipengaruhi oleh daya tarik dari kebijaksanaan pemerintah dalam memobilisasi sektor industri perang dengan pemberian prioritas utama industri perang dan dalam upaya menyerap kaum wanita sebagai pekerja. Selain itu, sektor industri perang menawarkan upah lebih besar dibandingkan sektor pekerjaan lain serta kesempatan untuk mendapatkan pelatihan tentang seluk beluk kegiatan di sektor industri perang. Meskipun kemudian ternyata terdapat perbedaan antara besarnya upah yang diterima pekerja wanita lebih kecil dibandingkan upah pekerja pria untuk jenis pekerjaan yang sama. Selama dalam kegiatan kerja di sektor industri perang, baik kaum pekerja wanita kulit putih maupun wanita yang lain dari keluarganya mengalami beberapa dampak seperti penyediaan kebutuhan pangan dan perawatan anak-anaknya saat ditinggal bekerja dan perpindahan atau migrasi untuk mencari lowongan kerja pada sektor industri perang di daerah lain. Beberapa dampak turut menjadi perhatian pemeritah dalam upaya mencarikan pemecahannya, oleh sebab tenaga kaum wanita termasuk diantaranya kaum pekerja wanita kulit putih dibutuhkan secara aktif dalam kegiatan sektor industri perang bagi kemenangan pihak sekutu pada Perang Dunia II."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S12210
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munifah Sukma Zahara
"ABSTRAK
Tulisan ini membahas tentang film Kaze Tachinu dengan fokus kepada teknologi alat perang yang digunakan Jepang pada masa Perang Dunia II. Tujuan dari penelitian ini untuk menunjukkan bahwa film Kaze Tachinu sebagai media untuk mengkritik teknologi yang Jepang gunakan pada masa perang dunia II. Data yang digunakan untuk penelitian ini diambil dari salah satu film animasi Studio Ghibli berjudul Kaze Tachinu (2013). Agar analisis data terlihat dengan jelas, dilakukan pendeskripsian berdasarkan dialog dan beberapa adegan, lalu dianalisis dengan mengategorikan bagian realita dan fantasi di dalam film. Analisis yang dilakukan dalam penelitian menggunakan konsep fantasi dalam kesusastraan Jepang modern milik Susan J. Napier. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa teknologi pesawat yang digunakan Jepang pada masa perang justru membawa Jepang pada kehancuran.
Sedangkan penggunaan fantasi di dalam karya ini adalah sebagai bentuk subversif terhadap teknologi pesawat yang menghancurkan. Dengan demikian, keberadaan film ini dapat dimaknai sebagai kritik teknologi pada masa Perang Dunia II di Jepang.

ABSTRACT
This paper discusses film Kaze Tachinu by focusing on technology used by Japan during World War II. The objectives of this paper was to show that Kaze Tachinu was used as a medium to criticize the technology that Japan used during World War II. The data for this paper was collected from one of the animated films made by Studio Ghibli entitled Kaze Tachinu which was released in 2013. In order
to obtain the objectives of this research, the data was analyzed by describing dialogues and scenes, then analyzed bycategorizing which parts is reality and fantasy in the film. The analysis of this research used Fantasy Theory in modern Japanese literatures from Susan J. Napier. The results of this analysis show that aircraft technology used by Japan during the war were actually brought Japan to destruction. While the fantasy part in this film used as a form of subversity towards its destructive technology. Thus, the existence of this film functioned as a criticism of technology during World War II in Japan."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Putri Indriyansyah
"Upaya Perlindungan Diri Perempuan dari Pelecehan Seksual Pada Perang Dunia II dalam Film Anonyma: Eine Frau in Berlin Karya Max Färberböck

The issue of sexual harassment against women is an issue that has long been a topic of discussion in the world. Sexual harassment of women is formed from the existence of hegemonic masculinity. According to Gramsci, hegemony is a form of domination and power, in short, hegemonic masculinity can be interpreted as a form of domination and power exercised by men over women. This is common in various social circles, therefore women
fight for their rights and demand gender equality. This research will raise the issue of identity change caused by hegemonic masculinity against the main female character Anonyma in Germany during World War II, through the film Anonyma: Eine Frau in Berlin. This research uses a qualitative approach and literature review through books, journals and scientific articles. The main focus of this research is the actions of the Russian army and the situation in the environment that supports the identity change and struggle of the figures Anonyma. How the surrounding environment can influence the process of forming the identity of Anonyma's character and the struggles he undertakes. This is answered by using the theory place identity and using cinematographic techniques in analyzing scenes in the film. The results of the analysis show that a person's identity can be formed through environmental influences, as well as the struggles that women waged by arranging strategies to protect themselves from sexual violence during World War II.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>