Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100596 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Siregar, Tagor M.
"Penelitian ini benujuan untuk mengetahui penyimpangan yang teljadi terhadap
kondisi yang diperkirakan (diproyeksikan) dalam penyusunan rencana
kota Cirebon.
Penyirnpangan yang teljadi diketahui berdasarkan evaluasi terhadap Rencana
Induk Kota (RIK). Evaluasi dilakukam terhadap beberapa variable penentu, yaitu
Struktur pemanfaatan mang, stmktur utama tingkat pelayanan kota, system utama
jaringan transportasi dan system utamajadngan utilitas kota.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif berdasarkan
data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat penyimpangan dari kondisi yang diperkirakan (diproyeksikan) dalam
penyusunan Rencana Induk Kota Cirebon Nilai penyimpangan rata-rata (%) dari
Evaluasi Rencana Induk Kota Cirebon adalah 80,61
Berdasarkan ketentuan Departemen Dalam Negeri cq Dirjen Pembangunan
Daerah No. 850/803/BANGDA Maret 1993, tentang penilaian evaluasi RIK
-yaitu apabila penilaian evaluasi PJK menghasilkan angka > 50, maka RIK
tersebut harus ditinjau kembali."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T16800
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Guntur B. Kertabudi
"Penelitian dilakukan dengan tujuan, di satu pihak untuk mengetahui upaya pengembangan organisasi Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, di lain pihak untuk menelaah tingkat efektivitas organisasi Dinas dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung.
Penelitian ini menerapkan metode deskriptif analisis yang dimaksudkan agar secara jelas dan faktual dapat menggambarkan berbagai permasalahan yang sedang dihadapi Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung pada saat penelitian dilaksanakan, serta berdasarkan data yang berhasil dihimpun, kemudian dianalisis untuk memperoleh kesimpulan.
Bertitik tolak dari analisis sebagaimana dipaparkan di atas, diperoleh gambaran bahwa latar belakang pengembangan organisasi Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, sifatnya sangat birokratis, atau didominasi atau terlalu berorientasi kepada dasar hukum baik yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat, maupun beberapa dasar hukum yang diterbitkan. oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung.
Dengan kata lain pengembangan organisasi Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, kurang memperhatikan kerangka kerja teoritik yang merupakan prinsip-prinsip pengembangan organisasi. Kenyataan tersebut menyebabkan hasil dari pengembangan organisasi tersebut belum sepenuhnya dapat menjawab atau mengatasi tantangan tugas yang semakin kompleks."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T3605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Cynthia Setiawati
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
TA3542
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elis Kantiningsih
"ABSTRAK
Air sebagai sumber kehidupan mempunyai arti penting dalam memberikan hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu keberadaan air perlu dilestarikan. Dampak gangguan yang terjadi oleh lingkungan alam maupun non alam seperti perkembangan industrialisasi yang tumbuh saat ini, perlu diantisipasi untuk menjaga kelestarian air.
PDAM Kotamadya Bandung merupakan Badan Usaha Tunggal yang bertanggung jawab atas pelayanan umum di bidang pengelolaan air minum dan pengelolaan air kotor di Kotamadya Bandung. Dalam kenyataannya, peran PDAM dalam memberikan pelayanan kebutuhan air, khususnya air bersih, masih menghadapi berbagai kendala. Dalam upaya memberikan pelayanan kebutuhan air bersih kepada masyarakat Kotamadya DT II Bandung yang berpenduduk sekitar 1.812.131 jiwa, baru terpenuhi lebih kurang 132.000 pelanggan. Selain karena keterbatasan sarana dan prasarana, juga disebabkan kurangnya kemampuan sumber daya manusia sebagai pengelola, terutama dalam membuat perencanaan dan melakukan pengawasan.
Hasil penelitian dengan menggunakan metode deskriptif melalui pendekatarn kualitatif, fokus kajian diarahkan kepada pengembangan profesi pimpinan operasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan, dapat memberikan gambaran sebagai berikut:
1. Adanya kesenjangan persepsi tingkat pelayanan yang diberikan oleh pengelola dengan pelayanan yang diterima oleh masyarakat konsumen.
2. Masih terjadinya kebocoran yang mencapai 47% sebagai akibat teknis maupun administrative.
3. Pengembangan profesionalisme, selain belum diarahkan berdasarkan kebutuhan nyata juga belum ditunjang oleh perencanaan alur karier yang jelas. Pola karier yang berlaku saat penelitian ini dilakukan, masih menganut pola karir pegawai pemerintah, bagi pegawai yang berstatus PNS. Sedangkan pegawai Perusahaan yang non-PNS belum menggunakan pola karier yang jelas. Padahal pegawai perusahaan yang non-PNS ini mencapai 75%, termasuk di dalamya para pejabat pimpinan operasi.
Sebagai pemecahan masalah, disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Memberikan kesempatan kepada pegawai untuk memilih status kepegawaian antara perusahaan atau PNS.
2. Untuk memberikan semangat kerja pegawai yang mengarah kepada sense of belonging terhadap perusahaan maupun membawa dampak terhadap peningkatan produktifitas kerja, perlu adanya pola pengembangan karir yang jelas antara pegawai perusahaan dengan pegawai negeri sipil yang ditugaskan pada perusahaan.
3. Perlu petunjuk teknis dari kebijakan tentang karier yang ada.
4. Perlu peninjauan kembali terhadap kebijakan yang ada tentang eselonisasi.
5. Perlu peningkatan kemampuan para pimpinan operasi dalam aspek manajerial
terutama dalam melaksanakan fungsi pemberian petunjuk pelaksanaan kerja,
supervisi, pemantauan, komunikasi , dan hubungan antar manusia.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaen, Uliria Desianna
"ABSTRAK
Konstruksi ruangan yang salah adalah salah satu dari penyebab terjadinya infeksi nosokomial pada luka operasi. Oleh karena itu kamar bedah harus dirancang khusus untuk keperluan tersebut, antara lain letaknya, bentuknya dan luasnya. Disamping itu perlu dipikirkan tata letak/ruang (space planing) yang baik untuk kenyamanan kerja bagi para petugas atau orang-orang yang bekerja di dalamnya.
Rancangan tata ruang kamar bedah Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi saat ini sangat riskan untuk terjadinya infeksi nosokomial luka operasi, hal ini terlihat antara lain dari tingginya angka kuman udara di kamar operasi, yaitu: 1667,7kolani/m3.(nilai normal:<350/m3)
Penelitian inl bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang tata ruang dan lingkungan dari kamar bedah Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi, dan membandingkannya dengan standar yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan. Selain hal tersebut, diteliti juga persepsi dan keinginan petugas kamar bedah dan orang-orang yang terkait terhadap Kamar Bedah RSUD Kota Bekasi, serta sumber dana untuk pemeliharaan/perbaikan Kamar Bedah RSUD Kota Bekasi.
Penetitian ini dilaksanakan secara kualitatif, dengan melakukan observasi langsung terhadap kamar bedah, menginput data sekunder, dan melakukan wawancara mendalam terhadap 10 informan yang dianggap berhubungan erat dengan kamar bedah.
Penelitian ini memberikan hasil bahwa tata ruang dan lingkungan Kamar Bedah Rumah Sakit Umum Kota Bekasi belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan.
Adapun saran prioritas yang diberikan bagi rumah sakit adalah memperbaiki tata ruang dan lingkungan kamar bedah RSUD Kota Bekasi agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

ABSTRACT
Environment and Design Surgery Department Analysis from Bekasi District Public Hospital -2000In appropriate, room design is one of the things, which cause nossocomial infection on surgical wound. Hence, the operation room should be properly design including its location, physical shape, and area as well as comfort for working area.
Operation theatre layout in Bekasi District Public Hospital happens to be higher risk for nossocomial infection. It is shown by high rate of bacteria in this room, which is 1667,7 coloni/m3 (normal value :<350coloni/m3).
This research aims to get a clear picture of the operation theatre a, and the compare it with Depkes Standard.
In addition this research explores perception and expectation from surgery department staff, and all others related, and financial resources for maintenance.
This qualitative research approach includes direct observation of operation theatre, secondary data input, and intensive interview with 10 informants.
Research result shows that room design and environment of operation room in Bekasi District Public Hospital have not met the DepKes standard.
Therefore it is suggested to Management of Bekasi District Public Hospital to improve its Surgery Department design, in order to comply the DepKes standard.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie S. Atmadibrata
"Penelitian ini dilakukan dengan tujuan, di satu pihak untuk mengetahui upaya yang dilaksanakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dalam membangun pelayanan prima, sesuai dengan eksistensinya sebagai badan usaha di bidang pelayanan publik. Di lain pihak dimaksudkan untuk menelaah persepsi atau penilaian pelanggan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan PDAM.
Metode yang digunakan adalah survei-eksploratif, yakni data dikumpulkan dari responden yang banyak jumlahnya dengan menggunakan kuesioner, sehingga memungkinkannya pembuatan generalisasi untuk populasi yang besar, dengan menghimpun dan mengumpulkan data sebanyak mungkin, di mana setelah dilakukan analisis secara kualitatif diharapkan dapat melahirkan suatu hipotesis untuk kepentingan penelitian lebih lanjut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya pengembangan pelayanan prima yang mencakup tujuh prinsip atau dimensi, yakni : self esteem (harga diri atau kebanggaan), exceed expectation (berusaha memberi yang lebih baik), recover (berusaha mendapatkan kembali), vision (menciptakan visi), improve (melakukan perbaikan), cara (memberi perhatian), dan empower (melakukan pemberdayaan). Implementasi ketujuh dimensi pelayanan prima tersebut oleh PDAM ternyata belum optimal atau kurang baik.
Demikian pula dengan hasil pengukuran terhadap tingkat kualitas pelayanan PDAM, yakni ditelaah dengan menganalisis persepsi pelanggan mengenai kualitas pelayanan yang mencakup lima dimensi, antara lain : tangibles (nyata dapat dilihat), reliability (dapat dipercaya), responsiveness (bersikap tanggap), assurance (jaminan), serta empathy (kesungguhan). Kualitas pelayanan PDAM atas dasar kelima dimensi tersebut, menurut persepsi pelanggan ternyata belum optimal atau masih kurang baik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsu Rizal
"Penetapan 26 dari sekitar 300 Daerah Tingkat II sebagai Percontohan Otonomi Daerah merupakan tahapan awal dari serangkaian tahapan dalam melaksanakan Otonomi Daerah dengan Titik Berat pada Daerah Tingkat II di Indonesia. Namun, karena pertimbangan tertentu, tidak semua Daerah Tingkat II dapat melaksanakannya. Dengan demikian, Daerah-daerah Tingkat II di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu: yang sudah dan yang belum melaksanakan oonomi daerah.
Perbedaan Daerah Tingkat II dalam melaksanakan oonomi daerah tersebut akan berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas Camat sebagai bawahan langsung dari Bupati kepala Daerah Tingkat II. Oleh karena itu, bobot tugas Camat akan berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan bobot tugas Camat secara empires pada Daerah Tingkat II yang belum dan sudah melaksanakan otonomi daerah, dalam hal ini Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung.
Penelitian dilakukan tidak hanya melalui studi kepustakaan, tetapi juga melalui studi lapangan. Hal ini dimaksudkan untuk memahami perbedaan bobot tugas Camat yang sesungguhnya terjadi di Daerah Tingkat II yang belum dan sudah melaksanakan otonomi daerah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan bobot tugas Camat di kedua Daerah Tingkat II signifikan, khususnya dalam hal pelaksanaan asas desentralisasi. Bobot tugas desentralisasi Camat di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung lebih banyak dibandingkan dengan bobot tugas Camat di Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung. Berkenaan dengan pelaksanakan asas dekonsentrasi, bobot tugas Camat relatif sama, sekalipun volume dan jenis kegiatannya agak berbeda. Namun, pertambahan urusan di tingkat kecamatan tidak diimbangi oleh perubahan kelembagaan, personil, perlengkapan, dan pembiayaan yang diperlukan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bobot tugas Camat di Daerah Tingkat II yang telah melaksanakan otonomi daerah lebih besar daripada bobot tugas Camat di Daerah Tingkat II yang belum melaksanakan otonomi daerah. Oleh karena itu, untuk mengimbangi pertambahan bobot tugas tersebut, perlu perubahan dalam kelembagaan, personil, perlengkapan, dan pembiayaan di tingkat Kecamatan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>