Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 221043 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Lina Parlina
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26474
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Joon Sumargono
"Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia. Berdasarkan Survai Kesehatan Rumah Tangga tahun 1986 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan, ISPA menempati urutan paling atas dalam daftar penyebab kematian seluruh golongan umur (13,7%) dan menurut pola penyakit pada bayi didapatkan ISPA 42,4% dan pada umur 1-4 tahun 40,6. Dalam Pelita IV prioritas utama dalam bidang kesehatan adalah penurunan angka kematian bayi, yang di galakkan dalam kegiatan terpadu K5-Kesehatan (Posyandu) tetapi belum terlihat adanya program khusus untuk menanggulangi ISPA.
Keterbatasan sumber dana operasional menyebabkan pemberantasan ISPA terlambat di mulai walaupun sudah sejak lama diketahui bahwa masalah ISPA di Indonesia sangat besar. Di negara berkembang termasuk Indonesia, pola kebiasaan hidup erat hubungannya dengan tingginya "rate" dari ISPA yang disebut sebagai faktor risiko yang berhubungan erat dengan tingkat sosial ekonomi seperti tinggal dilingkungan yang padat, ventilasi rumah yang kurang, polusi asap dapur, pendidikan yang rendah, higiene perorangan yang buruk dan sebagainya. Maka mengurangi atau menghindari faktor risiko merupakan salah satu cara yang dapat mencegah terjadinya ISPA.
Dengan dasar hal-hal diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko tersebut dan seberapa jauh pengaruhnya. Jenis penelitian ini adalah kohort prospektif pada 534 balita yang dipilih secara random sampling pada tiap berdasarkan pemilikan barang dalam keluarga. Pemantauan dilakukan selama tiga bulan untuk melihat jumlah episod ISPA yang terjadi. Teknik analisa yang digunakan adalah Chi Square, RR dan Logistik Regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh terbesar untuk jumlah episod ISPA ringan secara berturut-turut adalah pencemaran udara, pendidikan ibu, gizi balita, umur balita dan imunisasi. Untuk jumlah ISPA sedang pengaruh terbesar berturut-turut adalah pemilikan barang dalam keluarga, pencemaran udara dan kepadatan dalam rumah.
Selanjutnya disarankan agar dilakukan perbaikan kesehatan lingkungan, dalam hai ini terutama ditujukan pada perbaikan perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, penyuluhan tentang pengaruh buruk dari merokok pada kesehatan balita, meningkatkan pendidikan kesehatan pada ibu-ibu balita mengenai ISPA. Juga disarankan untuk meningkatkan cakupan imunisasi dan meningkatkan gizi balita di Posyandu serta menambah keterampilan ibu balita untuk dapat meningkatkan pendapatan keluarga.
Terakhir disarankan untuk penelitian lebih lanjut tentang pengaruh faktor-faktor risiko yang tidak dapat di buktikan dalam penelitian ini. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Martinus
"Kurang Energi Protein (KEP) yang merupakan gambaran status gizi masih menjadi salah satu masalah gizi utama di Indonesia terutama di daerah pedesaan. Dampak buruk KEP pada balita adalah terhambatnya perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan, yang selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan berpikir, penampilan dan prestasi kerja, sehingga mengakibatkan rendahnya daya produksi dan kegiatan ekonomi, menurunnya daya tahan tubuh, yang dapat menurunkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia.
Penanggulangan KEP secara nasional diprioritaskan pada daerah tertinggal/miskin, sementara informasi keadaan gizi di desa tertinggal dan tidak tertinggal belum memadai, khususnya di propinsi Kalimantan Barat. Maka keadaan gizi pada desa tertinggal dan tidak tertinggal serta faktor-faktor yang berhubungan menarik untuk diteliti.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui status gizi dan konsumsi energi serta protein balita usia 6-59 bulan di desa tertinggal dan tidak tertinggal pada daerah pesisir dan pegunungan serta hubungan status gizi dengan lingkungan perumahan, pendapatan per kapita, pengetahuan gizi, pendidikan orang tua, jumlah anggota rumahtangga, dan pekerjaan orang tua.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang mencakup dua kecamatan yang masing-masing terdiri dan satu desa tertinggal dan satu desa tidak tertinggal dari kabupaten Pontianak, propinsi Kalimantan Barat yang dikumpulkan oleh Tim Praktek Kerja Lapangan Sekolah Pembantu Ahli Gizi tahun 1995. Desain penelitian ini adalah potong lintang dengan sampel seluruh rumahtangga yang mempunyai anak balita usia 6-59 bulan. Jumlah sampel yang dianalisis dalam penelitian ini sebanyak 360 rumahtangga. Analisis dilakukan secara univariat, bivariat, dan multivariat dengan bantuan program EPI INFO versi 6.0 dan SPSS for Windows release 6.0.
Dari hasil analisis ditemukan bahwa prevalensi KEP menurut indeks BB/U di kecamatan Mempawah Hilir tidak terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara desa tertinggal dengan desa tidak tertinggal, sementara di kecamatan Toho prevalensi KEP menurut BB/U lebih tinggi di desa tertinggal dibandingkan desa tidak tertinggal.
Menurut indeks TB/U prevalensi KEP lebih baik di desa tidak tertinggal dibandingkan di desa tertinggal pada kedua kecamatan.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP menurut indeks BB/U di kecamatan Mempawah Hilir baik untuk desa Sejegi (tertinggal) maupun desa Tanjung (tidak tertinggal) adalah pendapatan perkapita dan pengetahuan gizi, sementara di kecamatan Toho faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP di desa Sekabuk (tertinggal) adalah pendapatan perkapita, sedangkan di desa Pentek (tidak tertinggal) adalah pendapatan per kapita dan pengetahuan gizi. Menurut indeks TB/U, faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP di semua desa penelitian adalah pendapatan per kapita.
Meskipun terlihat ada perbedaan status gizi, terutama menurut indeks TBN antara desa tertinggal dengan desa tidak tertinggal pada kedua kecamatan, tetapi karena prevalensi KEP masih cukup tinggi di kedua kategori desa tersebut sehingga disarankan agar program penanggulangan KEP tidak perlu difokuskan ke desa tertinggal saja, tetapi strategi penanggulangannya yang perlu dibedakan dengan melihat faktor-faktor yang berkaitan di masing-masing desa.

Factors Relating To The Under Fives Nutritional Status In Four IDT and Non IDT Villages in Pontianak District, West Kalimantan Province in 1995Protein Energy Malnutrition (PEM) which represent the nutritional status has remained as one of the main nutrition problems in Indonesia, especially in rural areas. The bad outcome of PEM under fives years is the hindrance of their growth and intelligence development which will further influence the ability of their thinking, performance and work achievement capacity creating low productivity in the economic terms, the decrease in physical endurance which then impact the quality of the Indonesian human resources.
The priority to overcome the PEM nationally is emphasized in the severe areas, while the information on the nutritional status in IDT ("under developed areas") and NON IDT ("developed areas") has been inadequate yet, in West Kalimantan in particular. Therefore, the nutritional status in IDT and NON IDT villages including its related factors is interesting to be observed.
The purpose of this research is to know the nutritional status, energy and protein consumption of the under fives from 6 to 59 months in IDT and NON IDT villages in the coastal and mountains areas and relation of nutritional status with housing environment, household income, knowledge on nutrition, parent's education level, the family size, and parent's job.
This research used secondary data covering two subdistricts which consist respectively of two IDT and two NON IDT villages in Pontianak District, West Kalimantan Province gathered by a team of students of the Assistant Nutritionist School during their field work practice in 1995. This cross-sectional study used samples of all families having under five years old children of 6 to 59 months. The number of analyzed samples in the research was 360 families. The analysis was done in univariate, bivariate, and multivariate with the help of EPI INFO program of 6.0 version and SPSS for Windows release 6.0.
It was found from the analysis that the prevalence of PEM according to Weight/Age index in Mempawah Hilir District has no significant differences between the IDT and NON IDT villages, while in Toho District the prevalence of PEM according to Weight/Age index in the IDT is higher than that in the NON IDT villages.
Based on Height/Age index, the prevalence of PEM in the NON IDT is better than that in the IDT villages in both districts. The factors relating to the PEM based on Weight/Age index in Mempawah Hilir District, either in Sejegi village (IDT) or Tanjung (NON IDT) are per capita income and knowledge on nutrition, while in Toho District, the factor relating to the PEM in Sekabuk village (IDT) is per capita income, while in Pentek village (NON IDT) are per capita income and knowledge on nutrition.
Based on Height/Age index, the factor relating to the PEM in all villages is per capita income. Although there have been differences in the PENT, especially based on Height/Age index between IDT and NON IDT villages in the two districts, it is suggested that since the prevalence of PEM is still relatively high in the two village categories, the program to overcome PEM is not necessarily focused only in the IDT villages, but the strategy of overcoming the PEM must be distinguished through paying attention to the related factors in the respective villages.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T2109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Usia lanjut adalah individu yang berusia di atas 60 tahun. Peningkatan jumlah usia lanjut disebabkan semakin membaiknya pelayanan kesehatan dan meningkatnya usia harapan hidup di Indonesia. Meningkatnya usia dapat menimbulkan masalah - masalah kesehatan akibat dari perubahan atau kemunduran strukrur dan fungsi organ tubuh.
Salah satu masalah kesehatan yang berhubungan dengan proses menua adalah masalah gizi. Ada beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk mengetahui status gizi seseorang, diantaranya dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran status gisi usia Ianjut dan untuk mengetahui faktor -faktor demografi yang berhubungan dengan status gizi usia lanjut. Desain yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: analitik korelasi dengan analisis univariat dan bivariar. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2003, di Kelurahan Paseban Kecamatan Senen Jakarta Pusat dengan sampel adalah usia lanjut yang berumur lebih dari 65 tahun sebanyak 66 responden. Penelitian ini melibatkan tujuh variabel independen sebagai faktor-faktor demografi yang berhubungan dengan status gizi, variabel terbanyak adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, status kesehatan, kebiasaan merokok. Hasil analisis unuvariat, responden terbanyak diketahui pada kelompok umur 75 - 84 tahun 45,5 %, jenis kelamin perempuan 81, 8 %, tingkat pendidikan rendah 66, 7 %, tingkat pendapatan tinggi 97,9 %, status kesehatan baik 86.4 %, kebiasaan tidak merokok 86,4 % dan status gizi tidak normal 5 7,6 %. Sedangkan pada analisis bivariat dikerahui bahwa secara statistik tidak ada variabel independen yang mempunyai hubungan bermakna dengan status gizi usia lanjut (IMT). Dari hasil penelitian ini disarankan bagi pelayanan kesehatan untuk meningkatkan pemberian makanan tambahan dan penyuluhan kesehatan pada usia lanjut dan keluarganya, bagi tenaga keperawatan untuk diadakannya pelatihan - pelatihan tentang perawatan usia Ianjut yang dapat meningkatkan status gizi usia lanjut, bagi institusi pendidikan untuk menambahkan literatur, buku, jurnal tentang usia Ianjut sebagai acuan arau pedoman, bagi bidang penelitian perlu dilakukan penelitian lebih Ianjut tentang faktor-faktor yang belum tercakup seperti tingkat stres, keturunan dan hormonal, bagi masyarakat perlu ditingkatkan pengetahuan tentang status gizi usia lanjut melalui pendidikan kesehatan."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
TA5432
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Pneumonina pada balita merupakan masalah kesehatan di Indonesia, hal ini terkait dengan tingginya morbiditas dan mortalitas akibat pneumonia. Salah satu upaya pengendalian adalah mengetahui menekan faktor determinan terjadinya pneumonia pada balita, sehingga penanggulangan dan pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan tepat. Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan beberapa faktor determinan terjadinya pneumonia pada balita di Provinsi Nusa Tenggara Timur meliputi status imunisasi, status gizi dan rumah sehat. Metode: Data yang digunakan adalah data sekunder Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2012 meliputi data jumlah kasus, status gizi, status imunisasi, ASI Ekslusif dan rumah sehat kemudian dianalisis. Hasil: Menunjukkan cakupan penemuan dan penanganan kasus pneumonia pada balita pada tahun 2012 sebesar 19,2%, faktor determinasi yang berkaitan dengan kejadian pneumonia adalah status imunisasi lengkap 59%, status gizi kurang sebesar 12,6%, gizi buruk 1,4%, cakupan pemberian ASI eksklusif 49,7%, dan cakupan rumah sehat 61,1%. Kesimpulan: Penemuan dan penanganan kasus pneumonia pada balita di Provinsi NTT mengalami peningkatan pada tahun 2012. kondisi faktor status imunisasi, cakupan ASI Ekslusif, status gizi balita menjadi faktor pendukung terjadinya pneumonia pada balita. Saran: Peningkatan penyuluhan tentang penyakit pneumonia, ASI eksklusif, gizi balita dan pentingnya imunisasi serta menggerakkan masyarakat dalam kegiatan posyandu dengan cara peningkatan partisipasi kader posyandu sehingga dapat sehingga dapat meningkatkan status imunisasi dan perbaikan status gizi pada balita."
BULHSR 17:4 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiska Bittikaka
"Balita merupakan kelompok risiko yang mudah terkena masalah kesehatan diantaranya masalah gizi. Tujuan penelitian ni mengetahui hubungan karakteristik keluarga, balita dan kepatuhandalam berkunjung ke posyandu dengan status gizi balita di Kelurahan Kota Baru Abepura Jayapura. Desain penelitian yang digunakan korelasi dengan pendekatan cross sectional.deskripsi Sampel keluarga balita dipilih 105 dengan metode sampel cluster. Analisis chi-squire diperolah: ada hubungan bermakna antara pendidikan, umur, dan pengetahuan keluarga dengan status gizi balita p < 0,05; tidak ada hubungan antara pekerjaan, pendapatan, etnis, jumlah, jenis kelamin, umur, dan riwayat kelahiran anak; dan kepatuhan keluarga dengan status gizi balita p > 0,05. Faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap status gizi balita adalah pengetahuan. Status gizi balita dipengaruhi oleh pengetahuan diikuti dengan umur,dan pendidikan keluarga. Perlu dikembangkan program pemberdayaan keluarga dengan meningkatkan pngetahuan dan ketrampilan pada ibu-ibu muda.

The purpose of this research was to identify the correlation between family charactiristics, children under five and compliance visiting integrated service station with nutritional status of children under five in Kota Baru Abepura Jayapura. This research was descriptive correlation method with cross sectional approach. Research samples consist of of 105 people. Chi-squire analise were found significant correlation between age, education, and knowledge (p < 0,05). There is no correlation between employment, income, ethnicity, number of children, child age, gender of children, and birth history with nutritional status of children under five ((p> 0,05). The most dominant factor effected the nutrional status of children under five is knowledge. Nutritional status of children under five were influenced by knowledging, followed family age and education. The family need to be invented by increasing knowledge of young mother."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Anggraeni Puspitasari
"Prevalensi gizi kurus di Propinsi Jawa Barat pada tahun 2010 tergolong tinggi sebesar 11,0%. Pusat Tekhnologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik mempunyai klinik pemulihan gizi secara rawat jalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan status gizi balita gizi kurus yang mengikuti pemulihan gizi buruk secara rawat jalan selama tiga bulan dan faktorfaktor yang berhubungan dengan perubahan status gizi anak balita. Jenis penelitian yang digunakan kuasi eksperimen before and after jumlah sampel sebanyak 75 anak balita gizi kurus,yang mengikuti paket pemulihan gizi selama tiga bulan menggunakan data sekunder PTTK dan EK tahun 2006-2010.
Hasil penelitian ini terjadi perubahan status gizi balita kurus menjadi normal selama 3 bulan mengikuti pemulihan sebesar 58,7% dan yang turun menjadi sangat kurus sebesar 2,7% dari jumlah sampel 75 anak balita usia 6-59 bulan. Setelah dilakukan uji statistik ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan orangtua dengan perubahan status gizi (p=0,009), dan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara karakteristik anak (umur, jenis kelamin, nomor urut kelahiran), karakteristik keluarga (umur ibu, pendidikan orangtua, pekerjaan ayah, jumlah angoota rumah tangga), penyakit infeksi, kepatuhan dalam mengikuti jadwal kegiatan dengan perubahan status gizi.

Prevalence of underweight malnutrion in West java in 2010 is high at 11%. Applied technology centers and health clinics have cllinicalepidemiology of malnutrition recovery on an out patien basis. The study aims to determinane the nutrional status of bony changes that follow. The nutrional recovery on an outpatient basis for three months and the factors associated with changes in nutritional status of achildren under five. This type of research used quasi eksperimental before and after asample of 75 children under five under weight malnutrition, which followed the utritional recovery package for three months by using asecondary data and EK PTTK 2006-2010.
The result of this study changes in nutrional status of children under weight to normal during the 3 months following the recovery of 58,7%, and that drops to avery thin at 2,7% of the total sample 75 toddlers ages 6-59 months. Having performed statistical test are meaningful relationship between their parents job to change the nutritional status (p=0,009), and there is no meaningful relationship between child characteristic (age, sex, serial number of births), family characteristics (maternal age, parental education, father?s work, the number of household), infectious deseases, compliance in the following schedule of activities wih changes in nutrional status.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Herawati
"Dari berbagai penelitian diketahui bahwa berat badan bayi lahir ditentukan oleh kesehatan ibu pada saat kehamilannya, termasuk keadaan gizi ibu. Penilaian keadaan gizi ibu pada saat awal kehamilan dapat digunakan untuk mendeteksi ibu hamil yang mempunyai risiko melahirkan bayi dengan BBLR. Untuk itu Departemen Kesehatan dan UNICEF pada tahun 1992, mengembangkan alat ukur lingkar Lengan atas (LILA) untuk mendeteksi ibu hamil yang menderita kekurangan energi khronis (KEK) dan diperkirakan mempunyai risiko melahirkan bayi dengan BBLR.
Sampel pada penelitian ini adalah semua ibu hamil yang mempunyai data pengkuran anthropometri (BB,TB dan LILA) serta bayi yang dilahirkannya yang diteliti pada "Studi Prospektif KB-KES" di Kecamatan Gabus Wetan dan Sliyeg, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Untuk mempelajari hubungan antara masing-masing variabel independent (indeks LILA, indeks status gizi ibu lainnya dan faktor-faktor ibu) dengan variabel dependen (berat badan bayi lahir) dilakukan analis uji beda mean. Analisi regresi linier multipel digunakan untuk mengetahui hubungan antara seluruh variabel independen dengan dependen secara simultan. Sedangkan untuk mengetahui validitas dari indeks LILA, baik dari segi "cut off point" yang optimal maupun validitasnya terhadap indeks-indeks yang lain dilakukan analisis sensitifitas, spesifitas dan kurva "receiver operating characteristics".
Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks LILA, tinggi badan, berat badan prahamil, indeks massa tubuh prahamil, umur, paritas dan tingkat pendidikan ibu berhubungan dengan berat badan bayi lahir. Pada analisis multivariat. ternyata jenis kelamin, tinggi badan ibu , Paritas, LILA, secara berturut-turut berpengaruh terhadap berat badan bayi lahir.
Ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR mempunyai rata-rata umur lebih muda, tinggi badan yang lebih rendah dan berat badan prahamil serta LILA yang lebih rendah dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi normal (BBLN).
Ibu hamil dengan ukuran LILA < 23.5 centimeter mempunyai BB prahamil dan BMI prahamil yang lebih rendah dibandingkan dengan ibu yang mempunyai ukukaran LILA ≥ 23.5 centimeter. Selain itu, ternyata indeks LILA mempunyai korelasi dengan BB prahamil dan BMI prahamil. Untuk mendeteksi ibu hamil yang mempunyai risiko melahirkan bayi dengan BBLR, indeks LILA pada batas 23.5 centimeter ini mempunyai sensitifitas sebesar 42.6% dan spesifitas sebesar 64.4%. Sensitifitas dan spesifitas ini kurang lebih sama dengan indeks berat badan ibu prahamil pada batas 41 kilogram, tinggi badan ibu pada bata 150 centimeter dan indeks massa tubuh (BMI) prahamil pada batas 18 dalam memprediksi ibu hamil yang mempunyai risiko melahirkan BBLR.
Dari hasil ini, meskipun sensitifitas dari indeks LILA pada batas 23.5 centimeter relatif rendah, LILA mempunyai korelasi yang tinggi dengan BB prahamil (r=0,780) dan BMI prahamil (r = 0.765), cara penggunaanya yang relatif mudah serta harganya yang relatif murah, indeks LILA ini tetap dapat dipertimbangkan sebagai alat skrining ibu hamil yang mempunyai risiko melahirkan bayi dengan BBLR. dengan pertimbangan : LILA mempunyai korelasi yang tinggi dengan BB prahamil (r = 0,780) dan BMI prahamil (r = 0,755), cara penggunaannya yang relatif mudah serta harganya yang relatif murah.

Many studies indicate that, the weight of newborn infant depend on maternal health during pregnancy, including maternal nutritional status. Therefore, the assessment of maternal nutritional status during pregnancy, can be used for predicting the pregnant women at Risk of delivering low birthweight (LBW) babies.
The health Department of Republic Indonesia and UNICEF in 1992 have the MUAC tapes to measures the maternal nutritional status, Mothers with MUAC below 23.5 cm. considered on having chronic energy deficiency (CEP) and at risk of delivering the LBW babies.
The MUAC tape or instrument is a simple method for measuring women nutritional status at childbearing age/reproductive period and can be carried out by everyone. If MUAC tape isn't available, a tailor's centimeters tape (metlin) can be used.
The data for this study come from "Family Planning-Health Prospective Study" in Gabus Wetan and Sliyeg Subdistrict, Indramayu District, Jawa Barat Province during the period of 1990 - 1993 by Center for Child Survival at University of Indonesia (CCS-UI). The samples of the study is all pregnant woman of having anthropometric measurements (height, weight and MUAC) and their babies.
To examine the relationship between independent variables (MUAC index, other nutritional status index and maternal factors) with dependent variable (birth-weight) were used t-test and anova. Multiple regression were used to examine the relationship between all independent variables and birtweight simultaneously. To test the validity of M' JAC index (with certain "cut off point") and to compare the validity between MUAC index with other nutritional status index, sensitivity, specifity analysis and receiver operating curve (ROC) were used.
Results indicate that, MUAC index, height, pre-pregnancy weight and prepregnancy BMI's, age, parity and mother's education were associated with birthweight. In addition, women with LBW babies were younger, shorter, lighter/thinner compared with their counterparts.
Pregnant women with MUAC lower than 23.5 cm. also have lower prepregnancy weight and prepregnancy BMI's compared with pregnant women of having MUAC 23.5 cm. or higher. The correlation between MUAC with prepregnancy weight and prepregnancy BMI's are high (r=0. 780 and r-0.765).
The cut off point for MUAC's index at 23.5 cm. for predicting pregnant women at risk of having LBW babies showed sensitivity of 42.6% and specifity of 64.4%. This sensitivity and spesifity are comparable with height at 150 centimeters, or prepregnancy weight at 41 kilograms, or prepregaancy EMI's at 18.0 in predicting the risk of having LBW babies.
Although the sensitifity and spesifity of MUAC index at 23.5 centimeters is quite low, this cut off point will still be useful to screen pregnant women at risk of having LBW babies based in reason : it has high correlation with prepregnancy weigh and prepregancy BMI's, it is simple to carry out and relatively inexpensive."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heny Purnaningtyastuti
"Jakarta merupakan propinsi yang memiliki angka kejadian DBD paling besar di Indonesia. Pemutusan rantai penularan DBD dapat diupayakan dengan pemberantasan vektor, antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan membuat kebijakan merekrut Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Penelitian ini bertujuan untuk meragetahui gambaran tingkat pengetahuan Jumantik tentang PSN Demam Berdarah. Penelitian ini menggunakan metode cluster sampling pada beberapa RW di Kelurahan Kelapa Dua Wetan. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif dan menggunakan instrumen berupa kuesioner.
Penelitian ini menyimpulkan tingkat pengetahuan Jumantik di Keturahan tersebut berada pada tingkat sedang (66-65). Penelitian ini merekomendasikan agar pelatihan yang diberikan dapat merata kepada seluruh kader Jumantik, dan pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada Jumantik agar dapat memotivasi kinerja mereka. Selain itu, pemerintah perlu memfasilitasi media informasi mengenai PSN dan DBD agar dapat diketahui Jumantik dan Masyarakat luas.

Jakarta is a province owning number occurence of biggest DBD in Indonesia. Disconnection enchain infection of DBD can be strived with eradication of vektor, for example with Eradication Of den Mosquito (PSN) and make policy recruit Expert Watcher (Jumantik). This Research aim to know the level of Jumantik knowledge concerning PSN Dengue. This Research use method of clusther sampling in Sub-Districts in Kelapa Dua Wetan. This Research is quantitative research with descriptive desain and use instrument in the form of quesioner.
This result show that the level of Jumantik knowledge in the Sub-District is middle with range level are 66-65. This research recommend to give training to all of cadre Jumantik, and government can give appreciation to Jumantik, so they can motivate their performance. Beside that, government must facilitate Jumantik and wide of Society about information media that require to extend knowledge about PSN and DBD.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
TA5794
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>