Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22585 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratu Ayu Dewi Sartika
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pengaruh lendir bekicot (Achatin g fulica Fer.) terhadap luka terbuka buatan pada tikus putih, dengan menggunakan metode Morton yang dimodifikasi. Dalam penelitian ini digunakan 50 ekor tikus putih, strain LMR, berat badan 140 - 220 gram, yang dibagi dalam tujuh kelompok. Kelompok A, B dan C diberi larutan lendir bekicot yang disaring menggunakan penyaring bakteri dengan dosis 10 %, 50 % dan 100 %. Kelompok D dan E merupakan kelompok yang diberi lendir bekicot tanpa disaring dengan dosis 50 % dan 100 %. Sedangkan kelompok F dan G inerupakan. kelompok kontrol (hanya diberi air dan blangko). Persentase penyembuhan luka dianalisa secara statistik, dengan metoda analisis variansi dan metoda Tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lendir bekicot dengan dosis 50 % dan 100 %, baik dengan atau tanpa disaring memberikan kecepatan penyembuhan luka yang sangat bermakna bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada dosis yang sama, kelompok tikus yang diberi lendir bekicot tanpa disaring, memberikan kecepatan penyembuhan luka yang relatif tidak bermakna bila dibandingkan dengan yang disaring. Dengan meningkatnya dosis lendir bekicot yang digunakan dan 50 % sampai 100 %, didapat kecepatan penyembuhan luka yang lebih baik. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lendir bekicot yang tidak disaring dapat mempercepat penyembuhan luka terbuka pada tikus.
ABSTRACT
A study of the effect of mucous of Achatina fulica Fer. on the artificial opened wound on white mouse had been done, by Morton method with a modification. Fifty white mice were used in this experiment, body weights of 140 - 220 grams, and divided into seven groups. Group A, B, and C were given mucous of snails filtered by bacterial filter in doses of 10 %, 50 Z, and 100 %. Group D dan E were given mucous of snails with 50 % and 100 % without filtered. Whereas group F and G are the controlling groups (only by water and blank). Percentage of wound healing was statistically analyzed by analyses of variance and Tukey methods. The result of the study showed that mucous of snails of 50 % and 100 X.with or without filtered gave the rate of healing very significant compared to controlling groups. At the same dose, the group given mucous of snails without filtered exerted the rate of healing not statistically significant in comparison with that of filtered. By increasing the dose from 50 % to 100 % better wound healing effect was obtained.. It is concluded that mucous of snails without filtered can accelerate artificial wound healing in mice."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudiyono W.S.
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian aktivitas antibakteri dan lendir bekicot (achatina fulica fer.) terhadap kuman StaphyLococcus aureus ATCC 2592.3 dan Pseudorrzon.as aertlei.n.osa ATCC 27853 dengan menggunakan metode difusi cara silinder. Dalam penelitian ini digunakan lendir bekicot yang segar, dengan ukuran cangkang antara 5-6 cm dan dengan berat badan antara 19-27 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lendir bekicot (achatina fulica fer.) menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap kuman Pseudorronas czerugnosa ATCC 27853 tetapi tidak terhadap kuman Staphylococcus aureus ATCC 25923."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peter Andreas
"Tujuan penelitian ini untuk memperoleh kejelasan persepsi kelompok penjual jamu gendong dari Solo yang bermukim di Tambun terhadap penggunaan lendir bekicot sebagai bahan pengobatan alternatif untuk "menyembuhkan" sakit pada gigi berlubang dan untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat pemanfaatan fasilitas kesehatan gigi bagi kelompok ini. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian adalah Desa Mangunjaya Tambun - Bekasi. Pengumpulan data dilakukan dengan dua kali Fokus Group Diskusi ( FGD ) dan wawancara mendalam (indepth interview ) terhadap dua orang penjual jamu gendong. Hasil yang diperoleh mengungkapkan bahwa kelompok penjual jamu gendong dari Solo ini yakin bahwa lendir bekicot berkhasiat untuk menyembuhkan rasa sakit akibat gigi berlubang, Menurut mereka, hanya dengan satu atau dua kali pemakaian, lendir bekicot mampu menghilangkan rasa sakit yang semula mengganggu aktifitas. Bahkan diungkapkan bahwa sakit gigi tersebut tidak pernah kambuh kembali. Dengan keuntungan yang diperoleh dari penggunaan lendir bekicot sperti misalnya rasa sakit segera reda setelah pemakaian, tidak kambuhnya rasa sakit di hari-hari berikutnya, tidak membutuhkan biaya dan mudah didapat, maka rasa amis yang dikeluarkan oleh lendir bekicot itu dapat mereka abaikan. Dapat dilihat pula bahwa pada kelompok ini sikap kekerabatan mempengaruhi kepercayaan mereka dalam perawatan penyakit dan tampaknya pandangan mereka tentang penyebab sakit gigi akibat gigi berlubang ini sejalan dengan teori naturalistik, disamping itu didapati sifat etnosentris yang kuat dalam kelompok ini menjadi salah satu faktor yang menghambat pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan gigi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2001
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dyah Liftyawati
"Pada penelitian ini dikembangkan material unggul berupa hidrogel mikrosfer komposit γ-PGA/Alg/AgNP yang diaplikasikan sebagai pembalut luka sehingga dapat menyeimbangkan kelembaban jaringan luka dan membantu dalam proses hemostasis tubuh karena sifatnya yang hidrofilik dan memiliki struktur berupa jejaring tiga dimensi. Dilakukan pengujian waktu pembekuan darah untuk mengetahui kemampuan hidrogel dalam membantu proses hemostasis tubuh. Dilakukan pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram positif (Staphylococcus aureus) dan gram negatif (Escherichia coli). Karakterisasi diamati dengan menggunakan instrumentasi spektrofotometer UV-Vis, FT-IR, XRD, SEM-EDS dan TEM. Pengujian kapasitas swelling maksimum untuk hidrogel mikrosfer komposit γ-PGA/Alg terbaik dengan rasio massa (2:8) didapatkan hasil sebesar 261,6 (g/g) dan hidrogel γ-PGA/Alg/AgNP dengan rasio massa (1:4) didapatkan sebesar 80,8 (g/g). Hidrogel γ-PGA/Alg memiliki nilai kapasitas swelling maksimum lebih tinggi dibandingkan dengan hidrogel γ-PGA/Alg/AgNP. Selanjutnya dilakukan variasi medium perendaman, hidrogel γ-PGA/Alg/AgNP dalam media perendaman larutan asam (HCl) memiliki kapasitas swelling maksimum lebih tinggi dibandingkan dalam aquades dan larutan basa (NaOH). Pengujian release ion Ag+ pada hidrogel γ-PGA/Alg/AgNP rasio massa (1:4) menunjukkan kesesuiaian nilai maksimum tertinggi dengan pengujian kapasitas swelling-nya yakni sebesar 5,46 %. dan untuk kapasitas loading sebesar 80,15 (ppm/gr). Kinetika swelling γ-PGA/Alg dan γ-PGA/Alg/AgNP mengikuti orde pseudo pertama dengan parameter lajunya masing-masing sebesar 6,06 menit dan 44,64 menit. Pengujian waktu pembekuan darah atau CBT (clotting blood time) menunjukkan bahwa hidrogel γ-PGA/Alg/AgNP memiliki kemampuan hemostasis atau penggumpalan darah tercepat yakni selama 98,7 sekon. Hasil pengujian aktivitas antibakteri, berdasarkan literatut jurnal diketahui bahwa S.aureus lebih resisten dibandingkan E.coli.

In this research developed material in the form of γ-PGA/Alg/AgNP composite microsphere hydrogel which was applied as a wound dressing so that it can balance the wound tissue moisture because it is hydrophilic and has a three dimensional network structure. Clotting blood time was tasted to determine the ability of hydrogel to assist the body's hemostasis. Antibacterial activity test was done to against gram positive bacteria (Staphylococcus aureus) and gram negative (Escherichia coli). Hydrogel was characterized by spectrophotometer UV-Vis, FT-IR, XRD, SEM-EDS and TEM. Testing the maximum swelling capacity for the γ-PGA/Alg composite microscope hydrogel with the best mass ratio (2:8) results of 261.6 (g/g) and γ-PGA/Alg/AgNP hydrogel with mass ratio (1:4) obtained at 80.8 (g/g). γ-PGA/Alg hydrogels have a higher maximum swelling capacity than dibandingkan γ-PGA/Alg/AgNP hydrogels. Furthermore, the variation of immersion medium, γ-PGA/Alg/AgNP hydrogel in acid solution (HCl) immersion media has a maximum swelling capacity higher than in aquades and base solutions (NaOH). The release of Ag+ ions on the γ-PGA/Alg/AgNP hydrogel mass ratio (1:4) showed the highest maximum value of conformity with the swelling capacity test which was 5.46%. and for loading capacity of 80.15 (ppm/gr). Swelling kinetics of γ-PGA/Alg and γ-PGA/Alg/AgNP follow the first pseudo order with the speed parameters of 6.06 minutes and 44.64 minutes, respectively. Tests of blood clotting time or CBT (clotting blood time) showed that the γ-PGA/Alg/AgNP hydrogel has the ability to hemostasis or the fastest blood clotting during 98.7 seconds. The results of antibacterial activity testing, based on the journal literatut, it is known that S. aureus is more resistant than E.coli."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Euis Reni Yuslianti
"Proses penyembuhan luka melibatkan radikal bebas. Senyawa antioksidan diperlukan untuk menghasilkan penyembuhan luka yang optimal. Penelitian ini bertujuan mendapatkan madu rambutan sediaan topikal untuk penyembuhan luka. Penelitian adalah eksperimental laboratorik in vitro dan in vivo yang mencakup pengambilan sampel murni, uji parameter madu dan penetapan standar farmasitikal, uji kandungan antioksidan, uji toksisitas akut, uji sitotoksisitas, dan uji khasiat preklinik. Penelitian ini merupakan penelitian analitik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa madu rambutan memenuhi persyaratan standar simplisia, dapat dibuat standar farmasitikal, mengandung flavonoid rutin dan asam askorbat, tidak toksik secara sistemik, tidak bersifat sitotoksik, mempunyai khasiat aktivitas antioksidan in vitro dan in vivo dengan mempercepat penyembuhan luka, menurunkan kadar MDA, meningkatkan kadar TGF-?1, meningkatkan jumlah sel fibroblas, dan menurunkan jumlah sel-sel inflamasi. Dengan demikian madu rambutan mempunyai potensi sebagai antioksidan dalam bentuk sediaan topikal untuk penyembuhan luka mukosa mulut bermutu standar farmasitikal, aman, dan berkhasiat menuju obat herbal terstandar.

Wound healing process involves free radical. Antioxidant compound is needed to obtain optimal wound healing. This research objective was to obtain topical rambutan honey for wound healing. The research was laboratory experiment in vitro and in vivo which covered pure isolate sampling, honey parameter test and pharmaceutical standard establishment, antioxidant content test, acute toxicity test, cytotoxicity test, and pre-clinic efficacy test. This research was analytic research. The result of the research showed that rambutan honey complied to the requirement of simplisia standard, can be made for pharmaceutical standard, contain rutin flavonoid and ascorbic acid, systemically nontoxic, was not naturally cytotoxic, had in vitro and in vivo antioxidant activity by accelerate wound healing, decreased MDA level, increased TGF-?1 level, increased fibroblast cell amount, and decreased inflammation cell amount. Therefor rambutan honey has potential as topical antioxidant pharmaceutical standard oral wound healing towards standardized herbal medicine."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toto Subiakto
"ABSTRAK
Penyakit kusta pada stadium lanjut sering disertai luka kusta yang terjadi akibat kerusakan saraf
perifer sehingga terjadi kehilangan sensitifitas sensorik. Luka kusta yang terjadi pada pasien
penyakit kusta sangat sulit disembuhkan karena pasien datang ke tempat pelayanan kesehatan
telah mengalami kondisi yang berat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan
efektifitas perawatan luka antara menggunakan madu dengan ethacridine 0,1% terhadap
perbaikan luka kusta di Rumah Sakit Kusta Sitanala Tangerang. Penelitian ini mengunakan
equivalent pretest-posttest control group design. Jumlah sampel penelitian 16 responden terdiri
dari 8 responden kelompok madu(intervensi) dan 8 responden kelompok ethacridine 0,1%
(kontrol). Teknik pengambilan sampel yaitu consecutive sampling dan acak sederhana. Analisis
data yang digunakan yaitu uji t independent. Hasil penelitian menunjukan responden perawatan
luka dengan madu maupun ethacridine 0,1% terjadi penurunan skor luka rata-rata pada hari ke-6
dan ke-12. Setelah diuji dengan uji t-independent test diperoleh madu lebih efektif dibandingkan
ethacridine 0,1%. Kesimpulan penelitian ini adalah perawatan luka menggunakan madu lebih
efektif dibandingkan perawatan luka dengan ethacridine 0,1% terhadap perbaikan luka kusta.
Saran penelitian yaitu perlu adanya kebijakan dari institusi pelayanan kesehatan untuk
mengakomodasi penggunaan madu sebagai topikal perawatan luka kusta. Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut tentang topikal madu terhadap penyembuhan luka luka kusta.

ABSTRACT
Leprosy wound is one of chronic complication of leprosy disease, as the result of damaged
peripheral nerve toward loss of sensation. The process of leprosy wound healing last longer. The
aim of this study was to evaluate the differences of effectiveness wound care between honey and
ethacridine 0,1% as a topical agent for leprosy wound healing at Sitanala Leprosy Hospital,
Tangerang. Equivalent pretest-posttest control group design was used in this study. The sample
size were 16 patients with chronic wound, consisted 8 patients as intervention group and 8
patiens as control group. Sample were selected by simple random and consecutive sampling
technique. Correlation and t-independent test were used to examine the difference of wound care
effectiveness between honey and ethacridine 0.1% as topical agent. The result showed that The
honey more effective than ethacridine 0.1% as topical agent in wound care of leprosy. There
was decreased PUSH SCORE at 6th and 12th days after wound care to be done.
Recommendations of this research that the health institution should accommodate honey to be
used as topical agent. Further research about honey as topical agent in wound healing to be
conducted.
"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nissia Ananda
"Latar Belakang: Pembentukan jaringan parut terkait dengan fibroblast yang dihasilkan selama fase proliferasi dan salah satu strategi untuk menekan pembentukannya yang berlebihan adalah dengan menggunakan bahan perawatan luka. Penggunaan obat herbal saat ini diminati karena menghindari efek samping obat sintetik dan Hydnophytum formicarum berpotensi sebagai antioksidan dan anti inflamasi. Tujuan Penelitian: Menganalisis pengaruhekstrak Hydnophytum formicarum terhadap kerapatan kolagen, angiogenesis, panjang luka, dan reepitelisasi penyembuhan luka. Metode Penelitian: 24 ekor tikus Sprague Dawley dibagi dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Luka dibuat menggunakan biopsy punch. Empat ekor tikus dari tiap kelompok di nekropsi pada hari ke 4, 7 dan 14. Analisa kerapatan kolagen, angiogenesis, panjang luka, dan reepitelisasi dilakukan menggunakan pemeriksaan hematoksilin eosin dan masson’s trichrome. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada angiogenesis, panjang luka, reepiteliasasi antar kelompok. Angiogenesis pada kelompok perlakuan memiliki jumlah yang lebih sedikit namun lebih matur. Selain itu terdapat interaksi antara pengaplikasian ekstrak Hydnophytum formicarum dan hari nekropsi terhadap kerapatan kolagen dan tingkat reepitelisasi. Kesimpulan: Penggunaan ekstrak Hydnophytum formicarum mempengaruhi pembentukkan jaringan parut yang ditunjukkan kerapatan kolagen, angiogenesis, reepitelisasi, dan panjang luka pada fase granulasi. Tidak terdapat kelainan spesifik pada luka pada kelompok perlakuan. Inhibisi angiogenesis pada aplikasiHydnophytum formicarum berhubungan dengan pembentukan jaringan parut pada luka.

Background: Formation of scar tissue associated with fibroblast and wound care material is used to suppress the formation of excessive scar tissue. Herbal medicine is currently popular because it avoids the side effects of synthetic drugs and Hydnophytum formicarum has antioxidant and anti-inflammation potential. Purpose: Analyzing the effects of Hydnophytum formicarum extract on collagen density, angiogenesis, wound length, reepithelialization in wound healing. Material and Method: 24 mice are divided in the control and treated group. Wounds were made using biopsy punch. Four rats from each group were necropsed on day 4, 7 and 14. Collagen density, angiogenesis, wound length, reepithelialization were then analyzed using hematoxylin eosin and masson’s trichrome staining. Results: There were significant differences in the results of the angiogenesis analysis, wound length, reepitheliasation between the groups. Angiogenesis in the treatment group had smaller number but more mature. There was interaction between the application of Hydnophytum formicarum extract and necropsy day on collagen density and reepithelialization rate. Conclusion: Hydnophytum formicarum extracts affected the formation of scar tissue as indicated by collagen density, angiogenesis, reepithelialization, wound length in granulation phases. Inhibition of angiogenesis in the application of Hydnophytum formicarum is related to the formation of scar tissue in the wound."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Rahmawanty
"Daging ikan haruan (Channa striatus) dipercaya dapat digunakan untuk
menyembuhkan luka karena mengandung protein, asam amino esensial, lemak dan
asam lemak yang berperan dalam proses penyembuhan luka. Tujuan dari penelitian
ini ialah membuat gel yang mengandung serbuk daging ikan haruan sebagai
penyembuh luka. Pada penelitian ini digunakan serbuk daging ikan haruan (Channa
striatus) sebagai zat aktif sebanyak 1 gram pada formula 1 dan 2 gram pada formula 2
yang mengandung protein 87,55% dan 15 jenis asam amino esensial serta kandungan
lemak 7,16% dan 29 jenis asam lemak berdasarkan hasil analisis. Serbuk daging ikan
haruan dibuat dengan cara gelasi ionik menggunakan kitosan dan natrium
tripolifosfat. Selanjutnya dibuat menjadi gel menggunakan HPMC sebagai gelling
agent. Sediaan gel yang dihasilkan dikarakterisasi in vitro dan dievaluasi secara in
vivo pada penyembuhan luka. Terhadap suspensi dan gel yang dihasilkan dilakukan
karakterisasi fisik dan kimia. Hasil pengukuran suspensi formula 1 dan formula 2
adalah sebagai berikut : ukuran partikel berturut-turut 491,8 - 665,5 nm, 481,8 –
828,1 nm; indeks polidispersitas 0,512, 0,456; nilai potensial zeta (+)29,15mV,
(+)29,35mV; kedua formula mempunyai partikel berbentuk sferis. Dari hasil uji in
vivo sediaan gel serbuk daging ikan haruan dapat digunakan sebagai penyembuh luka.

Meat of snakehead fish (Channa striatus) has been reported can be used for wound
healing because contains protein, essential amino acids, lipid, and fatty acids that
influenced wound healing process. The present study was performed in order to
formulate gels contain meat powder of snakehead fish for wound healing. The
formulas were used 1 gram (formula 1) and 2 gram (formula 2) meat powder of
snakehead fish as an active ingridient, and contain 87.55 % protein, 15 amino acids,
7.16% lipid, and 29 fatty acids. Meat powder of snakehead fish have been made use
ionic gelation method with chitosan and sodium tripolyphosphate and formulated to
gel form using HPMC as gelling agent. Gels had been formulated, charactherized and
evaluated in vivo for wound healing. Suspenses and also gels have been
physicochemical charactherized. The results showed that suspenses (formula 1 and
formula 2) have particle size in range 491.8-665.5 nm and 481.8-828.1 nm;
polidispersity index 0.512 and 0.456; zeta potential (+)29.15 mV and (+)29.35 mV;
both of formulas have sferichal particles. In vivo study showed that gels from meat
powder of snakehead fish have wound healing effect.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T35983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Muhammad Ashardi
"Poli(ε-kaprolakton) (PCL) merupakan biomaterial yang telah umum digunakan aplikasi medis. Akan tetapi aplikasinya sebagai pembalut luka yang dapat terdegradabel masih sangat jarang, karena sifat PCL yang cenderung hidrofobik dibanding dengan polimer biodegradabel lainnya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh plasma terhadap sifat hidrofilisitas film PCL. Film PCL difabrikasi menggunakan metode solvent casting dengan pelarut DCM. Perlakuan plasma dilakukan terhadap PCL film dengan variasi waktu 1, 2, dan 3 detik. Perlakuan tersebut dilakukan untuk memodifikasi gugus fungsi yang ada pada PCL sehingga tercipta gugus polar mengandung oksigen. Selanjutnya, PCL plasma setelah perlakuan dicangkok dengan Gelatin melalui crosslinking dengan Glutaraldehida (GA). Perubahan morfologi permukaan, ikatan kimia, dan hidrofilisitas dikarakterisasi menggunakan SEM, FTIR, dan Uji Sudut kontak, secara berurutan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan plasma telah berhasil meningkatkan hidrofilitas permukaan film PCL pada waktu optimal 1 detik dengan nilai sudut kontak terendah yaitu 47,00o. Setelah pencangkokan dengan gelatin, sudut kontak semakin menurun menjadi 42,28 o. Hal ini menunjukkan perlakuan plasma dapat dijadikan sebagai salah satu strategi yang cepat dan murah untuk meningkatkan sifat hidrofilitas PCL sebagai pembalut luka.

Poly(ε-caprolactone) (PCL) is a biomaterial that has been widely used in medical applications. However, its application as a degradable wound dressing is still very rare, due to the hydrophobic nature of PCL compared to other biodegradable polymers. The purpose of this study was to determine the effect of plasma on the hydrophilicity of PCL films. PCL film was fabricated using solvent casting method with DCM solvent. Plasma treatment was carried out on PCL films with time variations of 1, 2, and 3 seconds. The treatment was carried out to modify the functional groups present in PCL so as to create polar groups containing oxygen. Furthermore, the plasma PCL after treatment was grafted with Gelatin through crosslinking with Glutaraldehyde (GA). Changes in surface morphology, chemical bonding, and hydrophilicity were characterized using SEM, FTIR, and Contact Angle Test, respectively. The results of this study indicated that plasma treatment has succeeded in increasing the surface hydrophilicity of the PCL film at an optimal time of 1 second with the lowest contact angle value of 47.00o. After grafting with gelatin, the contact angle decreased further to 42.28o. This results showed that plasma treatment can be used as a quick and inexpensive strategy to increase the hydrophilicity of PCL as a wound dressing"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>