Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75083 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lubis, A. B.
Jakarta: Kantor Pengacara dan Konsultan, 1979
346.016 LUB p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy Era Yulia Contesa
"Masalah perkawinan mereka yang berbeda agama, sebenarnya tidak dikehendaki oleh pembentuk Undang-undang. Hal ini dinyatakan dalam pasal 2 ayat 1 Undang-undang Perkawinan mengenai sahnya perkawinan berazaskan agama sebagai perujudan sila ke Tuhanan Yang Maha Esa yang menjadi dasar perkawinan di Indonesia. Sehingga seringkali untuk dapat disahkan perkawinan yang berbeda agama dilangsungkan di luar negeri; dalam waktu satu tahun perkawinan harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Sipil di Indonesia.
Perkawinan mereka yang berbeda agama dan pengaruhnya terhadap harta bersama sering mengalami permasalahan : 1) Apakah pengaturan tentang perkawinan mereka yang berbeda agama yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 sudah memadai? 2) Bagaimanakah pengaturan terhadap harta benda dalam perkawinan dengan dibuatnya perjanjian perkawinan dan yang tidak dibuatnya perjanjian perkawinan? 3) Bagaimanakah pengaturan, pelaksanaan dan penerapan hukum dalam hal putusnya perkawinan terhadap harta kekayaan perkawinan? 4) Bagaimanakah pengaruh perjanjian perkawinan dan akibat putusnya perkawinan terhadap harta benda dalam perkawinan.
Permasalahan perkawinan berbeda agama tersebut penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif dengan metode penelitian kepustakaan dan analisa data menggunakan pendekatan kualitatif.
Dari penelitian tersebut diperoleh hasil yang menyimpulkan sebagai berikut : 1) Bagaimana pelaksanaan perkawinan antar mereka yang berbeda agama serta akibat hukumnya terhadap harta bersama dalam perkawinan, dan juga akan dibahas tentang pengaturan, pelaksanaan dan penerapannya Hukum Harta Perkawinan. 2) Apa akibat putusnya perkawinan terhadap. harta kekayaan perkawinan, terhadap hak-hak suami istri atas harta benda kekayaannya serta wewenang suami dan istri atas Harta Pribadi dan harta bersamanya. 3) Bagaimana pengaturan pelaksanaan terhadap harta benda dalam perkawinan sehubungan dengan membuat perjanjian perkawinan dengan mereka yang tidak membuat perjanjian perkawinan, dan apa akibat putusnya perkawinan terhadap harta benda dalam perkawinan, bagi mereka yang membuat perjanjian dan bagi mereka yang tidak membuat perjanjian perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T37744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Retno K. Aidi
"Perkawinan merupakan hak asasi manusia, yang harus mengikuti norma-norma perkawinan menurut hukum agama dan Hukum Negara. Ketika sepasang manusia yang ingin melaksanakan pernikahan tetapi mereka berlainan agama, maka Undang-undang No.1 Tahun 1974 tidak mengatur hal tersebut, dan dalam Kompilasi Hukum Islam juga melarang Perkawinan beda agama yaitu dalam pasal 40 dan 44 dalam kitab-kitab fiqih umumnya, dimungkinkan seorang lelaki muslim menikahi wanita ahli kitab. Tetapi sesungguhnya belum banyak orang yang mengetahui Hal apa yang akan terjadi akibat Perkawinan antara mereka yang berbeda agama dan Status hukum anak yang dilahirkan dari Perkawinan tersebut.
Penulisan dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research). Dimana, Status anak menurut UU no.1 th 1974 dan Hukum Islam dapat dilihat Dari sah atau tidaknya Perkawinan yang dilakukan oleh orang tuanya, jika tidak sah maka ia bernashab dan mempunyai hak asuh terhadap ibu atau kerabat ibunya saja. Dalam hak mewaris bagi orang muslim dan ia berbeda agama dengan pewarisnya maka ia bisa menerima harta dari dan oleh pewaris dalam bentuk wasiat wajibah dan dengan keluarnya SEMA no.2 th1990 memberikan pilihan hukum bagi orang yang menghendaki penyelesaian pembagian harta waris sesuai yang diinginkan.
Dalam hal perwalian menurut Hukum Perkawinan Islam, Wali merupakan Rukun nikah, jika walinya berbeda agama maka ia harus menggunakan wali hakim. Dalam UU No.1 Th 1974, tentang Perkawinan, bahwa kekuasaan orang tua adalah tunggal, yaitu dipegang oleh ayah dan ibu, walaupun mereka bercerai. Sehingga kekuasaan orang tuanya hanya akan berlanjut kepada Perwalian, yang akan muncul apabila orang tua tidak dapat menjalankan kekuasaan orang tuanya.
Menurut BW jika Perkawinan putus, lembaga kekuasaan orang tua yang ditunjuk akan menjadi wali. Perbedaan agama antara suami dan isteri akan selalu mengancam hubungan baik dan kebahagiaan rumah tangga karena kerukunan yang hakiki sangat sulit diwujudkan, kecuali bagi pasangan yang keyakinan agamanya kurang kuat yang memandang semua agama adalah sama.

Marriage is a human right, even though it must follow marriage norms according to religion and the state. When a couple of man and woman wishes to get marriage but they have different religions, the existing Law No. 1 Year 1974 did not regulate this issue. Even the Compilation banned marriage with different religions (KHI Article 40 and 44). While Islam as contained in its fiqih laws tolerates a Muslim male to marry female ahli kitab, many people has no idea about the consequences of marriage of a couple with different religions or the legal status of their children.
This thesis is prepared using library research method. Pursuant to Law No. 1 Year 1974 and Islamic Laws the legal status of a child is dependent on the legality of his/her parents’ marriage. If illegal, the child concerned will be counted as the family of his/her mother only including his/her caring rights. In respect of inheritance right, for Muslims, if the heir has different religion from the testator, the former will receive wealth from and by the testator in the form of wasiat wajibah. The issuance of SEMA No. 2 Year 1990 only regulated legal options for the parties who desired to share the inheritance according to their preferences.
With regard to guardianship in Islamic marriage, guardian is prerequisite in marriage. In case of guardians with different religions, wali hakim will be appointed. Meanwhile, Law No. 1 Year 1974 concerning Marriage prescribed that parents’ authority is single residing with father and mother, even though they get divorce. Thus, parents’ authority will continue to guardians who will emerge when the parents fail to perform their parental authority.
According to BW if the marriage is broken, the parental authority will directly be devolved to guardians. Different religions of husband and wife will jeopardize the sustainability and happiness of family and harmonious domestic life will be very difficult to realize. However, this may exert insignificant impact to the couples who relatively have weak religious belief since despite different religions; they normally consider that all religions are same.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S19699
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vivi Rahmadani
"Perkawinan adalah suatu sendi dasar dalam aspek kehidupan manusia, karena dengan perkawinan sebuah keluarga yang merupakan sendi utama dalam masyarakat terbentuk. Semakin majunya perkembangan zaman menyebabkan semakin besar kemungkinan teijadinya perkawinan antara Warga Negara Indonesia (WNI) yang berbeda agama. Meskipun hal tersebut tidak diatur atau didukung secara tegas dan jelas oleh UU No.1/1974 tentang Perkawinan, namun tetap saja perkawinan beda agama sering teijadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan adanya perkawinan beda agama ini maka timbul permasalahan apa yang mendorong teijadinya perkawinan beda agama? Bagaimana akibat hukum yang timbul dari perkawinan beda agama dan apa akibat dari peralihan agama dalam suatu perkawinan tersebut? Bagaimana kepastian hukum perkawinan beda agama terhadap suami istri di Indonesia? Penulis malakukan penelitian dengan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Sifat dari penelitian ini adalah eksplanatoris yaitu merupakan suatu penelitian yang bersifat menjelaskan mengenai akibat hukum yang timbul dari perkawinan beda.
Perkawinan antar suami istri yang berbeda agama paling sering teijadi di kota besar karena kemajuan teknologi. Menurut agama Islam jika perkawinan antara pria Islam dengan wanita yang bukan Islam akibat hukumnya akan menjadi sah tetapi sebaliknya, perkawinan tersebut tidak sah dan akan menimbulkan pengaruh besar terutama bagi anak-anak karena di besarkan dalam keraguan dan ketidakpastian terhadap agama. Akibat lainnya salah satu pihak dapat meninggalkan agama semula yang dianutnya. Kepastian hukum yang bersendi utama pada martabat manusia sebagai norma terpenting, harus diletakkan secara proporsional terhadap manusia yang akan melangsungkan perkawinan. Untuk menghindari kesimpangsiuran pendapat tentang perkawinan beda agama maka perlu kiranya pihak yang berwenang segera mengadakan penyempurnaan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dengan tidak mengenyampingkan ketentuan hukum agama yang berlaku di Indonesia agar tercipta suatu kepastian hukum dalam perkawinan yang berbeda agama. Perkawinan beda agama antara suami istri agar tidak mengalami hambatan sebaiknya melalui pilihan hukum.

Marriage is a bottom line in every comer of human life, because with marriage, a family as a main line is formed. More further development makes more possibility marriage among Indonesian nationality with different religion. Although it is not ruled or supported with certainty and obviously by Statue number 1 Year 1974 about Marriage, but it still happened in Indonesia society life. Because of it, there are problems, what are stimulating marriages between different religions? How law impact of them and what impact of changing religion on those marriage? How certainty law of marriage between different religions on husband and wife in Indonesia? Writer did research by library research (normative juridical). Nature of from this research is ekspianatoris that is is a explanatory research about legal consequences arising from marriage of religion difference.
Marriage among husband and wife who are different on religion, is commonly happen in big city because of technology development. On Islam religion, if marriage between Muslim man with non-Muslim women, the law impact of it becomes legal but on the other hands, that marriage is non-legal and could occurring big influence especially on children because they are growing up on doubtless and uncertainty in religion. The other impact is one party could leave his or her first religion. Certainty of law that based on human dignity as an important norm, must be placed with proportionality against human being who is going to marriage. To prevent uncertainty opinions about marriage between different religion, they need the authority party to do completing on Statue number 1 Year 1974 about marriage with not to aside religion rule of law in Indonesia to make certainty of law on them. Marriage between different religion among husband and wife is not occurring delay but otherwise through choice of law."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T36947
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sinar Grafika, 1990
347.01 UND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mukmin Amarullah
"Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan dapat tercapai bila perkawinannya sah yaitu apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Sebagai bukti bahwa sudah dilakukan perkawinan, maka setiap perkawinan harus dilakukan di hadapan Pegawai Pencatat Perkawinan dan dicatat pada kantor pencatatan perkawinan. Rumusan dan pengertian perkawinan tersebut di atas diatur dalam Undang-Undang Perkawinan yang walaupun sudah dibuat sesempurna mungkin tetapi masih dapat disalah gunakan karena adanya pasalpasal yang sumir sehingga terjadi penyelundupan hukum seperti misalnya terjadinya perkawinan beda agama baik yang dilakukan di Indonesia maupun di luar negeri yang seharusnya hal tersebut tidak boleh terjadi karena pada hekekatnya sesungguhnya tidak ada satu pun agama yang membolehkan umatnya menikah dengan pasangan kawinnya yang berbeda agama, karena setidaknya akan mendapat masalah pada keabsahan perkawinan dan keabsahan anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama. Maka melalui penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan tipologi penelitian bersifat eksplanatoris dengan bentuk evaluatif, telah secara khusus meneliti mengenai keabsahan anak yang lahir dari perkawinan beda agama berdasarkan Undang-Undang Perkawinan. Beberapa pokok permasalahan yang ditemukan adalah apakah anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama dapat digolongkan sebagai anak yang sah, dan apakah anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama dapat digolongkan sebagai ahli waris yang sah dari kedua orang tua biologisnya. Sebagai kajian lebih mendalam kami bahas mengenai kasus perkawinan beda agama yang telah terjadi antara pasangan artis Indonesia. Dan kami berkesimpulan bahwa perkawinan beda agama adalah tidak sah sehingga anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama dapat disamakan sebagai anak luar kawin karenanya hanya mempunyai hubungan perdata terhadap ibu dan keluarga ibunya akibatnya anak tersebut tidak dapat mewaris dari ayah biologisnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T37742
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Ricar Soroinda
"Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai suatu perbuatan hukum maka akan menimbulkan akibat-akibat hukum yaitu hak dan kewajiban oleh karena itu Pemerintah bersama-sama dengan DPR RI mensahkan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang bertujuan mengadakan unifikasi di bidang hukum Perkawinan dan menjamin adanya suatu kepastian hukum dengan menggantikan ketentuan-ketentuan hukum sebelumnya yang beraneka ragam. Namun, ternyata keaneka ragaman tersebut masih terlihat sebaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu disebutkan bahwa sahnya suatu perkawinan didasarkan kepada hukum menurut agama dan kepercayaannya itu bagi masing-masing pemeluknya. Kebebasan memeluk suatu agama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD 1945 hal tersebut lebih tegas lagi dengan diakuinya keberadaan lima agama, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu dan Buddha. Akibat adanya kebebasan beragama tersebut tidak mustahil terjadi perkawinan di antara pemeluk agama yang berbeda dan mereka tetap bertahan pada agamanya masing-masing dalam menempuh bahtera rumah tangga. Dengan nenganut Pendapat bahwa perkawinan merupakan hak asasi seseorang maka timbul pertanyaan : 1. bagaimana keberadaan (eksistensi) lembaga perkawinan antar agama sekarang di Indonesia ? 2. dalam menghadapi perkawinan antar agama sebagai suatu kenyataan bagaimana pandangan Hakim ? 3. adakah landasan yuridis perkawinan antar agama ? Terhadap hal-hal tersebut penulis berkesimpulan bahwa dilihat secara materil perkawinan antar agama diakui dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan walaupun secara terbatas yaitu sepanjang ketentuan agama dan kepercayaan yang dianut masing-masing calon suami isteri membolehkan sehingga secara materil ketentuan Peraturan. Perkawinan Campuran S. 1898 No. 158 (Regaling op de Gemengde Huwelijken/GHR) sudah tidak berlaku lagi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H.M. Tahir Azhary
Jakarta: Panitia Seminar Nasional Pradigma, 1999
347.01 Azh p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Permata Agustia
"Skripsi ini membahas tentang kedudukan dan akibat hukum bagi perempuan yang melakukan perkawinan di bawah tangan atau tidak dicatat ditinjau menurut Hukum Islam, Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan. Penelitian ini diolah dan dianalisis secara kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini berkesimpulan bahwa perempuan yang melakukan perkawinan di bawah tangan merupakan istri sah dari laki-laki yang ia nikahi. Dengan begitu, akibat-akibat perkawinan juga berlaku terhadap perempuan tersebut.

The focus of this study is the status and legal consequences for woman in unregistered marriage according to Islamic Law, Marriage Law No. 1/1974, Compilation of Islamic Law, and the Draft Bill of Islamic Court Substantive Law on Marriage. This research is qualitative descriptive interpretive. The conclusion of this research is that woman in unregistered marriage is the lawful wife of the man she married. Therefore, the marriage consequences also apply to her.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46226
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafrida
"Proses Peradilan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Anak, merupakan suatu Proses Peradilan Pidana dengan sifat-sifat khusus, sesuai dengan sifat-sifat khusus yang dimiliki seorang anak, terutama masalah kejiwaannya. Sifat-sifat khusus inilah yang membedakannya dengan proses Peradilan Pidana yang diterapkan untuk pelaku tindak pidana dewasa. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pelaksanaan Proses Peradilan Pidana Anak dengan penerapan sifat-sifat khusus tersebut dan apa hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penerapannya. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyongsong berlakunya Undang-undang Peradilan Anak.
Penelitian ini dilaksanakan melalui pendekatan secara "Yuridis-sosiologis". Penentuan sampel dilakukan dengan dua cara, yaitu untuk sampel dari aparat penegak hukum dilakukan secara ?Purposive Sampling" dan untuk para tersangka, terdakwa dan terpidana ditentukan secara "Random Sampling". Sampel wilayah/lokasi penelitian adalah "Propinsi Lampung khususnya Kota Madya Bandar Lampung". Sebagai alat pengumpul data dipergunakan kuessioner. Analisis data dilakukan secara "Deskriptif-kualitatif", sedangkan analisis kuantitatif digunakan hanya sebagai pendukung analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Proses Peradilan Pidana terhadap pelaku tindak pidana anak belum dapat dilaksanakan dengan memperhatikan sifat-sifat kekhususan tersebut secara semestinya, dikarenakan masih kurangnya peraturan-peraturan di bidang peradilan pidana anak, juga masih kurangnya infrastruktur yang akan menunjang pelaksanaan peraturan tersebut. Selain itu dengan memperhatikan latar belakang sosial ekonomi seorang anak, maka kita harus melihat persoalan ini secara lebih luas. Tidak cukup melihatnya dari sudut "Kebijakan Hukum Pidana" tetapi jugs kita harus melihatnya dalam konteks yang lebih luas yaitu dari sudut "Kebijakan Sosial" yang hendaknya secara lebih luas lagi kebijakan tersebut terintegral dengan "Kebijakan Pembangunan Nasional".

The Process of Criminal Trials for Juvenile Offenders is a process with special characteristics, corresponding to the special characteristics owned by juveniles particularly their psychological problems. These are special characteristics differentiating it from the process of criminal trials for adult criminals. This research is intended to understand the performance in the process of Juvenile Criminal Trials with the application of these special characteristics and what obstacles are encountered in its application. This research is carried out in anticipation of the implementation of the Juvenile Trial Act.
This research is carried out with a "Legal-sociological". The sampling procedure is carried out by two methods, namely for the sample of judicial personnel by "Purposive Sampling" and for the defendants, accused and criminals by "Random Sampling". The sample of the region/location for research is the Lampung Province in especially in Bandar Lampung Municipality. Data collection is conducted by questionnaires. Data analysis is carried out though the "Descriptive-qualitatively Method", where as qualitative analysis is used only to support qualitative analysis.
The result of analysis indicates that the performance of the process of criminal trials for Juvenile offenders can not yet be performed to take properly into account the special the characteristics of the offenders, this is caused by the lact of rules in the field of juvenile criminal trials. Likewise there is still a lack of infrastructure to support the implementation of the existing rules. In addition, to take also into account the socio-economy background of the juveniles, we must look at the criminal law policy aspect. However, we must also try to look at it in a wider contexts, namely from a social policy, integrated to a wider "National Development Policy".
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>