Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85141 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susiyanti
"ABSTRAK
Potongan daun teh (Camellia sinensis kion TRI 2025) dengan rata-rata berat basah 31,25 mg dan berat kenny 6,52 my ditanam secara aseptis dalam tiga macam media (P1, dan P). Media P 1 dan P2 masing-masing mengandung 0,5 MS serta 1 MS makro dan mikro ditambah vitamin B dan glisin 10 kali kadar MS (1962). Medium P 3 adalah medium MS (1962) modifikasi. Eksplan disubkultur setiap bulan setelah berumur 2 bulan. Pengamatan dilakukan terhadap waktu inisiasi, warna, dan jenis kalus serta berat basah dan berat kenny kalus pada minggu ke-8, ke-12, dan ke-16. Inisiasi kalus mulai tampak pada minggu ke-3 setelah penanaman dalam media P 1 dan P2 serta minggu ke-4 dalam P3, dengan warna kalus putih dan jenis kompak. Berat basah rata-rata kalus pada minggu ke-8 dalam media P 1 , P2 , dan P_. berturut-turut 162,77; 147,19; dan 116,92 my. Berat basah rata-rata kalus pada minggu ke-12 dalam ketiga media tersebut berturut-turut 736,04; 568,16; dan 822,78 my. Berat basah rata-rata kalus pada minggu ke-16 dalam ketiga media itu berturut-turut 1.741,7; 1.368,15; dan 1.089,37 my. E4erat kenny rata-ratanya pada minggu ke-8 adalah 27,54; 28,03; 21,70 my. Berat kenny rata-ratanya pada minggu ke-12 adalah 81,45; 72,60; dan 85,22 my. Pada minygu ke-16 berat keningnya 367,61; 191,59; dan 136,36 my. U j i ANAVA menuniukkan bahwa tidak ada perbedaan pnoduksi kalus dalam ketiga media pada minggu ke-8 dan ke-12. U j i Tukey dengan = 0,01 dan 0,05 menuniukkan bahwa pada minggu ke-16, penggunaan 0,5 kadar unsur makro dan mikro dengan diimbangi vitamin B dan glisin 10 kali kadar MS (1962) sangat meningkatkan produksi kalus, dibandingkan penggunaan 1 MS dengan kadar vitamin B dan glisin sama dengan pada MS (1962). Kenaikan kadar vitamin B dan glisin 10 kali kadar MS semula, dengan penggunaan unsur makro dan mikro yang sama (1 MS) tidak meningkatkan produksi kalus. Demikian pula pada kenaikan kadar unsur rnakro dan mikro dari 0,5 ke I. MS dengan kadar vitamin B dan glisin 10 kali kadar MS semula."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Farhana
"Fitosom adalah nanovesikel yang menggabungkan ekstrak tanaman dan fosfolipid untuk menghasilkan kompleks yang lebih larut dalam lemak dan memiliki kemampuan yang lebih baik dibanding dengan ekstrak herbal dalam penetrasi dan absorbsinya menembus kulit dan membran lipid bilayer usus. Ekstrak daun teh hijau memiliki kandungan polifenol dalam jumlah besar yaitu berupa epigalokatekin galat EGCG . Namun, EGCG terlalu polar untuk dapat menembus membran lipid bilayer usus dan tidak stabil terhadap panas, cahaya, dan pH.
Tujuan dari penelitian ini adalah memformulasikan dan menghasilkan mikrosfer fitosom dengan karakteristik yang baik sehingga dapat meningkatkan stabilitas vesikel fitosom. Pada penelitian ini fitosom diformulasikan dengan ekstrak yang memiliki konsentrasi setara 3 EGCG, dan konsentrasi lipoid yang berbeda yaitu sebesar 2 F1 ; 3,5 F2 ; dan 4 F3 . Fitosom dibuat dengan menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Fitosom selanjutnya diformulasikan menjadi sediaan mikrosfer menggunakan maltodekstrin dan gum arab dan kontrol berupa serbuk fitosom tanpa maltodekstrin dan gum arab.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa F3 merupakan formula terbaik dan menjadi formula yang digunakan untuk pembuatan mikrosfer karena memiliki bentuk yang sferis, Dmean volume 42,58 nm, indeks polidispersitas 0,276, potensial zeta 48,2 1,78 mV, dan efisiensi penjerapan sebesar 50,61 0,93 . Mikrosfer fitosom ekstrak daun teh hijau yang terbentuk memiliki jumlah pelepasan EGCG kumulatif sebesar 85,21 pada jam ke-4. Hasil uji stabilitas fisikokimia kedua sediaan menunjukan sediaan yang stabil secara fisikokimia melalui hasil analisa pengamatan organoleptis, kadar air, dan aktivitas antioksidan yang dilakukan selama 6 minggu pada berbagai suhu.

Phytosome is a nanovesicle that combines plant extracts and phospholipids to produce more soluble fat complex and provide better penetration and absorption. The green tea leaves extract has an abundant amount of polyphenol containing Epigallocatechin gallate EGCG . However, its penetration and absorption properties are poor due to its high polarity, and it is unstable to heat, light, and pH.
The purpose of this research was to formulate and produce a phytosome loaded microsphere of green tea leaves extract with good physicochemical properties so it can improve the stability of phytosome. In this research, phytosome were formulated with green tea leaves extract equal to 3 of EGCG, and different concentrations of lipoid, i.e. 2 F1 3.5 F2 dan 4 F3 . Phytosome was made using thin layer hydration method. Then, the selected phytosome was formulated into a microsphere using maltodextrin and gum arabic, and a control in form of spray dried phytosome without maltodextrin and gum arabic.
The result showed that F3 was the best formula with spherical shape, Dmean volume 42.58 nm, polydispersity index 0.276, zeta potential 48.2 1.78 mV, and entrapment efficiency 50.61 0.93 . Total cumulative amount of EGCG after 4 hour dissolution test was 85,21 . Furthermore, it shows a good physicochemical stability through organoleptic, water content, and physicochemical properties study which are conducted for 6 weeks at various temperatures.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69173
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Redjeki Endang Setionowaty
"Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
daun teh hijau (Camellia sinensis) berpotensi memiliki aktivitas anti bakteri,
Staphylococcus aureus dan staphylococcus epidermidis sedangkan pada
Propionibacterium acne tidak ada potensi. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh sediaan gel yang mengandung ekstrak etanol 70% teh hijau
(Camellia sinensis) yang mempunyai aktivitas antibakteri stabil dan aman.
Metode yang digunakan adalah Metode difusi cakram (Kirby-Bauer) ditentukan
oleh diameter zona hambat yang terbentuk. Semakin besar diameternya maka
semakin terhambat pertumbuhannya. Uji stabilitas fisik terhadap sediaan gel
dilakukan selama 12 minggu pada suhu yang berbeda dan uji keamanan kepada
sukarelawan digunakan metode single aplication closed patch epicutaneus test
under occlusion. Hasil uji aktivitas anti bakteri menunjukkan adanya zona hambat
pada Staphylococcus aureus dengan ketiga konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, hasilnya
(11mm,16mm,13mm), dan Stapylococcus epidermidis (2,5%, 5%, 10%) hasilnya
(7mm,11mm,12 mm) sedangkan pada P.acne tidak ada. Hasil uji stabilitas fisik
12 minggu menunjukkan ketiga konsentrasi sediaan gel adalah stabil dan hasil uji
keamanan memperlihatkan tidak ada iritasi yang diamati selama uji keamanan
pada penggunaan secara topikal.

Previous studies reported that green tea leaf (Camellia sinensis) was a
potential anti bacteria againts Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus
dan Staphylococcus epidermidis. The aim of the study was to formulate gel
containing 70% ethanol extract of green tea leaf (Camellia sinensis) that have anti
bacteria activity which physically stable and safe. The method we used is disk
diffusion (Kirby-Bauer) determined by diameter of inhibition zone. The bigger
diameter shows the more growth inhibition. Physical stability test was done
against gel formulation during 12 weeks at different temperatures and safety test
against volunteer was done using method of single aplication closed patch
epicutaneus test under occlusion. Result of bacteria activity test showed that there
were inhibition zone on Staphylococcus aureus. Three concentrations of 2,5%,
5%, 10% resulting inhibition diameter of 11 mm,16 mm and 13 mm respectively,
and Staphylococcus epidermidis resulting 2,5%, 5% and 10% inhibition diameter
of 7 mm,11 mm and 12 mm. On P.acne did not show any activity. Results of the
physical stability tests during 12 weeks showed that the three concentration of gel
formulations were stable and no iritation showed during safety test on topical use.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T35187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Muzadilah
"Kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh Candida. Seringnya terjadi infeksi jamur menyebabkan penggunaan obat antijamur mengalami resistensi, oleh karena itu, kebutuhan untuk meneliti senyawa aktif dari bahan alam yang memiliki aktivitas antijamur perlu ditingkatkan. Tanaman yang diketahui memiliki potensi sebagai antijamur adalah daun teh putih (Camellia sinensis (L.)) dan daun makasar (Brucea javanica (L.) Merr. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antijamur dari ekstrak etanol 70% daun teh putih dan daun makasar, mengetahui kadar fenol total ekstrak etanol daun teh putih dan kadar flavonoid total ekstrak etanol daun makasar. Kedua ekstrak diekstraksi menggunakan metode maserasi. Pengujian aktivitas antijamur dilakukan dengan dua metode yaitu metode mikrodilusi dan difusi cakram. Pada penetapan kadar fenol menggunakan standar asam galat, sementara penetapan kadar flavonoid dengan standar kuersetin. Dari hasil uji aktivitas antijamur metode mikrodilusi pada Candida albicans, ekstrak daun makasar memiliki Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) 4.000 μg/mL sedangkan ekstrak daun teh putih 8.000 μg/mL. Kemudian pada Candida krusei ekstrak daun makasar dan ekstrak daun teh putih memiliki KHM 4.000 μg/mL. Pada uji difusi cakram, untuk Candida albicans ekstrak daun makasar memiliki KHM 2.000 μg/mL dan ekstrak daun putih 4.000 μg/mL. Kemudian untuk Candida krusei ekstrak daun makasar KHM 4.000 μg/mL dan ekstrak daun teh putih 8.000 μg/mL. Kadar fenol total pada ekstrak daun teh putih 657,7067 EAG/gram. Kadar flavonoid total pada ekstrak daun makasar adalah 289,901 EK/gram, Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun teh putih dan ekstrak daun makasar memiliki aktivitas antifungi terhadap Candida albicans dan Candida krusei.

Candidiasis is a fungal infection caused by Candida. The frequent occurrence of fungal infections causes the use of antifungal drugs to experience resistance, therefore, requirement to research active compounds from natural ingredients that have antifungal activity needs to be increased. Plants known to have potential as antifungals are white tea leaves (Camellia sinensis (L.)) and Makassar leaves (Brucea javanica (L.) Merr. This study aimed to examine the antifungal activity of 70% ethanol extract of white tea leaves and Makassar leaves, determine the total phenol content of white tea leaf ethanol extract and the total flavonoid content of the Makassar leaf ethanol extract. Both extracts were extracted using the maceration method. Antifungal activity testing was carried out using two methods, namely the microdilution method and disc diffusion. flavonoid levels with quercetin standards. From the results of the antifungal activity test using the microdilution method on Candida albicans, Makassar leaf extract had a Minimum Inhibitory Concentration (MIC) of 4,000 g/mL while white tea leaf extract was 8,000 g/mL. Then on Candida krusei, Makassar leaf extract and extract white tea leaves have a MIC of 4,000 g/mL. In the disc diffusion test, for Candida albicans Makassar leaf extract has a MIC of 2,000 g/mL and white leaf extract 4,000 g/mL. Then for Candida krusei Makassar leaf extract KHM 4,000 g/mL and white tea leaf extract 8,000 g/mL. Total phenol content in white tea leaf extract was 657.7067 EAG/gram. The total flavonoid content in the Makassar leaf extract was 289.901 EK/gram. From the results of the research conducted, it can be concluded that white tea leaf extract and Makassar leaf extract have antifungal activity against Candida albicans and Candida krusei."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Andayani
"ABSTRAK
Potongan tangkai daun brotowali Tinospora crispa (L. ) Miers dikultur pada media Murashige & Skoog (1962) modifikasl. Pada setiap mediun tersebut digunakan 9 konsentrasi sukrosa yang berbeda yaitu 0,0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; dan 4,0%. Kultur dipelihara dalau ruang bersuhu ±25°C dan diberi cahaya dengan fotoperiodisitas 16 jam/hari dan intensitas 800 luks.
Kalus pada semua media perlakuan mulai terbentuc pada hari ke-15 setelah penananan, kecuali pada mediun tanpa sukrosa. Semua kalus yang terbentuk berwarna krem dan berjenis kompak pada minggu ke-4 dan ke-8; namun terjadi
perubahan jenis kalus pada minggu ke-12 yaitu jenis kompak untuk kalus pada media dengan sukrosa 0,5 dan l,0%, dan kalus remah-konpak untuk sebagian kalus pada media dengan. sukrosa 1,5--4,0%.
Produktivitas kalus tertinggi pada minggu ke-4 diperoleh dari mediun dengan sukrosa 4,0%; pada minggu ke-8 diperoleh dari mediun dengan sukrosa 3,5%; sedangkan pada minggu ke-12, produktivitas kalus tertinggi diperoleh dari mediun dengan sukrosa 3,0%.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestari Rahayu
"Penelitian di bidang kultur jaringan tanaman menunjukkan bahwa sel-sel dalam kultur kalus dan suspensi sel dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang sama dengan yang terdapat pada tanaman, (Nickel, 1980; Mantel]'& Smith, 1983 dan Pawelka dkk., 1986). Ogutuga dan Nortcote telah berhasil memperoleh salah satu alkaloid yaitu kafein dari kultur jaringan teh (lihat Nickel, 1980). Analisis polifenol dalam kalus dari potongan batang teh, menunjukkan adanya katekin, leukosianin, bila potongan organ tersebut ditanam dalam medium Heller (Forrest, 1969. Salah satu klon teh yang ada di Indonesia dengan sifat tidak rentan terhadap serangan fungi dan berproduksi dengan baik adalah TRI 2025 (Setiawati & Nasikun, 1991). Untuk mengetahui pertumbuhan kalus dari teh (Camellia sinensis (0.) Kuntze) klon TRI 2025 dan kandungan tannin dari potongan daun yang ditanam dalam variasi medium, maka telah dilakukan penanaman potongan daun the (Camellia sinensis) (0). Kuntze) dalam medium, modifikasi Murashige dan, Skoog (MS) dengan penambahan 2,4-D: 1 dan 3 ppm serta kinetin 3 ppm. Produktivitas kalus pada umur 4bulan tertinggi pada medium MS+2;4'-D ,3 ppm (F, ) ; 1,4138 g dan pada P6 : 1,5871 g serta berat kering : 0,3892 g dan 0,4789 'g. Namun kebutuhan nutrient untuk memperoleh kalus yang meningkat sesuai, dengan umur dari 2;3 dan 4 bin adalah medium P6. Kandungan tannin dari 1 g berat basah kalus pada P6 umur 4' bin adalah 0,58030 setiap 1 g berat kering kalus sebesar 0,0917 g. Hal ini tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya dengan rata-rata: 0,4801 g berat basah dan berat kering kalus: 0,,08102 g. Perbandingan antara kandungan tannin pada kalus umur 4 bulan dalam medium P6 sama dengan kandungan tannin dalam daun tanaman induknya baik dari bahan segar: 0,5803 dan 0,58171 g dan bahan kering: 0,0917 g dan 0,0987 g. Dengan demikian kandungan tannin dari semua bahan segar jauh lebih besar 58,2% daripada kandungan tannin dari bahan kering 9,27%. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam langkah alternatif memperoleh senyawa metabolit sekunder dari teh."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Rosmithayani
"Tangkai daun brotowali Tinospora ci'ispa (L.) Miers dikultur pada medium dasar Murashige-Skoog (1962) dengan pemberian variasi konsentrasi 0, 2, 6 ppm IBA sex^ta 0, 1, 2 ppm kinetin. Kultur dipelihara dalam ruang bersuhu 25°C dan fotoperiodisitas 18 jam/hari dengan intensitas cahaya 800 lux. Kalus mulai terbentuk pada hari ke-14 setelah penanaman, berwarna krem dan hijau muda serta bertekstur remah-kompak dan kompak. Berat basah kalus tertinggi pada minggu ke-4 dihasilkan dleh medium dengan penambahan 8 ppm IBA dan 1 ppm kinetin yaitu 591,2 mg, sedangkan berat kering tertinggi dihasilkan oleh medium dengan penambahan 2 ppm IBA yaitu 37,8 mg. Berat basah dan berat kering kalus tertinggi pada minggu ke-8 dihasil kan oleh medium dengan penambahan 2 ppm IBA, masing-masing 1420,3 mg dan 94,8 mg. Berat basah dan berat kering kalus tertinggi pada minggu ke-12 dihasilkan oleh medium dengan penambahan 2 ppm IBA dan 2 ppm kinetin, masing-masing 1852 mg dan 122,2 mg. Produktivitas kalus yang tinggi dapat diperoleh dengan menggunakan 2 dan 8 ppm IBA maupun interaksi antara 2 dan 8 ppm IBA dengan 1 dan 2 ppm kinetin."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Salamah
"Kemuning (Murray a panicxilata (L. ) Jack), yang dikenal sebagai tanaman bias, berpotensi sebagai tanaman obat. Telah dilakukan kultur kalus batang kemuning yang d iper lakiikan dengan kolkisin. Kolkisin merupakan senyawa kimia yang umura d-igunakan untuk merangsang pembentukan sel-sel yang bersifat poliploid pada tanaman. Perlakuan perendaman ujung batang kemuning selama 10 . raenit dalam larutan kolkisin 0, 5, 10, 15, 20, 25 dan 30. /■ ppm, sebelum ditanam pada modifikasi medium MS (1962), dapat merangsang pertumbuhan eksplan hingga membentuk kalus. Pengamatan kualitatif memper1ihatkan terbentuknya kalus berwarna krem dengan tipe "friabel kompak"; dan dari sayatan anatomi kalus setelah dikultur selama 8 minggu memper1ihatkan kecenderungan pembesaran inti sel pada perlakuan 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm. Hasil uji Kruskal-Wal lis pada a = 0,05, menunjukkan bahwa kolkisin tidak berpengaruh nyata terhadap berat basah kalus, tetapi berpengaruh nyata terhadajp berat kering kalus. Uji perbandingan berganda pada a = 0,05, menunoukkan bahwa berat kering kalus,dengan perlakuan kolkisin 5, 15 dan 25 ppm berbeda nyata dengan kontrol; sedangkart antar perlakuan % terdapat beda nyata antara perlakuan kolkisin 5 ppm dengan | 20 dan 30 ppm; 15 ppm dengan 30 ppm; serta 25 ppm dengan f- 30 ppm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fardiah
"Telah dilakukan penelitian induksi kalus tangkai daun majemuk ke-3 antara anak daun ke-2 dan ke-3 (t-2.3) Murraya paniculata (L.) Jack. pada medium Murashige & Skoog (MS) 1962 modifikasi dengan konsentrasi 2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid (2,4-D) (0; 0,5; 1; 1,5; 2) mgl-1 dan Kinetin (0; 0,25; 0,5; 0,75) mgl-1. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhandan Laboratorium Biologi Perkembangan, Departemen Biologi, FMIPA UI, Depok, selama 5 bulan. Kultur dipelihara selama 8 minggu, dalam ruang gelap.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kalus hanya tumbuh pada medium dengankonsentrasi 2,4-D (0,5; 1; 1,5; 2) mgl-1 tunggal maupun dikombinasikan dengan Kinetin 0,25 mgl-1. Kalus berwarna putih, krem keputihan, krem kecokelatan, dan cokelat, serta bertekstur remah-kompak. Persentase eksplan yang membentuk kalus 10--80%, inisiasi kalus 15--24,33 hari, berat basah dan berat kering eksplan yang membentuk kalus maupun tidak, masing-masing 2,35--51,37 mg dan 0,41--3,86 mg, kategori kalus 1--4,42.
Berdasarkan rekapitulasi hasil pengamatan parameter kuantitatif, perlakuan D (1,5 mgl-1 2,4-D) merupakan perlakuan terbaik untuk induksi kalus t-2.3 M. paniculata, karena memiliki peringkat tertinggi. Berdasarkan pengamatan mikroskopis, kalus diduga berasal dari jaringan korteks dan kambium."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S31454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novianti Indriastuti
"ABSTRAK
Daun pacar air {Impatiens balsamina Linn.) dikultur
pada medium Murashige-Skoog (1962) modifikasi dengan pemberian
interaksi 2,4-D dan kinetin. Kultur dipelihara
dalam ruang bersuhu +-25C dan diberi cahaya. Pengamatan
dilakukan terhadap waktu inisiasi, jenis, warna, berat basah
dan berat kering kalus. Kalus mulai terbentuk pada
minggu ke-2 setelah penanaman, berwarna krem dan bertekstur
remah kompak. Berat basah kalus rata-rata tertinggi
pada minggu ke-4 diperoleh dari kalus dalam medium PIO
(2 ppm 2,4-D + 0,5 ppm kinetin) yaitu 0,2288 gram, dan
berat kering kalus rata-rata tertinggi diperoleh dari
kalus dalam medium P9 (1 ppm 2,4-D + 0,5 ppm kinetin)
yaitu 0,0195 gram. Berat basah dan berat kering kalus
rata-rata tertinggi pada minggu ke-8 diperoleh dari kalus
dalam medium PIO (0,2991 gram dan 0,0285 gram). Berat
basah kalus rata-rata tertinggi pada minggu ke-12 diperoleh dari kalus dalam medium P3 (3 ppm 2,4-D) yaitu 0,8481
gram, sedangkan berat kering kailus rata-rata tertinggi
diperoleh dari kalus dalam medium PIO (0,0603 gram).
Hasil ANAVA menunjukkan bahwa interaksi 2,4-D dan kinetin
berpengaruh terhadap pertambahan berat basah dan berat
kering kalus pada minggu ke-8 dan minggu ke-12.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>