Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171203 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Parameita Kresnawardhani
"ABSTRACT
Tikus merupakan salah satu induk semang 'reservoi:r' dari suatu golongan endoparasit, yaitu Helminthes (.cacing). Dengan meningkatnya jumlah penemuan penyakit manusia yang dapat ditularkan oleh tiklus (rat-borne human diseases), maka penelitian mengenai cacing parasit yang terdapat pada. tikus semakin banyak dilakukan. Dalam penelitian ini tikus diperoleh dari hasil penangkapan di beberapa tempat di sekitar Kampus UI, Depok dalam bulan juli - September 1988 selama 23 hari penangkapan. Setelah dilakukan identifikasi terhadap jenisjenis tikus yang tertangkap, selanjutnya dilakukan pembedahan untuk memperoleh cacing parasit yang terdapat di dalam saluran pencernaannya. Cacing parasit yang diperoleh kemudian diidentifikasi. Identifikasi cacing parasit ini didukung oleh pembuatan preparat. Dari penelitian pendahuluan ini diperoleh hasil bahwa tikus-tikus yang tertangkap terdiri dari jenis R. norvegicus, R. r. diardi, R. tiomanicus, R. exulans, dan R. argentiventer. Sedan.91can cacing parasit yang diperoleh terdiri dari jenis Rictularia sp. dan Viktorocara sp. dari Kelas Phasmidia, sertaRaillietina sp. dan strobilocercus (larva) Taenia taeniae.^ormis dari Kelas Cestoda."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian di daerah sekitar Kampus UI depok untuk mengetahui jenis-jenis cacing endoparasit pada saluran pencernaan tikus Rattus spp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60 tikus yang ditangkap pada tahun 1988 dan 1991 ada 4 jenis cacing endoparasit yaitu 2 dari kelas Nematoda (Rictularia sp. dan Viktorocara sp.) dan 2 jenis lainnya dari kelas Cestoda (Raillietina sp. dan larva strobilocercus Taenia taeniaeformis). Jenis-jenis tikus Rattus yang tertangkap dan terinfeksi ada 5 jenis, yaitu R.tiomanicus, R.argentiventer, R.norvegicus, R.exulans, dan R.rattus diardi
"
MPARIN 6 (1-2) 1993
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian di daerah sekitar kampus UI Depok untuk mengetahui jenis-jenis ektoparasit pada Rattus spp. dan jenis-jenis tikus yang terinfestasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara 55 ekor tikus yang ditangkap pada tahun 1991 dan 1992 ada dua jenis ektoparasit ialah pinjal Xebopsylla sheopis dan kutu Holopleura pasifica. Jenis-jenis tikus (Rattus) yang tertangkap dan terinfestasi ada 5 jenis, yaitu R. norvegicus, R.tiomanicus, R. rattus diardi, R.argentiventer, dan R.exulans."
MPARIN 7 (1-2) 1994
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Fajar M.L.
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian di beberapa tempat di
Kelurahan Manggarai, Jakarta Selatan untuk mengetahui
jenis-jenis ektoparasit pada Rattus spp. dan jenis-jenis
tikus yang terinfestasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari 135 ekor tikus yang tertangkap hanya ada 2
jeniB, yaitu Rattus rattus diardii 68 ekor (terinfestasi
64 ekor) dan Rattus norvegicus 67 ekor (terinfestasi 66
ekor. Sedangkan ektoparasit yang diperoleh terdiri dari 9
forma, yaitu Xenopsylla cheopis (631 ekor), Hoplopleura
pasifica (233 ekor), nimfa Hoplopleura spp- (32 ekor),
Laelaps echidninus (61 ekor), Laelaps nuttalli (1515
ekor), Liponyssoides sp. (S ekor), Listrophoridae (105
ekor) Rscoschoengastia indica (519 ekor), dan Gahrliepia
(Halchia) disparanguis 75 ekor)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karin Gina Suherman
"Proprotein convertase subtilisin/kexin type 9 atau yang dikenal dengan PCSK9 adalah protein yang berasal dari hati dan berperan dalam degradasi reseptor low-density lipoprotein, sehingga menjadikannya target terapeutik yang menjanjikan dalam penurunan kolesterol. Pengembangan obat yang menargetkan PCSK9 telah menarik banyak perhatian, maka dari itu perlu adanya metode pembuatan hewan model PCSK9 yang dapat diterapkan di Indonesia, di mana hewan uji yang paling sering ditemukan dalam penelitian adalah mencit dan tikus tipe wild yang memiliki beragam gen walaupun jenis atau galur yang digunakan sama. Sebuah studi menunjukkan diet tinggi fruktosa dapat meningkatkan kadar dan ekspresi PCSK9 pada manusia. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan model hewan PCSK9 dengan tikus Wistar jantan yang diinduksi diet tinggi fruktosa selama 4 minggu. Parameter yang dinilai adalah kadar PCSK9 di plasma dan hati yang diukur dengan ELISA dan ekspresi PCSK9 beserta faktor transkripsi lainnya seperti LDLR, HNF1α, dan SREBP2 hati yang diukur dengan western blot dan RT-qPCR. Pada tikus yang diinduksi fruktosa, terdapat peningkatan yang tidak signifikan terhadap kadar PCSK9 di plasma dibandingkan dengan kontrol (p>0,05). Sedangkan pada hasil ekspresi gen yang diuji dengan western blot dan RT-qPCR, menunjukkan mature PCSK9, LDLR, HNF1α, dan SREBP2 terjadi peningkatan ekspresi yang tidak signifikan (p>0,05) pada kelompok dengan induksi fruktosa dibandingkan kelompok kontrol. Penelitian ini menunjukkan tikus yang diinduksi fruktosa mungkin dapat menjadi pilihan sebagai model hewan PCSK9, namun dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan pengaruh diet tinggi fruktosa terhadap ekspresi PCSK9 dengan menganalisis faktor transkripsi lainnya.

Proprotein convertase subtilisin/kexin type 9, also known as PCSK9, is a protein originating from the liver and plays a role in the degradation of low-density lipoprotein receptors, making it a promising therapeutic target in cholesterol reduction. The development of drugs targeting PCSK9 has garnered significant attention, hence there is a need for methods to create PCSK9 animal models that can be applied in Indonesia, where the most commonly used test animals in research are wild-type mice and rats with diverse genes, even within the same strain or type. A study shows that a high fructose diet can increase the levels and expression of PCSK9 in humans. In this research, a PCSK9 animal model was developed using male Wistar rats induced with a high fructose diet for 4 weeks. The parameters evaluated were PCSK9 levels in plasma and liver measured by ELISA and PCSK9 expression along with other transcription factors such as LDLR, HNF1α, and SREBP2 in the liver measured by western blot and RT-qPCR. In fructose-induced rats, there was an insignificant increase in plasma PCSK9 levels compared to the control (p>0.05). Meanwhile, the gene expression results tested with western blot and RT-qPCR showed that mature PCSK9, LDLR, HNF1α, and SREBP2 had an insignificant increase in expression (p>0.05) in the fructose-induced group compared to the control group. This study indicates that fructose-induced rats may be a viable option as a PCSK9 animal model, but further research is needed to explain the impact of a high fructose diet on PCSK9 expression by analyzing other transcription factors."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Purwasih
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S31636
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Leni Magdalena
"Studi pendahuhian untuk melihat efek diuretik ekstrak buah Ananas comosus L. terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar telah dilakukan. Pencekokan diberikan dengan larutan kontrol dan dengan perbandingan dosis larutan murni : akuabidestilata 1: 3, ! 2, 1 : I clan I : 0 I ml/1 00 g berat badan. Pengaruh pencekokan terhadap volume urin dapat diketahul 6 jam sesudah pencekokan. Uji statistik terhadap hasH percobaan menunjukkan bahwa ekstrak buah Ananas cotnosus dengan dosis larutan murni akuabidestilata 1 2, 1 mI/i 00 g berat badan tidak mempengaruhi volume total urin, tetapi dosis larutan murni : akuabidestilata I 3 I mlIIOO g berat badan meningkatkan volume total i.win. Dengan demikian Ananas cornosus dengan konsentrasi tersebut mempunyai efek diuretik terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Yuliadi
"Nano kalsium adalah kalsium fosfat yang memiliki ukuran partikel 50 - 150 nm . Ukuran yang kecil ini diharapkan dapat diserap lebih efektif ke dalam peredaran darah untuk selanjutnya dideposisi di tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian nano kalsium pada diet terhadap serapan kalsium dalam tulang di hewan model tikus putih (Rattus norvegicus) strain Sprague dawley yang pada umumnya berusia 2 bulan. Sejumlah 50 ekor tikus mendapat perlakuan asupan nano kalsium dan variasi dosis kalsium, pada diet konvensional 20 ekor dan purified diet 30 ekor. Persiapan sampel femur dan tibia: tahap pertama, 16 ekor tikus diberi diet konvensional dengan pemeliharaan 5 minggu. Pada percobaan tahap pertama, menggunakan faktorial 2 X 2, faktor umur (2 dan 5 bulan) dan faktor diet (kontrol dan nano) lalu 4 ekor tikus usia 2 bulan lainnya dipelihara selama 3 dan 4 minggu. Selanjutnya pada tahap kedua, 12 ekor tikus umur 2 bulan diberi purified diet dan dipelihara 4, 7, dan 10 minggu, mendapat dua perlakuan yaitu kontrol dan nano. Sisanya 18 ekor tikus umur 2 bulan dipelihara 4 dan 10 minggu, diberi variasi dosis nano kalsium dengan dosis 0,5 dari kebutuhan normal kalsium, dosis 1,0 yang sesuai kebutuhan normal kalsium dan dosis 1,5 dari kebutuhan normal kalsium. Karakterisasi sampel: sampel femur dan tibia yang telah dihilangkan zat organiknya dengan larutan hydrazine, dilakukan pengukuran kandungan: mineral, kalsium, karbonat dan fosfat. Selain pengukuran itu, juga diperoleh struktur fase, morfologi dan komposisi elemen femur (distal epiphysis) pada posisi penampang melintang. Dalam melakukan karakterisasi sampel, ada yang mendapat perlakuan panas dan tidak. Dari hasil penelitian ini secara umum diperoleh informasi bahwa pemberian ataupun penambahan kalsium fosfat dalam bentuk partikel nano pada diet tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada kandungan mineral dalam tulang, namun perlakuan pada percobaan menunjukkan peningkatan serapan kalsium (P<0,01). Kemudian lebih jauh lagi diperoleh informasi bahwa fase femur dan tibia berada dalam sebagian besar fase kristalin namun dalam ukuran kecil-kecil.

Nano calcium is calcium phosphate which has a particle size of 50-150 nm. The small size is expected to be absorbed more effectively into the bloodstream to further deposited in bone. The experiment aims to study the effect of nano calcium allotment diet towards calcium absorpotion in the 2-month-old white rats (Rattus norvegicus) bone. Fifty rats treated nano calcium intake and calcium dose variation, on a conventional diet 20 rats and 30 rats purified diet. Femur and tibia samples preparation : first step, 16 rats were given a conventional diet with 5 weeks of maintenance. In the first step of experiment, use 2X2 factorial, age factor (2 and 5 months) and diet factor (control and nano). Then 2-month-old 4 rats others maintained for 3 and 4 weeks. The second step, 12 rats 2-month-old were given purified diet and maintained for 4, 7 and 10 weeks, received two treatments that are control and nano. The rest 18 rats aged 2 months maintained 4 and 10 weeks, were given a dose variation nano calcium to 0.5 of normal calcium requirements, the appropriate dose of 1.0 normal requirement of calcium and a dose of 1.5 from the normal requirement of calcium. Characterization of samples: sample femur and tibia that has been removed with a solution of hydrazine organic substances, measurement of content; mineral, calcium, carbonate and phosphate. In addition to the measurement, it also obtained the phase structure, morphology and composition of the elements of the femur (distal epiphysis) on the position of the cross section. In characterization process, some samples were heat-treated. From these results, it is generally obtained information that giving or the addition of calcium phosphate in the form of nanoparticles in the diet did not have a significant influence on the mineral content in the bones, however the treatments in the experiment showed enhancement of calcium absorption (P<0,01). And for furthermore get information that the minimal of femur and tibia were in most of the crystalline phase, but in a small size."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2212
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dyah Ari Nugrahaningrum
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian fortifikan NaFeEDTA dalam tepung tempe dan susu kedelai terhadap kadar natrium plasma darah tikus (Rattus norvegicus L.) jantan galur Sprague Dawley. Sebanyak 25 ekor tikus dibagi ke dalam 5 kelompok: kelompok kontrol 1 (KK1) yang diberi CMC 0,5%, kelompok kontrol 2 (KK2) yang diberi tepung tempe atau susu kedelai, dan tiga kelompok perlakuan (KP1, KP2, KP3) yang diberi tepung tempe atau susu kedelai dengan fortifikan NaFeEDTA dosis 1,35 mg Fe/ kgBB; 2,7 mg Fe/ kgBB; 5,4 mg Fe/ kgBB selama 21 hari berturut-turut. Penentuan kadar natrium plasma dengan alat AES (Atomic Emission Spectroscopy). Hasil uji Anava satu arah (P > 0,05) menunjukkan tidak ada pengaruh nyata pemberian fortifikan NaFeEDTA dalam tepung tempe dan susu kedelai terhadap kadar natrium antar kelompok perlakuan. Kadar natrium plasma pada T21 dengan bahan uji tepung tempe dan susu kedelai tetap berada pada rentang normal antara 0,456 mg/ml -- 0,586 mg/ml.

The effect of NaFeEDTA fortificant inserted in tempeh flour and soy milk intake on plasma sodium concentration in male Sprague-Dawley rats (Rattus norvegicus L.) had been studied. Twenty five rats were divided into five groups: control group 1 (KK1) was administered with CMC 0.5%, control group 2 (KK2) was administered with tempeh flour or soy milk; three treatment groups (KP1, KP2, KP3) were administered with tempeh flour or soy milk added with fortificant NaFeEDTA 1.35 mg Fe/kgBw; 2.7 mg Fe/kgBw; 5.4 mg Fe/kgBw consecutive for 21 days. Plasma sodium concentration was measured by AES (Atomic Emission Spectroscopy). One way Anova test (P > 0.05) showed there is no significant effect of fortificant NaFeEDTA inserted in tempeh flour and soy milk intake on plasma sodium concentration in all treatment groups. Plasma sodium concentration on T21 which was administered with tempeh flour and soy milk remains in normal range between 0.456 mg/ml ? 0.586 mg/ml.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65139
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>