Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20755 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edi Priyo Yunianto
"Curcumin, suatu polifenol yang berasal dari rhizoma kunyit yang digunakan sebagai obat herbal dan bumbu masak, memiliki banyak efek farmakologis yang menguntungkan, diantaranya sebagai antioksidan, antiinflamasi, antikarsinogenik dan hepatoprotektif. Selain itu juga merupakan suatu antiradikal bebas yang poten dan memiliki aktivitas menghambat peroksidasi lipid. Meskipun memiliki efek farmakologi yang menguntungkan, curcumin memiliki bioavailabilitas yang buruk apabila diberikan per oral, sehingga penggunaannya terbatas. Disamping itu, curcumin mengalami transformasi selama absorpsi melalui usus. Dalam penelitian ini, formulasi liposom curcumin dikembangkan untuk mengatasi keterbatasan absorpsi dan untuk melindungi curcumin dari biotransformasi. Liposom dibuat dengan metode hidrasi lapis tipis, dimana setiap formula memiliki komposisi soluthin MD:kolesterol:curcumin yang berbeda (700:30:10 dan 525:30:10). Liposom diperiksa bentuk vesikel, distribusi ukuran partikel dan penjerapan obat dalam liposom. Hasil menunjukkan bahwa curcumin dari liposom formula I terinkorporasi dalam fase lipid dan memiliki penjerapan 84,55%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2007
S32580
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fauzi
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2009
S33072
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachel Margareth
"Penggunaan MAF sebagai antioksidan dalam bentuk serbuk pada lipstik mengakibatkan rasa kurang nyaman sewaktu pemakaian serta penetrasi melewati stratum korneum akan lebih sulit. Diharapkan dengan menjerap vitamin C dalam liposom akan menghilangkan rasa tidak nyaman pada saat penggunaan lipstik dan dapat meningkatkan penetrasi vitamin C ke dalam stratum korneum. Liposom MAF dibuat dengan metode lapis tipis menggunakan lesitin dan kolesterol dalam perbandingan 200:80 dengan variasi lama sonikasi yaitu 10, 20 dan 30 menit dengan efisiensi penjerapan berturut - turut adalah 55.13%, 63.98%, 46.43%. Liposom dengan lama sonikasi 20 menit selanjutnya akan diformulasikan pada sediaan lipstik. Bentuk dan ukuran dari liposom yang dilihat dengan mikroskop optik dan particle size analyzer adalah bulat dengan ukuran 1,321 μm sebelum ekstruksi dan bulat dengan ukuran 1,204 μm setelah ekstruksi. Lipstik yang didapat memiliki suhu lebur pada 35.34°C dengan tekstur halus dan polesan yang homogen dengan warna merah marun."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S32745
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Deborah Valentia
"Penggunaan vitamin C pada kulit dapat memberikan efek antioksidan dengan cara memutuskan radikal bebas, yang merupakan zat yang berbahaya yang dibentuk dari pemaparan sinar uv, dimana bila tidak dicegah atau dikontrol, akan menyebabkan penuaan, pembentukan kanker, bahkan kerusakan sel. Dalam penelitian ini, natrium askorbil fosfat (NAF) yang merupakan salah satu derivat vitamin C yang stabil, dienkapsulasi ke dalam liposom untuk meningkatkan penetrasinya melalui stratum korneum ke bagian lapisan kulit yang lebih dalam. Pembuatan liposom ini menggunakan metode lapis tipis, dimana masing-masing formulanya dibuat dengan komposisi fosfatidilkolin:kolesterol yang berbeda (200:40 mg; 200:60 mg; 200:80 mg). Karakterisasi liposom yang diamati meliputi bentuk vesikel, distribusi ukuran partikel dan persen penjerapan obat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjerapan obat dalam liposom dipengaruhi oleh jumlah kolesterol, dan persen penjerapan obat terbesar ialah pada liposom formula II dengan komposisi fosfatidilkolin:kolesterol 200:60 mg, yaitu menghasilkan penjerapan obat sebanyak 31,09%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2005
S32524
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Rahma Bakti
"Pemanfaatan herbal di Indonesia telah lama dilakukan baik untuk penyembuhan penyakit, salah satunya pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) sebagai penyembuh luka dan mencegah terbentuknya keloid dengan zat aktif asiatikosid yang diaplikasikan secara topikal. Oleh karena asiatikosid memiliki berat molekul yang besar, kelarutan dalam air dan lipid yang buruk, sehingga susah untuk berpenetrasi melewati kulit, untuk itu dibuat dalam sistem pembawa liposom.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat liposom dengan menganalisis pengaruh penambahan konsentrasi fosfatidilkolin terhadap stabilitas liposom dan mengetahui daya penetrasinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hidrasi lapis tipis, analisis kuantitatif kadar penjerapan asiatikosid dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri dan uji penetrasi secara in vitro dengan sel difusi Franz. Ada empat formula yang digunakan sesuai dengan perbandingan fosfatidilkolin dan kolesterol, di mana konsentrasi kolesterol tetap, hanya fosfatidilkolin yang mengalami penambahan.
Hasil menunjukkan adanya peningkatan efisiensi penjerapan terhadap zat aktif asiatikosid; memperkecil distribusi ukuran partikel melalui pengukuran Particle Size Analyzer (PSA), Transmission Electron Microscope (TEM); dan peningkatan jumlah kumulatif, fluks, serta persentase jumlah asiatikosid yang terpenetrasi berdasarkan uji penetrasi in vitro selama 8 jam.

The use of herbs in Indonesia has been carried out long time ago for healing the disease, one of which gotu kola (Centella asiatica (L.) Urban) as wound healing and prevent the formation of keloids with asiaticoside active substance applied topically. However, asiaticoside has a large molecular weight, poor solubility in water and lipid, so difficult to penetrate through the skin. Therefore, it needs such a carrier system called liposome, which is the major constituent of lipid components, namely phosphatidylcholine and cholesterol.
The aims of this study is to analyze the effect of addition on phosphatidylcholine concentration for the stability of liposomes and its penetration. This study is using a thin layer hidration method to make liposom, entrapment levels of asiaticoside analyzed quantitatively by Thin Layer Chromatography (TLC) densitometry and in vitro penetration test with Franz diffusion cell. There are four formulas were used in accordance with the ratio of phosphatidylcholine and cholesterol, where cholesterol concentration was constant.
The results showed there was increase in efficiency of entrapment the active substance and reduce the particle size distribution. The results also showed there was increase in the cumulative number penetration, flux, and the percentage amount of asiaticoside that penetrated based on Franz diffusion cell test for 8 hours.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S43656
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lestari Nugrahini
"Ibuprofen is a nonsteroidal anti-inflammatory drug, an acidic compound, and causes irritation on gastric after oral administration. A formulation strategy to eliminate this adverse effect is ibuprofen formulated in drug carrier system as liposome.
The objective of this study is to develop liposome contained ibuprofen which made by thin layer hydration. The formulation was made with three different concentrations of lecithin those are 100 mg; 300 mg; and 500 mg. The different concentrations of lecithin was done to learned the maximum entrapment of ibuprofen in liposome. Those liposome are investigated the forms of vesicle, distribution of particle size, and the effectivity of ibuprofen entrapment in liposome.
The result obtained are that liposome in the form of round vesicle, distribution of particle size were fulfilled liposome standard, and the entrapment percentage of formula I is 46,72%, formula II is 59,53%, and formula III is 71,13%. Of the whole lecithin formula have been made, learned that the concentration of lecithin which entrapped ibuprofen effectively is formulation III with the entrapment percentage 71,13%.

Ibuprofen merupakan salah satu obat anti-inflamasi non steroid, bersifat asam dan menimbulkan iritasi pada lambung jika diberikan dengan sediaan oral. Salah satu pendekatan formulasi untuk mengatasi efek samping tersebut adalah ibuprofen diformulasikan dalam sistem pembawa liposom.
Pada penelitian ini dikembangkan sediaan liposom yang mengandung ibuprofen dengan metode hidrasi lapis tipis. Formulasi dilakukan dengan tiga perbandingan konsentrasi lesitin yaitu 100 mg; 300 mg; dan 500 mg. Perbedaan konsentrasi lesitin dilakukan untuk mengetahui penjerapan ibuprofen yang maksimum dalam liposom. Liposom tersebut diperiksa bentuk vesikel, distribusi ukuran partikel dan volume penjerapan obat yang terjerap dalam liposom.
Hasil yang diperoleh yaitu liposom berbentuk vesikel bulat, distribusi ukuran partikel yang memenuhi standar liposom, dan persentase penjerapan formula I adalah 46,72%, formula II adalah 59,53%, dan formula III adalah 71,13%. Dari ketiga formula liposom yang telah dibuat, diketahui bahwa komposisi lesitin yang dapat menjerap ibuprofen dengan maksimum yaitu formula III dengan persentase penjerapan sebesar 71,13%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2009
S33064
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Thohiroh
"Warna gelap pada bibir disebabkan oleh adanya paparan oksidan yang dapat diatasi dengan senyawa antioksidan. Xanton merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan yang sangat kuat. Namun, xanton bersifat semi-hidrofilik dengan log P 3,39, yang membuat xanton sulit untuk bercampur dengan basis lipstik yang bersifat lipofilik. Oleh karena itu, xanton dibuat dalam bentuk transfersom agar dapat bercampur dengan basis lipstik serta dapat mencapai lapisan dermis bibir sehingga mampu mengatasi masalah kerusakan bibir akibat bahan-bahan pengoksida. Transfersom xanton dibuat menggunakan fosfatidilkolin dengan tiga surfaktan non-ionik, yaitu Span 20, Span 60, dan Span 80 dengan metode hidrasi lapis tipis. Transfersom xanton menggunakan span 20 menghasilkan indeks deformabilitas 47,04 dengan efisiensi penjerapan xanton sebesar 89,90 %. Pada penggunaan span 60, dihasilkan indeks deformabilitas 23,19 dengan efisiensi penjerapan 63.84 % dan pada span 80 dihasilkan indeks deformabilitas 25,98 dan efisiensi penjerapan 74.80 %. Transfersom xanton dengan span 20 yang menghasilkan jerapan terbesar serta karakterisasi yang terbaik, diformulasikan ke dalam lipstik dan dibandingkan dengan lipstik yang mengandung xanton serbuk. Lipstik transfersom yang dihasilkan memiliki kekerasan senilai 65 (1/10 nm) dengan suhu lebur 53,8 °C, bersifat tidak iritatif, dan memberikan polesan yang homogen dengan warna merah muda.

The dark color in lips is caused by exposure to oxidants that can be overcome by antioxidant compounds. Xanthone has strong antioxidant activity. However, xanthone as semi-hydrophilic compound with log P value is 3,39, is difficult to mix with lipstick bases which are lipophilic. Therefore, xanthone made in the form of transfersome to be mixed with lipstick bases and also reach the lips dermis layer so that it can overcome the problem of lips damage as a result of oxidizing materials. Transfersomal xanthone made using phosphatidylcholine with three non-ionic surfactants, Span 20, Span 60, and Span 80 with a thin layer hidration method. Transfersomal xanthone using span 20 produces deformability index 47,04 and entrapment efficiency 89,90 %. On the use of span 60, resulting deformability index 23,19 and entrapment efficiency 63.84 % while on the use of span 80 shown deformability index 25,98 and entrapment efficiency 74.80 %. Transfersomal xanthone using span 20 which generate the highest entrapment efficiency and the best characterization, is formulated into a lipstick and compared with lipstick that contains xanthone powder. The transfersomal lipstick has rigidness 65 (1/10 nm) with melting point temperature 53,8 °C, non-irritative, and provide a pink homogeneous polish texture.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S59708
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Permatasari Isnan
"ABSTRAK
Teh hijau dikenal sebagai sumber antioksidan. (-)-epigalokatekingalat (EGCG)
merupakan antioksidan terbanyak yang terkandung dalam teh hijau yang telah
terbukti memodulasi jalur biokimia kulit. Niosom merupakan sistem pembawa
alternatif pengganti liposom yang memiliki kekurangan dari segi biaya dan
stabilitas. Formulasi niosom dilakukan untuk menstabilkan zat aktif yang tidak
stabil. Formulasi niosom yang dibuat terdiri dari empat formulasi dengan
perbandingan molar surfaktan-kolesterol berbeda-beda, yaitu 3:1, 2:1, 1:1, dan
0,5:1. Formulasi niosom dilakukan menggunakan metode hidrasi lapis tipis.
Suspensi niosom yang dihasilkan kemudian dilakukan sejumlah karakterisasi
meliputi ukuran dan distribusi partikel, lamelaritas, efisiensi enkapsulasi, dan
potensial zeta. Niosom yang telah diuji kemudian dibuat sediaan gel menggunakan
HPMC sebagai gelling agent. Gel niosom yang dihasilkan kemudian dilakukan
sejumlah evaluasi meliputi uji organoleptis, uji pH, uji viskositas, uji stabilitas, dan
uji aktivitas antioksidan dengan DPPH. Karakterisasi niosom menunjukkan
perbandingan molar surfaktan-kolesterol 3:1 memiliki efisiensi enkapsulasi yang
terbaik namun mengalami pemisahan setelah 7 hari. Evaluasi sediaan gel niosom
menggunakan formula F3 menunjukkan gel stabil, tidak menunjukkan perubahan fisik

ABSTRACT
Green tea has been known as a source of antioxidant. (-)-epigallocatechin gallate
(EGCG), which is the most abundant antioxidant contained in green tea, has been
shown to modulate biochemical pathways of skin. Niosom is an alternative to
liposome drug vehicle systems which has disadvantages including cost and
stability. Niosome was prepared for enhance stability of drug. Niosomal
formulations were prepared in four different molar ratios of surfactant-cholesterol,
i.e. 3:1 (F1), 2:1 (F2), 1:1 (F3), and 0.5:1 (F4). Niosomal formulations were
prepared using thin layer method. Niosomal suspensions were evaluated including
particle size and distribution, lamellarity, encapsulation efficiency, and zeta
potential. Niosomal suspension, which had been evaluated, then incorporated into
gel using HPMC as gelling agent. Niosomal gel was evaluated including
organoleptic, pH, viscosity, stability, and antioxidant activity using DPPH.
Evaluation of niosomal suspensions showed that F1 has best encapsulation
efficiency but experienced separation after 7 days. Evaluation of niosomal gel
(using F3) showed stable formulation without changes"
2016
S65106
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mayang Puspita
"Transetosom merupakan nanovesikel pembawa obat berupa bentuk pengembangan dari transfersom dan etosom yang mengandung komponen surfaktan sebagai aktivator tepi dan etanol tinggi. Kandungan kedua komponen ini menjadikan transetosom yang fleksibel dan mampu melewati celah sempit hingga menembus lapisan kulit subkutan  Senyawa model yang digunakan adalah diflunisal yang berupa obat anti-inflamasi golongan non-steroid. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dua jenis metode pembuatan transetosom, meliputi metode dingin dan metode hidrasi lapis tipis. Kedua metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan karena mudah dalam pembuatan dan mampu memberikan karakteristik vesikel yang baik dengan nilai persentase efisiensi penjerapan yang tinggi. Transetosom yang dibuat dengan kedua metode, kemudian dilakukan karakterisasi meliputi ukuran partikel, indeks polidispersitas, potensial zeta, indeks deformabilitas, dan persentase efisiensi penjerapan. Hasil penelitian menunjukkan transetosom dengan metode pembuatan hidrasi lapis tipis memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan metode dingin berdasarkan hasil karakterisasi efisiensi penjerapan dan indeks deformabilitas. Persentase efisiensi penjerapan untuk metode hidrasi lapis tipis dengan nilai sebesar 29.141 ± 2.194 %, sedangkan untuk metode dingin dengan nilai sebesar 17.573 ± 1.268 %. Namun, berdasarkan kondisi stabilitas fisik, metode dingin menunjukkan ukuran partikel yang lebih stabil dibandingkan metode hidrasi lapis tipis.

Transethosome is a drug-carrier that is developed from transferosome and ethosome which contain surfactant compound as the edge activator and high ethanol content. These two components makes the transethosome flexible and able to pass through narrow gaps to penetrate the subcutaneous layer of skin. The model compound used is diflunisal which is a non-steroidal anti-inflammatory drug. This study aims to compare the two types of transethosomes production methods, including the cold method and the thin layer hydration method. These two methods are the most commonly used methods because of easy to manufacture and able to provide good vesicle characteristics with high entrapment efficiency percentage values. The transethosomes prepared by both methods were then characterized including particle size, polydispersity index, zeta potential, deformability index, and the percentage of entrapment efficiency. The results showed that transethosomes using the thin layer hydration method produced better results than the cold method based on the characterization results of entrapment efficiency and deformability index. The percentage of entrapment efficiency for the thin layer hydration method is 29.141 ± 2.194 %, while for the cold method is 17.573 ± 1.268 %. However, based on physical stability conditions, the cold method showed more stable particle size than the thin layer hydration method."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuryasmin Khaerunnisa Wiwahari
"ABSTRAK
Etosom merupakan jenis vesikel lipid yang mengandung etanol dalam konsentrasi yang tinggi yaitu 20 -45 . Adanya etanol dalam etosom dapat mempengaruhi ukuran vesikel, nilai potensial zeta, dan efisiensi penjerapan. Etosom diformulasikan kedalam sediaan krim untuk melihat pengaruh perbedaan konsentrasi etanol terhadap stabilitas fisik sediaan. Etosom diformulasikan dengan tiga konsentrasi etanol berbeda yaitu 30 F1 , 35 F2 , dan 40 F3 . Berdasarkan hasil karakterisasi diketahui F3 memiliki hasil terbaik dengan ukuran partikel 121,51 nm, indeks polidispersitas 0,251, potensial zeta -22,6 0,83 dan efisiensi penjerapan 74,8 1,24 . Uji stabilitas fisik krim dilakukan dengan menyimpan sediaan pada tiga suhu berbeda, cycling test, dan juga uji sentrifugasi. Dari beberapa parameter stabilitas fisik yang diuji menunjukkan adanya peristiwa instabilitas fisik sediaan krim. Peningkatan ukuran globul merupakan parameter yang penting dalam gejala ketidakstabilan emulsi. Semua sediaan krim yang diuji F1, F2, dan F3 mengalami peningkatan ukuran globul saat penyimpanan selama 6 minggu. Semakin tinggi konsentrasi etanol yang digunakan dalam etosom menyebabkan peningkatan ukuran globul krim yang semakin besar. Krim etosom F1 dengan konsentrasi etanol 30 menunjukkan peningkatan ukuran globul paling rendah baik pada suhu rendah, suhu ruang, maupun suhu tinggi.

ABSTRACT
Ethosome is a lipid vesicle with high ethanol concentration between 20 ndash 45 . The presence of ethanol in ethosome may influence the size of the vesicles, the potential value of zeta, and the entrapment efficiency. The ethosome was mixed with the cream to investigate the effect of different ethanol concentrations on the physical stability of cream preparations. The ethosome was formulated using three ethanol concentrations of 30 F1 , 35 F2 , and 40 F3 . Based on the characterization, F3 had the best results in particle size 121,51 nm , polyidispersity index 0,251 , zeta potential 22,6 0,83 , and entrapment efficiency 74,8 1.24 . The physical stability test of the cream was carried out by storing the preparation at three different temperatures, cycling test, and the centrifugation test. Tests on several physical stability parameters showed the presence of physical instability of cream preparations. An increase in globule size is an important parameter in emulsion instability indication. All tested cream preparation F1, F2, and F3 showed increasing globule sizes in 6 weeks storage. The higher the ethanol concentration used in the ethosome, the larger the increase in cream rsquo s globule size. The ethosome cream F1 with 30 ethanol showed the smallest increase in globule sizes both at low, room, and high temperatures. "
2017
S69122
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>