Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135661 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Rivanti Irmadela Devina
"Tujuan penelitian eksperimental klinis ini menganalisis efek obat kumur temulawak terhadap gingivitis secara klinis.Enam puluh penderita gingivitis dibagi menjadi dua kelompok : berkumur dengan temulawak dan plasebo. Indeks plak (PlI) dan Papilla Bleeding Index (PBI) diukur sebelum dan setelah berkumur, dua kali sehari selama empat hari. Nilai PlI dan PBI pada kedua kelompok setelah berkumur lebih rendah daripada saat sebelum berkumur, secara statistik bermakna (uji T berpasangan; p<0,05). Nilai PlI dan PBI pada kelompok temulawak memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok plasebo (uji T tidak berpasangan; p<0,05). Berkumur dengan obat kumur yang mengandung temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dapat menurunkan gingivitis.

The aim of this clinical experimental study is to analyze the effect of extract temulawak towards gingivitis clinically. Sixty patients gingivitis divided into two groups: rinsed using temulawak and placebo. Plaque index (PlI) and Papilla Bleeding Index (PBI) were measured before and after rinsing, twice a day for four days. The PlI and PBI score after rinsing in both groups were lower than before rinsing(paired T test; p<0,05). The follow up PlI and PBI score of control group were different significantly with the experiment group (independent T test; p<0,05). Rinsing with temulawak (Curcuma xanthorrhiza) mouthwash can reduce gingivitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S45462
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Latisha Maulana
"Latar Belakang: Ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) telah terbukti secara in vitro memiliki khasiat sebagai anti Candida albicans (C.albicans). Dalam upaya pengembangan tanaman obat tersebut sebagai obat herbal terstandar anti C.albicans, ekstrak etanol temulawak telah diformulasikan menjadi obat tetes oromukosa. Temulawak mengandung kurkumin yang merupakan senyawa polifenolik berwarna kuning yang dapat menyebabkan diskolorasi gigi.
Tujuan: Mengetahui pengaruh paparan obat tetes ekstrak etanol temulawak terhadap warna email gigi.
Metode: Gigi premolar tanpa karies dan defek struktural dicelupkan dalam obat tetes ekstrak etanol temulawak, CHX 0,2%, dan akuades selama 1 menit kemudian dibilas dan direndam dalam akuades selama 10 menit pada suhu 37oC. Tahapan dilakukan sebanyak 42 siklus (simulasi penggunaan 2 minggu) dan 63 siklus (simulasi penggunaan 3 minggu). Analisis warna dilakukan menggunakan colorimeter pada 3 tahap waktu yaitu sebelum paparan, setelah paparan, dan setelah penyikatan gigi. Nilai yang didapatkan berupa ΔE yang menunjukkan selisih nilai pengukuran warna email sebelum dan setelah paparan obat serta sebelum dan setelah penyikatan.
Hasil: Pada tahap waktu T1-T3 simulasi penggunaan 2 minggu dan 3 minggu, nilai ΔE>3.3 pada ketiga kelompok sehingga terlihat adanya perubahan warna yang signifikan antara warna gigi awal dan setelah penyikatan gigi. Terdapat perubahan warna gigi yang signifikan setelah dilakukan penyikatan dengan pasta gigi.
Kesimpulan: Obat tetes ekstrak etanol temulawak mengakibatkan perubahan warna email gigi yang signifikan. Penyikatan gigi dapat mengurangi efek perubahan warna pada email gigi.

Background: Javanese Turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ethanol extract is known to have antifungal properties against Candida albicans (C.albicans) based on in vitro studies. The next step in developing a standardised herbal medicine is by formulating Javanese Turmeric Ethanol Extract into oromucosal drops. Curcumin found in javanese turmeric is a yellowish polyphenolic compound that has the potential to cause staining on the enamel.
Objective: This study is aimed to evaluate the effect Javanese Turmeric ethanol extraxt oromucosal drops on discoloration of the dental enamel.
Method: Premolars with no caries and structural defects are immersed in the Javanese Turmeric ethanol extract oromucosal drops, a 0,2% CHX mouthwash, and distilled water for 1 minute. After rinsing, they are then immersed in distilled water for 10 minutes at 37oC. The method mentioned is repeated for 42 cycles (2-week simulation) and 63 cycles (3-week simulation). Color assessment is done using a colorimeter at three different time points: before immersion, after immersion, and after brushing. Results will be shown as ΔE which is the color difference of enamel before and after immersion, as well as before and after toothbrushing.
Result: At time point T1-T3 for the 2-week and 3-week simulation, the ΔE score is greater than 3.3 on all three groups indicating a significant color difference before immersion and after toothbrushing. A significant color difference is observed after toothbrushing with toothpaste.
Conclusion: Javanese Turmeric ethanol extract oromucosal drops cause a significant tooth discoloration. Brushing had significant effect on removal of induced stains.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Trisnayanti
"ABSTRAK
Rimpang temulawak (Curcurna xanthorrhiza Roxb) adalah salah satu jenis sintplisia yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku jamu. Rimpang ini mudah terkontaminasi oleh kapang Aspergillus flavus yang berasal dari tanah karena kadar amilumnya yang tinggi. Adanya kontaminasi kapang ini akan mengurangi khasiat temulawak bila digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.
Radiasi gamma telah digunakan untuk membasmi serta menurunkan angka kapang dan angka bakteri pada bahan baku dan sediaan jamu. Pada penelitian ini telah dipelajari efek radiasi gamma pada aktivitas antikapang dari minyak atsiri dan kurkuminoid temulawak, pada pertumbuhan Aspergillus flavus. Dipelajari pula efek radiasi gamma pada karakteristik kedua komponen tersebut.
Dosis radiasi yang digunakan pada penelitian ini adalah 0, 5, 10, 30, dan 50 kGy, serta variasi penyimpanan selama 0 dan 3 bulan. Aktivitas antikapang kedua komponen pada A. flavus diamati dengan mengukur diameter hambatannya pada media agar padat PDA (Potato Dextrose Agar). Sedangkan karakteristik kedua
komponen diperiksa dengan menggunakan alat GC untuk minyak atsiri dan HPLC untuk kurkuminoid, serta spektroskopi FTIR untuk keduanya.
Dari hasil penelitian mi terlihat bahwa minyak atsiri temulawak mempunyai aktivitas antikapang pada pertumbuhan Aspergillus flavus, baik yang disiinpan maupun yang tidak. Sebaliknya, kurkuminoid temulawak meinberikan efek stimulator pada pertumbuhan Aspergillus tiavus, baik pada rimpang yang disimpan maupun yang tidak.
Radiasi gamma dan interaksi antara dosis iradiasi dan penyimpanan tidak berpengaruh pada aktivitas antikapang minyak atsiri pada P < 0,05. Minyak atsiri dari rimpang yang disimpan selama 3 bulan memperlihatkan aktivitas antikapang yang lebih tinggi dari pada yang tidak disimpan. Namun sebaliknya, efek stimulator dari kurkuminoid temulawak ini tidak dipengaruhi oleh radiasi dan penyimpanan.
Berdasarkan kromatograin masing-masing komponen dan spektroskopi FTIR-nya, iradiasi hingga 50 kGy tidak merubah karakteristik minyak atsiri dan kurkuminoid temulawak."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latifah Putri Anggraini
"Rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) mengandung senyawa kurkuminoid dan xantorizol yang memiliki banyak manfaat untuk kesehatan. Kedua senyawa tersebut dapat diekstraksi dengan pelarut Natural Deep Eutectic Solvent (NADES) dengan metode UAE. Oksidasi yang terjadi secara alami ekstrak dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak cair sehingga senyawa kurkuminoid dan xantorizol yang dapat mengalami degradasi. Penelitian ini menganalisis pengaruh penambahan BHA dan suhu penyimpanan terhadap stabilitas ekstrak cair NADES temulawak. Ekstrak NADES rimpang temulawak ditambahkan BHA hingga mengandung BHA sebanyak 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm kemudian disimpan di tiga suhu penyimpanan berbeda, yaitu 30°C ± 2°C, 5°C ± 3°C, dan -20°C ± 5°C selama 54 hari. uji stabilitas yang dilakukan adalah uji stabilitas fisik (organoleptik dan homogenitas) dan uji stabilitas kimia (pH, penetapan kadar kurkuminoid dan xantorizol). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak yang ditambahkan BHA memiliki stabilitas yang lebih baik daripada ekstrak tanpa penambahan BHA. Ekstrak cair NADES rimpang temulawak yang mengandung 50 ppm dengan suhu penyimpanan -20°C ± 5°C menunjukkan kestabilan fisik dan kimia yang lebih baik daripada ekstrak cair NADES rimpang temulawak tanpa BHA. Berdasarkan hasil uji One-way ANOVA terdapat pengaruh yang signifikan dari BHA dan suhu terhadap kadar kurkuminoid dan xantorizol dengan nilai p < 0,05.

Javanese turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) contain curcuminoid and xanthorrhizol which have many benefit for health. Both compounds can be exctracted with Natural Deep Eutectic Solvent (NADES) by UAE method. Oxidation which occur naturally in liquid extract can effect the stability of compounds so that curcuminoid and xanthorrhizol can undergo degradation.  This study analyzed the effect of adding BHA and storage temperature on stability of liquid extract of javanese turmeric. Liquid extracts are added with BHA with different concentration (30 ppm, 40 ppm, and 50 ppm) and stored at three different temperature (30°C ± 2°C, 5°C ± 3°C, dan -20°C ± 5°C) for 54 days. Stability test carried on this study include physical stability test (organoleptic and homogeneity) and chemical stability test (pH, determination of curcuminoid and xanthorrhizol). The result showed that the addition of BHA can improve the stability of liquid extract. Liquid extract with 50 ppm BHA with a storage temperature at -20°C ± 5°C showed better physical and chemical stability. Based on One-way ANOVA test, there is a significant influence of BHA and storage temperature on curcuminoids and xanthorrhizol with p value is p<0,05. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihannisa Nursyifa Safitri
"Temulawak telah banyak digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat Indonesia. Tanaman ini berpotensi membantu mengatasi lelah otot karena senyawa utamanya yaitu xantorizol memiliki aktivitas antioksidan yang mampu mengurangi radikal bebas berlebih yang terbentuk saat melakukan aktivitas berat. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh xantorizol terhadap kadar glutation pada mencit diinduksi lelah dengan metode FST. Kontrol positif diberikan taurin (T) dosis 700 mg/kg BB sebagai obat referensi. Kontrol negatif diberikan CMC-Na 1% (C). Kelompok dosis dibagi menjadi tiga, yaitu N10 (ekstrak NADES dosis 10 mg XTZ/kg BB), N25 (ekstrak NADES dosis 25 mg XTZ/kg BB), dan E10 (ekstrak etanol dosis 10 mg XTZ/kg BB). Pemberian dosis dilakukan selama 28 hari. Pada hari terakhir, mencit dilakukan FST untuk selanjutnya dibedah dan diambil jaringan hati untuk pengukuran kadar glutation. Lama waktu berenang setelah perlakuan N10, N25 dan T berbeda signifikan dengan sebelum perlakuan (p<0,05).  Lama waktu berenang setelah perlakuan N10, N25, dan T tidak terdapat perbedaan bermakna namun berbeda signifikan dengan C (p<0,05). Kadar GSH N10 dan N25 signifikan lebih tinggi dibandingkan C. Rasio GSH/GSSG N10, N25, dan T signifikan lebih tinggi dibandingkan C (p<0,05). Dapat disimpulkan bahwa xantorizol pada ekstrak NADES temulawak membantu mengatasi lelah otot diinduksi stres oksidatif akibat aktivitas berat dan memiliki efek antilelah yang menjanjikan pada dosis XTZ 10 mg/kg BB dan 25 mg/kg BB.

Javanese Turmeric has been widely used as traditional medicine in Indonesia. This plant has potential to help overcome muscle fatigue because its main compound, xanthorrhizol, have antioxidant activity that reduce excess free radicals formed when the body performs high-intensity activities. The present study was designed to investigate the effect of xanthorrhizol on glutathione levels in fatigue-induced mice using the FST method. Positive control group was given taurine (T) at dose 700 mg/kg BW as a reference drug. Negative control group was administered 1% CMC-Na (C). The dosage groups were divided into three, N10 (NADES extract 10 mg XTZ/kg BW), N25 (NADES extract 25 mg XTZ/kg BW), and E10 (ethanol extract 10 mg XTZ/kg BW). Dose was given for 28 days. On the last day, FST was carried out in mice, then they were dissected and liver tissue was taken to measure glutathione levels. The swimming time after treatment in N10, N25, and T groups was significantly different from before treatment (p<0,05).  The swimming time after treatment in N10, N25, and T groups was significantly different from C group (p<0.05). GSH levels of N10 and N25 groups were significantly higher than C groups. Ratio of GSH/GSSG of N10, N25, and T groups was significantly higher compared to C group (p<0.05). This study concludes that xanthorrhizol in NADES extract can help overcome muscle fatigue induced by oxidative stress due to high-intensity activities and has a promising anti-fatigue effect at XTZ doses of 10 mg/kg BW and 25 mg/kg BW."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasinta Ayuning Dyah
"Latar Belakang: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah tanaman berkhasiat obat asli Indonesia dan merupakan tanaman obat unggulan untuk dikembangkan menjadi obat herbal terstandar. Pada beberapa penelitian, ekstrak etanol temulawak (EET) telah terbukti berkhasiat sebagai antimikroba, namun belum diketahui keamanannya terhadap jaringan mukosa mulut. Tujuan: Mengetahui sitotoksisitas ekstrak etanol temulawak (EET) terhadap sel fibroblas gingiva manusia (in vitro). Metoda: Model sel fibroblas gingiva diperoleh dari kultur primer jaringan gingiva manusia. Ekstrak etanol temulawak (1%, 2,5%, 5%, 10%, 20%, 40%) dipaparkan pada sel fibroblas gingiva dengan durasi paparan 1 jam, 3 jam, dan 24 jam. Viabilitas sel pasca paparan EET dianalisis dengan uji MTT (3-(4,5-dimethyl-thiazol-2-yl)-2,5-diphenyl-tetrazolium bromide) dan sitotoksisitas ditetapkan berdasarkan Inhibition Concentration 50% (IC50). Sedangkan, jumlah sel pasca paparan EET dievaluasi dengan metoda exclusion dye/trypan blue. Hasil: Model sel fibroblas gingiva dapat diperoleh dari kultur primer jaringan gingiva dan secara morfologi teridentifikasi sebagai sel fibroblas. Berdasarkan nilai IC50, EET pada konsentrasi >20% pasca paparan 1 dan 3 jam dan konsentrasi ≥10% pasca paparan 24 jam sitotoksik terhadap sel fibroblas gingiva. Jumlah sel fibroblas gingiva menurun sesuai dengan peningkatan konsentrasi pada durasi paparan 24 jam. Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak memiliki efek sitotoksik terhadap sel fibroblas gingiva. Sitotoksisitas ekstrak etanol temulawak dipengaruhi oleh konsentrasi dan durasi paparan.

Background: Javanese turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is a herbal plant native to Indonesia and is a superior herbal plant to be developed into a standardized herbal medicine. In some studies, Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract (CXEE) had been reported to have antimicrobial effect. However, its safety has not been evaluated for oral mucosal tissue. Objective: To evaluate the cytotoxicity of Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract to human primary gingival fibroblast cells (in vitro). Method: Gingival fibroblast cells model were cultured from human primary gingival tissues. CXEE (1%, 2,5%, 5%, 10%, 20%, 40%) was added into gingival fibroblast culture for 1 h, 3 hrs, and 24 hrs. Cells viability after treatment of EET was analized with the 3-(4,5-dimethyl-thiazol-2-yl)-2,5-diphenyl-tetrazolium bromide (MTT) assay and determined by Inhibition Concentration 50% (IC50). Meanwhile, cell density of treated cells was determined by exclusion dye/Trypan Blue. Result: Primary culture of human gingival tissue was able to produce gingival fibroblast cells model that was morphologically identified. Based on IC50, CXEE was cytotoxic againts gingival fibroblast cells at >20% of final concentration after 1 hr and 3 hrs treatment and at ≥10% of final concentration after 24 hrs treatment. Cell density of gingival fibroblast cells showed reduction as the increase of extract concentration in 24 hrs treatment. Conclusions: Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract shows cytotoxic effect againts gingival fibroblast cells and is affected by concentration and duration of treatment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Putri Ayu Rosalia
"Pendahuluan: Ekstrak temulawak telah dilaporkan memiliki efek inhibisi dan eradikasi in vitro terhadap C. albicans. Setiap obat dalam pengembangannya harus melalui uji standar stabilitas biologis, fisika, dan kimia. Salah satu uji kestabilan biologis obat adalah pengujian kontaminasi mikroba pada obat selama 4 minggu
Tujuan: Mengetahui kestabilan biologis obat tetes ekstrak etanol temulawak menggunakan TPC untuk menghitung, menganalisis dan membandingkan perubahan jumlah koloni dengan satuan Colony Forming Unit (CFU).
Metode: Obat tetes ekstrak etanol temulawak temulawak disimpan dalam 3 suhu (suhu rendah 4±2oC; suhu ruangan 28±2oC; dan suhu tinggi 40±2oC). Obat tetes ekstrak etanol temulawak diencerkan dengan serial dilution dan ditumbuhkan pada medium nonselektif Plate Count Agar (PCA) dengan metode Spread Plate. Pada setiap sampel pengujian dilakukan duplo. Media yang telah dikultur dengan obat tetes ekstrak etanol temulawak kemudian yang telah ditumbuhkan, diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC. Perhitungan koloni pada setiap agar dilakukan secara manual, kemudian dimasukkan ke dalam rumus penghitungan koloni sehingga didapatkan satuan CFU/mL. Pengujian baseline dan Pengulangan uji kontaminasi dilakukan setiap 2 minggu selama 1 bulan.
Hasil: Pada minggu kedua tidak terdapat kontaminasi mikroba pada obat tetes ekstrak etanol temulawak. Sedangkan pada minggu keempat, terlihat koloni sebanyak 5x10 CFU/mL yang terbentuk pada media dengan kultur obat tetes ekstrak etanol temulawak pada suhu tinggi (40±2oC).
Kesimpulan: Temperatur penyimpanan mempengaruhi kestabilan biologis obat tetes ekstrak etanol temulawak. Pada penelitian ini, sediaan obat tetes ekstrak etanol temulawak tetap stabil bebas kontaminasi mikroba setelah penyimpanan selama 4 minggu pada suhu rendah dan suhu ruang. Sedangkan pada penyimpanan selama 4 minggu pada suhu tinggi, terjadi kontaminasi minimal.

Introduction: Curcuma extract has been reported to have effect on inhibition and eradication in vitro of C. albicans. Every drug during its development must pass biological, physical and chemical stability. One of the biological stability tests of drugs is testing for microbial contamination of drugs in 4 weeks.
Objective: To know the biological stability of oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract drugs using TPC to count, analyze and compare changes in the number of colonies with Colony Forming Units (CFU).
Methods: Oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract is stored at 3 temperatures (low temperature 4 ± 2oC; room temperature 28 ± 2oC; and high temperature 40 ± 2oC). Oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract is diluted with serial dilution and plated on nonselective medium Plate Count Agar (PCA) using the spread plate method. Duplo testing was carried out for each sample. Medium that has been cultured with oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract then incubated for 48 hours at 37oC. Colony counting for each agar is done manually, then entered into the colony counting formula to obtain CFU/mL units. Baseline test and repeated contamination tests were carried out every 2 weeks for 1 month.
Results: In the second week, there is no microbial contamination in oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract. Then, in the fourth week, it can be count 5x10 CFU/mL that formed on medium that has been cultured with oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract which stored in high temperature (40±2oC).
Conclusion: Storage temperature affects the biological stability of oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract. In this research, oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract remained stable and free of microbial contamination after 4 weeks of storage at low and room temperature. Meanwhile in storage for 4 weeks at high temperature, there was minimal contamination.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Ariany
"Temulawak dan temu mangga merupakan tanaman obat yang sering digunakan dalam pengobatan tradisional. Kedua tanaman ini sudah diteliti dan berpotensi sebagai penghambat aktivitas radikal bebas. Dalam penelitian ini, dilakukan standarisasi simplisia terhadap Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dan Rimpang Temu Mangga (Curcuma mangga), meliputi beberapa parameter yaitu kadar air, kadar abu total, kadar abu tak larut asam,kadar sari terlarut air, kadar sari terlarut etanol, pola kromatogram, kadar kurkuminoid. Simplisia yang sudah diuji berbagai parameter ini dikombinasikan menjadi sediaan teh herbal dalam berbagai perbandingan (10:0, 7:3, 5:5, 3:7 dan 0:10) dan dilakukan uji penghambatan aktivitas antioksidan secara in vitro dengan menggunakan standard kuersetin sebagai pembanding. Seduhan teh dari Rimpang Temulawak tunggal memiliki aktivitas penghambatan terhadap radikal DPPH lebih baik daripada Rimpang Temu Mangga tunggal, dengan Nilai IC50 seduhan rimpang temulawak (356,23 μg/mL), seduhan rimpang temu mangga (403,231 μg/mL), seduhan kombinasi 7:3 (424,495 μg/mL), seduhan kombinasi 5:5 (449,493 μg/mL), dan seduhan kombinasi 3:7 (461,888 μg/mL). Aktivitas antioksidan terbaik didapatkan pada teh herbal rimpang temulawak, dengan IC50 356,23 μg/mL. Rimpang Temulawak memiliki aktivitas penghambatan yang paling baik dengan nilai IC50 sebesar 356,23 μg/ml walaupun kurang berpotensi sebagai antioksidan.

"Temulawak" and "Temu Mangga" are a medicinal plant commonly used in traditional medicine. Both of these plants have a potential inhibitor of free radical activity. In this research, standardization of botanicals against rhizome temulawak (Curcuma xanthorrhiza) and Rhizome temu mangga (Curcuma manga)were done, includes several parameters such as moisture content, total ash, acid insoluble ash, water soluble extract levels, levels of dissolved ethanol extract, chromatogram patterns, levels of curcuminoids. Simplicia various parameters that have been tested are combined into herbal tea preparation in a variety of comparisons (10:0, 7:3, 5:5, 3:7 and 0:10) and the inhibition test in vitro antioxidant activity using quercetin as standard comparison. Steeping tea from a single rhizome Curcuma have inhibitory activity against DPPH radicals better than any single rhizome Temu Mangga, with IC50 value steeping ginger rhizome (356.23 mg / mL), steeping rhizome Intersection mango (403.231 mg / mL), steeping a combination of 7: 3 (424.495 mg / mL), steeping a combination of 5:5 (449.493 mg / mL), and steeping a combination of 3:7 (461.888 mg / mL). Best antioxidant activity was found in herbal tea ginger rhizome, with IC50 356.23 mg / mL. Ginger rhizome has the best inhibitory activity with IC50 values of 356.23 ug / ml, although less potential as an antioxidant.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S53818
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elmida Ilyas
"ABSTRAK
Telah dilakukan pemeriksaan efek antihepatotoksik temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) terhadap efek hepatotoksik karbon tetrakiorida pada tikus. Percobaan ini dilakukan terhadap 21 ekor tikus yang dibagi secara acak menjadi tiga kelompok. Kelompok I merupakan ke1ompok kontrol, kelompok II diberi Cd 4 0,40 mg/9 BB dosis tunggal, dan kelompok III adalah kelompok yang diberi CC1 4 0,40 mg/g BB dosis tunggal dan temulawak 500 mg/K-g empat kali dalam 48 jam. Tikus dimatikan 48 jam setelah perlakuan, darahnya dikumpulkan untuk pemeriksaan aktivitas GPT dan hati diambil untuk pemeriksaan histologi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian temulawak 500 mg/Kg BB, empat kali dalam 48 jam, dapat mengurangi efek hepatotoksik Cd 4 0,40 mg/g BB dosis tunggal pada tikus. Berdasarkan penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari dosis optimum temulawak dan pemeriksaan efek temulawak terhadap bahan hepatotoksik lainnya."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>