Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18421 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bertha Lova
"Sirih (Piper betle Linn) merupakan tanaman obat yang digunakan dalam sediaan obat. Sifatnya sebagai bakterisid digunakan untuk mengobati ataupun mencegah penyakit infeksi. Pada penelitian ini, ekstrak kering daun sirih yang menandung senyawa fenol digunakan sebagai bahan aktif dalam sediaan ovula.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji kestabilan ovula dengan menentukan kadar fenol total menggunakan spektrofotometer selama empat minggu. Setiap ovula yang mengandung 0,9 g ekstrak kering dari infusa 5% daun sirih.
Hasil penelitian menunjukkan sediaan ovula dengan konsentrasi gelatin 14% memiliki batas umur simpan 3,64 minggu dan ovula yang mengandung gelatin 20% memiliki batas umur simpan 3,30 minggu pada penyimpanan suhu dingin. Sedangkan pada penyimpanan suhu kamar ovula yang menngandung gelatin 14% memiliki batas umur simpan 2,98 minggu dan ovula yang mengandung gelatin 20% memiliki batas umur simpan 1,47 minggu."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S32500
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Anggriani
"Daun sirih diketahui mengandung banyak polifenol yang memiliki aktivitas antioksidan kuat sehingga dapat menghambat pembentukan radikal bebas ROS (Reactive Oxygen Species) yang merusak kulit. Ekstrak daun sirih diformulasikan dalam krim dengan konsentrasi 0,5%, 1%, dan 2%, dan divariasikan dengan penambahan BHT 0,05%, 0,075%, dan 0,1%. Penelitian ini bertujuan menguji stabilitas fisik dan menentukan pengaruh penambahan BHT pada aktivitas antioksidan krim setelah penyimpanan selama 8 minggu pada suhu kamar. Kestabilan fisik diuji dengan uji mekanik, cycling test, dan penyimpanan pada suhu rendah (7+2°C), suhu kamar (27+2°C), dan suhu tinggi (40+2°C).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa krim daun sirih 0,5%, 1%, dan 2% stabil pada penyimpanan suhu rendah dan suhu kamar, sedangkan krim daun sirih 2% tidak stabil pada suhu tinggi. Pada cycling test, krim daun sirih 2% tidak stabil, sedangkan pada uji mekanik ketiga formula krim tidak stabil. Aktivitas antioksidan diukur menggunakan metode peredaman DPPH. Hasilnya adalah krim yang diberikan BHT konsentrasi 0,1% bisa menjaga stabilitas antioksidannya selama penyimpanan 8 minggu pada suhu kamar. Tetapi, krim yang diberikan BHT konsentrasi 0,05% dan 0,075% belum mampu menjaga stabilitas antioksidannya selama penyimpanan 8 minggu pada suhu kamar.

Betle leaf known contained high level of polyphenol, a strong antioxidant which inhibit ROS (Reactive Oxygen Species) formation causing skin damage, was formulated into cream with concentration of 0,5%, 1%, and 2% and varied with BHT concentration of 0,5%, 0,075%, and 0,1%. This research was designed to investigate the physical stability and the influence of BHT addition on the antioxidant activity of cream after 8 weeks storage at room temperature. Physical stability was tested with the centrifugal, cycling test, and storage at low (7+2°C), room (27+2°C), and high temperatures (40+2°C).
The results showed that cream of 0,5%, 1%, and 2% was stable stored at low and room temperature, whereas at high temperature cream 2% did not. On cycling test, cream of 2% was not stable, all creams were not stable on centrifugal test. Measurement of antioxidant activity was done using DPPH radical scavenging method. The results showed that creams given BHT concentration of 0,1% to maintain the stability of antioxidant during 8 weeks of storage at room temperature. However, the creams that given BHT concentration 0,05% and 0,075% have not been able to maintain the stability of the antioxidant during 8 weeks of storage at room temperature.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S946
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Septina Suriatmini
"Sirih telah lama dikenal sebagai tanaman obat. Rebusan daunnya biasa digunakan sebagai antiseptik. Rebusan daun sirih dikemudian hari diharapkan dapat berkembang menjadi sediaan steril, seperti pencuci mata. Namun, ada kemungkinan proses sterilisasi menurunkan stabilitas sediaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara sterilisasi terhadap stabilitas rebusan daun sirih. Rebusan daun sirih disterilkan dengan cara sterilisasi uap (menggunakan otoklaf, 121°C, 15 menit) dan filtrasi. Setelah disterilkan, rebusan daun sirih disimpan selama 1 bulan pada 30, 40 dan 50°C. Pemeriksaan warna, kejernihan, pH dan kadar fenol total rebusan daun sirih dilakukan dalam interval waktu 1 minggu. Kadar fenol total rebusan daun sirih ditentukan menggunakan metode Folin-Ciocalteu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah sterilisasi uap dan filtrasi, kejernihan, pH dan kadar fenol total rebusan daun sirih tetap stabil. Namun, warna rebusan daun sirih menjadi lebih gelap setelah sterilisasi uap. Pada penyimpanan minggu pertama dan kedua, pH dan kadar fenol total mengalami penurunan, dan pada minggu ketiga mulai timbul endapan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S32290
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Kartika Marsaulina S.
"Daun sirih Piper betle L memiliki kemampuan anti bakteri yang baik. Profil antibakteri tersebut disediakan oleh kandungan metabolit sekunder di dalam sediaan. Ekstrak etanol 80 daun sirih memiliki kompatibilitas yang baik untuk dijadikan sediaan farmasi. Penelitian oleh American Podiatric Medical Association pada tahun 2014 menunjukkan bahwa bau kaki menjadi permasalahan pada kaki yang banyak dialami masyarakat pada saat ini. Bau kaki tersebut banyak disebabkan oleh adanya bakteri, yakni bakteri Bacillus subtilis. Untuk mengatasi bau kaki dibuat sebuah sediaan antibaukaki. Sediaan spray dipilih karena menyediakan kenyamanan yang tinggi bagi pengguna.
Penelitian ini menguji berbagai konsentrasi ekstrak dalam formula untuk menemukan konsentrasi kandungan ekstrak etanol yang paling baik, yang dapat menunjukkan diameter zona hambat terhadap bakteri Bacillus subtilis. Selain itu, dilakukan juga uji stabilitas fisik pada penyimpanan selama 8 minggu di suhu kamar 28 2°C , suhu tinggi 40 2°C, dan suhu rendah 4 2°C. Kontrol, Formula 1, Formula 2, dan Formula 3.
Hasil uji stabilitas menunjukkan profil stabilitas fisik dengan parameter organoleptis yang baik. Kadar ekstrak etanol 80 daun sirih yang tepat untuk dapat memberikan diameter zona hambat minimum, diberikan oleh Formula 3, yakni ge; 2 mg/ml, dengan angka zona hambat minimum terhadap bakteri Bacillus subtilis, dengan diameter hambat yang terbentuk sebesar 2 mm.

Betel leaf has long been proven and widely used in Indonesia for its antibacterial activities. Betel leaf 80 ethanolic extract has high compatibility to be made as a widely used pharmaceutical product, including spray. In 2014 American Podiatric Medical Association, studied a significant increasing of foot odor prevalence between our citizens. One of the reason of foot odor is caused by bacteria, mostly by Bacillus subitilis.
This study focussed on creating a pharmaceutical product with a strong antibacterial that showed minimum bactericidal concentration MBC towards bacteria that caused foot odor. Spray product was chosen because of the great pleasant experience for the user. The study tested various concentrations of betel leaf 80 ethanolic extract, to study its antibacterial activity. Stability testing towards its physical property on 8 week storage in three different temperature room temperature 28 2°C, high tempreature 40 2°C, and low temperature 4 2°C, was also conducted.
The three spray showed great physical stability profile on organoleptic parameters. Betel leaf 80 ethanolic extract, in the Formulation 3 showed Minimum Bactericidal Concentration MBC in 2 mm area with the formula that contained ge 2 mg ml Ethanolic Extract.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68022
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rachmad Hartono
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pitra Ariesta
"Tujuan: Menilai keamanan rebusan daun sirih terhadap kornea, konjungtiva dan bilik mata depan kelinci New Zealand White Metode: Penelitian ini merupakan uji eksperimental pada kelinci percobaan. Rebusan daun sirih yang diuji terdiri dari 3 konsentrasi yaitu 5%, 10% dan 20%. Penilaian dilakukan secara klinis pada jam ke 1, 24, 48 dan 72. Pemeriksaan histopatologi dilakukan pada jam ke 72. Hasil penelitian akan didasarkan pada protokol The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) guideline for "Acute Eye Irritation/Corrosion" no 405 Hasil: Hasil pemeriksaan klinis pada mata kelinci untuk semua konsentrasi rebusan daun sirih tidak menunjukkan reaksi toksik pada jam ke 1 - 72. Pada pemeriksaan histopatologis jam ke 72, tidak ditemukan sebukan sel radang maupun kerusakan sel pada kornea dan konjungtiva untuk semua konsentrasi rebusan daun sirih. Kesimpulan: Rebusan daun sirih konsentrasi 5%, 10% dan 20% aman pada mata kelinci untuk pemakaian dalam jangka waktu singkat (72 jam). Penelitian ini sebaiknya dilanjutkan untuk melihat keamanannya pada mata manusia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T57259
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadanatul Fitri
"Sirih merupakan tanaman budidaya yang banyak digunakan oleh masyarakat salah satunya sebagai obat herbal tradisional. Sirih mempunyai beberapa jenis antara lain sirih hijau dan sirih merah yang sering digunakan oleh masyarakat. Sirih memiliki beberapa senyawa kimia salah satunya adalah flavonoid yang memiliki efek farmakologi seperti antioksidan, anti inflamasi, anti platelet, dan anti alergi. Sirih sebagai obat dapat digunakan langsung dalam bentuk daunnya, air rebusannya, atau dalam bentuk simplisia yang telah dikeringkan. Proses pengeringan yang termasuk proses pasca panen dapat menyebabkan perubahan bentuk pada simplisia dan menyebabkan terjadinya pemalsuan dan kesalahan identifikasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan farmakognostik dari daun sirih hijau (Piper betle L.) dan sirih merah (Piper cf. crocatum Ruiz & Pav.) yang mencakup perbandingan morfologi, makroskopik, mikroskopik, kandungan kimia, parameter lain, dan kadar flavonoid total. Parameter lain yang diuji antara lain kadar abu, kadar abu yang tidak larut dalam asam, kadar sari yang larut dalam air, dan kadar sari yang larut dalam etanol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara sirih hijau dan sirih merah dapat dibedakan secara makroskpis, mikroskopis, kandungan kimia, dan parameter lain yang diuji. Perbedaan lainnya juga dapat diketahui berdasarkan kadar flavonoid total yang terdapat pada sirih hijau dan sirih merah.

Betel leaf is a cultivation plant that used as traditional medicine by the society. Betel leaf has several species such as green betel leaf and red betel leaf that often used by the society. Betel leaf has several chemistry compounds. One of them is flavonoid which has pharmacological effect like antioxidant, antiinflammation, antiplatelet, and antiallergic. Betle leaf as medicine can be used directly in the leaf form, the decoction water, or in the simplisia form that has been dried. Drying process, one of after harvesting processes, can cause the transformation to the simplisia and cause the falsification and identification error.
This research aims to know about the pharmacognostical comparison of betel leaf (Piper betle L.) and red betel leaf (Piper cf. crocatum Ruiz & Pav.). The tests include morphology comparison, macroscopic, microscopic, phytochemical compounds, other parameters, and determination of total flavonoid. Other parameters that also tested are determination of ash, acid insoluble ash, water soluble extractive, and alcohol soluble extractive. The results show that between betel leaf and red betel leaf can be distinguished by macroscopic, microscopic, phyochemical compound, and other parameters. Another difference can be also identified by total flavonoid contents between these plants.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Halitosis (bad breath) is the most complained problem among mouth and teeth health. The source of halitosis are volatile sulfur compounds produced by Streptococcus mutatn from degradation of food debris. Sirih leaves (Piper betle L.) are trditionally used as mouth antiseptic for its volatile oil. The aim of this research was to formulate sirih extract into an extract with minimum inhibitory concentration (MIC) with 96% ethanol for 24 hours, resulting to an extract with minimum inhibitory concentration (MIC), on Streptococcus mutans of 8.49 x 10 g/ml. The extract with streng quadrupele of the MIC, or equel to 0.92% provide iodine, was formulate using 2 factorial design. Corn starch, hydroxypropyl methycellulose (HPMC) and sorbitol were independent variables and drying time ,moisture, film hicknes, desintegrating time, and film streng were the dependent ones.The results showed that HPMC significantly fastened the drying time, decreased the moisture, and lengthened the desintegrating time. Sorbitol significantly fastened he drying time, increased the moisture, and strengthened the film, while corn stach decreased the moisture and lengthened the disintegrating time. Optimation of the formula ingredients using contour plot superimposed cannot be determinetd due to edible film disintegrating time that was out of comparative interval."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Tri Astuti
"Tanaman sirih merah (Piper cf. fragile, Benth) merupakan obat herbal tradisional yang sudah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai penyembuh luka diabetes. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan khasiat infusa daun sirih merah dalam menyembuhkan luka diabetik pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang diinduksi aloksan. Hewan coba dibagi atas enam kelompok, yaitu kelompok I yang merupakan kontrol normal diberi akuades, kelompok II diinduksi aloksan 32 mg/ 200 g bb secara intraperitoneal tanpa pemberian obat, kelompok III diinduksi aloksan dengan pemberian glibenklamid, IV, V, dan VI diinduksi aloksan dengan pemberian bahan uji dosis berturut-turut 216 mg/200 g bb, 432 mg/ 200 g bb, dan 864 mg/ 200 g bb, selama 8 hari. Pengukuran penyembuhan luka dilakukan berdasarkan luas luka dan persentase penyembuhan luka. Persentase penyembuhan pada kelompok I sebesar 79.12%, kelompok II 38.83%, kelompok III 69.07%, kelompok IV 58.19%, kelompok V 68,22%, dan kelompok VI 62,43%. Berdasarkan hasil pengolahan secara statistik, terdapat perbedaan bermakna antara kelompok yang diberi bahan uji dengan kelompok kontrol aloksan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hingga hari ke-8 infusa daun sirih merah terbukti dapat membantu menyembuhkan luka diabetik pada tikus putih.

Sirih merah (Piper cf. fragile, Benth) is a traditional herbal medicine, has been very long used by Indonesia society as diabetic ulcer healing. The aim of this study was to confirm the wound healing effect of Piper cf. fragile leaves extract on male Sprague Dawley rats previously induced by alloxan. The animals were divided into six groups. Group I which was the normal control group received aquadest. Group II which was the alloxan control group received intraperitoneal alloxan of 32 mg/ 200 g bw. Group III received intraperitoneal alloxan and then glibenclamide 0,9 mg/ 200 g bw, IV , V, and VI were induced with alloxan and treated with the extract 216 mg/ 200 g bw, 432 mg/ 200 g bw and 864 mg/ 200 g bw, respectively, for 8 days. The measurement of wound healing effect was evaluated by percentage of wound healing. The percentage of healing was 79.12% for group I, 38.83% for group II, 69.07% for group III, 58.19% for group IV, 68.22% for group V, and 62.43% for group VI. Based on the statistical analysis, there was significant difference between the treated groups and alloxan control group. This study confirmed the traditional uses of sirih merah leaves on diabetic ulcer healing."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S33177
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>