Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55311 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pratiwi Dyah Kusumo
"Berdasarkan beberapa hasil penelitian di Jepang ' teh hijau diketahui mempunyai efek anti kanker, oleh karenanya potensi tersebut perlu dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat ekstrak air teh hijau {Camelia sinensis . Kuntze terhadap proliferasi sel tumor kelenjar susu mencit {Mus musculus L.) galur C3H. Bubur tumor kelenjar susu mencit donor ditransplantasikan pada mencit resipien dan setelah masa laten, mencit resipien dicekok ekstrak air teh hijau dengan dosis 250 mg/kg berat badan mencit, 500 mg/kg berat badan mencit dan 1000 mg/kg berat badan mencit setiap hari selama tiga minggu. Sebagai kontrol pelarut digunakan akuades. Pengamatan dilakukan setiap hari, meliputi perubahan besar volume tumor dan berat akhir tumor. Hasil analisis secara statistik menunjukkan adanya pengaruh bermakna daya hambat ekstrak air teh hijau terhadap proliferasi sel tumor kelenjar susu mencit {Mus musculus L. ) galur C3H pada = 0,05. Daya hambat ini dapat disimpulkan dari perbedaan persentasi pertambahan volume antara mencit kontrol positif dan kontrol pelarut dibandingkan dengan mencit yang diberikan perlakuan dosis 500 mg/kg berat badan mencit dan dosis 1000 mg/kg berat badan mencit. Daya hambat terbesar didapat pada mencit yang diberi perlakuan dosis 500 mg/kg berat badan mencit."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Eka Wuyung
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian:
Di Indonesia angka kematian karena kanker terus meningkat dari 1,45 dalam tahun 1972 menjadi 4,4% dalam tahun 1992. Dari studi prospektif dan retrospektif diketahui bahwa karotenoid mengurangi risiko mendapatkan kanker payudara, (β -karoten adalah salah satu karotenoid yang dikandung oleh minyak kelapa sawit (600.000 µg/Kg). Karena cara pengobatan pembedahan, radioterapi dan kemoterapi cukup mahal dan acapkali tidak terjangkau oleh sebagian golongan masyarakat, maka perlu dicari cara lain, di antaranya memanfaatkan β -karoten yang ada dalam minyak kelapa sawit, namun perlu diteliti dosis ekstrak minyak kelapa sawit (EMKS) yang tepat.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian EMKS yang mengandung β -karoten sebanyak 0,02 µg /ml, 0,1 µg/ml dan 0,5 µg /ml terhadap pertumbuhan in vitro set tumor kelenjar susu mencit C3H. Digunakan 5 kelompok masing-masing 6 ulangan yang terdiri atas 3 kelompok uji dan 2 kelompok kelola (kelola babas dan kelola pelarut). Selain itu dilakukan pula penelitian secara in vivo dengan dosis 1000 µg/0,1 ml dan 2000 µg/0,1 ml per hari selama 21 hari dengan menggunakan 24 ekor mencit yang dibagi dalam 2 kelompok kelola dan 2 kelompok uji.
Hasil dan Kesimpulan:
Dengan melakukan analisis varian pada hasil penelitian diketahui tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok kelola dan kelompok uji dosis 0,02 µg /ml. Kemaknaan terjadi pada dosis 0,1 µg/ml dan 0,5 µg/ml. Ditemukan bahwa makin besar dosis yang diberikan makin kecil rasio pertumbuhan biakan sel tumor. Selain itu analisis varian indek label (IL) BUdR menunjukkan bahwa makin besar dosis EMKS yang diberikan, makin rendah nilai Ilnya. Sedangkan penelitian in vivo dengan dosis 1000 µg/0,1 ml dan 2000 µg/0,1ml tidak memperlihatkan pengaruh EMKS terhadap volume dan berat tumor kelenjar susu mencit C3H.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian EMKS dapat menghambat bertumbuhan sel tumor kelenjar susu mencit C3H secara in vitro pada dosis 0,1 µg/ml dan 0,5 µg/ml. Sedangkan secara in vivo dengan dosis 1000 µg/0,1 ml dan 2000 µg/0,1 ml pertumbuhan se tumor kelenjar susu mencit belum dihambat.
Scope and methods of study:
The mortality of cancer in Indonesia had been increasing from 1.4% in 1972 to 4.4% in 1992. Through prospective and retrospective studies it was known that carotenoid could lessen the risk for getting breast cancer. 0-carotene was one of the carotenoids contained in palm oil (600.000 µg/Kg). Because the treatment of breast cancer by surgery, radiotherapy and chemotherapy was rather expensive and often not within reach by part of the people, so other way of treatment should be sought, among others by using f3-carotene in palm oil of which the precise dose should be first determined.
This investigation was done to know the effect of putting palm oil extract (POE) containing respectively 0.02 µgl0,/ml; 0.1 µg/0,1ml and 0.5 µg/0,lml on the in vitro growth of C3H mouse mammary tumor cells. Five groups of each six repetitions consisting of three treated and two control groups. Besides an in vivo investigation was done with doses of 1000 µg/0,1 ml and 2000 µg/0,1 ml per day respectively for 21 days, by using 24 mice which was divided into two control and two treatment groups.
Result and conclusion:
By using variance analysis it was found that there was no significant difference between the control groups and the 0.02 µg/0, l ml treated group; significant difference occurred at groups of 0.1 µg/0, l ml and 0.5 µg/0,1 ml doses. It was found that the bigger the dose given the smaller ratio of tumor cell growth. Beside this it was known also from the variance analysis of the BUdR labeling index that putting palm oil extract on the tumor cell culture lessen the value of the labeling index conform with the dose given.
Whereas the in vivo investigation of 0-carotene contained in POE given in doses of 1000 µg/0,1 ml and 2000 µg/0,1 ml showed no significant difference on the tumor volume and tumor weights between the control and treatment groups.
Based on the above investigation was concluded that treatment with POE containing 0-carotene in doses of 0.1 µg/0,1 ml and 0.5 µg10, l ml could inhibit the in vitro growth of C3H mouse mammary tumor cells. While with doses of 1000 µg/0,1 ml and 2000 µg/0,1 ml the in vivo growth of mouse mammary tumor cells had not inhibited yet.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Eka Wuyung
"Di Indonesia kenaikan angka kematian karena kanker mencapai 4,3% pada tahun 1986. Dari studi prospektif dan retrospektif diketahui bahwa karotenoid mengurangi risiko timbulnya kanker payudara. Beta-karoten adalah salah satu karotenoid yang dikandung oleh minyak kelapa sawit (600.000 ug/kg) karena cara pengobatan kanker payudara yang berlaku selama ini (dengan pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi) cukup mahal, dan acapkali tidak terjangkau oleh sebagian golongan masyarakat, maka perlu dicari cara lain, di antaranya memanfaatkan beta-karoten yang ada dalam minyak kelapa sawit, namun perlu diteliti dosis ekstrak minyak kelapa sawit yang tepat.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak minyak kelapa sawit sebesar 120 ug/0,1 ml dan 500 ug/0,1 ml per hari terhadap pertumbuhan sel tumor transplantabel kelenjar susu mencit C3. Penelitian ini menggunakan 42 ekor mencit C3H, dengan berat badan berkisar antara 18 - 20 gram. Mencit tersebut dibagi menjadi 7 kelompok dengan masing-masing 6 ulangan yang terdiri atas 3 kelompok kontrol dan 4 kelompok uji. Dua kelompok uji masing-masing dicekok dengan dosis 1.20 ug dan 500 ug ekstrak per hari selama penelitian, sedangkan kepada 2 kelompok uji lainnya pemberian ekstrak hanya sampai pada hari ke-14. Facia hari ke 14 semua mencit diinokulasi dengan bubur tumor yang diambil dari mencit donor dengan menggunakan trokar secara subkutis di aksila kanan sebanyak 0,2 ml/ekor.
Dengan melakukan analisis varian diketahui hasil pada ketujuh kelompok tidak berbeda bermakna secara statistik, baik pengaruhnya terhadap volume tumor, berat akhir tumor maupun lama bertahan hidup mencit. Namun demikian hasil pengamatan sediaan mikroskopis menuniukkan adanya pengaruh pemberian ekstrak walaupun tidak terlalu menyolok, berupa penambahan fibrosis/kepadatan jaringan stromanya. Ketiadaan pangaruh pemberian ekstrak minyak kelapa sawit mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu masih kurang tingginya dosis yang diberikan, tingkat oksidasi menjadi asam retinoat cukup tinggi, terjadinya autooksidasi nonbiologik betakaroten sebelum digunakan dan kekurang cukupan Zn sebagai pembentuk REP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Eka Wuyung
"Dari studi Epidemiologi diketahui bahwa karotenoid cenderung mengurai risiko timbulnya kanker. Karena pengobatan kanker cukup mahal sehingga tidak terjangkau sebagian masyarakat, maka perlu dicari cara lain, di antaranya memanfaatkan β -karoten dalam EMKS, namun perlu dicari dosis yang tepat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah pemberian EMKS dapat menghambat laju pertumbuhan sel tumor.
Penelitian ini menggunakan 24 ekor mencit yang telah diinokulasi dengan bubur tumor dibagi kedalam 2 kelompok kelola dan 2 kelompok perlakuan yang dicekok EMKS dengan dosis 1000 µg/0,1 ml dan 2000 µg/0,1 m1/hari selama 21 hari. Pengukuran volume tumor dilakukan satu minggu sekali . Setelah 21 hari semua mencit dimatikan, lalu diukur volume akhir tumor, berat tumor dan dibuat sediaan mikroskopik yang diwarnai secara imunoperoksidase dengan anti BUdR, lalu dihitung IL (sel yang berada pada fase S).
Hasil analisis varian tidak ada perbedaan baik pada volume akhir tumor minggu ke dua, ketiga, setelah mencit dimatikan, berat tumor maupun IL BUdR antara kelompok kelola dan perlakuan. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian β-karoten dalam EMKS dosis 1000 µg10,1 ml dan 2000 µg/0,1 m1/hari beium dapat menghambat laju pertumbuhan sel."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kusmardi
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan Cara penelitian :
Pemberian interleukin-2 (IL-2) pada sel killer tidak selalu menghasilkan peningkatan daya sitotoksiknya terhadap sel tumor. Keberhasilan aktivasi IL-2 in vitro sangat dipengaruhi oleh sifat intrinsik balk sel killer sebagai sel efektor imunologik maupun sel tumor sebagai sel sasaran. Untuk melihat pengaruh beberapa faktor seperti pengayaan limfosit T, asal sel efektor dan perbedaan sifat genetik yang terkait pada sal killer akibat pemberian IL-2, pada penelitian ini digunakan 2 strain mencit yaitu C3H dan GR sebagai sumber limfosit dan sel tumor kelenjar susu, baik dalam kombinasi sigenik maupun alogenik.
Efektor imun yang dipakai berasal dari limpa dan kelenjar getah bening (KGB) mencit normal dan bertumor baik terlebih dahulu mengalami pengayaan limfosit T dengan nylon-wool maupun tidak sebelum mengalami aktivasi dengan rIL-2. Aktivasi limfosit dengan IL-2 rekombinan (rIL-2) dilakukan dengan menambahkan 250 UI/ml, 1000 UI/ml, 1500 UI/ml rIL-2 pada kultur sel efektor dan diinkubasi dalam inkubator CO2 selama 72 jam.
Sedangkan sel sasaran yang dipakai dalam kombinasi singenik dan alogenik untuk menguji daya sitotoksik sel killer, berupa biakan in vitro sel tumor kelenjar susu. Pengukuran daya sitotoksik dilakukan dengan menghitung persentase sel hidup dari sekurang-kurangnya 200 sel menggunakan pewarna eksklusi trypan blue. Daya sitotoksik absolut merupakan perbandingan antara selisih persentase sel hidup dalam mikrowell kontrol dan mikrowell sampei dengan persentase sel hidup dalam mikrowell kontrol, sedangkan daya sitotoksik relatif merupakan perbandingan antara selisih persentase sel sasaran hidup pada efektor mencit normal dan bertumor dengan persentase sel sasaran hidup pada efektor mencit normal.
Hasil dan kesimpulan:
Daya sitotoksik sel killer teraktivasi rIL-2 berasal dari organ limpa berbeda bermakna dengan efektor berasal dari kelenjar getah bening. Dengan menggunakan sel sasaran singenik, daya sitotoksik efektor berasal dari kelenjar getah bening mencit C3H yang tidak mengalami pengayaan, lebih tinggi dibandingkan efektor berasal dari limpa. Pada mencit GR terjadi sebaliknya, dengan kondisi yang sama, efektor berasal dari KGB lebih rendah daya sitotoksiknya dibandingkan efektor berasal dari limpa. Sedangkan daya sitotoksik, efektor berasal dari KGB terhadap sel sasaran alogenik tetap lebih tinggi dibandingkan efektor berasal dari limpa pada mencit C3H, dan hampir sama pada mencit GR.
Pengayaan limfosit T, tidak menunjukkan pengaruh terhadap daya sitotoksik sel killer baik berasal dari limpa maupun KGB mencit C3H kecuali daya sitotoksik efektor berasal dari KGB terhadap sel sasaran alogenik. Sebaliknya pada efektor berasal dari mencit GR, pengayaan limfosit T berpengaruh baik terhadap sel sasaran singenik maupun alogenik.
Penelitian ini juga menunjukkan pengaruh rIL-2 terhadap daya sitotoksik sel killer yang tinggi, umumnya dicapai dengan dosis pemberian 1000 UI/ml dengan pengujian FJT 2511 dan 50/1. Pemberian rIL-2 dengan dosis 250 UI/ml dan 1500 UI/ml juga dapat meningkatkan daya sitotoksik sel killer baik efektor berasal dari limpa maupun KGB mencit C3H dan GR terhadap sel sasaran singenik dan alogenik.

ABSTRACT
Analysis Of Interleukin-2 Activated Killer Cells Cytotoxicity Of C3H And Gr Mice Against Syngenic and Allogenic Mice Mammary Tumor CellsScope and methods of study: Interleukin-2 (IL-2) treatment on killer cells has not always result in increased cytotoxicity against tumor cells. The result of IL-2 in vitro activation is influenced by an intrinsic factor, both the killer cells as immunological effector and the tumor cells as target cells. In order to analyze the effect of several factors namely T lymphocytes enrichment, the origin of effector cells and the major histocompatibility complex (MHC) restriction, in this study we use two strains of mice, C3H and GR as the source of effector cells and mammary tumor cells, both in syngenic and allogenic combination.
The immune effector used were both spleen cells and lymph node cells derived from normal and tumor-bearing mice, with or without T lymphocytes enrichment through nylon-wool column, prior activation by recombinant IL-2 (A-2). Lymphocytes were activated by 250, 1000 and 1500 IU/ml rIL-2 for 72 hours in CO2 incubator.
In vitro culture of mammary tumor cells were used as target cells for testing the killer cells cytotoxicity both in syngenic and allogenic combination. The cytotoxicity was assesed by counting the reduction of living cells enumerated from at least 200 cells using trypan blue exclusion method. The absolute cytotoxicity was determined by the ratio between the difference of the percentage of living target cells in control and sample with percentage of living target cells in control. While the relative cytotoxicity was determined by the ratio between the difference the percentage living target cells in normal and tumor-bearing mice effector cells with the percentage of living target cells in normal mice effector cells.
Result and conclusion: The cytotoxicity of IL-2 activated killer cells derived from spleen showed a significant difference from the killer cells derived from lymph node. The cytotoxicity against singenic target cells of C3H mice effector derived from lymph node without T lymphocytes enrichment was higher than the effector derived from the spleen. In contrast, the cytotoxicity of effector cells derived from GR mice lymph node showed a lower cytotoxicity than effector cells derived from the spleen. While the cytotoxicity against allogenic combinations, effector derived from the lymph node remained higher as compared to the effector derived from the spleen of C3H mice, almost similar with the GR mice.
T lymphocytes enrichment did not influence the cytotoxicity of killer cells both derived from spleen and lymph node against allogenic target cells. On the other hand, T lymphocytes enrichment of effector derived from GR mice caused elevation of the cytotoxicity both in syngenic or allogenic combination.
This study also showed the effect of IL-2 in increasing the cytotoxicity of killer cells, which was usually achieved by the 1000 IU/ml dosage in E/T 25/1 and 50/1 ratio. However the 250 and 1500 IU/ml dosage also showed the effect of IL-2 in increasing the cytotoxicity of killer cells derived from spleen or lymph node of C3H and GR mice against both syngenic and allogenic target cells.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Utami B. Roeslan
"RINGKASAN EKSEKUTIF
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Pengobatan kanker payudara sudah
banyak diupayakan, melalui tindakan bedah, radioterapi, kemoterapi
dan terapi hormonal, namun hasilnya kurang memuaskan. Yang sangat
didambakan dan ideal ialah cara pencegahan timbulnya kanker atau
setidaknya upaya menekan perkembangan kanker. Beberapa jenis
bahan makanan telah dilap orkan mempuny ai kh asiat mencegah
timbulnya keganasan . Vitamin A alami maupun sintetik dilaporkan
dapat mempengaruhi pertumbuhan sel, sehingga \litamin A dosis tinggi
diperkirakan dapat mencegah atau menghambat pertumbunan tumor.
Dilakukan penelitian eksperimental untuk menilai daya hambat retinil
asetat terhadap pertumbuhan tumor transplantabel kele njar susu
mencit. Tiga kelompok mencit ja tan strain GR, umur ± 2 bulan dan
berat badan 18 - 23 g, masing-masing 12 ekor, diinokulasi secara subkutan
dengan 0,2 ml suspensi tumor kelenjar susu yang diperoleh dari
mencit GR donor. Tiga jam kemudian kelompok perlakuan RA dicekok
dengan sonde lambung 0,2 ml larutan retinil asetat 1500 IU, dan
dila njutkan se tiap li ari selama 14 h a ri. Kelompok kontro l KP
mempero leh 0,2 ml akuades sebagai ganti retinil asetat, sedangkan
kelompok K tidak dibeliikan apa-apa. Daerah inokulasi diraba setiap
hari untuk mengetahui pertumbuhan tumor. Volume tumor dan berat
badan mencit diukur setiap 3 haui, dan pada hari ke-15 semua mencit
dimatikan dengan cara dislokasi servikal. Tumor diangkat dan diukur
volumenya, lalu dibuat sediaan mikroskopik dengan pewarnaan HE.
Hasil dan Kesimpulan: Volume tumor pada mencit kelomQok RA ternyata
Jebih kecil daripada elompok KP dan K (p < 0,01). Tumor pada
kedua kelompok kontrol maupun perlakuan RA menunjukkan gambaran
adenokarsinoma, namun indeks mitosis pada kelompok RA lebih kecil
daripada kedua kelompok kontrol. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pemberian retinil asetat 1500 IU setiap hari selama 14 hari
dengan dicekokkan dapat menghambat pertumbuhan tumor transplantabel
kelenjar susu mencit GR.
Scope and Method of Study: Breast cancer has been treated by various
means of surgery, radiotherapy, chemotherapy and hormonal therapy,
however, the outcome are still unsatisfactory. The ideal approach
should be through prevention, or at least the development and progress
of cancer inhibited. Different kinds of foodstuffs have been reported
to be useful in the protection against malignancy. Vitamin A, either
natural or synthetic, has been reported to affect cell growth, and a
high dose was considered to be protective and inhibit tumor growth.
An experiment was carried out on male GR mice, approximately 2
months old and weighing 18 - 23 g, to evaluate the inhibitory action
of retinyl acetate on the growth of transplantable mammary tumor.
Thirty six mice were divided into 3 groups of 12. They were all inoculated
subcutaneously with a porridge of tumor cells (0.2 ml) prepared
from a donor mouse. Three hours following inoculation, each of the
treatment group (RA) was given through a gastric tube 1500 IU of
retinyl acetate in 0.2 ml of distilled water, and the treatment continued
daily for 14 days. The control group KP received daily 0.2 ml of distilled
water, and group K was without any treatment. The mice were
observed daily for tumor growth, and tumor volume and body weight
were measured every three days starting from day 3. At the end of the
experiment (day 15), the mice were sacrificed by cervical dislocation.
The tumor was excised from each mouse and the volume measured,
and further processed for microscopic examination by HE stain.
Findings and Conclusions: The volume of the tumor of the mice receiving
retinyl acetate was significantly smaller than those of the control
groups K and KP (p < 0.01). Tumors from the treatment group as well
as both control groups showed the characteristics of adenocarcinoma,
but the mitotic index was significantly smaller in the treatment group.
It is concluded that treatment with retinyl acetate, 1500 IU daily for
14 days, could inhibit the growth of transplantable mammary tumor in
GR mice.
"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwi Kertadjaya
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Kulit merupakan pelindung terhadap dunia luar. Bila luka tidak cepat menutup, ada kemungkinan infeksi. Tujuan utama pengobatan luka adalah penutupan luka dengan cepat dan pembentukan jaringan parut yang fungsional dan estetik. Proses penyembuhan memerlukan sel darah, mediator , matriks ekstrasel, sel parenkim yang terluka dan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu f.inflamasi, f.proliferasi dan f.remodeling.
Pada setiap perlukaan terjadi regenerasi lapisan epidermis (epidermisasi). Epidermisasi dimulai dengan proliferasi sel epitel ke arah lateral (proliferasi horisontal) dan diikuti proliferasi ke arah vertikal guna memperkuat daya lindung kulit dengan terbentuknya lapisan dengan pertautan sel-sel epitel.
Petani di Jawa Barat bagian selatan mengobati luka dengan air teh hijau dan sembuh tanpa obat lain. Teh hijau mengandung katekin (20-22% dari berat daun teh hijau). Kadar epigalokatekin galat (salah satu komponen katekin) mencapai 39% dari seluruh katekin yang ada. Epigalokatekin galat merangsang pembentukan IL-1β dan TNF pada kadar 100 µg/ml dalam 1 jam secara maksimal oleh sel MN darah tepi manusia. IL-1 dan TNF merangsang neutrofil dan makrofag untuk mengeluarkan mediator lain yang berperan pada penyembuhan baik pada f. inflamasi maupun f. proliferasi.
Dalam rangka upaya untuk melihat bagaimana air teh hijau dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka maka telah dilakukan suatu penelitian tentang pengaruh berbagai kepekatan katekin dalam air teh hijau terhadap ketebalan epidermis di tepi luka dan perbandingan antara lebar epidermis dengan lebar luka pada hari ke-8 setelah perlukaan. Penelitian ini menggunakan 25 ekor mencit galur C3H berumur 3-5 bulan, BB 16,4-24,8 g; dibagi dalam 5 kelompok secara acak. Digunakan 3 macam kepekatan katekin dalam seduhan ATH yaitu yang mengandung katekin ±0,2mg/0,5 ml (kepekatan rendah), ± 2 mg/0,5 ml (kepekatan sedang = air minuman teh) dan ± 20 mg /0,5 ml (kepekatan tinggi) serta 1 kelompok yang hanya dilukai saja (K.Kb) dan 1 kelompok yang ditetesi aquadest (K.Kp). Biopsi jaringan granulasi dilakukan pada hari ke-8 setelah perlukaan dan dibuat preparat dengan pewarnaan HE.
Hasil dan kesimpulan : Hasil pemberian berbagai kepekatan katekin dalam ATH pada luka kulit mencit dapat dirangkum sebagai berikut :
(a) Angka rata rata ketebalan epidermis di tepi luka adalah sebagai berikut : K.Kb 30,0; K.Kp : 22,5; K.ATH 0,2 : 29,3; K.ATH 2 : 28,1; K.ATH 20 : 21,0. (Dalam mikrometer, pembesaran 100 x ).
(b) Angka rata rata perbandingan lebar epidermis dengan lebar luka adalah sebagai berikut : K. Kb : 0,54; K.Kp : 0,78; K.ATH 0,2 : 0,45; K.ATH 2 : 0,43; K.ATH 20 : 0,53.
Kesimpulan :
(1) Analisis data ketebalan epidermis di tepi luka menunjukkan bahwa berbagai kepekatan katekin dalam ATH memberikan pengaruh yang berbeda bermakna pada ketebalan epidermis di tepi luka kulit mencit (Hhit = Ha > Htab yaitu 12,24 > 9,49; batas kemaknaan 5% tabel Kruskal Wallis pada df = 4 yaitu Hub = 9,49 ), yaitu angka rata rata ketebalan epidermis di tepi luka pada kelompok yang diberi katekin kepekatan rendah dan sedang lebih tebal dibanding kelompok yang diberi katekin kepekatan tinggi dan aquadest, tetapi hampir sama dengan yang tidak diberi apa-apa.
(2) Analisis data perbandingan lebar epidermis dengan lebar luka menunjukkan bahwa berbagai kepekatan katekin dalam ATH tidak memberikan pengaruh yang berbeda bermakna (Hhit = Ha < Htab yaitu 7,49 < 9,49 ), karena angka rata-rata perbandingan lebar epidermis dengan lebar luka pada kelompok yang diberi katekin kepekatan rendah, sedang maupun tinggi lebih kecil daripada yang diberi aquadest dan yang tidak diberi apa apa.

Scope and methods of study : The primary function of the skin is to serve as a protective barrier against the environment. Loss of the integrity of the skin as a result of injury or illness may lead to infection. The goals of treatment of wound are rapid closure of the wound and making a functional esthetical scar. Wound healing is a dynamic, interactive process involving soluble mediators, blood cells, extra cellular matrix, parenchyma cells and beginning with an acute inflammation, then tissue formation and remodeling.
In every wound were epithelisation must cover the wound, epithelisation beginning with proliferation of epithelial cell in horizontal way and than in vertical way to strengthen the epidermal layer.
At the Southern part of West Java, farmers while at the paddy field treated their wound with green tea beverage and were cured without other treatment. Green tea contains mostly polyphenols, especially the catechin group, about 20-22% of the dry weight, with epigalocatehin gallate as the main component (39% ). Catechin is colorless, easily soluble in water, astringent and readily oxidizable. 100µg/ml EGCG stimulated mononuclear cells of human perifer blood to produced IL-1β is and TNF maximally in one hour and IL-1β- TNF stimulated neutrophil and macrophage to produced another mediators that involved in wound healing.
To investigate the effects of green tea beverage on epithelisation of skin wound healing, we gave three concentration of 0,5 cc green tea beverage (GTB 0,2, GTB 2 and GTB 20) in three consecutive days to 25 C3H skin wounded mice (3-5 months, weight 16,4 - 24,8 g ) that are divided at random into five groups. One group ( K.Kb ) was treated as control and the other group ( K,Kp ) was treated with aquadest. We biopsied the granulation tissue of the wound healing at the eighth days and make HE tissue slide. The slide was examined microscopically for the epithelial thickness at the edge of wound and count the ratio between the epithelial width and the whole width of the wound, These data were statistically analyzed.
Result and conclusion : Effect of several concentration of catechin in green tea beverage on the epithelisation of skin wound healing were:
(a) Mean from the thickness of epithelial tissue at the edge of the wound were (in micrometer) : Free control group: 30,0; Solution control group 22,5; Green tea 0,2 group : 29,3; Green tea 2 group : 28,1; Green tea 20 group : 21,0.
(b) Mean from the ratio between the epithelial width and the whole width of the wound were : Free control group : 0,54; Solution control group : 0,78; Green tea 0,2 group ; 0,45; Green tea 2 group : 0,43; Green tea 20 group : 0,53.
Conclusion: Several concentrations of catechin in green tea beverage give significant different effect on the thickness of epithelial tissue at the edge of the wound (Hhit = Ha >Htab or 12,24 > 9,49 ), especially with the low and middle concentartion of GTB but not for the ratio between the epithelial width and the whole width of the wound (Hhit = Ha < Htab or 7,49 < 9,49 ).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
T3847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lies K. Wibisono
"Kalanon merupakan derivat kumarin yang diisolasi dari kulit batang Caliphyllum biflorum. Untuk mengetahui pengaruh kalanon terhadap pertumbuhan in vivo tumor transplantabel kelenjar susu, telah dilakukan penelitian dengan menggunakan mencit C3H. Mencit dibagi dalam enam kelompok yaitu kelompok kontrol tanpa perlakukan, kelompok kontrol pelarut yang disuntik 0.1 mL pelaurt PEG 400 dan 4 kelompok perlakukan masing-masing disuntik 0.1 mL larutan kalanon dalam PEG 400 dengan dosis 1 mg/mL, 2 mg/mL, 4 mg/mL dan 8 mg/mL. Penyunrikan secara subkutis di sekitar tumor dilakukan tiga kali seminggu selama 4 minggu. Dari hasil uji statistik non parametrik menurut metode Friedman terhadap besar tumor, terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok dosis 4 mg/mL dibandingkan dengan kedua kelompok kontrol dan kelompok dosis lainnya.
The effect of coumarin derivate from the stem bark of Calophyllum biflorum on the in vivo growth of transplantable C3H
mammary tumor cells. Calanone, is a coumarin derivate which was isolated from the stem bark of Calophyllum biflorum.To
know the effect of calanone on the in vivo growth of transplantable C3H mammary tumor cells, C3H mice were used which
were divided into : one group of untreated control, one group of solvent control (injected with 0,1 mL PEG 400) and four
treated groups, each of which were injected subcutaneously near the tumor with 0,1 mL of 1 mg/mL, 2 mg/mL, 4 mg/mL, and
8 mg/mL of calanone in PEG 400 solvent respectively. The injections were given three times a week, for four weeks. By
using Friedman test, for non parametric statistical analysis of the weekly observed tumor volume, it was shown that there
was a significant decrease in the tumor growth of the group treated with calanone solution of 4 mg/mL dosage, compared
to the control or other groups."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Efi Ongah
"Penelitian pengaruh pencekokan ekstrak alkohol buah paria (Momordica charantia L.) varietas putih clan hijau terhadap implantasi mencit (Mus musculus L.) betina galur Swiss telah dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan clan Laboratorium Reproduksi, Jurusan Biologi FMIPA-Ul. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan perbedaan pengaruh ekstrak alkohol buah paria varietas putih dan hijau terhadap implantasi mencit betina. Pencekokkan dilakukan setiap hari selama 30 hari terhadap 24 ekor mencit betina yang dikelompokkan menjadi 8 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor mencit betina. Kelompok perlakuan terdiri dari 3 kelompok untuk paria putih dan 3 kelompok untuk paria hijau
masing-masing dengan dosis 700, 800 clan 900 mg/ kg b.b./hari. Kelompok kontrol terdiri dari kelompok mencit yang diberi perlakuan dengan akuabidestilata dan CMC 1 %. Uji Kruskal-Wallis pada α = 0,05 teihadap rerata berat ovarium, jumlah korpus luteum, jumlah fetus, jumlah resorpsi fetus dan rerata berat badan fetus tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kedelapan kelompok perlakuan. Uji Chi kuadiat pada α = 0,05 terhadap rasio jenis kelamin fetus tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara kedelapan kelompok perlakuan. Kelainan eksternal fetus
(hemoragi) ditemukan di ekstrimitas posterior, kepala, dan ekor pada hampir semua kelompok perlakuan. Hemoragi merupakan kejadian spontan yang tidak dipengaruhi oleh pencekokan ekstrak alkohol buah pania varietas putih dan hijau. Ekstrak alkohol buah paria varietas putih dan hijau tidak berbeda dalam mempengaruhi implantasi mencit betina.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>