Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156107 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suganda Kusmana
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S31346
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartining Saddewi Budi
"Mangrove forest is coastal vegetation which influenced by sea water and river flow tide. Beside as a habitat for various sea biota and natural food resources for various fish, mangrove forest also has important function to protect coastline ecosystem.
A Two kind of research have been done; first, silvofishery aspect and status and conservation mangrove forest in Muara Gembong Bekasi West Java
The first research for studying variously silvofishery ecology aspect. Result of research shows litter production around 3,0-4,8 ton/ha/year; velocity litter decomposition 55 - 77 %; temperature 30,2 - 30,9 °C; salinity 21,7 - 27,5; brightness 0,48 - 99,5 m; pH 7,9 - 8.1; oxygen 4,5 - 5,4 mgll; BOD 1.9 - 2,9 mg/l; COD 139,1 - 272,6 mgll; Nitrat-N 0,140 - 0.274 mgll: Ortho-P040 0,034 -0.062 mgll. Fitoplankton analysis got result there was 4 family 17 spesies and for zooplankton had 2 family with 6 spesies.
The second research have been done for knowing about the total mangrove plant which grew there and for giving ecology characteristics. The
research shows that in research area had 14 species from 9 family. Vegetation in this area is dominated by Rhizophora, Avicenia, Exoecria, Sonneratia, Bruguiera, Achantus, Acrostichum, Aegiceros, Wedelia, Nypa.
The conclusion of two researches shows mangrove forest in Muara Gembong Bekasi West Java is unique estuarine ecosystem type with mangrove and in this area had a good potential to be developed as brackiswater area through silvofishery. According to potential area and considering need projection, management of mangrove forest area have to be developed with government support. Because we face a problem with brackwiswater farmer who always try to enlarge their brackiswater area through cut down the mangrove plant"
2001
T1114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kirstie Imelda Majesty
"ABSTRAK Ekosistem perairan dan daratan di sepanjang jalur pantai utara Pulau Jawa membentuk ekosistem mangrove menjadi ekosistem yang kaya akan keanekaragaman hayati yang saling berinteraksi, salah satunya di Desa Pantai Bahagia yang berada di Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Pada kenyataannya, dari tahun 1999 hingga 2014, hutan mangrove di desa ini terus mengalami degradasi karena faktor antropogenik, yakni konversi lahan mangrove menjadi tambak oleh masyarakat pesisir yang menyebabkan penggerusan pantai terus terjadi di kawasan ini, karena tidak adanya penghalang ombak, sehingga intrusi air laut menjadi tinggi dan terjadi banjir rob yang menyebabkan kerugian besar bagi warga yang sebagian besar memiliki mata pencarian sebagai petani tambak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi mangrove di Desa Pantai Bahagia dikategorikan rusak parah dan kondisi biodiversitas yang rendah, sehingga urgensi untuk melakukan rehabilitasi tergolong tinggi. Hingga tahun 2018 sudah mulai muncul partisipasi masyarakat dalam merehabilitasi hutan mangrove, namun masih tergolong rendah dan belum dapat menandingi laju kerusakannya. Karenanya, dilakukan studi pada 30 masyarakat Desa Pantai Bahagia yang memiliki kepedulian dan tingkat partisipasi mengelola mangrove yang tinggi untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat meningkatkan partisipasi masyarakat secara keseluruhan, serta menyusun strategi peningkatan partisipasi masyarakat dalam merehabilitasi mangrove Desa Pantai Bahagia.
ABSTRACT Aquatic and terrestrial ecosystems along the northern coastline of Java Island form a mangrove ecosystem into an ecosystem rich in interacting biodiversity, one of which is in Pantai Bahagia Village in Muara Gembong District, Bekasi Regency, West Java. In fact, from 1999 to 2014, mangrove forests in this village continued to experience degradation due to anthropogenic factors, namely the conversion of mangrove land into ponds by coastal communities which caused coastal erosion to continue to occur in this region, due to the absence of wave barriers, so that seawater intrusion became high and there was a tidal flood which caused huge losses for residents who mostly had livelihoods as pond farmers. The results of this study indicate that the mangrove conditions in Pantai Bahagia Village are categorized as severely damaged and have low biodiversity conditions, so the urgency to carry out rehabilitation is classified as high. Until 2018 community participation has begun to emerge in rehabilitating mangrove forests, but is still relatively low and has not been able to match the rate of damage. Therefore, a study was conducted on 30 Pantai Bahagia villagers who have a high level of care and participation in managing mangroves to analyze factors that can increase overall community participation, and develop strategies to increase community participation in rehabilitating mangrove Pantai Bahagia Village.

"
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Ilmu Lingkungan, 2019
T51818
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Novelisa
"

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan, mengembangkan, dan menerapkan pengetahuan dalam ranah kajian ilmiah khususnya dalam hal pengelolaan sumberdaya pesisir serta respon masyarakat terhadap kondisi pesisir. Lokasi penelitian berada di Kampung Bungin, Desa Pantai Bakti, yang merupakan wilayah pesisir dimana penduduknya sebagian besar menggantungkan hidup dari hasil laut maupun tambak. Metode penelitian dilakukan dengan metode kualitatif melalui wawancara mendalam dan pengamatan terlibat. Tesis ini menunjukkan bahwa dalam merespon program perbaikan wilayah pesisir, komunitas pesisir seringkali dihadapkan dengan dinamika sosial dari masyarakat itu sendiri. Kesenjangan respon dari para aktor dipengaruhi oleh relasi sosialnya, yaitu 1) relasi berdasarkan patron-klien, 2) relasi berdasarkan hubungan darah, dan 3) relasi berdasarkan hubungan emosional, dan dua motif ekonomi yaitu 1) motif ekonomi yang didasari atas kebutuhan penguasaan materi, dan 2) motif ekonomi yang di dasari atas kebutuhan mendasar. Perbedaan respon yang muncul dari relasi sosial dan motif ekonomi pada dasarnya perlu dilihat dari kapasitas serta kemampuan tiap aktor yang terlibat. Tesis ini juga memperkaya kajian tentang respon komunitas nelayan melalui pendekatan analisis aktor dan jaringan. Pendekatan ini lebih relevan dalam melihat respon komunitas terhadap program inisiasi perbaikan wilayah pesisir dikarenakan kompleksitas masyarakat pesisir sehingga tidak bisa hanya melihatnya dengan sudut pandang struktur-fungsi saja. Peranan aktor dalam kajian ini melengkapi analisis secara lebih dinamis tentang hal-hal yang mempengaruhi respon terhadap program.


This study aims to find, develop, and apply knowledge in the realm of scientific studies, especially in terms of management of coastal resources and community responses to coastal conditions. The research location is in Bungin Village, Pantai Bakti Village, which is a coastal area where the population mostly depend on marine products and ponds. The research method was carried out with qualitative methods through in-depth interviews and participant observants. This thesis shows that in responding to initiating improvements programs in coastal areas, coastal communities are often faced with social dynamics of the community itself. The response gap of the actors is influenced by social relations namely 1) relations based on patron-client, 2) relations based on blood relations, and 3) relations based on emotional relationships, and two economic motives, namely 1) economic motives based on material mastery needs, and 2) economic motives which are based on basic needs. Differences in responses arising from social relations and economic motives basically need to look at the capacity and capabilities of each actor involved. This thesis also enriches the study of the response of the fishing community through the approach of actor and network analysis. This approach is more relevant in looking at the community's response to the initiation programs of improving coastal areas due to the complexity of coastal communities so that they cannot only see them in a structural-functional perspective. The role of the actor in this study complements the analysis more dynamically about matters that influence the response to programs.

"
2019
T53290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivitri Dewi Prasasty
"ABSTRACT
Pidada fruit (Sonneratia caseolaris) is a type of fruit from mangrove plants that are used as processed food ingredients into pidada dodol by the coastal community in Muaragembong. The purpose of this community service was to observe the hygiene and sanitation of pidada dodol processing by the people of Biyambong Neighborhood, Mekar Village, Muaragembong Sub-district, Bekasi Regency. Processing pidada dodol is still done traditionally, so it is very important for the community to be aware of the hygiene and sanitation in producing good quality dodol. The expected benefit of this community service activity was to help pidada dodol producers pay attention to the hygiene and safety aspects when making pidada dodol. The results of this community service indicated that the community served understood the importance of hygiene and sanitation during the processing of dodol pidada. Through counseling and the questionnaire on hygiene and sanitation aspects of dodol processing, it is expected that the dodol makers on the coastal of Muaragembong would be more aware of the hygiene and sanitation so that their products become safer and healthier."
Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2018
300 JPM 2:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Djuariah
"Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 menetapkan perlunya kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap DAS dan atau pulau guna optimalisasi manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Namun degradasi hutan akibat berbagai aktlvitas legal maupun ilegal telah menyebabkan laju deforestasi + 2,8 juta ha/tahun selama kurun waktu 1997-2003 (Pusat Informasi Kehutanan, 2005). Di sisi lain pemanfaatan kawasan hutan yang berakibat pada pembukaan lahan hutan bagi kegiatan pertanian dan pernukiman semakin meningkat dengan bertambahnya penduduk. Program rehabilitasi hutan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan telah diwujudkan dalam Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) pada tahun 2003 serta program Hutan Kemasyarakatan (HKm) di luar Jawa dan Pengefolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Pulau Jawa. Upaya rehabilitasi hutan di hutan lindung sebagai safah satu fungsi hutan yang diperuntukkan bagi kepentingan fungsi tata air, di pihak lain juga menjadi tumpuan masyarakat sekitar hutan sebagai sumber pendapatannya. Guna mengintegrasikan kepentingan fungsi tata air dan pemanfaatan kawasan ofeh masyarakat di sekitar hutan lindung, maka permasalahan yang ditemui adalah bagaimana mengimplementasikan paradigma baru pengelolaan hutan berbasis masyarakat di hutan lindung, dengan mencermati perangkat kebijakan yang telah tersedia dan masih dibutuhkan, serta melakukan analisis dart sisi kelayakan proyek. Sehingga penelitian ini ditujukan untuk menganalisis kebijakan yang telah tersedia dan masih dibutuhkan guna mendukung PHBM di hutan lindung dan menilai kelayakan proyek terutama dari aspek kelembagaan dan aspek finansial pembuatan tanaman budidaya kopi yang diusuikan oleh masyarakat sebagai sumber pendapatan, dengan memperhatikan aspek tata air fungsi lindung di kawasan Hutan Lindung RPH Hanjawar Timur I, BKPH Sukanegara Utara, KPH Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Hasil indentifikasi berbagai kebijakan yang terkait dengan pengelolaan hutan lindung bersama masyarakat di Pulau Jawa, menunjukkan ketersediaan program dan peraturan baik di tingkat nasional/pusat, propinsi, dan kabupaten, yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, Perum Perhutani dan Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Peraturan dimaksud meliputi antara lain SK Menteri Kehutanan tentang HKm, Pedoman dan Evaluasl PHBM, Pedoman dan Petunjuk Teknis pengelolaan kawasan lindung dari Perum Perhutani, Pembentukan Kelompok Tani/Nelayan dan Tani/Hutan Propinsi Jawa Barat, Penunjukan Kader PHBM oleh ADM/KKPH Cianjur, dan pembentukan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Desa Campaka Mulya. Dari analisis kebijakan dan kelayakan proyek yang dilakukan, ternyata walaupun dari aspek hukum sudah tersedia peraturan yang melandasi kebijakan pengelolaan hutan bersama masyarakat di hutan lindung, namun dalam implementaslnya belum didukung oleh mekanisme perencanaan dan operasional di lapangan yang memadai. Mekanisme perencanaan pengelolaan hutan lindung yang melibatkan masyarakat sekitar hutan tergantung kepada kondisi spesifik di masing-masing lokasi hutan lindung, serta pemahaman masyarakat tentang fungsi lindung yang umumnya terbatas. Kelembagaan untuk mengelola hutan lindung bersama masyarakat yang sudah dibentuk di lokasi penelitian, belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena masih memerlukan peningkatan pemahaman masyarakat. Sehingga upaya penguatan kelerrrbagaan masih diperlukan melalui peningkatan kualitas sosialisasi/pendarnpingan dan perencanaan partisipatif, dengan meningkatkan kualitas penyuluhan dan koordinasi antar lembaga terkait di tingkat operasional. Penyuluhan diperlukan dalam aspek hukum dan aspek Iingkungan yang terkait dengan fungsi tata air. Sejalan dengan hal tersebut koordinasi dan kerjasama dengan berbagai pihak terkait seperti dari unsur pemerintahan, perguruan tinggi dan lembaga penelitian, perlu diupayakan. Berdasarkan aspek finansial dan ekonomi dalarn anallsis biaya manfaat untuk pengusahaan/penahaman tanaman kopi dengan pola tanam wanatani multistrata bersama jenis tanaman semusim (jagung) dan kayu-ka yuan pada hutan lindung di lokasi penelitian, layak untuk dilaksanakan terutama dengan memperhatikan aspek pasar dari harga kopi beras (hasil pengeringan. Dari aspek finansial maupun ekonomi, NPV untuk hasil kopi tanpa pengeringan bernilai positif pada tingkat infasi 7% dan 8%, dengan BCR > 1. Sec angkan dengan proses pengeringan NPV bare bernilai positif dengan BCR > 1 ketika harga kopi beras Rp.12.000, 00 untuk analisis financial dan Rp. 10.000, 00 untuk analisis ekonomi pada kedua tingkat Inflasi. Pengusahaan tanaman kopi mutu/strata bersama tanaman semusim dan kayu-kayuan selain layak secara finansial dan ekonoml, juga dapat mengintegrasikan kepentingan masyarakat dl sekitar hutan lindung dan keberlangsungan fungsi tata air. Kegiatan ini memberi hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan kawasan yang hanya didominasi oleh pohon kayu-kayuan saja, atau sebaliknya terjadi alih guna lahan hutan menjadl lahan pertanlan oleh masyarakat, Pengayaan tanaman di hutan lindung dengan jenis buah-buahan guna meningkatkan pendapatan petani dengan pengolahan tanah yang minimal, dapat pula dilakukan sesual kondisi tanah hutan. Untuk kelestarlan fungsi Iindung, penataan kawasan hutan lindung memerlukan penetapan blok pemanfaatan dengan mempertimbangkan daya dukung kawasan hutan lindung tersebut. Sedangkan dari aspek finansial dan ekonomi diperlukan pula peningkatan informasi pasar kepada petani hutan baik untuk saprodi maupun produksi kopi dan hasil hutan non kayu lalnnya. Dari aspek soslal ekonomi, pemerataan kesempatan kepada warga Dena Campaka Mulya yang belum terlibat dalam pengelolaan hutan lindung, perlu diupayakan melalui sosialisasi dan pendampingan yang melibatkan lembaga desa secara partisipatif guna menghindarkan kecemburuan soslal yang akan mendorong tindakan a sosial."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T17115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2006
S33909
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setio Utomo
"Paradigma pendekatan pembagunan saat ini telah mengalami pergeseran secara signifikan dari yang sifatnya sentralisasi, top down, kini bergeser kearah sistim desentralisasi dan bottom up. Bahkan saat ini trend pembangunan juga mulai memperlakukan masyarakat sebagi pelaku utama. Program-program pembangunan yang mengklaim berbasis masyarakat (community based) hampir dapat dijumpai dalam setiap departemen pemerintahan bahkan pemerintah daerah juga mulai mengadopsi sistem ini. Program-program seperti PPK (Depdagri), P2KP ( Departemen Kimpraswil). PPMK (Pemda DK]) adalah contoh dari model pembangunan yang menggunakan community based.
Disemua program pemberdayaan masyarakat tersebut hampir seluruh program yang dijalankan memiliki komponen pendamping di dalamya. Kebcradaan pendamping ini diharapkan menjadi facilitator dan mediator antara masyarakat dan program. Dengan demikian maka posisi pendamping dalam sebuah program sangat berpengaruh untuk mencapai keberhasilannya. Pendamping menjadi ujung tombak dari program yang akan dijalankan. Di sisi finansial komponen pendamping ini juga memiliki nilai yang signifikan dari seluruh pembiayaan program, sedangkan dari sisi penyerapan tenaga kerja dan sumebr daya manusia komponen ini juga dapat dijadikan sarana transformasi sosial.
Karena pentingnya posisi dan pecan pendamping dalam sebuah program maka penulis tertarik dan mencoba memperlajari proses pendampingan yang terjadi dan dan mengkaji faktor-faktor apa yang mempengaruhi pendamping dalam menjalankan tugasnya. Dengan mengambil sebuah contoh kasus di Desa Pantai Sederhana di Kecamatan Muara Gembong, Bekasi, penulis ingin mengkaji sejauhmana pengaruh faktor-faktor internal dan ekstemal yang ada pada pendamping mempengaruhi keberhasilan pendampingan.
Didasarkan pada persoalaan diatas penulis mencoba membagi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keberhasilan pendampingan kedalam beberapa aspek yaitu aspek internal, aspek ini berkaitan dengan diri pendamping dan melekat padanya. Untuk mengetahui aspek ini maka dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu : (1) pemahaman pendamping terhadap program, (2) pemahaman pendamping terhadap karakter budaya setempat, (3) pemahaman pendamping terhadap wilayah geografis, (4) kemampuan komunikasi dan sosialisasi pendamping dan (5) kemampuan motivasi pendamping. Sedangkan aspek lainnya yaitu aspek eksternal, yaitu aspek yang berada diluar diri pendamping yang sangat mempengaruhi seluruh proses yang akan dilakukan pendamping di lapangan.
Aspek tersebut berhubungan dengan fasilitas dan pendukung yang diberikan kepada pendamping dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di lapangan. Aspek eksternal ini merupakan aspek yang menjadi tanggung jawab pengelola program.
Dari hasil temuan penelitian yang mengambil kasus pendampingan sebuah program di Desa Pantai Sederhana, Bekasi, ditemukan fakta bahwa faktor-faktor diatas sangat berpengaruh dalam proses pendampingan. Aspek internal misalnya, temuan dilapangan membuktikan apabila pendamping memiliki kualitas yang memadai dari sisi aspek internal maka pendamping tidak menghadapi kesulitan di lapangan. Kondisi yang memadai dari sisi aspek internal pendamping ini juga akan sangat membantu masyarakat yang didampingi dalam melakukan proses belajar bersama pendamping. Sedangkan untuk aspek lainnya yaitu aspke eksternal memang sangat sulit untuk mengukur derajat pengaruhnya terhadap kinerja pendamping karena memang tidak ada standar yang sama bagi pendamping atas hak yang mesti didapat dalam menjalankan program pendampingan. Hampir setiap program mempunyai kebijakan tersendiri bagi pendamping untuk diberikan fasilitas pendukungnya.Faktor eksternaI lainnya seperti modal sosial masyarakat masih memerlukan penelitian lebih jauh untuk mengetahui pengaruhnya terhadap keberhasilan pendampingan. Untuk mengakaji dan meneliti tentang pengaruh kondisi sosial-ekonomi, politik dan hubungan-hubungan kekerabatan serta kebiasan-kebiasan masyarakat terhadap sebuah program pendampingan membutuhkan waktu dan biaya yang jauh lebih lama dan besar. Oleh karena itu bagi mereka yang tertarik dan berminat pada program pendampingan dalam sebuah program pembangunan penulis bisa menyarankan untuk mengkaji lebih jauh tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan struktur sosial, ekonomi dan politik dan modal sosial masyarakat lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14380
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Muhammad Alif Bryan Riztama
"Indonesia adalah negara kepulauan yang luas, dimana fitur topografinya dapat membatasi suatu area dengan area lainnya. Hal ini menyebabkan distribusi listrik menjadi sangat bervariasi. Oleh Karena itu, dibutuhkan pembangkit listrik yang dapat ditempatkan di daerah sulit terjangkau, yang dapat memenuhi kebutuhan listrik masyarakat setempat. Energi bayu/angin adalah salah satu energi terbarukan yang mempunyai potensi yang bagus. Energi ini cukup melimpah di daerah pesisir khususnya Kampung Bungin, Muara Gembong, dan total 3 kincir angin telah terpasang di daerah ini.
Saat ini, pengambilan data-data terkait kincir angin tersebut menjadi poin penting, terutama setelah pemasangan bilah blade baru. Data yang diambil berupa kecepatan angin, serta data penghasilan listrik, menggunakan Data Logger yang tersedia di lokasi. Pengolahan data tersebut menggunakan software MagdeTech 4 serta Microsoft Excel. Aproksimasi kecepatan angin menggunakan Distribusi Weibull 2-parameter. Hasil perhitungan kecepatan angin untuk menemukan potensi kincir angin akan dibandingkan dengan hasil aktual di lapangan.

Indonesia is a vast country in which the topographical features can separate areas from one another. This causes electricity distribution to be uneven. Therefore, a standalone power plant placed in remote areas that can fulfill the demand for electricity locally is needed. Wind energy, as one of the renewable energy resource, has a great potential to solve this problem. Wind energy is readily available in Bungin Village, Muara Gembong, and three micro wind turbines have been installed in the village.
Today, it is important to obtain the data related to the wind turbines, especially with the new blades installed, which consists of gathering wind speed and power generation data from the data loggers present on the site. Data processing is done by using MadgeTech 4 and Microsoft Excel. A Two parameter Weibull Distribution is used to approximate wind speed in the future. Also, the result from processing the wind speed data to obtain power generation, will be compared with actual power generation data in forms of voltage and current, and an analysis can be made.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67252
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Dien Warits
"Energi angin dapat dimanfaatkan dengan horizontal axis wind turbine seperti TSD-500 di Muara Gembong, Bekasi. Namun produksi listrik TSD-500 belum optimal. Berdasarkan data angin lokasi dan dengan metode Blade Element Momentum Theory (BEMT) dihasilkan desain blade baru. Hasilnya berupa desain blade turbin angin beradius 1 m menggunakan airfoil SD 7032 (low Reynolds number airfoil) yang chord-nya dilinearisasi dengan CP sebesar 0,38 yang stabil di tip speed ratio ±7. Kapasitas turbin angin meningkat dari 500 W menjadi 1.400 W. Blade desain baru ini diprediksi dapat memanfaatkan angin di lokasi sebesar 26%, lebih besar dari blade sebelumnya yang hanya 19,76%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63243
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>