Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84393 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aditya Nugroho
"Penelitian ini mengenai bangunan berundak Situs Gunung Gentong yang terletak di Gunung Subang, Desa Legokherang Kecamatan Cilebak, Kuningan, Jawa Barat. Situs Gunung Gentong merupakan bangunan berundak dengan 6 teras dengan temuan berupa gentong, menhir, batu temugelang, batu lumpang, monolit, dan batu tegak. Bentuk bangunan berundak Situs Gunung Gentong belum diketahui. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk bangunan berundak Situs Gunung Gentong, apakah berbentuk anak tangga atau kah berbentuk piramida, dan atau kah berbentuk pola baru yang belum ditemukan sebelumya. Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah deskripsi bangunan dan temuan yang terdapat di bangunan berundak Situs Gunung Gentong, data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis bentuk, setelah itu dilakukan perbandingan antara Situs Gunung Gentong dengan konsep dan teori mengenai punden berundak megalitik yang telah diungkapkan oleh para ahli arkeologi. Hasil penelitian ini menjukkan bahwa bangunan berundak Situs Gunun Gentong merupakan bangunan megalitik yaitu punden berundak dan temuan yang terdapat di dalamnya adalah gentong, menhir, batu temugelang, batu lumpang, monolit, dan batu tegak. Situs Gunung Gentong memiliki bentuk anak tangga dan menjadi situs perantara di kawasan Gunung Subang. Dilihat dari bentuk bangunan dan temuan yang terdapat di punden berundak Situs Gunung Gentong ada kemungkinan bangunan ini digunakan untuk pemujaan.

This research on the building site of Mount Gentong terraces located on Mount Subang, Village District Legokherang Cilebak, Kuningan, West Java. Mount Gentong a building site with 6 terraces with the findings of the barrel, menhirs, stone enclosure, mortar stones, monoliths, and the upright stone. Shape of the building site of Mount Gentong is unknown. Problems in this study is how the shape of the building terraces of Mount Gentong Site, whether stair shaped or pyramid shaped, or whether new shape patterns that have not been found previously. The steps in this research is a description of buildings and the findings contained in the Site of Mount Gentong building terraces, the data are then analyzed using analysis of form, after it carried out the comparison between the site of Mount Gentong with concepts and theories about punden megalithic terraces that has been expressed by the archaeologist. The results of this study indicate that the building site of Mount Gentong terraces are the megalithic buildings which is punden terraces and the findings contained therein are the keg, menhirs, stone enclosure, mortar stones, monoliths, and the upright stones. The site Mount Gentong has the shape stairs and into the site an intermediary in the region of Mount Subang. Judging from the shape of the building and the findings contained in the Site of Mount Gentong punden terraces there is a possibility the building used for worship."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S88
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
R. Hendhycas Bambang P.
"Bangunan-Bangunan Punden Berundak Di Situs Gunung Arjuno dan Gunung Ringgit Abad 15-6 Masehi: Tinjauan Arsitektur. 368 halaman, 35 gambar, 13 tabel, 8 peta, 4 sketsa, 54 foto, 70 acuan (1845 - 1993). Beberapa laporan penelitian dari tahun 1845 - 1993 menjelaskan tentang penemuan beberapa kepurbakalaan di situs Gunung Arjuno dan Gunung Ringgit maupun daerah di sekitarnya. Sebagian besar kepurbakalaan tersebut adalah berupa bangunan punden berundak, yang lazimnya dijumpai di banyak situs gunung di Jawa Timur. Laporan-laporan tersebut merupakan dasar utama di dalam melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan di lapangan. Salah satu tujuan utama penelitian ini adalah mengungkapkan pola bangunan punden berundak di situs Gunung Arjuno dan Gunung Ringgit dalam tinjauan arsitektur.
Di dalam analisa pembahasan arsitektur bangunan punden berundak ini selain melakukan komparasi terhadap situs sejenis, terutama situs Gunung Penanggungan, juga berdasarkan atas pengamatan lingkungan secara geografis, geomorfologis maupun geologisnya. Untuk itu tidak terlepas akan peranan beberapa peta yang berhubungan, baik peta topografi maupun peta geologi situs Gunung Arjuno dan Gunung Ringgit.
Dari inskripsi yang dijumpai, diperkirakan situs ini berasal dari abad ke-15--6 Masehi. Atas perbandingan dengan data serupa dan masa yang sama di situs Gunung Penanggungan, maka pola arsitektur yang tampak pada sebagian besar bangunan punden berundak di situs Gunung Arjuna dan Gunung Ringgit terdiri atas pola halaman, bangunan induk serta altar. Pola arsitektur tersebut terungkap selain atas jenis bahan batuan yang digunakan pada sebagian besar konstruksi bangunan punden berundak maupun pada sebagian besar area adalah berupa jenis pirokiastika, .iuga atas' dasar asumsi perhitungan Hukum mekanika yang diterapkan.
Berdasarkan atas analisa pets geologi, ternyata jenis batuan piroklastika banyak dijumpai di situs Gunung Arjuno dibandingkan di Gunung Ringgit. Namun meskipun demikian masih dijumpai sebuah bangunan punden berundak di situs Gunung Ringgit yang diperkirakan menggunakan jenis batuan pirokiastika pada konstruksi bangunan induknya. Berdasarkan atas pengamatan peta topografi, terutama atas kemiringan lereng gunungnya dan beberapa penelitian geomorfologi atas perkirakan persebaran daerah permukiman, maka sebagian besar kepurbakalaan di situs Gunung Arjuno dan Gunung Ringgit tersebar di lereng sebelah timur.
Berdasarkan atas data di lapangan, terdapat dua jenis bangunan induk, yaitu berdasarkan atas kemiringan lereng dan bangunan induk yang menyerupai bangunan piramid terpenggal di bagian puncaknya. Namun dari kedua jenis bangunan induk tersebut hal yang tetap dipertahankan adalah bentuk teras undakan. Beberapa peneliti sebelumnya mengungkapkan bahwa teras undakan pada bangunan berundak merupakan bagian dari prosesi keagamaan yang pernah dilakukan. Namun dalam penelit.ian ini belum mengungkapkan keagamaan yang berkembang terut.ama yang berhubungan dengan kehadiran bangunan-bangunan punden berundak di situs Gunung Arjuno dan Gunung Ringgit pada abaci 15-6 Masehi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S11739
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Efendi
"Megalitik merupakan peninggalan masa brcocok tanam yang memberikan banyak informasi dari analisis fisik bangunan. Dan lingkungan alamnya. Peninggalan megalitik dengan satuan analisis situs dan satuan runag analisis skala makro dapat dijadikan data untuk mencapai tujuan arkeologi. Peninggala megalitik yang menjadi data dalam skripsi ini berada di kab. Kuningan, yang terdiri atas 23 situs. Kemudian dibagi menjadi dua tipe berdasarkan fungsi yaitu : kelompok situs I dengan jenis tinggala peti kubur batu terdiri atas tujuh , yaitu situs cibuntu, pasawahan, cibari, pagerbarang, gibug, rajadanu dan panawarbeas dan kelompok situs II dengan jenis tinggalan bukan kubur yang terdiri atas menhir, arca megalitik, batu lumpang, meja batu, batu dakon, jambangan batu, dan punden berundak. Kelompok ini terdiri atas enambelas situs, yaitu, situs cimara, cibunar, sigenteng, sangkanerang, timbang, linggabuana, Buyut Sukadana, Balongkagungan, Nusa, Cangkuang, winduherang, Bagawat, Darmaloka, Hululinga, panyusupan dan saliya. Situs-situs itu tersebar di kai gunung Ciremai (3078 m dpal) sebelah timur. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di jawa barat, dan hamper seluruh bagian barat wilayah kabupaten ini merupakan areal kaki gunung tersebut. Selain itu ditemukan juga pada pada beberapa situs megalitik sejumlah beliung persegi, gelang batu dan temuan serta lain. Hal ini menarik untuk dipelajari dalam kaitan dan orientasinya terhadap gunung itu. Permasalahannya adalah variable-variabel lingkungan alam yang bagaimana, yang mempengaruhi peletakan peninggalan megalitik di kab. Kuningan, jawa Barat? Bagaimana persebaran dan orientasinya terhadap gunung ciremai? Serta pada kerangka batu yg mana bias ditempatkan? Tujuan penelitian ini adalah pertama mengetahui variael-variabel lingkungan alam yang berpotensi dalam peletakan peninggalan megalitik di kab. Kuningan jawa Barat, sehingga terlihat kearifan manusia dalam beradaptasi dengn lingkungannya. Kedua menentukan bentuk pesebaran dan melihat orientasinya terhadap gunung Ciremai, sehinggga dapat diketahui keterkaitannya. Ketiga mengetahui pada kerangka waktu yang mana sehingga dapat diketahui sejarah kebudayaan prasejarah khususnya di Jawa Barat dan umumnya di Indonesia. Ruang linkup penelitian ini sebatas hubungan antar situs megalitik sebagai salah satu unsure pemukiman masa prasejarah, dan keberadaan situs megalitik dengan ekologinya. Dengan menekankan pada skala ruang makro, sehingga dapat dijelaskan pola persebarannya. Penelitian ini menggunakan metode yang mengacu pada metode penelitian arkeologi ruang oleh Bruce G. Tigger. Adapun dalam upaya memahami keadaan lingkungan pada zaman prasejarah diperlukan perpaduan data arkeologi dan ekologi. Maka dari itu digunakan pendekatan ekologi. Dalam paradigmanya menyatakan bahwa unsure lingkungan fisik dipandang sebagai factor penenut letak dan pola suatu pemukiman. Asumsinya adalah pemukiman ditempatkan di suatu tempat sebagai responatas factor lingkungan tertentu. Dalam modelnya paradigma ini juga beranggapan bahwa factor teknologi dan lingkungan yang mengondisikan penempatan situs arkeologi. Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah variabel alam yang mempengaruhi peletaka situs megalitik di Kab. Kuningan adalah ketinggian permukaan tanha antara 101_751 m dpl, bentuk medan lereng, batuan geologi QYU, wilayah akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir setempat dengan akuifer produktif, jarak ke sumber air tanah 0,5 km sampai 100 liter/detik, jarak situs ke sungai"
2000
S11760
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Haykal Abdi
"Curug Batu Nyusun merupakan salah satu situs warisan geologi yang memiliki nilai ilmiah tinggi. Batu Nyusun merupakan sebuah air terjun yang berada di aliran sungai Ci Durian yang tersusun atas batu dengan kenampakan berlapis yang memiliki nilai keindahan. Curug Batu Nyusun berada di Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Curug Batu Nyusun merupakan salah satu situs yang ditawarkan sebagai calon situs yang akan terdaftar di proyek Geopark Soenda. Curug Batu Nyusun tersusun atas batuan lava hasil letusan gunung sunda dengan kehadiran struktur geologi berupa kekar lembar. Selain itu, situs ini merekam bukti geologi terjadinya pembalikan kutub magnetik sekitar satu juta tahun lalu berdasarkan penelitian di tahun 1996. Pengembangan fungsi wisata pada terhadap Batu Nyusun perlu didukung oleh aspek teknis dengan mengukur tingkat kesesuaian lahan dengan kemampuan geologi teknik. Oleh karena itu, menarik dilakukan analisis kemampuan Geologi Teknik pada daerah Curug Batu Nyusun untuk pengembangan kawasan wisata yang dengan wawasan lingkungan. Akan dilakukan penelitian terhadap kemampuan geologi teknik daerah penelitian serta analisis kelayakan fungsi wisata daerah penelitian. Pada penelitian ini, Kemampuan Geologi Teknik dianalisis untuk melakukan zonasi tingkat kemampuannya menggunakan pembobotan parameter-parameter geologi yang berkaitan dengan objek wisata yaitu kemiringan lereng, tingkat kekuatan tanah dan batuan, kedalaman muka air tanah, tata guna lahan, tingkat kemudahan penggalian, dan potensi bencana geologi. Kemampuan Geologi Teknik Daerah Penelitian dapat diketahui dengan melakukan overlay parameter-parameter yang telah memiliki bobotnya masing-masing menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, daerah penelitian dibagi ke dalam 4 zona kemampuan geologi teknik untuk pengembangan wisata. Zona kemampuan tinggi, meliputi: 30 % luas sebagian timur dan utara pada daerah penelitian, dengan prospek pengembangan yang mendukung konstruksi bangunan berat. Zona kemampuan menengah, meliputi: 48 % luas yang tersebar merata pada daerah penelitian dengan prospek pengembangan yang mendukung konstruksi bangunan menengah dan ringan. Zona kemampuan rendah, meliputi: 15 % luas bagian tengah pada daerah penelitian yang kurang direkomendasikan dilakukan konstruksi kecuali pengerjaan dekorasi ringan atau ingin melakukan penyelidikaan geologi teknik skala rinci dengan biaya cukup besar. Zona kemampuan sangat rendah, meliputi: 7 % luas bagian tengah pada daerah penelitian yang hanya direkomendasikan untuk area hijau.

Batu Nyusun Waterfall is a geological heritage site that has high scientific value. Batu Nyusun is a waterfall in the Ci Durian river which is composed of stones with a layered appearance that has aesthetic value. Batu Nyusun Waterfall is located in Ciburial Village, Cimenyan District, Bandung Regency, West Java. Curug Batu Nyusun is one of the sites offered as a candidate site to be registered in the Soenda Geopark project. Batu Nyusun waterfall is composed of lava rock from the eruption of Mount Sunda with the presence of a geological structure in the form of sheet joints. In addition, this site records geological evidence of a magnetic pole reversal about one million years ago based on research in 1996. The development of the tourism function on Batu Nyusun needs to be supported by technical aspects by measuring the level of land suitability with engineering geological capabilities. Therefore, it is interesting to carry out an analysis of the capabilities of Engineering Geology in the Batu Nyusun Waterfall area for the development of a tourist area with environmental insight. Research will be carried out on the technical geological capabilities of the research area as well as an analysis of the feasibility of the research area's tourism function. In this study, Engineering Geological Capability is analyzed to carry out zoning of its ability level using the weighting of geological parameters related to tourist objects, namely slope, soil and rock strength, depth of groundwater table, land use, level of ease of excavation, and disaster potential. geology. The capability of the Engineering Geology of the Study Area can be determined by overlaying the parameters which have their respective weights using the Analytical Hierarchy Process (AHP) method. Based on the analysis that has been done, the research area is divided into 4 zones of engineering geological capability for tourism development. High capability zone, covering: 30 % of the eastern and northern parts of the research area, with development prospects that support heavy building construction. Medium capability zone, covering: 48% of the area spread evenly in the research area with development prospects that support medium and light building construction. Low capability zone, covering: 15% of the central part of the study area where it is not recommended to carry out construction except for light decoration work or wish to carry out a detailed scale engineering geological investigation at a considerable cost. Very low capability zone, covering: 7% of the central area in the study area which is only recommended for green areas.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Joseph Edward Timothy
"Kota Bogor berpotensi dalam wisata sejarah. Beragamnya peristiwa bersejarah yang terjadi di Kota Bogor pada masa lalu ditambah keberadaan tujuh zona pusaka didalamnya membuat Kota Bogor memiliki banyak objek wisata sejarah. Objek wisata sejarah Kota Bogor masing-masing memiliki perbedaan tingkat daya tarik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat daya tarik objek wisata sejarah di Kota Bogor berdasarkan zona pusaka melalui fasilitas wisata dan aksesibilitas serta mengetahui hubungan antara tingkat daya tarik objek wisata sejarah di Kota Bogor dengan karakteristik dan jangkauan wisatawan. Metode yang digunakan adalah analisis spasial deskriptif disertai tabulasi silang (crosstab) untuk mencari hubungan antara tingkat daya tarik objek wisata sejarah dengan karakteristik dan jangkauan wisatawan. Objek Wisata Sejarah di Kota Bogor sebagian besar merupakan monumen dan museum yang tersebar pada zona pemerintahan kolonial. Hanya satu objek wisata sejarah pada masa Kerajaan Pakuan Pajajaran. Tingkat daya tarik objek wisata sejarah berdasarkan fasilitas primer, fasilitas sekunder, fasilitas kondisional, dan aksesibilitas di Kota Bogor terbagi menjadi 3 tingkatan yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Tingkat daya tarik objek wisata sejarah di Kota Bogor berdasarkan fasilitas dan aksesibilitasnya sebagian besar berada pada kelas sedang. Dari seluruh objek wisata sejarah yang berada di Kota Bogor berdasarkan karakteristik wisatawannya didominasi oleh karakteristik wisatawan dengan rekan wisata kelompok (rombongan) dan pekerjaan pelajar/mahasiswa. Berkaitan dengan jangkauan wisatawan, objek wisata sejarah di Kota Bogor secara garis besar memiliki jangkauan wisatawan yang berada pada kelas jangkauan tinggi. Hubungan tingkat daya tarik objek wisata sejarah terhadap jangkauan wisatawan di Kota Bogor berbeda-beda. Terdapat objek wisata yang memiliki tingkat daya tarik tinggi dengan jangkauan wisatawan yang tinggi dan sedang. Adapun objek wisata dengan tingkat daya tarik rendah memiliki jangkauan wisatawan yang sedang dan rendah. Kemudian, dari karakteristik wisatawannya, objek wisata sejarah di Kota Bogor dengan tingkat daya tarik tinggi, sedang, dan rendah masing-masing memiliki karakteristik wisatawan yang mendominasi adalah kelompok pelajar/mahasiswa. Sehingga tingkat daya tarik tidak mempengaruhi karakteristik wisatawan dari setiap objek wisata sejarah.  Maka tingkat daya tarik suatu objek wisata sejarah tidak selalu mempengaruhi tingkat jangkauan wisatawan dan karakteristik wisatawan.

Bogor city has the potential for historical tourism. The various historical events that occurred in the city of Bogor in the past coupled with the existence of seven heritage zones in it make the city of Bogor have many historical attractions. Each historical tourism object in Bogor City has a different level of attractiveness. This study aims to determine the level of attractiveness of historical tourist objects in Bogor City based on heritage zones through tourism facilities and accessibility and to determine the relationship between the level of attractiveness of historical tourist objects in Bogor City and the characteristics and reach of tourists. The method used is descriptive spatial analysis accompanied by cross-tabulation to find the relationship between the level of attractiveness of historical tourism objects and the characteristics and reach of tourists. Historical tourism objects in Bogor city are mostly monuments and museums which are scattered in the colonial government zone. Only one historical tourist attraction during the Pakuan Pajajaran Kingdom. The level of attractiveness of historical tourism objects based on primary facilities, secondary facilities, conditional facilities, and accessibility in Bogor City is divided into 3 levels, namely high, medium and low. Based on the facilities and accessibility, the level of attractiveness of historical tourism objects in Bogor City is mostly in the moderate class. Of all the historical tourist objects located in Bogor City, based on the characteristics of the tourists, it is dominated by the characteristics of tourists with group tourism partners (groups) and student work. Concerning the reach of tourists, historical attractions in Bogor City broadly have the reach of tourists who are in the high-reach class. The relationship between the level of attractiveness of historical tourism objects and the reach of tourists in Bogor City varies. There are tourist objects that have a high level of attractiveness with a high and moderate reach of tourists. As for tourist objects with a low level of attractiveness, the reach of tourists is medium and low. Then, from the characteristics of tourists, historical tourist objects in Bogor City with high, medium, and low levels of attractiveness each have the characteristics of tourists who dominate student groups. So that the level of attractiveness does not affect the tourist characteristics of each historical tourist attraction. So the level of attractiveness of a historical tourist attraction does not always affect the level of tourist outreach and tourist characteristics."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ezwin Budiman Rosyadi
"Moluska merupakan jenis hewan invertebrate yang terdiri dari tujuh kelas. Dua kelas diantaranya adalah Gastropoda dan Pelecypoda. Kemunculan moluska (khususnya dari habitat air laut) dalam jumlah besar di satu situs ceruk/ gua yang terletak di wilayah yang cukup jauh dari pantai menunjukkan adanya proses transformasi yang mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya oleh manusia. Pada masalalu kemungkinan manusia mencari dan memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan mereka bertahan hidup, salah satunya adalah memanfaatan moluska sebagai salah satu sumber pangan pada masalalu ataupun sebagai bahan baku artefak. Beberapa jenis artefak yang terdapatdisitus ini antara lain: alat serut, penesuk, dan ornamen dari cangkang moluska. Habitat moluska yang ada di situs Song Gentong II adalah darat, air tawar, dan laut..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11904
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Sudirman
"Penelitian ini mengenai puden berundak Pasamuan yang terletak di desa Pasir Eurih Kecamatan Ciomas, Bogor. Situs Pasamuan merupakan bangunan dengan 9 teras dengan bentuk dan tinggalan yang memiliki ciri mirip dengan bangunan megalitik. Melihat ciri bangunan tersebut yang serupa dengan bangunan megalitik permasalahan yang hendak diteliti adalah bagaimanakah sebenarnya bentuk dan ciri lengkap Situs Pasamuan serta benda-benda peninggalan yang terdapat di dalamnya. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal bagi penelitian selanjutnya. Langkah-langkah dalam penelitian adalah deskripsi banguan dan temuan yang terdapat di punden berundak Pasamuan, data tersebut kemudian di bandingkan dengan bangunan megalitik yang memeiliki cirri yang sama. Situs yang dijadikan pembandingan adalah punden berundak yang terdapat di Jawa Barat, yaitu punden berundak Gunung Padang, Pangguyungan, Pasir Gantung, dan Pasir Kolecer. Punden berundak tersebut dipilih karena memilki persamaan bentuk dan memiliki pengaruh kepercayaan yang sama yaitu agama Sunda Kuna atau yang dikenal dengan sebutan kabuyutan_"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11410
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Soeroso
"ABSTRAK
Dalam sejarah Indonesia kuno diketahui bahwa awal mula berkembangnya pengaruh kebudayaan India di Nusantara telah berlangsung cukup lama. Dari sumber-sumber tertulis yang sampai ke tangan kita dapat diketahui bahwa awal mula munculnya peradaban yang bercorak Hindu di Indonesia itu berlangsung di dua pusat ialah di Jawa Barat dan di Kalimantan Timur. Dan prasasti-prasasti yang paling awal yang ditemukan di wilayah Jawa Barat, meskipun secara keseluruhan tidak menyebut angka tahun yang lengkap, dapat diketahui bahwa kerajaan yang pertama kali berkembang di wilayah ini ialah kerajaan Tarumanagara I. Prasasti-prasasti tertua yang menyebutkan keberadaan kerajaan tersebut antara lain adalah Prasasti Lebak, yang menyebut kebesaran seorang raja yang bernama Sri Purnawarman2; Prasasti Jambu (Koleangkak), yang menyebut seorang raja yang bernama Purnawarman dan memerintah di Taruma3; Prasasti Ciaruteun, yang menyebut raja yang mulia, yang bernama Sang (Sri) Purnawarman;4 Prasasti Kebon Kopi, yang menyebut keagungan seorang penguasa Taruma5; Prasasti Muara Cianten, yang gaya tulisannya berasal dari masa Taruma 6; Prasasti Pasir Awi, dalam bentuk gambar (pictograph) yang diperkirakan berasal dari masa Taruma7 serta yang terakhir Prasasti Tugu,8 yang ditemukan di Desa Tugu tidak jauh dari Kampung Cilincing, Jakarta sekarang.
Berdasarkan wilayah persebarannya, juga ukuran batunya, dapat diketahui bahwa prasasti-prasasti itu dibuat in situ.9 Dan wilayah persebarannya itu juga dapat diperkirakan bahwa wilayah pengaruh kekuasaan kerajaan Tarumanagara pada masa pemerintahan raja Purnawarman setidak-tidaknya mencakup sebagian wilayah Jawa Barat mulai dari daerah Kabupaten Pandeglang di bagian barat, Kabupaten Bogor di bagian selatan dan daerah Bekasi sampai Jakarta di bagian utara. Apabila diperhatikan gaya tulisannya, gaya bahasanya, bentuk tulisannya serta jenis metrumnya1° dapat diketahui bahwa tulisan-tulisan pada prasasti-prasasti tersebut berasal dari pertengahan abad V. Tulisan yang digunakan seluruhnya menggunakan huruf Pallawa dengan bahasa Sansekerta serta kebanyakan berbentuk sloka dengan metrum sragdara dan anustubh. Adanya penggunaan bahasa Sansekerta serta huruf Pallawa tersebut merupakan bukti bahwa pada masa itu telah terjadi kontak budaya antara Tarumanagara dengan kerajaan-kerajaan di India. Bahkan dengan dikeluarkannya prasasti-prasasti yang berbahasa Sansekerta, pengenalan metrum serta dikenalnya bentuk tulisan gambar (pictograph) tersebut di atas membuktikan bahwa pada masa itu pengetahuan masyarakat dalam bidang kesusasteraan sudah cukup maju.
Di antara tujuh buah prasasti yang dikeluarkan oleh raja Purnawarman, Prasasti Tugu merupakan satu-satunya yang paling istimewa oleh karena beberapa hal. Pertama, Prasasti Tugu merupakan satu-satunya prasasti yang ditemukan di wilayah pantai utara Jawa Barat (Jakarta). Kedua, Prasasti Tugu merupakan prasasti yang memuat angka tahun terlengkap dibandingkan dengan prasasti yang lain karena menyebut beberapa unsur penanggalan dari peristiwa-peristiwa panting pada masa pemerintahan Purnawarman. Ketiga, Prasasti Tugu menginformasikan tentang dilakukannya dua kegiatan pembuatan saluran masing-masing saluran Sungai Candrabhaga dan Sungai Gomati. Keempat, di dalam Prasasti Tugu juga diinformasikan pemberian hadiah 1000 ekor lembu kepada para brahmana.l Kelima, Prasasti Tugu merupakan satu-satunya prasasti dari masa pemerintahan raja Purnawarman yang paling banyak datanya.
Berdasarkan keterangan yang disebutkan di dalam Prasasti Tugu tersebut dapat diketahui bahwa pada masa pemerintahan raja Purnawarman sistem pemerintahannya sudah sangat maju. Upaya pembuatan saluran yang panjangnya hampir mencapai sekitar 11 kilometer 12 hanya dalam waktu 21 hari jelas memerlukan tenaga yang tidak sedikit serta memerlukan kemampuan teknologi yang maju. Demikian pula halnya dengan pemberian hadiah sebanyak 1000 ekor lembu kepada para brahmana memperlihatkan kepada kita bahwa pada masa itu domestikasi hewan sudah sangat berkembang."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mundardjito
"ABSTRAK
Penelitian ini merupakan langkah awal dari suatu upaya untuk memahami hubungan manusia dan lingkungan pada masa lalu
di seluruh wilayah provinsi Jambi.
Keterangan mengenai lokasi situs-situs arkeologi dan keadaan sumber daya lingkungan alam di seluruh wilayah itu dikumpulkan terutama melalui data sekunder dan kemudian dipetakan dalam 2 jenis peta persebaran (situs dan lingkungan) untuk selanjutnya dikaji hubungannya melalui teknik tumpang(sumperimposed) antara kedua jenis peta
tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa situs-situs arkeologi berlokasi di daerah-daerah yang memiliki sifat-sifat sebagai
berikut: Kelerengannya 0-2%, bentuk lahan berupa dataran aluvial, jenis batuannya tergolong batuan endapan aluvial,
jenis tanah aluvial, dan jaraknya ke sumber air kurang dari 500 meter. "
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Salmah Nurhayati
"Situs Sangiran adalah situs prasejarah yang banyak mengandung fosil dan artefak manusia purba yang masih terletak in-situ. Salah satu potensi situs ini adalah banyaknya fosil manusia Homo erectus yang ditemukan, yaitu lebih dari 50% populasi Homo erectus di dunia. Sehingga situs ini mampu memberikan data mengenai kehidupan manusia kala Plestosen. Hal ini menjadikan situs ini sebagai salah satu barometer dunia dalam penelitian evalusi manusia (Widianto, et al., 1998:1). Keberadaan situs yang sedemikian penting kemudian menjadikan Situs Sangiran sebagai satu-satunya situs prasejarah di Indonesia yang terdaftar sebagai Warisan Budaya Dunia (World Heritage List-UNESCO) melalui komite World Heritage yang diadakan di Merida, Mexico pada tanggal 2-7 Desember 1996."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11622
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>