Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187180 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alfian
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai efek penggunaan dua produk (A dan B) dengan komposisi Natrium kalsium aluminasilikat hidrat 11 dan 14%, senyawa propionat 46 & 52% serta Kalsium karbonat 43 dan 34% terhadap Aspergilus flavus dan aflatoksin B1 Tujuannya adalah menentukan kadar hambat minimalnya terhadap Aspergillus flavus Z2269-3B dan daya adsorpsiriya terhadap aflatoksin BI di dalam pakan ayam dengan dosis 203 dan 400 ppm. Kadar hambat minimal ditentukan denqan metode pengenceran tabung (tube dilution) dan daya adsorpsi dengan melihat pengaruh penambahan kedua produk terhadap kadar aflatoksin B1 dalam pakan setelah 6 hari sejak penambahan produk. Aflatoksin B1 diekstraksi dan ditentukan kadarnya secara fluoredensiometri. Hasil penelitian kadar hambat minimal produk A1 mg/ml dan B = 2 mg/ml, dan daya adsorpsi kedua produk dengan dua perulangan memberikan hasil yang tidak berbeda bermakna (P> 0,05) dibandingkan terhadap kontrol."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Timotius Rudolf Diophantus Oei
"Aflatoksin B1 merupakan metabolit sekunder jamur bersifat paling karsinogenik yang diproduksi oleh jamur dari genus Aspergillus, khususnya Aspergillus flavus. Aflatoksin B1 dapat didegradasi dengan metode biologis yang dilaporkan merupakan metode yang paling cocok. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi produksi, meningkatkan kemurnian, mengevaluasi kemampuan inhibisi pertumbuhan Aspergillus flavus, dan kemampuan mendegradasi aflatoksin oleh enzim ligninolitik dari Trametes versicolor. Skrining media dan waktu inkubasi dilakukan terhadap substrat sabut kelapa, kayu jati, bonggol jagung, dan daun nanas. Purifikasi enzim dilakukan menggunakan presipitasi garam amonium sulfat, dialisis, dan kromatografi penukar ion DEAE-cellulose. Aktivitas enzim diukur menggunakan substrat 2,6-dimethoxyphenol untuk mangan peroksidase, ABTS untuk lakase, dan veratryl alcohol untuk lignin peroksidase. Ukuran enzim diprediksi menggunakan metode SDS-PAGE. Uji inhibisi pertumbuhan Aspergillus flavus dilakukan dengan metode cakram. Kemampuan degradasi aflatoksin B1 oleh enzim ligninolitik dianalisis menggunakan KLT-densitometri. Hasil skrining media dan waktu inkubasi terbaik menunjukkan substrat sabut kelapa dan kayu jati paling cocok untuk menghasilkan mangan peroksidase dan lakase, namun, tidak untuk lignin peroksidase. Hasil purifikasi menunjukkan nilai peningkatan kemurnian sebesar 3,46 dan 6,79 untuk mangan peroksidase dan lakase dengan ukuran enzim sebesar ⁓43 kDa dan ⁓65 kDa, secara beruturut-turut. Uji cakram menunjukkan tidak adanya aktivitas penghambatan oleh mangan peroksidase dan lakase. Dalam waktu 24 jam, mangan peroksidase (154,53 U/mL) dan lakase (38,77 U/mL) dapat mendegradasi aflatoksin B1 hingga 76,07% dan 63,84%, secara berturut-turut. Penelitian ini menunjukkan bahwa substrat sabut kelapa dan kayu jati dapat menjadi substrat yang baik untuk menghasilkan enzim mangan peroksidase dan lakase dari Trametes versicolor dan dapat dimanfaatkan untuk mendegradasi aflatoksin B1

Aflatoxin B1 is the most carcinogenic secondary metabolite produced by fungi of the genus Aspergillus, especially Aspergillus flavus. Aflatoxin B1 can be degraded through biological methods, which have been reported as the most suitable approach. This study aimed to optimize production, improve purity, evaluate the growth inhibition ability against Aspergillus flavus, and assess the aflatoxin degradation by ligninolytic enzymes from Trametes versicolor. Screening of media and incubation times was conducted using coconut husk, teak wood, corn cobs, and pineapple leaves. Enzyme purification involved ammonium sulfate precipitation, dialysis, and DEAE-cellulose ion exchange chromatography. Enzyme activities were measured using 2,6-dimethoxyphenol for manganese peroxidase, ABTS for laccase, and veratryl alcohol for lignin peroxidase. Enzyme sizes were predicted using SDS-PAGE. Growth inhibition tests on Aspergillus flavus were performed using disc diffusion method. Aflatoxin B1 degradation ability of ligninolytic enzymes was analyzed using TLC-densitometry. Screening results indicated that coconut husk and teak wood substrates were most suitable for producing manganese peroxidase and laccase, but not lignin peroxidase. Purification results showed purity increases of 3.46 and 6.79 for manganese peroxidase and laccase, with enzyme sizes approximately ~43 kDa and ~65 kDa, respectively. Disc diffusion tests revealed no inhibition activity by manganese peroxidase and laccase. Within 24 hours, manganese peroxidase (154.53 U/mL) and laccase (38.77 U/mL) could degrade aflatoxin B1 by 76.07% and 63.84%, respectively. This study demonstrates that coconut husk and teak wood substrates can be effective for producing manganese peroxidase and laccase enzymes from Trametes versicolor, which can be utilized for aflatoxin B1 degradation."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nikmatul Hidayah
"Ozon dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengendalian cendawan dan aflatoksin pada biji-bijian yang lebih ramah lingkungan karena tidak meninggalkan residu yang berbahaya bagi manusia, hewan, maupun lingkungan. Penggunaan ozon cukup efektif mengurangi kontaminasi cendawan dan aflatoksin pada bijibijian seperti barley, biji gandum, jagung, dan beras. Di Indonesia, ozon digunakan secara terbatas untuk proses pencucian beberapa jenis buah dan sayuran. Oleh karena itu diperlukan telaah lebih lanjut mengenai potensi penggunaan ozon pada biji-bijian terutama komoditas strategis yang menjadi prioritas dalam pembangunan pertanian di Indonesia seperti padi dan jagung. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menelaah peluang penggunaan ozon dalam mengurangi kontaminasi Aspergillus flavus dan cemaran"
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2021
630 JPPP 40:2 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Ernawati
"Salah satu masalah dalam pengobatan dan pencegahan kanker adalah kenyataan bahwa kanker hampir tidak pernah ditemukan pada keadaan dini. Kebanyakan diagnosis ditegakkan pada saat kanker sudah mencapai stadium yang cukup lanjut, sehingga pengobatan pun menjadi sukar. Dengan demikian peluang kesembuhan menjadi kecil. Hal ini antara lain disebabkan oleh belum ditemukannya senyawa yang secara dini dapat memberi isyarat bahwa seseorang mungkin mulai dijangkiti kanker. Adanya suatu pertanda kanker yang dapat dideteksi kehadirannya sejak dini akan meningkatkan kewaspadaan, baik pada dokter yang memeriksa maupun pada penderita sendiri. Dengan demikian usaha pengobatan yang lebih terarah dapat dilakukan.
Beberapa tahun terakhir ini para ahli telah melakukan banyak penelitian dalam usaha menemukan pertanda kanker. Pertanda kanker adalah senyawa-senyawa yang keberadaannya secara kualitatif atau kuantitatif, dapat menjadi pertanda adanya kanker dalam tubuh seseorang. Beberapa senyawa diperkirakan mempunyai potensi tersebut, salah satu di antaranya adalah asam sialat.
Asam sialat merupakan senyawa karbohidrat yang banyak terdapat pada permukaan sel. Asam sialat tidak terdapat dalam bentuk bebas. Senyawa ini selalu terikat dalam posisi terminal sebagai glikosfingolipid atau glikoprotein. Sampai saat ini fungsi asam sialat yang pasti belum jelas. Namun, senyawa-senyawa glikosfingolipid dan glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel diketahui mempunyai peran penting dalam interaksi antar sel dan interaksi antara sel dengan lingkungan abiotiknya.
Pada transformasi neoplastik terjadi berbagai perubahan pada sel, antara lain yang menyangkut sifat sosial sel. Sehubungan dengan hal itu telah diungkapkan berbagai perubahan yang terjadi pada permukaan sel. Perubahan tersebut ditemukan antara lain pada senyawa-senyawa glikosfingolipid dan glikoprotein yang berada di permukaan sel yang mengalami transformasi neoplastik.
Banyak hasil penelitian mengungkapkan bahwa kadar asam sialat dalam serum penderita kanker umumnya lebih tinggi dari pada normal. Kenaikan tersebut dijumpai pada berbagai jenis kanker, antara lain melanoma ganas, kanker payudara, kanker ovarium, kanker mulut rahim, kanker saluran urogenital, kanker saluran pencernaan, kanker paru, kanker hati, kanker urea dan leukemia.
Dari beberapa penelitian terungkap pula bahwa kenaikan kadar asam sialat serum sejalan dengan tingkat keparahan kanker dan besarnya tumor.
Namun belum lagi diketahui apakah kenaikan kadar asam sialat dalam serum tersebut sudah terjadi sejak dini, yaitu pada stadium ketika neoplasma tersebut masih berukuran kecil dan belum melakukan invasi terhadap jaringan di sekitarnya, kalau dapat bahkan pada keadaan pra kanker. Kadar asam sialat yang tinggi pada serum penderita kanker dapat dimanfaatkan sebagai salah satu petunjuk akan adanya kanker pada seseorang. Akan tetapi kegunaannya akan lebih besar apabila kenaikan kadar tersebut sudah dapat diketahui pada tingkat yang dini. Dengan perkataan lain asam sialat akan menjadi lebih bermanfaat jika dapat berfungsi sebagai pertanda dini kanker. Yang dimaksud dengan pertanda dini kanker adalah pertanda kanker yang sudah muncul dan dapat dideteksi kehadirannya sejak dini. Dengan demikian pertanda dini kanker adalah senyawa-senyawa yang dapat menjadi isyarat bahwa dalam tubuh seseorang sudah mulai terjadi proses perubahan sel ke arah keganasan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T6724
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta
"Aspergilli moulds were isolated from 27 Indonesian tobacco samples, which were collected from different areas in Indonesia. Isolation of moulds was carried out by direct plating in Tauge Extract Agar (TEA) medium and representative colonies were isolated. Identification was carried out in Czapek . Dox Agar (CDA) and Malt Extract Agar (MEA) media based on macroscopic and microscopic observation of colony morphology. Total aspergilli moulds identified were 44 isolates, which consisted of 11 species. Asp. awamori (14 isolates) was the dominant species followed by Asp. flavus (13 isolates).

The capability of 13 isolates of Asp. flavus to produce aflatoxin B1 was investigated. The isolates were cultivated in a semisynthetic liquid medium for aflatoxin B1 production, followed by extraction with organic solvents and quantification by High Performance Liquid Chromatography (HPLC). The results showed that only 12 isolates were able to produce aflatoxin al and the average concentration ranged from 3.28 to 351.26 ppb."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Kusumaningrum
"Telah dilakukan penelitian untuk mendapatkan senyawa aktif dari kapang laut Aspergillus flavus yang mempunyai aktivitas terhadap Artemia salina Leach. Tahap awal dari penelitian adalah pemilihan isolat kapang laut dan media tumbuhnya berdasarkan aktivitasnya. Terhadap 2 isolat kapang (PR 28.1 dan PR 34.1) dilakukan fermentasi dengan media Wickerham dan Malt ekstrak selama 15 hari. Sel kapang (pelet) dipisahkan dari media fermentasi (supernatant) dengan penyaringan. Pelet diekstraksi secara maserasi dengan etil asetat dan dilanjutkan dengan methanol. Supernatan diekstraksi cair-cair dengan etil asetat dan dilanjutkan dengan butanol jenuh air. Terhadap ektrak yang diperoleh dilakukan skrining aktivitas terhadap jamur Fusarium oxysporum, radikal bebas DPPH dan larva Artemia salina Leach. Hasil uji menunjukkan ekstrak etil asetat dari supernatan kapang PR 28.1 yang difermentasi dengan media malt ekstrak mempunyai aktivitas yang relatif lebih tinggi dibanding ekstrak lainnya.
Ekstrak etil asetat tersebut (kode J) difraksinasi menggunakan metoda Kromatografi Cair Vakum (VLC) dengan fase diam silika gel 60 dan fase gerak sistem gradien diklorometan-metanol. Dari tahapan ini diperoleh 5 kelompok fraksi. Kelima kelompok fraksi tersebut dilakukan uji aktivitas dengan metode BSLT dan DPPH. Hasil uji menunjukkan bahwa kelompok fraksi I (JFI) dan II (JFII) mempunyai aktivitas terhadap A.salina dan DPPH. Terhadap fraksi II dilakukan kromatografi kolom dengan fase diam sephadex LH20 dan fase gerak metanol dan diperoleh 10 fraksi. Fraksi ke-5 mempunyai aktivitas tinggi terhadap A.salina Leach sedangkan fraksi ke-7 dan ke-8 mempunyai aktivitas terhadap DPPH. Fraksi ke-5 dilakukan pemurnian lebih lanjut dengan kolom Sephadex dan eluen metanol sehingga diperoleh senyawa A yang mempunyai aktivitas terhadap Artemia salina Leach. Fraksi ke-7 dan ke-8 tidak dilakukan pemurnian lebih lanjut karena jumlahnya yang sangat sedikit.
Elusidasi struktur dilakukan terhadap senyawa A dengan metode spektroskopi GC-MS, 1H-NMR, 13C-NMR dan NMR 2 dimensi (COSY, HSQC dan HMBC). Dari elusidasi struktur tersebut dapat ditentukan bahwa senyawa A adalah senyawa dengan rumus molekul C6H6O4 dengan berat molekul 142 dengan nama asam kojiat. Asetilasi terhadap senyawa tersebut menghasilkan senyawa asetil kojiat. Asetilasi terjadi pada gugus alkohol primer.

Research finding secondary metabolite from marine fungi Aspergillus flavus having activity against Artemia salina Leach was carried out. Prelimanary study for this research was selected marine fungi and culture medium based on activity. Two fungi were fermented for 15 days on Wickerham and Malt Extract medium. Cell of fungi (pellets) and fermentation medium (supernatant) were separated by filtration. Then pellets were extracted by ethyl acetate using maceration method and followed by methanol. Supernatant were extracted by ethyl acetate and buthanol. Their activity were screened for antifungal (Fusarium oxysporum), antioxydant using DPPH and Lethality test using Artemia salina Leach (BSLT). The result indicated that ethyl acetate extract of PR 28.1 supernatant has activity higher than the others.
Ethyl acetate extract (code J) was fractionated using Vacuum Liquid Chromatography (VLC) with silca gel 60 as stationer phase and gradient system of dichloromethane-methanol as mobile phase. Five group fractions (JFI, JFII, JFIII, JF IV and JFV) were found. JFI and JFII showed activity against A.salina Leach. Using Coloumn Chromatography with Sephadex LH20 as stationer phase and methanol as a mobile phase, JFII was separated and found fraction 5 (JF2.5) that was active against A.salina Leach larvae, while fraction 7 and 8 were active to radical scavenger (DPPH). The isolation of active compound from Fraction no. 5 was done using coloumn chromatography with Sephadex as stationer phase and methanol as mobile phase.
Structure elucidation on compound A was carried out using spectroscopy methods, there are GC-MS, 1H-NMR, 13C-NMR and two dimension NMR (COSY,HSQC and HMBC). Compound A has been identified as kojic acid (C6H6O4) with molecular weight of 142. Acetylation on this compound has resulted the compound kojic acetyl. Acetylation was taken place on the primer alcohol group.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T40063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Trisnayanti
"ABSTRAK
Rimpang temulawak (Curcurna xanthorrhiza Roxb) adalah salah satu jenis sintplisia yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku jamu. Rimpang ini mudah terkontaminasi oleh kapang Aspergillus flavus yang berasal dari tanah karena kadar amilumnya yang tinggi. Adanya kontaminasi kapang ini akan mengurangi khasiat temulawak bila digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.
Radiasi gamma telah digunakan untuk membasmi serta menurunkan angka kapang dan angka bakteri pada bahan baku dan sediaan jamu. Pada penelitian ini telah dipelajari efek radiasi gamma pada aktivitas antikapang dari minyak atsiri dan kurkuminoid temulawak, pada pertumbuhan Aspergillus flavus. Dipelajari pula efek radiasi gamma pada karakteristik kedua komponen tersebut.
Dosis radiasi yang digunakan pada penelitian ini adalah 0, 5, 10, 30, dan 50 kGy, serta variasi penyimpanan selama 0 dan 3 bulan. Aktivitas antikapang kedua komponen pada A. flavus diamati dengan mengukur diameter hambatannya pada media agar padat PDA (Potato Dextrose Agar). Sedangkan karakteristik kedua
komponen diperiksa dengan menggunakan alat GC untuk minyak atsiri dan HPLC untuk kurkuminoid, serta spektroskopi FTIR untuk keduanya.
Dari hasil penelitian mi terlihat bahwa minyak atsiri temulawak mempunyai aktivitas antikapang pada pertumbuhan Aspergillus flavus, baik yang disiinpan maupun yang tidak. Sebaliknya, kurkuminoid temulawak meinberikan efek stimulator pada pertumbuhan Aspergillus tiavus, baik pada rimpang yang disimpan maupun yang tidak.
Radiasi gamma dan interaksi antara dosis iradiasi dan penyimpanan tidak berpengaruh pada aktivitas antikapang minyak atsiri pada P < 0,05. Minyak atsiri dari rimpang yang disimpan selama 3 bulan memperlihatkan aktivitas antikapang yang lebih tinggi dari pada yang tidak disimpan. Namun sebaliknya, efek stimulator dari kurkuminoid temulawak ini tidak dipengaruhi oleh radiasi dan penyimpanan.
Berdasarkan kromatograin masing-masing komponen dan spektroskopi FTIR-nya, iradiasi hingga 50 kGy tidak merubah karakteristik minyak atsiri dan kurkuminoid temulawak."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ambar Setiyowati
"Dewasa ini aflatoksin mendapat banyak perhatian di kalangan banyak ahli, karena diduga keras bahwa senyawa tersebut merupakan bahan penyebab kanker (karsinogenik). Akibat yang paling mencemaskan bagi mereka yang mengkonsumsi bahan makanan yang tercemar aflatoksin ialah kerusakkan hati dari tingkat yang paling ringan sampai paling berat, yakni kanker hati. Penelitian ini dilakukan untuk identifikasi dan penetapan kadar cemaran aflatoksin dalam makanan yang mengandung kacang tanah dan kacang kedelai secara KLT densitometri, menggunakan fase diam lempeng KLT silika gel 60 GF254 dan fase gerak kloroform-etil asetat (7:3) dengan deteksi fluoresensi pada panjang gelombang eksitasi 354 nm.
Hasil dari pembuatan kurva kalibrasi aflatoksin B1 (AFB1) dan aflatoksin G1 (AFG1) antara 10-100 ppb; batas deteksi AFB1 dan AFG1 masing-masing 2,93 ppb dan 4,77 ppb.Penerapan metode ini pada sembilan macam sampel yang mengandung kacang tanah dan kacang kedelai menunjukkan hasil positif AFB1 pada delapan sampel dengan kadar 1-4 ppb dan satu sampel yang positif AFB1 dan AFG1, dengan kadar AFG1 4,43 ppb. Hasil ini lebih kecil dari LOD dan LOQ.

At present, aflatoxin is beginning to get more attention from the scientist, because highly suspected that this compound is carcinogenic. The most anxious effect to them who consumed food-contaminated by aflatoxin is liver damaged, which varied from the lowest level until the highly dangerous level (liver cancer). This study was designed to identified and determined the aflatoxin concentration in the food samples which contain peanut and beans. That using TLC-densitometry, the analitycal condition is using: TLC silica gel 60 GF254 as the stationary phase, chloroform-ethyl asetat (7:3) as the mobile phase, fluorescence measurement mode with the 354 nm.
The results showed calibration curve of AFB1 and AFG1 between 10-100 ppb; detection limit of AFB1 and AFG1 are 2.93 ppb and 4.77 ppb. The implementation of this method in 9 samples that contain peanuts and soy beans that sold in the market shows positive of AFB1 in 8 samples with concentration of AFB1 1-4 ppb and positive of AFB1 and AFG1 in only one sample with concentration 4.565 ppb. This results less than LOD and LOQ.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S32886
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>