Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170168 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
"Jamu teh celup untuk pengobatan pirai mengandung beberapa simplisia
berkhasiat yaitu buah mengkudu (Morinda citrifolia), daun salam (Syzygium
polyanthum), rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza), herba sambiloto
(Andrographis paniculata), dan daun teh (Camellia sinensis) yang banyak
dimanfaatkan masyarakat untuk mengatasi penyakit pirai perlu diuji
keamanannya. Penelitian toksisitas akut jamu teh celup untuk pengobatan
pirai dilakukan untuk menentukan nilai LD50 dan mengetahui pengaruh
pemberian jamu tersebut terhadap hematologi, fungsi dan histologi hati serta
ginjal. Hewan uji dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan dosis. Masingmasing
kelompok terdiri dari 10 ekor mencit jantan dan 10 ekor mencit betina.
Kelompok-kelompok tersebut antara lain adalah dosis 2600 mg/kg bb, 5200
mg/kg bb, 10400 mg/kg bb, 20800 mg/kg bb, dan kelompok kontrol normal
yang hanya diberikan larutan CMC 0,5%. Pengamatan terhadap jumlah
kematian dilakukan dalam waktu 24 jam setelah pemberian jamu.
Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal dilakukan setelah 24 jam dan 14 hari
pemberian jamu. Pemeriksaan hematologis terhadap kadar hemoglobin,
jumlah sel darah putih, sel darah merah dan trombosit dilakukan pada hari
ke-0, setelah 24 jam dan 14 hari pemberian jamu. Pemeriksaan histologis hati
dan ginjal dilakukan setelah 14 hari pemberian jamu. Sampai dosis tertinggi
yang secara teknis masih dapat diberikan (20,8 g/kg bb) tidak menyebabkan kematian pada hewan uji sehingga nilai LD50 tidak dapat ditentukan. Potensi
ketoksikan dari sediaan jamu teh celup untuk pengobatan pirai pada mencit
praktis tidak toksik (berdasarkan tabel tingkat ketoksikan akut dosis 20,8 g/kg
bb lebih besar dari 15 g/kg bb). Pemberian jamu teh celup untuk pengobatan
pirai menyebabkan kenaikan aktivitas ALT dan penurunan jumlah sel darah
merah setelah 24 jam pada kelompok mencit jantan dan betina. Dosis 10,4
g/kg bb menyebabkan perpanjangan diameter glomerolus ginjal mencit
betina. Pada pemeriksaan fungsi ginjal, jumlah sel darah putih, jumlah
trombosit dan kadar hemoglobin pemberian jamu teh celup untuk pengobatan
pirai tidak berpengaruh."
Universitas Indonesia, 2006
S32574
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Reny Widhyastuti R.
"Dalam rangka peningkatan kesehatan masyar1cat —obft?ä jIoaI perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya mengingat potensi bahan alam yang cukup besar di Indonesia. Salah satu jenis tanaman yang ada di Indonesia yang berkhasiat sebagai obat adalah Graptophyllum pictum (L.) Griff atau yang sering kita kenal dengan nama handeuleum. Khasiat tanaman mi antara lain : daunnya untuk obat wasir (hemorrhoid). Penelitian ilmiah yang telah dilakukan mengenal tanaman ml adalah uji efek penyembuhan daun handeuleum terhadap wasir. Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak etanol 40% terhadap pola defekasi pada tikus putih. Penelitian mi mendukung efek daun handeuleum terhadap penyembuhan hemorrhoid. Sebagai hewan uji digunakan tiga puluh ekor tikus jantan galur Sprague Dowley dengan berat badan antara 160 sampal 220 gram yang dibagi dalam enam kelompok. Dosis pemenksaan adalah 32,025 mg dan 128,1 mg dan sebthgai kontrol perlakuan digunakan Loperamid-HCL Bahan uji diberikan setiap had mulal had pertama dan pengamatan terhadappoladefekasi dilakukan setiap had sampai had ke-sepuluh. Kelompok perlakuan dibandingkah dengan kelompok kontrol yang diberikan propilen . glikol 10%, kelompok yang diberikan Loperamid-HCI dan ekstrak serta kelompok yang diberikan ekstrak tanpa Loperamid-HCI. Pola defekasi dianalisis secara statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 40% daun handeuleum dosis 32,025 mg mempunyai efek menurunkan konsistensi feces serta meningkatkan frekuensi defekasi dan jumlah feces. Peningkatan dosis bahan up menunjukkan peningkatan efek terhadap pola defekasi.

In order to increase public health, traditional medicine should be used properly considering Indonesia's great potention of natural resources. One of Indonesia plant which is often used as medicine is Graptophyllum pictum (L.) Griff or commonly known as handeuleum. It's leaf can be used to treat hemorrhoid. Scientific research which has been done on this plant is the test of handeuleum leaf activity to cure hemorrhoid. The scientific research about the effect of 40% of etanol extract of handeleum to the defecation pattern has been dne. This research was supported the effect of handeuleum to heal hemorrhoid. In this study, thirty male SD rats weighing 160 - 220 grams were used and divided into six groups. The dosage used were 32,025 mg and 128,1 mg extract and we used Loperamid-HCI as control treatment. Those drugs were given everyday from first to tenth days. The observation were conducted during those ten days. The treatment group were compared to the control group which given -10% of propylen glycol, the group which given Loperàmid-HCI with extract and the group which given extract without Loperamid-HCI. The defecation pattern then analysed statistically. . The result showed that 40% of etanol extract oh handeuleum leaves at dose of-'32,,025 mg has the effect of decreasing feces consistency and increasing dfëcation frequency. The increasing of drug dose showed increasing effect to defecation pattern."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Annisa Jamal
"Daun gandarusa (Justicia gendarussa Burm.) telah lama digunakan oleh masyarakat antara lain untuk mengobati reumatik. Pemanfaatan tanaman ini perlu ditunjang oleh data ilmiah dengan melakukan uji keamanan. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan nilai potensi toksisitas relatif (LD50) ekstrak etanol daun gandarusa dan mengetahui pengaruhnya terhadap jumlah eritrosit, leukosit, trombosit, dan kadar hemoglobin.
Sebanyak 50 ekor mencit jantan dan 50 ekor mencit betina dikelompokkan menjadi 5 kelompok mengikuti rancangan acak lengkap. Kelompok II, III, IV dan V merupakan kelompok yang diberi ekstrak etanol daun gandarusa dengan dosis berturut-turut 4; 8; 16; dan 32 g/kg bb. Kelompok I adalah kelompok kontrol yang diberi aquadest. Pengamatan jumlah hewan uji yang mati dilakukan setelah 24 jam.
Hasil penelitian menunjukkan LD50 ekstrak etanol daun gandarusa yaitu sebesar 31,99 g/kg bb untuk jantan dan 27,85 g/kg bb untuk betina dengan kategori tidak toksik. Hasil ANAVA satu arah (α = 0,05) terhadap jumlah eritrosit, leukosit, trombosit dan kadar hemoglobin sebelum perlakuan, setelah 24 jam dan setelah 14 hari perlakuan menunjukkan bahwa tidak terdapat erbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun gandarusa tidak mempengaruhi jumlah eritrosit, leukosit, trombosit, dan kadar hemoglobin."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S32681
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Yusrina Agustina
"Obat herbal telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia dan secara empiris terbukti berkhasiat untuk pengobatan berbagai penyakit. Pengujian keamanan obat herbal sangat penting dan pada penelitian ini akan di uji toksisitas akut dari obat herbal 'FAD'. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh nilai LD50, mengetahui gambaran histologi ginjal dan hati serta pengaruh obat herbal 'FAD' terhadap hematologi.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan menggunakan 50 ekor mencit putih masing-masing 25 ekor mencit jantan dan betina yang dibagi dalam lima kelompok perlakuan. Kelompok I diberi dosis uji 813,3 mg/kg bb, kelompok II diberi dosis uji 2033,3 mg/kg bb, kelompok III diberi dosis uji 5083,2 mg/kg bb, kelompok IV diberi dosis uji 12.708 mg/kg bb, dan kelompok V merupakan kelompok kontrol yang diberi larutan CMC 0,5%. Pengamatan jumlah kematian dilakukan 24 jam setelah pemberian larutan uji dan didapati bahwa tidak ada hewan uji yang mati sehingga nilai LD50 tidak dapat ditentukan.
Pada pemeriksaan hematologi penghitungan jumlah eritrosit, leukosit, trombosit dan hemoglobin, pada 24 jam dan 14 hari setelah perlakuan secara statistik (one way ANAVA) tidak menunjukkan perbedaan secara bermakna antar kelompok perlakuan maupun dengan kelompok kontrol (C = 0,05). Demikian pula pada pemeriksaan histologi ginjal dan hati 14 hari setelah perlakuan secara statistik (one way ANAVA) tidak menunjukkan perbedaan secara bermakna antara kelompok perlakuan maupun dengan kelompok kontrol (C = 0,05).
Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian obat herbal 'FAD' secara oral pada dosis 813,3 mg/kg bb - 12.708 mg/kg bb tidak menimbulkan kematian, tidak berpengaruh terhadap histologi ginjal dan hati serta tidak mempengaruhi hematologi.

Herbal medicine was being used for a long time by Indonesian people and empirically proven for many disease treatment. Toxicity study of herbal medicine is very important and in this research will be studied about acute toxicity testing of 'FAD' herbal medicine. The aim of this research was to observe toxic effect of 'FAD' herbal medicine, LD50 value, find out the effect of 'FAD' herbal medicine to kidney and liver histology, also to hematology. The research uses 50 white mice each male and female consisting of 25 and divided into 5 groups.
Design of this research is Complete Random Design. Group I, II, III, IV are given dosage of 'FAD' herbal medicine with 813,3 mg/kg bw, 2033,3 mg/kg bw, 5083,2 mg/kg bw, 12.708 mg/kg bw. While group V are given CMC 0,5% as control group. Number of death observation were done in 24 hours after giving 'FAD' herbal medicine and eventually there are none the mice death so LD50 value can not be established.
Hematology investigation of erythrocyte, leucocyte, thrombocyte and haemoglobin count, in 24 hours and 14 days after experiment, based on statistic test (one way ANAVA) there is no significant difference between experiment and control group (C = 0,05). Kidney and liver histology investigation in 14 days after experiment, based on statistic test (one way ANAVA) also showing no significant difference between experiment and control group (C = 0,05).
The results indicate the usage "FAD" herbal medicine with oral administered at dosage 813,3 mg/kg bb - 12.708 mg/kg bb did not cause death in mice, did not influence kidney and liver histology, also did not influence mice hematology.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fita Dwi Amiria
"Pada penelitian ini dilakukan uji toksisitas akut dengan parameter nilai LD50, fungsi hati yang dinilai dari aktivitas enzim transaminase dan fungsi ginjal yang dinilai dari kadar urea serta kreatinin plasma. Hewan coba yang digunakan berupa mencit putih jantan dan betina galur ddY berumur lebih kurang dua bulan dengan berat badan 20 ? 35 gram masing-masing 50 ekor. Bahan uji yang digunakan adalah bahan obat herbal "X" yang merupakan ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis) yang terdiri dari flavonoid sebanyak 30%. Pengujian menggunakan empat kelompok dosis yang diberikan bahan uji berturut-turut adalah 2,08; 4,17; 8,34 dan 16,67 gram ekstrak/kgbb dan sebagai kelompok kontrol yang digunakan adalah larutan CMC 1%. Uji LD50 ditentukan oleh banyaknya kematian dalam kelompok selama 24 jam dari perlakuan berupa satu kali pemberian dalam dosis tinggi.
Hasilnya menunjukkan bahan obat herbal "X" bersifat praktis tidak toksik karena pemberian dosis tertinggi adalah16,67 gram ekstrak/kgbb tidak menimbulkan kematian terhadap hewan uji. Pengambilan darah dilakukan melalui ekor, dan dilakukan pengukuran fungsi hati dan ginjal setelah 24 jam dan 14 hari dari perlakuan. Penilaian fungsi hati dinilai dari aktivitas enzim transaminase yang menggunakan metode kolorimetri, penilaian fungsi ginjal dinilai dari kadar urea yang diukur menggunakan metode fearon dan kadar kreatinin yang diukur menggunakan metode jaffe yang dimodifikasi. Hasil ANAVA terhadap fungsi hati dan ginjal didapatkan kesimpulan bahan obat herbal "X" tidak menunjukkan perbedaan bermakna antar kelompok perlakuan maupun dengan kelompok kontrol. Sehingga bahan obat herbal "X" aman untuk fungsi hati dan ginjal mencit.

In this research, acute toxicity test has been done by LD50 while liver function is assessed from transaminase enzyme activity and kidney function assessed from rate urea and creatinin plasma. As animal experimental were 50 female and male white mice of ddY, two month old with body weight was 20-30 gram. Test substance was "X" herbal medicine which is bread-fruit leaf extract (Artocarpus altilis) that consist of 30% flavonoid. Mice were divided into four groups which was given to 2,08; 4,17; 8,34 and 16,67 gram extract /kgbw consecutively and as a group control used CMC 1%. The LD50 test was determined by the number of death in group during 24 hour after giving once high dose.
The result showed "X" herbal medicine was practically non toxic, because the highest dose was given 16,67 gram/kgbw did not generate the death to animal experimental. Blood was collected from tail, measurement of liver and kidney function was done after 24 hours and 14 week from treatment. Liver function is known from transaminase enzyme activity by using colorimetri method. Measurement of kidney is done from urea concentration by using fearon method and creatinin concentration using jaffe modification method. The result of ANAVA for liver and kidney function was concluded that there was no significant differentiation between treatment group and control group, the result was "X" herbal medicine was harmless for the function of liver and kidney mice.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32754
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irine Satya Firmandasari
"Jamu merupakan satu di antara obat tradisional, karena itu perlu dilakukan uji keamanan, salah satunya dengan menentukan nilai LD50, melalui uji toksisitas akut. Jamu yang akan digunakan pada penelitian ini mengandung ekstrak Guazuma ulmifolia Lamk, ekstrak Camellia sinensis, ekstrak Phaseolus vulgaris, dan ekstrak Garcinia cambogia yang secara empiris berkhasiat untuk menurunkan berat badan. Penelitian ini tidak hanya bertujuan untuk menentukan nilai LD50, tetapi juga untuk mengamati pengaruh pemberian jamu pelangsing SF terhadap fungsi dan histologis organ hati.
Pada penelitian ini digunakan 100 ekor mencit putih (50 ekor mencit jantan dan 50 ekor mencit betina). Tiap jenis kelamin dibagi ke dalam lima kelompok dengan 10 mencit untuk tiap kelompoknya. Kelompok I adalah kelompok kontrol yang diberi CMC 0,5%, sedangkan kelompok II, III, IV,dan V diberi dosis 2812,5 mg/kg bb, 5625 mg/kg bb, 11250 mg/kg bb dan 22500 mg/kg bb.
Pengamatan terhadap jumlah kematian dilakukan pada 24 jam setelah pemberian jamu, dan hasilnya adalah tidak ada kematian pada hewan uji dan jamu yang diuji praktis tidak toksik (> 15 g/kg bb). Pengukuran aktivitas ALT dan alkali fosfatase plasma yang dilakukan pada 24 jam dan 14 hari setelah pemberian jamu, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna baik antar kelompok perlakuan maupun dengan kelompok kontrol. Demikian pula pada pemeriksaan histologis hati yang dilakukan pada 14 hari setelah pemberian jamu, menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna baik antar kelompok perlakuan maupun dengan kelmpok kontrol."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S32664
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diny Wulandari
"Penelitian untuk menetapkan nilai LD50 jamu pelangsing SF dan mengetahui pengaruhnya terhadap fungsi ginjal telah dilakukan baru-baru ini. Jamu pelangsing SF terdiri dari beberapa simplisia yaitu daun teh (Camellia sinensis), buah asam Malabar (Garcinia cambogia), daun Jati blanda (Guazuma ulmifolia), dan buncis (Phaseolus vulgaris). Hewan uji dibagi ke dalam 5 kelompok dosis, masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor mencit jantan dan 10 ekor mencit betina. Kelompok dosis tersebut adalah kelompok kontrol yang hanya diberikan larutan CMC 0,5%, kemudian kelompok yang diberikan suspensi zat uji dengan dosis berturut-turut 2812,5 mg/kg bb, 5625 mg/kg bb, 11250 mg/kg bb, dan 22500 mg/kg bb. Nilai LD50 ditentukan dari jumlah kematian hewan coba yang terjadi setelah 24 jam perlakuan.
Perubahan fungsi ginjal diperiksa pada 24 jam dan 14 hari setelah perlakuan dengan mengukur kadar kreatinin dan urea plasma. Pemeriksaan histologis organ ginjal dilakukan 14 hari setelah perlakuan, dengan mengukur diameter glomerulus dan jarak ruang antara glomerulus dan kapsula Bowman. Pada dosis tertinggi yang dapat diberikan (22,5 g/kg bb) ternyata tidak menimbulkan kematian pada hewan uji, sehingga nilai LD50 tidak perlu ditentukan. Potensi ketoksikan jamu pelangsing berdasarkan tabel potensi toksisitas relatif adalah Praktis Tidak Toksik, karena dosis 22,5 g/kg bb lebih tinggi dari 15 g/kg bb. Peningkatan kadar kreatinin dan urea plasma hewan uji terjadi pada 24 jam dan 14 hari setelah perlakuan, bila dibandingkan dengan kontrol. Pemberian jamu pelangsing tidak berpengaruh terhadap fungsi ginjal hewan uji."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S32598
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>