Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58943 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Juhariyah
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
S31315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hera Andrayani
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
S31254
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mades Fifendy
"DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue, dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi DBD di Indonesia, diantaranya adalah dengan program Pemberantasan Sarang Nyamuk. dan penggunaan insektisida seperti malation dan temefos. Namun cara tersebut belum memberikan basil yang memadai, sehingga diperlukan bahan lain untuk menunjang pengendalian DBD, seperti penggunaan insektisida alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Insektisida yang berasal dari tumbuhan dalam waktu relatif singkat, setelah digunakan akan terurai menjadi senyawa yang tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
Untuk mengetahui golongan senyawa yang berperan sebagai insektisida dalam daun Helianthus annuus dan pengaruh ekstraknya terhadap kematian Aedes aegypti. Penelitian dilakukan di laboratorium Entomologi bagian Parasitologi, laboratorium Kimia bagian Kimia FKUI, dan bagian PTM Depkes selama 8 bulan. Konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah 0,050 % ; 0,075 % ; 0,100 % ; 0,125 % ; 0,150 % ; dan 0,175 % untuk larvisida, dan konsentrasi 0,5% ; 1,0% ; 1,5% dan 2,0% untuk insektisida dan repelen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa golongan senyawa yang diduga bersifat insektisida dalam daun Helianthus annuus adalah golongan alkaloid, saponin, twain, steroid, terpenoid, dan minyak atsiri. Kematian larva tertinggi adalah pada konsentrasi 0,175 % yaitu 92,8 % dan terendah adalah pada konsentrasi 0,050 % yaitu 16,0 %. Konsentrasi letal untuk kematian 50% adalah 0,097 % dan kematian 90% adalah 0,195%. Rata-rata kematian nyarnuk dewasa adalah 90,8 % pada konsentrasi 2,0% dan 20,0 % pada konsentrasi 0,5 %. Daya proteksi berkisar antara 65,58 % - 86,10 %, dengan daya proteksi maksimal ketika jam ke-2, pada konsentrasi 2,0%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sungkar, Saleha
"ABSTRAK
DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue, dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi DBD di Indonesia, diantaranya adalah dengan program Pemberantasan Sarang Nyamuk dan penggunaan insektisida seperti malation dan temefos. Namun cara tersebut belum memberikan hasil yang memadai, sehingga diperlukan bahan lain untuk menunjang pengendalian DBD, seperti penggunaan insektisida alami yang berasal dari turnbuh-tumbuhan. Insektisida yang berasal dari tumbuhan dalam waktu relatif singkat, setelah digunakan akan terurai menjadi senyawa yang tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
Untuk mengetahui golongan senyawa yang berperan sebagai insektisida dalam daun Helianthus au ours dan pengaruh ekstraknya terhadap kematian Aedes aegypti. Penelitian dilakukan di laboratorium Entomologi bagian Parasitologi, laboratorium Kimia bagian Kimia FKUI, dan bagian PTM Depkes selama 8 bulan.
Konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah 0,050 % ; 0,075 % ; 0,100 % ; 0,125 % ; 0,150 % ; dan 0,175 % untuk larvisida, dan konsentrasi 0,5% ; 1,0% ; 1,5% dan 2,0% untuk insektisida dan repelen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa golongan senyawa yang diduga bersifat insektisida dalam daun Helianthus animus adalah golongan alkaloid, saponin, tanin, steroid, terpenoid, dan minyak atsiri. Kematian larva tertinggi adalah pada konsentrasi 0,175 % yaitu 92,8 % dan terendah adalah pada konsentrasi 0,050 % yaitu 16,0 %. Konsentrasi letal untuk kematian 50% adalah 0,097 % dan kematian 90% adalah 0,195%. Rata-rata kematian nyamuk dewasa adalah 90,8 % pada konsentrasi 2,0% dan 20,0 % pada konsentrasi 0,5 %. Daya proteksi berkisar antara 65,58 % - 86,10 %, dengan daya proteksi maksimal ketika jam ke-2, pada konsentrasi 2,0%."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Yusniar Yusuf
"Untuk mengetahui pengaruh kolkisin terhadap hasil tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill) varietas Orba, biji-biji kedelai direndam dalam berbagai konsentrasi kolkisin, masing-masing selama 3, 6, dan 9 jam. Konsentrasi kolkisin yang dimaksud adalah 0, 100, 200, 300, dan 400 ppm. Selanjutnya biji tersebut ditanam dalam kantung polietilen hitam. Metode penelitian adalah rancangan acak lengkap. Analisis variansi 2 faktor pada a = 0,05 menunjukan bahwa lama perendaman biji berpengaruh terhadap jumlah polong dan biji, nilai tertinggi berturut-turut dihasilkan 22,87 polong dan 42,20 biji, yaitu pada perendaman 3 jam. Tingkat konsentrasi kolkisin berpengaruh terhadap jumlah polong, jumlah biji, dan ukuran biji. Ukuran biji tertinggi dihasilkan pada konsentrasi kolkisin 400 ppm, yaitu seberat 16,19 g/100 biji. Jumlah polong dan biji tertinggi dihasilkan pada konsentrasi kolkisin 0 ppm, masing-masing dengan nilai 34,56 polong dan 62,22 biji. Interaksi lama perendaman biji dan tingkat konsentrasi kolkisin hanya berpengaruh terhadap ukuran biji. Ukuran biji tertinggi dihasilkan pada lama perendaman 9 jam dengan tingkat konsentrasi kolkisin 400 ppm, yaitu 19,44 g/100 biji. Persentase protein meningkat sejalan dengan besarnya konsentrasi dan lama perendaman biji dalam larutan kolkisin sedangkan persentase karbohidrat menurun pada semua perlakuan bila dibandingkan dengan kontrol."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Agustini
"Biji Klabel or Fenugreek (Trigonella foenum-graecum L.) contains steroidal sapogenins such as diosgenin, tigogemn, gitagenin, yamogenin and trigoneoside, that are suspected having an estrogen-like effect or as phytoestrogen. The objective of this study was to evaluate the estrogen-like effect biji klabet alcohol extracts. This research used immature Wistar female rats, age of 19 day, which were represent the phase The testing animals were divided into five groups, namely normal group, estradiol control group and three level dose group fenugreek extract (30 mg/200gBW; 60mg/200gBW and 120mg/200gBW). The result showed that on 120mg/200gBW fenugreek extract significantly (a=0.05) increased estradiol and FSH level on immature rat. Analysis of vaginal smear showed vaginal lubrication effect, surprisingly on 120mg/200BW could induce estrous cycle."
2005
MIKE-II-2-Agust2005-74
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nisrina Dhia Fauziah
"Resveratrol memiliki banyak manfaat dalam bidang kesehatan. Resveratrol dapat ditemukan dalam biji melinjo Gnetum gnemon L. . Di Indonesia, biji melinjo biasa di diproses menjadi emping dengan cara dibuat menjadi pipih, lalu digoreng dalam minyak gore ng. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh proses penggorengan terhadap kadar resveratrol dalam emping dari biji melinjo. Pada penelitian ini, emping mentah digoreng dalam minyak goreng selama 2 dan 4 menit pada suhu 160-170 C. Kemudian emping mentah dan emping yang digoreng dengan durasi yang berbeda diekstraksi dengan etanol 96 menggunakan alat refluks. Setelah itu dilakukan penetapan kadar resveratrol dalam ekstrak menggunakan KCKT dengan detektor UV dan penetapan kadar fenol total menggunakan metode Folin-Ciocalteu. Hasil penetapan kadar resveratrol dalam emping mentah, emping goreng 2 menit, emping goreng 4 menit berturut-turut yaitu 0,123 0,002, 0,095 0,002, dan 0,085 0,002 mg/g ekstrak. Sedangkan fenol total berturut-turut yaitu 99,621 0,63, 84,829 1,013, dan 56,794 1,14 mg GAE/g ekstrak. Berdasarkan hasil tersebut menunjukan bahwa proses penggorengan dapat mempengaruhi kadar resveratrol dan fenol total dalam emping.

Resveratrol has many benefit in medical aspect. Resveratrol can be found in melinjo Gnetum gnemon L. seeds. In Indonesia, melinjo seeds are processed by pounding into flat cakes, then fried in cooking oil, called Emping. This Study investigated the effect of frying on resveratrol rsquo s content in Emping from melinjo seeds. In this study raw empings were fried in cooking oil for two and four minutes at 160 170 C. Then raw empings and fried empings with different frying time were refluxed with 96 ethanol as a solvent. Then extracts were determined resveratrol content using HPLC with UV detector and total phenolic with Folin Ciocalteu method. Resveratrol content of raw emping, fried for 2 min and 4 min were 0,123 0,002, 0,095 0,002, and 0,085 0,002 mg g extract, respectively. While total phenolic were 99,621 0,63, 84,829 1, and 013, 56,794 1,14 mg GAE g extract, respectively. The result showed that frying reduced resveratrol and total phenolic contents in Emping.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S67696
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian di rumah kaca Departemen Biologi FMIPA
UI pada bulan Februari--September 2007 tentang pengaruh salinitas pada
pembibitan, yaitu perkecambahan dan pertumbuhan kecambah, pada biji
jarak pagar (Jatropha curcas L.). Penelitian bersifat eksperimental
menggunakan rancangan acak lengkap dengan delapan perlakuan salinitas
NaCl yaitu P1 (kontrol atau 0 ppm), P2 (500 ppm), P3 (1.000 ppm), P4 (1.500
ppm), P5 (2.000 ppm), P6 (2.500 ppm), P7 (3.000 ppm), dan P8 (3.500 ppm).
Masing-masing perlakuan terdiri atas 48 ulangan yang diberikan sejak biji
dikecambahkan dalam polybag media perkecambahan. Biji-biji yang berhasil
berkecambah dengan morfologi (tinggi dan jumlah daun) seragam lalu
dipindah ke dalam polybag media pertumbuhan. Media perkecambahan
adalah pasir, sedangkan media pertumbuhan kecambah menjadi bibit adalah
pasir dicampur kompos (1:1). Data persentase perkecambahan diambil
pada hari ke-10 setelah biji ditanam, sedangkan data pertumbuhan
kecambah menjadi bibit dengan parameter pertumbuhan jumlah daun,
tinggi bibit, berat basah dan berat kering bibit diukur pada pekan ke-8
setelah pindah tanam. Hasil perkecambahan biji menunjukkan penurunan
persentase perkecambahan dengan penurunan terbesar terjadi pada P7
(8,33%). Selain itu, perkecambahan P1 yang hanya 20,83% diduga terjadi
akibat kondisi viabilitas biji yang digunakan. Kecambah-kecambah yang
memiliki kondisi seragam (tinggi 12--15 cm dengan minimal dua daun)
yang ditumbuhkan menjadi bibit hanya terdapat pada P1--P5 dengan masingmasing
perlakuan digunakan lima kecambah. Hasil pertumbuhan kecambah
J. curcas menjadi bibit menunjukkan rerata jumlah daun terbesar terdapat
pada P3, P4, dan P5 (5,8 helai), sedangkan rerata jumlah daun terkecil pada
P2 (4,4 helai). Kemudian rerata tinggi bibit terbesar terdapat pada P1 (26,80
cm), sedangkan rerata tinggi bibit terkecil pada P4 (24,15 cm). Rerata berat
basah dan berat kering terbesar terdapat pada P1 (22,10 g dan 4,46 g),
sedangkan rerata berat basah dan berat kering terkecil pada P4 (19,58 g
dan 3,34 g). Akan tetapi, berdasarkan analisis statistik (ANAVA α = 0,05)
pada empat parameter pertumbuhan yang diukur tersebut, menunjukkan
bahwa perlakuan salinitas yang diberikan (P1--P5) tidak berpengaruh
terhadap hasil pertumbuhan kecambah J. curcas menjadi bibit."
Universitas Indonesia, 2008
S31521
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurbaity
"Penelitian efek hipoglikemik ekstrak daun tapak dara, biji petai cina dalam bentuk tunggal telah dilakukan pada hewan percobaan. Akan tetapi uji efek hipoglikemik dalam ramuan daun tapak dara dengan biji petal cina belum dilaporkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun ramuan tapak dara (Catharanthus roseus (L) G. Don) dengan biji petai cina (Leucaena leucocephala (Link) de Wit) dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus dan mengetahui karakteristik bahan yang digunakan.
Penelitian dilakukan menggunakan metode percobaan faktorial 5 x 5 x 6, dengan rancangan acak kelompok. Ada 3 faktor yang menjadi variabel bebas yaitu : faktor daun tapak data, biji petai cina masing-masing dengan 5 variasi konsentrasi, dan faktor interval waktu pengambilan darah dengan 6 x pengambilan. Sebagai variabel tidak bebas adalah kadar glukosa darah tikus. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak ramuan daun tapak dara dengan biji petai cina terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus, digunakan kelompok kontrol ( diberi air suling ), 24 kelompok perlakuan yang masing-masing diberi ekstrak etanol ramuan yang bervariasi, dan kelompok pembanding yang diberi suspensi tolbutamid 250 mg / kg berat badan. Perlakuan pada tikus percobaan digunakan metode uji toleransi glukosa secara oral. kadar glukosa darah dihitung pada interval waktu tertentu yaitu sebelum pemberian bahan uji sampai dengan 4 jam setelah pemberian bahan uji, analisis kadar glukosa darah ditentukan dengan metode orto-toluidin dan diukur dengan spektrofotometer pada k 630 nm. Untuk mengetahui karakteristik pola kromatogram ekstrak etanol daun tapak dara dengan biji petal cina digunakan kromatografi gas/spektrometer massa.
Hasil penelitan menunjukkan bahwa tidak semua variasi kombinasi larutan uji dapat menurunkan kadar glukosa darah yang berbeda secara statistik dengan kelompok kontrol. Perlakuan yang berbeda secara statistik dengan kelompok kontrol adalah perlakuan t2p1 dan t2p4 (p<0,05 ). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol ramuan pada perlakuan tzpi ( 0,10 g serbuk daun tapak dara + 1,04 g serbuk biji petal cina) dan perlakuan t2p4 ( 0,10 g serbuk daun tapak data + 4,16 g serbuk biji petai cina ) 1 kg berat badan dapat menurunkan kadar glukosa darah yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Hasil analisis ekstrak dengan kromatografi gas terlihat bahwa tidak semua puncak-puncak yang ada pada kromatogram tunggal muncul pada kromatogram ramuan, dan puncak-puncak yang ada pada kromatogram ramuan tidak sama dengan gabungan puncak yang- ada pada kromatogram tunggalnya. Hal ini terlihat adanya puncak-puncak yang hilang dan munculnya puncak-puncak baru pada kromatogram ramuan.

The hypoglycemic effect of single form extract of Catharanthus roseus (L) G. Don leaves and Leucaena leucocephala (Lmk) de Wit seeds have been studied on nondiabetic and diabetic rats. So far there is not any report on the treatment of extract combination of the plants on rats yet.
The aim of this study was to determine the hypoglycemic effect of the ethanolic extract from a combined Catharanthus roseus (L) G. Don and Leucaena leucocephala (Lmk) de Wit seeds in non diabetic rats.
To find out the effect of combined extract ethanolic in hypoglycemic activity the normal rats, are devided into 26 group : one group of untreated control ; 24 are treated groups, each of which were administrated orally with different doses of these combined extract; and one group was fed 250 mg/kg of tolbutamid as a reference compound. Blood glucose was determined by using ortotoluidin method and the characteristic of ethanolic extract was analized by using gas chromatography 1 mass Spectrometry.
By statistical analysis it was shown a significant decrease of blood glucose of the t2p1 and t2p4 groups compared to the control group, and the other treated groups. Gas chromatography analysis shown that some of peaks were missing and some new peaks appeared in the chromatogram of the extract."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>