Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116487 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erik Cahyanta
"Emosi merupakan salah satu elemen yang mempengaruhi kehidupan manusia . Psikologi telah banyak melakukan penyelidikan terhadap emosi. Dalam perkembangan pengetahuan, fenomenologi muncul dan menjadi sebuah metode alternatif. Fenomenologi menjadi sebuah cara berfilsafat revolusioner yang mengajak kita untuk kembali kepada fenomena itu sendiri. Dalam fenomenologi, diutamakan sikap internasional antara sebujek dan objek. Fenomenologi mengajak pelakunya untuk bersikap seperti pemula. Fenomenologi psikologi berusaha mendeskripsikan makna dari pengalaman manusia tanpa merujuk kepada penjelasan sistematik. Fenomenologi sendiri membawa Sartre kepada sebuah gambaran tentang ada-nya manusia. Hal itu dirumuskan dalam konsep eksistensialisme dengan diktum eksistensi mendahului esensi. Sartre dalam bukunya, Sketch for a Theory of the Human Emotions, menjabarkan teorinya tentang emosi. Emosi adalah ekses dari cara kita melihat dan mengerti dunia. Cara kita melihat dan mengerti dunia adalah sebuah pilihan eksistensial"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S16110
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hari
"Tesis ini bermaksud mempermasalahkan pemikiran Sartre tentang kebebasan total. Penulis berpendapat bahwa manusia adalah kebebasan tanpa batas seperti dinyatakan Sartre tidaklah tepat. Sebaliknya pernyataan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan juga tidak tepat. Tesis membatasi kajian pada paham Sartre tentang kebebasan manusia, dengan sumber bacaan primer menggunakan buku Being and Nothingness dan buku-buku sekunder yang berkaitan dengan masalah kebebasan.
Masalah pokok yang diangkat adalah: Apakah manusia sungguh-sungguh memiliki kebebasan total seperti yang dinyatakan Sartre? Sejauh mana manusia sungguh-sungguh memiliki kebebasan? Apakah kebebasan dalam pandangan Sartre sesuai dengan realitas manusia atau hanya ada dalam pikiran manusia saja? Dapatkah kebebasan didamaikan dengan determinisme?
Tesis bermaksud mencermati dan memberi makna kebebasan manusia dengan melakukan telaah kritis pemikiran Sartre tentang kebebasan sehingga membuka perspektif baru yang lebih luas tentang makna kebebasan manusia. Hasil kajian diharapkan dapat bermanfaat dalam kerangka korisientisasi dan ajakan untuk terus-menerus merefleksikan apa yang sungguh-sungguh bernilai dan perlu ditingkatkan bagi hidup manusia, yaitu menjadi manusia yang memiliki kesadaran, kebebasan dan tanggung jawab. Metode yang digunakan adalah metode ekploratif, kritis, analitis dan sintesis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hawasi
"Penelitian konsep manusia menurut falsafat Iqbal dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana Iqbal menempatkan manusia dan mengkaitannya dengan filsafiat eksistensialisme. Penulis melihat bahwa keprihatinan Iqhal terhadap adanya dehumanisasi manusia modem, baik di Barat maupun di Timur, sama dengan keprihatinan para filsuf eksistensialis, seperti: Kierkegaard, Nietzsche,dan Sartre. Iqbal dan para filsufeksistensialis mencoba menawarkan suatu jalan `keselamatan' (salvation) bagi manusia modem agar tidak sampai terjerumus dalam apa yang disebut oleh Kierkegaard sebagai manusia `kerumunan (crowd). Penulis melihat beberapa upaya Iqbal yang tercermin dan kritiknya terhadap berbagai panam yang ada, yaitu: rasionalisme, empirisme, idealisme dan mistisisme. Kritik Iqbal tersebut sebagai upaya untuk menjawab problem-problem eksistensial manusia seperti yang menjadi perhatian para filsuf eksistensialis, yaitu: alienasi, kebebasan, ketuhanan, dan lain-lain.Igbal mencoba memberikan jawaban terhadap permasalahan krisis manusia modem tersebut.Berangkat dari permasalahan eksistensial manusia itulah penulis mencoba mencari jawabannya dari pemikiran Iqbal dan mengkaitkan pemikirannya dengan beberapa filsufeksistensialisme. Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dengan membaca karya-karya utama Iqbal dan beberapa buku penunjang tema penelitian. Metode yang dipakai oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, holistik, interpretasi, dan komparasi.Kemudian penulis mengkaitkan pemikiran Iqbal dengan beberapa filsuf eksistensialis, khususnya: Kierkegaard, Nietzsche Berta Sartre. Hasi1 penelitian menunjukkan bahwa Iqbal sangat menekankan kepada manusia konkret, unik dan bebas. Manusia, menurutnya, mempunyai kehendak kreatif, otonom yang dapat melampaui segala bentuk hukum yang deterministik dan kausalistik. Manusia dibekali oleh tiga potensi yang paling menunjang, yaitu: serapan inderawi, rasio, dan intuisi. Manusia yang dapat membudidayakan ketiga potensi tersebut akan mampu menjalani fungsi sebagai khalifah Tuhan di bumi yang Iqbal sebut insan kamil. Pada insan kamil Iqbal. dapat dijumpai unsur-unsur eksistensialis dari Ubermensch Nietzsche, religiusitas Kierkegaard, kebebasan eksistensial Sartre dan ditopang o!eh kedalaman intuisi Bergson serta dimbing oleh kearifan cinta-intuitif Rumi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S16031
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vike Mawadathan Thoyibah
"Masalah mental berupa kecemasan banyak terjadi di Indonesia. Masalah tersebut tidak mendapatkan penanganan yang tepatdan disertai denganadanya kendala dari dalam diri individu. Penanganan yang ada juga tidak mencakup seluruh kalangan di masyarakat Indonesia sehingga dikhawatirkan akan berakibat fatal seperti meningkatnya kasus bunuh diri. Kecemasan merupakan kondisi kejiwaan seseorang yang dipenuhi dengan kekhawatiran dan ketakutan akan sesuatu yang mungkin terjadi. Kecemasan ini berkaitan dengan konsep bad faithdalam eksistensialisme Sartre. Bad faith terjadi ketika kita berbohong pada diri sendiri karena ingin lari dari tanggung jawab kita. Tulisan ini menguraikan bagaimana pemikiran eksistensialisme Sartre dapat menjawab permasalahan kecemasan yang terjadi di masyarakat Indonesia.Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan pengumpulan data melalui studi pustaka dari sumber primeryang berasal dari buku-buku Sartre dan sumber sekunder dari penelitian-penelitian sebelumnya. Hasil dari metode tersebut berupa solusi konseptual yaitu konsep kebebasan yang dikemukakan oleh Sartre.Kebebasan merupakan hal yang tidak terpisahkan dari manusia karena manusia terlahir bersamanya. Pemahaman mengenai kebebasan akan mengantarkan manusia untuk menyelesaikan permasalahan kecemasan yang merupakan bagian dari bad faith

Mental problems such as anxiety often occur in Indonesia. The problem is not getting the right treatment and it’s accompanied by obstacles from within the individual. The existing treatmentdoes not cover the whole Indonesian society, so it is feared to have fatal consequences such as an increase in suicide cases. Anxiety is a mental condition of someone who is filled with worries and fears of something that might be happen. This anxiety is related to the concept of bad faith in Sartre's existentialism. Bad faith occurs when we lie to ourselves because we want to run away from our responsibility. This paper outlines how Sartre's existentialism can answer the problem of anxiety that occurs in Indonesian society. The method used in this paper is descriptive analysis by collecting data through literature studies with primary sources from Sartre’s books and secondary sources from previous papers or studies. The result of the method is conceptual solution that is the concept of freedom proposed by Sartre. Freedom is an inseparable thing from humans because humans are born with it. The understanding of freedom will lead humans to solve anxiety problems that are part of bad faith."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Shandy Donarisma
"Sebagian fenomena kerusakan lingkungan hadir karena adanya pembangunan peradaban modern. Asumsi kebebasan manusia mendasari peradaban ini dan membawa kontrak sosial sebagai bentuk manifestasinya. Persoalannya adalah kontrak hanya melibatkan manusia, dan tidak melibatkan lingkungan sebagai entitas yang otonom, tetapi sebagai properti. Gagasan humanisme baru diperlukan untuk mengungkap persoalan ini. Penyelidikan sejarah humanisme diperlukan untuk peta sumber masalah. Menghubungkan gagasan humanisme eksistensial Jean-Paul Sartre dengan fenomena kerusakan lingkungan dapat mengindikasikan kemungkinan lahirnya humanisme baru di masa depan.

The phenomenon of environmental damage is present due to construction of modern civilization. The assumption of human freedom is underlying this civilization and brought social contract as its manifestation. The issue is a contract only involve human and not involve the environment as an autonomous entity, but as property. The idea of new humanism is needed to unravel this problem. Investigation of the history of humanism is needed to map the source of the issue. Linking the idea of existential humanism Jean-Paul Sartre to the phenomena of environmental damage could indicate the possibility of a new humanism in the future.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S65700
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mendrofa, James Farlow
"Dalam pemahaman eksistensialisme, manusia diandaikan memiliki kebebasan. Kebebasan tersebut berada dalam perimeter faktitisitasnya sebagai manusia. Dalam memahami kebebasan eksistensial, manusia seringkali menganggap bahwa, kebebasan tersebut adalah kebebasan yang tidak mengandaikan tanggung jawab apapun. Dalam konsep Eksistensialisme Naturalistik yang ditawarkan dalam tesis ini, manusia dipahami dalam kealamiahannya namun ia tetap bisa eksis, dalam kebebasan proyeksi eksistensinya. Eksistensi manusia secara naturalistik, merupakan jawaban terbaik yang tersedia dalam kaitannya dengan kemanusiaan.

In existentialism understanding, human is considered to have freedom. That freedom is in the perimeter of her facticity as humanbeings. In order to understand the existential freedom, people often thinks that it has no relation with what so called responsibility. In this proposal of Naturalistic Existentialism concept,human being is understood through their human nature, but still they can exist, in their existence projective freedom. The existentialim through the naturalistic perspective is the best available answer to corelate the existentialism with humanism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T28935
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Brouwer, Martinus Antonius Wesselinus, 1923-
Jakarta: Gramedia, 1998
128 BRO a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Sylvia Utami
"Modus keberadaan manusia (etre pour soi) yang berbeda dengan benda-benda (etre en soi), telah melahirkan adanya ketidaktunggalan identitas. Ada esensi yang mencair sehingga manusia bisa menjadi apa dan bagaimana sesuai dengan kehendaknya, sehingga ketunggalan identitas menjadi hal yang mustahil bagi manusia. Penggunaan tokoh tidak bernama dalam salah satu novel Iwan Simatupang, yakni novel Kering telah menjadi sebuah metafora yang sangat menarik akan keberadaan identitas yang tidak tunggal. Ada kebebasan yang dimiliki oleh manusia untuk menentukan identitas yang ingin disandangnya, sehingga sewaktu-waktu bisa menjadi apa saja, kapan saja dan di mana saja. Salah satu Filsuf Prancis, Jean-Paul Sartre mengetengahkan kebebasan sebagai sesuatu yang mutlak dimiliki oleh manusia. Meskipun ada penghayatan terhadap nilai-nilai yang bisa mengurangi kebebasan itu sendiri (faktisitas), bagi Sartre kebebasan manusia tetap mutlak.

Existence of human which different with the objects is born the not single identity. There is the essence of the melt, so that man can become what and how in accordance with his will. In this case, the single of identity become impossible thing for humans. The use of character is not named in the novel from Iwan Simatupang, namely Kering has become a methapor which very interesting about the existence of identity that not single. There is a freedom which is owned by humans to determine the identity of themselves, so that can be anything, anytime and anywhere. One of the French Philosopher, Jean-Paul Sartre explores freedom as an absolutely things. Although there is something that could reduce the value of freedom (Facticity), humans still have their freedom as an absolute."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S11
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sartre, Jean-Paul
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002
142.78 SAR e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yeremia Putra Pradana
"Untuk mencapai eksistensi, manusia memerlukan pihak lain untuk menciptakan suatu relasi sosial. Dalam proses ini, manusia hendaknya mampu menerima dan berinteraksi dengan pihak lain demi mencapai eksistensi. Di jaman modern ini, teknologi menjadi bagian penting dalam kehidupan dan sangat mungkin bagi teknologi menjadi bagian dari ‘pihak’ lain. Jurnal ini berfokus pada relasi unik yang tercipta antara manusia dan teknologi dalam film Her (2013) oleh Spike Jonze. Ketika manusia bertemu dengan teknologi, hubungan mereka menjadi lebih kompleks sebab merupakan dua ciptaan yang berbeda. Meminjam pemikiran Martin Buber tentang eksistensialisme manusia, jurnal ini melakukan analisa terhadap kemungkinan dan keterbatasan interaksi hubungan eksistensial antara manusia dan teknologi. Menilik pada emosi dan logika pikir pihak teknologi untuk menjadi sama dengan manusia, jurnal ini hendak membedah bagaimana subyek, yaitu manusia dan teknologi dapat bersatu menjalin hubungan romantis yang bergantung pada sikap seseorang dalam menghadapi masalah dan kondisi suatu hubungan.

To exist, human being needs others to create social relations. In that process, human should accept and interact with others so that they can exist. In this modern era, technology becomes a significant part of human life, and, it is possible for technology to be “the others”. Examining a movie by Spike Jonze titled Her (2013), this essay spotlights a unique relationship between human and technology. When human creates relation with technology, the problem is more complex since the relation is between two different creatures. Using Martin Buber’s theory about human existentialism, this essay will analyze the possibility as well as the limit of human-technology interaction. By criticizing the subject’s emotion and logic in the process in which technology exist like a human being, this writing will highlight how the subjects, both human being and technology could coexist and engage in romantic relations, which depends on how humans reacts to the problems and conditions of the intimacy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>