Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112797 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rina Riawati
"Eucalyptus alba Reinw. ex Blume merupakan jenis tanam-. an yang diprogramkan pada pembangunan HTI, karena baik untuk reboisasi, penghijauan, dan kayunya merupakan jenis kayu perdagangan di Indonesia. Pembentukan tunas dilakukan dengan menanam pucuk beserta kotiledon sepanjang 1 cm dari kecambah E. alba yang berusia 5 hari, dalam modifikasi medium padat Murashige & Skoog [1962] dengan pemberian variasi kadar NAA 0; 0,2; dan 0,4 ppm dan BAP 0; 2; 4; dan 6 ppm serta interaksi keduanya. Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu selama 8 minggu setelah penanaman terhadap: pembentukan dan pertumbuhan tunas; pembentukan kalus; dan pemben tukan plantlet; sedangkan data jumlah tunas aksiler, berat basah dan berat kering propagul diambil pada minggu ke-8. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penanaman pucuk kecambah E. alba pada modifikasi medium MS [1982] dengan pemberian NAA 0; 0,2; dan 0,4 ppm dan BAP 0; 2; 4; dan 8 ppm serta interaksi keduanya, dapat membentuk tunas aksiler dan akar. Uji perbandingan berganda pada a = 0,05 menunjukkan berat basah propagul yang berbeda nyata antara kontrol terhadap medium lainnya. Pembentukan tunas terbaik terjadi pada pemberian NAA 0,2 ppm dan BAP 6 ppm (perlakuan K) serta NAA 0,4 ppm dan BAP 6 ppm (perlakuan L), sedangkan pembentukan plantlet yang paling efektif terjadi pada pemberian NAA 0,4 ppm dan BAP 6 ppm (perlakuan L)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Purwaningsih
"Eucalyptus alba Reinw. ex Blums adalah tanaman tropis yang banyak dimanfaatkan dalam industri kayu, obat-obatan, kosmetik, dan berpeluang untuk dikembangkan melalui teknik kultur jaringan. Eksplan hipokotil kecambah E. alba usia 5 hari diberi variasi gabungan IBA (0, 2, 4 ppm) dan kinetin (0, 1, 2 ppm) dalam modifikasi medium Murashige Se Skoog (1962). Kultur dipelihara dalam ruang kultur bersuhu + 21°C tanpa pemberian cahaya tambahan.. Pada minggu ke-8 setelah penanaman eltsplan, dihitung jumlah akar dan tunas yang terbentuk. Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa morfogenesis eksplan hipokotil E. alba dapat terjadi pada variasi gabungan IBA dan kinetin, melalui tahap pembentukan kalus terlebih dahulu. Kalus yang terbentuk bertekstur kompak. Kalus secara keseluruhan berwarna krem. Pada beberapa kalus, terdapat tonjolan kalus berwarna hijau, dan tonjolan kalus berwarna putih dengan bercak-bercak merah muda. Uji Kruskal-Wallis pada ot = 0,05 menunjukkan bahwa pemberian n variasi IBA dan kinetin berpengaruh terhadap jumlah akar. Oj i perbandingan berganda pada a =. 0,05, menunjukkan bahwa jumlah akar dengan pemberian 2 dan 4 ppm IBA, tanpa pemberian kinetin, berbeda nyata terhadap kontrol. Pembentukan akar yang terbaik didapatkan pada kadar IBA sebesar 4 ppm, tanpa pemberian kinetin. Pembentukan tunas terjadi pada pemberian 2 ppm kinetin, tanpa penambahan IBA."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ekawati Purwijantiningsih
"Meristem apikal kecambah sengon laut, Paraserianthes faloataria (L.) Nielson yang berumur 7 hari ditanam pada medium Murashige & Skoog (1962) modifikasi dengan pemberian variasi konsentrasi NAA 0; 0,5; 1 ppm dan BAP 0; 2; 4; 8 ppm. Pengamatan secara kualitatif dan kuantitatif dilakukan pada minggu ke-6 setelah penanaman. Pengamatan kualitatif meliputi pertumbuhan tunas, kalus, dan akar. Pengamatan kuantiatif meliputi tinggi tunas,, jumlah nodus/tunas, berat basah dan berat kering eksplan. Penanaman meristem apikal sengon laut tersebut dapat membentuk tunas, kalus, maupun akar. Uji Analisis Variansi 2 faktor pada a = 0,01 menunjukkan pemberian NAA dan BAP berpengaruh terhadap tinggi tunas dan jumlah nodus/tunas. Tunas tertinggi yaitu 40,68 mm terdapat pada pemberian NAA 1 ppm dan BAP 4 ppm. Jumlah nodus/tunas terbanyak terdapat pada pemberian NAA 1 ppm dan BAP 6 ppm yaitu 6,00 buah. Uji Tukey pada a - 0,01 menunjukkan terdapat beda nyata tinggi tunas antara interaksi pemberian konsentrasi NAA 1 ppm dan BAP 4 ppm dengan: kontrol; NAA 0 ppm dan BAP 4 ppm; NAA 0,5 ppm dan BAP 0 ppm; NAA 0,5 ppm dan BAP 4 ppm; NAA 0,5 ppm dan BAP 6 ppm; NAA 1 ppm dan BAP 0 ppm. Beda nyata juga terdapat antara interaksi pemberian konsentrasi NAA 1 ppm dan BAP 6 ppm dengan NAA 1 ppm dan BAP 0 ppm. Perbedaan nyata jumlah nodus/tunas terdapat antara interaksi pemberian konsentrasi NAA 1 ppm dan BAP 4 ppm . terhadap: kontrol; NAA 0 ppm dan BAP 4 ppm; NAA 0,5 ppm dan BAP 0 ppm; NAA 1 ppm dan BAP 2 ppm. Beda nyata juga terdapat antara pemberian konsentrasi NAA 1 ppm dan BAP 6 ppm terhadap: kontrol; NAA 0 ppm dan BAP 4 ppm; NAA 0,5 ppm dan BAP 0 ppm; NAA 0,5 ppm dan BAP 6 ppm; serta NAA 1 ppm dan BAP 2 ppm, antara pemberian konsentrasi NAA 0 ppm dan BAP 2 ppm terhadap 0,5 ppm dan BAP 0 ppm, antara pemberian konsentrasi NAA 0,5 ppm dan BAP 0 ppm terhadap NAA 0,5 ppm dan BAP 2 ppm serta NAA 0,5 ppm dan BAP 4 ppm, antara pemberian konsentrasi NAA 0,5 ppm dan BAP 4 ppm"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tetty Setiowati
"Eksplan tunas apikal kecambah terong KB (Solanum khasianum Clarke) dikultur pada medium Murashige dan Skoog (MS) 1962 modifikasi dengan pemberian variasi konsentrasi IAA 0 ; 0,25; 0,5; 0,75; dan 1 ppm serta kinetin 0; 1; 2; 3; dan 4 ppm selama 8 minggu. Tunas-tunas aksilar mulait erbentuk pada hari ke-5 sedangkan planlet pada hari ke-10. Jumlah tunas pada minggu ke-8 paling banyak terdapat pada medium yang hanya diberi kinetin 4 ppm, yaitu 10 tunas; sedangkan jumlah planlet paling banyak terdapat pada medium yang diberi kinetin 3 ppm, yaitu 5 planlet. Berat basah dan berat kering tertinggi pada minggu ke-8 terdapat pada medium yang hanya diberi kinetin 4 ppm, yaitu masing-masing 3401,9 mg dan 188,4 mg. Uji nonparametrik Friedman pada minggu ke-8 dengan taraf nyata α = 0,01 menunjukkan adanya pengaruh interaksi IAA dan kinetin terhadap jumlah tunas, jumlah planlet, berat basah dan berat kering. Hasil uji perbandingan berganda dengan taraf nyata α = 0,01 menunjukkan adanya perbedaan nyata antara pasangan perlakuan pada data jumlah tunas, berat basah, dan berat kering; sedangkan pada data jumlah planlet tidak terdapat perbedaan nyata antara pasangan perlakuan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Ratna
"ABSTRAK
Salah satu cara untuk mendapatkan tanaman varietas unggul adalah inelalui mutasi imbas dengan inempergunakan iradiasi sinar gamma. Dalam penelitian ini telah dilakukan pemberian iradiasi sinar gamma terhadap eksplan daun nicotien tubacos var. Deli-4 yang ditanam pada medium MS tnodifikasi. Penelitian bertujuan untuk inengainati pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap morfogenesis ekspian daun tembakau. Dosis yang diberikan adalah 2, 4, 6, 8, ' 10 dan 12 Gy dengan laju dosis 45,11342 krad/jam. Parameter yang diukur adaiah juiniah, panjang daun dan berat basah tunas serta berat basah ruinpun tunas yang dianiati pada minggu ke-4, ke-6 dan ke78. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma dapat inenghatnbat inorfogenesis ekspian daun teinbakau dengan dosis yang paling menghambat adalah 10 dan 12 Gy, sedangkan dosis yang kurang menghambat adaiah 2-8 Gy."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sasanthy Kusumaningtyas
"ABSTRAK
Pengaruh kombinasi NAA 0, 0,5 dan 1 ppm serta kinetin 0, 1, 2, 3 dan 4 ppm pada medium Murashige & Skoog (MS) 1962 terhadap organogenesis daun terong KB Solanum khasianum Clarke diamati pada minggu ke-4, 6 dan 8 setelah penanaman. Kalus mulai terbentuk pada minggu ke-2. Pembentukan akar dan tunas terjadi secara langsung maupun tidak langsung melalui kalus. Akar mulai terbentuk pada minggu ke-2 dan ke-3: tunas mulai terbentuk pada minggu ke-3 dan ke-4 sedangkan planlet mulai terbentuk pada minggu ke-6 dan ke-8. Jumlah akar terbanyak, yaitu 5 dihasilkan dengan penambahan 1 ppm NAA dan 3 ppm kinetin; jumlah tunas terbanyak, yaitu 5 dan jumlah planlet terbanyak yaitu 2 dihasilkan dengan penambahan 4 ppm kinetin tanpa NAA; berat basah terbesar, yaitu 1962,4 mg dan berat kering terbesar, yaitu 193,5 mg dihasilkan dengan penambahan 0,5 ppm NAA dan 4 ppm kinetin. Uji Friedman pada α = 0,01 terhadap data jumlah akar, tunas, planlet serta berat basah dan berat kering pada minggu ke-8 menunjukkan adanya pengaruh kombinasi NAA dan kinetin. Uji perbandingan berganda pada α = 0,01 menunjukkan terdapat beda nyata dalam jumlah akar, tunas, berat basah dan berat kering pada beberapa pasangan perlakuan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andi Salamah
"Kemuning (Murray a panicxilata (L. ) Jack), yang dikenal sebagai tanaman bias, berpotensi sebagai tanaman obat. Telah dilakukan kultur kalus batang kemuning yang d iper lakiikan dengan kolkisin. Kolkisin merupakan senyawa kimia yang umura d-igunakan untuk merangsang pembentukan sel-sel yang bersifat poliploid pada tanaman. Perlakuan perendaman ujung batang kemuning selama 10 . raenit dalam larutan kolkisin 0, 5, 10, 15, 20, 25 dan 30. /■ ppm, sebelum ditanam pada modifikasi medium MS (1962), dapat merangsang pertumbuhan eksplan hingga membentuk kalus. Pengamatan kualitatif memper1ihatkan terbentuknya kalus berwarna krem dengan tipe "friabel kompak"; dan dari sayatan anatomi kalus setelah dikultur selama 8 minggu memper1ihatkan kecenderungan pembesaran inti sel pada perlakuan 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm. Hasil uji Kruskal-Wal lis pada a = 0,05, menunjukkan bahwa kolkisin tidak berpengaruh nyata terhadap berat basah kalus, tetapi berpengaruh nyata terhadajp berat kering kalus. Uji perbandingan berganda pada a = 0,05, menunoukkan bahwa berat kering kalus,dengan perlakuan kolkisin 5, 15 dan 25 ppm berbeda nyata dengan kontrol; sedangkart antar perlakuan % terdapat beda nyata antara perlakuan kolkisin 5 ppm dengan | 20 dan 30 ppm; 15 ppm dengan 30 ppm; serta 25 ppm dengan f- 30 ppm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novianti Indriastuti
"ABSTRAK
Daun pacar air {Impatiens balsamina Linn.) dikultur
pada medium Murashige-Skoog (1962) modifikasi dengan pemberian
interaksi 2,4-D dan kinetin. Kultur dipelihara
dalam ruang bersuhu +-25C dan diberi cahaya. Pengamatan
dilakukan terhadap waktu inisiasi, jenis, warna, berat basah
dan berat kering kalus. Kalus mulai terbentuk pada
minggu ke-2 setelah penanaman, berwarna krem dan bertekstur
remah kompak. Berat basah kalus rata-rata tertinggi
pada minggu ke-4 diperoleh dari kalus dalam medium PIO
(2 ppm 2,4-D + 0,5 ppm kinetin) yaitu 0,2288 gram, dan
berat kering kalus rata-rata tertinggi diperoleh dari
kalus dalam medium P9 (1 ppm 2,4-D + 0,5 ppm kinetin)
yaitu 0,0195 gram. Berat basah dan berat kering kalus
rata-rata tertinggi pada minggu ke-8 diperoleh dari kalus
dalam medium PIO (0,2991 gram dan 0,0285 gram). Berat
basah kalus rata-rata tertinggi pada minggu ke-12 diperoleh dari kalus dalam medium P3 (3 ppm 2,4-D) yaitu 0,8481
gram, sedangkan berat kering kailus rata-rata tertinggi
diperoleh dari kalus dalam medium PIO (0,0603 gram).
Hasil ANAVA menunjukkan bahwa interaksi 2,4-D dan kinetin
berpengaruh terhadap pertambahan berat basah dan berat
kering kalus pada minggu ke-8 dan minggu ke-12.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Andayani
"ABSTRAK
Potongan tangkai daun brotowali Tinospora crispa (L. ) Miers dikultur pada media Murashige & Skoog (1962) modifikasl. Pada setiap mediun tersebut digunakan 9 konsentrasi sukrosa yang berbeda yaitu 0,0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; dan 4,0%. Kultur dipelihara dalau ruang bersuhu ±25°C dan diberi cahaya dengan fotoperiodisitas 16 jam/hari dan intensitas 800 luks.
Kalus pada semua media perlakuan mulai terbentuc pada hari ke-15 setelah penananan, kecuali pada mediun tanpa sukrosa. Semua kalus yang terbentuk berwarna krem dan berjenis kompak pada minggu ke-4 dan ke-8; namun terjadi
perubahan jenis kalus pada minggu ke-12 yaitu jenis kompak untuk kalus pada media dengan sukrosa 0,5 dan l,0%, dan kalus remah-konpak untuk sebagian kalus pada media dengan. sukrosa 1,5--4,0%.
Produktivitas kalus tertinggi pada minggu ke-4 diperoleh dari mediun dengan sukrosa 4,0%; pada minggu ke-8 diperoleh dari mediun dengan sukrosa 3,5%; sedangkan pada minggu ke-12, produktivitas kalus tertinggi diperoleh dari mediun dengan sukrosa 3,0%.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>