Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17839 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Al. (Aloysius) Wisnubroto, 1967-
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005
345.05 Wis p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Al. (Aloysius) Wisnubroto, 1967-
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005
345.05 WIS p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Harris, H.
Bandung: Binacipta, 1978
345.05 HAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrahman
Bandung: Alumni, 1980
345.05 ABD p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jimly Asshiddiqie, 1956-
Bandung: Angkasa, 1996
345 JIM p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mardjono Reksodiputro
Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI, 1994
345 MAR p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Juriyah
"Cara-cara yang baik daiam penegakan hukum adalah bagian dari pemahaman yang benar mengenai due process of law yang salah satu unsurnya adalah setiap tersangka dan terdakwa harus diberikan jaminan-jaminan untuk dapat membela diri sepenuh-penuhnya dalam rangka menegakan asas praduga tidak bersalah.
Dalam KUHAP memang diatur mengenai sistern control yang diiakukan terhadap proses penyidikan ini yang kita kenal dengan istilah Praperadilan. Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka, sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan, permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Beberapa hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan dengan proses penegakan hukum tersebut adalah masalah tidak memuaskan atau bahkan bisa dikatakan buruknya kinerja sistem dan pelayanan peradilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, yang disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan, atau bahkan kurangnya katulusan dari mereka yang terlibat daiam sistem peradilan, baik hakim, pengacara maupuan masyarakat pencari keadilan, selain tentunya disebabkan karena korupsi, kolusi dan nepotisme dalam proses beracara di lembaga peradilan. Semua hal tersebut akhirnya melahirkan pesimisme masyarakat untuk tetap menyelesaikan sengketa rnelalui lembaga peradilan.
Menghadapi hal tersebut di atas instrumen hukum tidak memberikan jalan keluarnya. Masyarakat sebagai pihak yang dirugikan oleh perbuatan korupsi tersebut tidak memberikan hak secara tegas dan jelas oleh undang-undang mengenai langkah hukum yang dapat diiakukan bila perasaan keadilannya dilukai oleh karena dihentikannya penyidikan kasus korupsi yang jelas jelas sangat merugikannya.
Selain itu juga sering terjadi ketidak pastian (hukum) dalam kaitan dengan upaya hukum terhadap putusan praperadilan. Mengapa demikian? Apakah karena penetapan atau putusan yang dijatuhkan praperadilan bersifat final sebagai putusan tingkat pertama dan tingkat terakhir atau karena undang-undang sudah mengaturnya untuk tidak mernperbolehkan permintaan pemeriksaan banding atau kasasi terhadap putusan praperadilan? Karena bentuk putusan praperadilan tidak dinyatakan secara tegas dalam KUHAP kecuali mengenai putusan ganti kerugian.
Kedudukan hakim praperadilan dalam KUHAP pada hakekatnya adalah sama dengan kedudukan hakim dalam mengadili perkara pidana biasa, dalam arti kedua-duanya harus tunduk dan menerapkan ketentuan KUHAP dalam memeriksa dan memutus perkara di dalam sidang praperadilan, karena hakim praperadilan adalah hakim dalam lingkungan peradilan umum, maka sudah barang tentu berlaku juga baginya tentang Undang-undang Tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman atau UU. No. 14 Tahun 1970 yang sekarang sudah diadakan perubahan melalui Undang-undang No. 4 Tahun 2004.
Untuk itu, tesis ini meneliti dan menganalisis tentang Bagaimana penerapan lembaga praperadilan yang menjadi tujuan Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khususnya mengenai 1) Siapa yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan yang dapat mengajukan praperadilan, 2) apakah upaya hukum dapat dilakukan dalam praperadilan, 3) sejauhmana peran hakim yang memeriksa gugatan praperadilan.
Di akhir pembahasan tesis ini, dianalisa mengenai lembaga yang mengatur tentang upaya paksa dalam pemeriksaan pendahuluan yaitu konsep apa yang dapat dan hendak digunakan dalam pembaharauan hukum acara pidana ke depan. Hal ini disebabkan, adanya keinginan untuk perlindungan hak asasi manusia yang tercermin dalam KUHAP maka peranan hakim terutama dalam pemeriksaan pendahuluan, hakim mempunyai kewenangan tidak saja sebagai examinating judge, tetapi mencakup kewenangan investigating judge.
(Juriyah, Penerapan Lembaga Pra Peradilan dan Relevansinya Bagi Usaha Pembaharauan hukum Acara Pidana).
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ervan Saropie
"Mekanisme lembaga Praperadilan dianggap tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam pelaksanaannya karena dianggap banyak merugikan masyarakat pencari keadilan, sehingga banyak bermunculan pendapat dan pandangan yang menginginkan agar lembaga Praperadilan digantikan oleh Hakim Komisaris yang diajukan dalam RUU KUHAP 2008. Konsep lembaga hakim Komisaris yang diajukan dalam RUU KUHAP 2008 merupakan suatu lembaga baru di Indonesia, tetapi bukan merupakan sesuatu hal yang baru di Indonesia. Kewenangan yang diberikan kepada Hakim Komisaris sangat luas dan lengkap dibandingkan dengan lembaga Praperadilan dalam KUHAP. Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan timbul permasalahan baru dengan adanya lembaga Hakim Komisaris dalam RUU KUHAP 2008. Penulisan inimerupakan analisis mengenai konsep lembaga Hakim Komisaris yang menggantikan lembaga Praperadilan sebagai lembaga pengawasan pada tahap pemeriksaan pendahuluan.

Mechanism of Praperadilan institutions are no longer considered not running properly in its implementation because many people seeking justice harmed, so there are many opinions and views to make the institution Praperadilan replaced by the Magistrate proposed in the revision of Indonesian Code of Criminal Procedure 2008. The Magistrate concepts proposed in the revision of Indonesian Code of Criminal Procedure 2008 as a new institution in Indonesia, but not a new issue in Indonesia. The authority given to the Magistrate is more complete than Praperadilan in the Indonesian Code of Criminal Procedure (UU No. 8 Tahun 1981). However, the possibility is new problems arise with the Magistrate institution in Indonesian Code of Criminal Procedure revision 2008. This research is an analysis of the concept of a Magistrate institution replace Praperadilan institutions as institutions supervision at the stage of preliminary examination."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22579
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hanafi Asmawie
Jakarta: Pradnya Paramita, 1985
346.033 ASM g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>