Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141235 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elda Bahar
"Glycyrrhizae Succus dan air yang terdapat di dalam
Obat Batuk Hitam akan mempermudah tumbuhnya mila'oorganisme
sehingga Obat Batuk Hitam tidak bisa tahan lama. Telah di:
lakukan perielitian stabilitas mil'obio1ogik Obat Batuk Hi
tam de=an pengawet NiDagin dan Asam Benzoat.
Femeriksaan stabilitas milobiologik dilakukan de -
ngan menghiturig jumlah miioo.anis1e total yang, terdaçat
di dalam Obat Batuk 1-litam den-an mempergunakan perbenihan
Agar tripton soya. Untuk pemeriksaan bakteri patogen Esche
richia coli, Salmonella, Shigella..dan Staphylococcus aureus
digunakan perbenihan perbenihan Agar Endo, Agar EMB, Agar
Salmonella Shigella dan perbenihan gula-gula.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa Obat Batul: -
Hitam dent--an pengawet Nipagin 0,1% ; 0,15% dan 02% sesu -
dali enam bulan masih memenuhi syarat. Demikian juga Obat -
Batuk Hitam dengan pengawet Asam Benzoat 0,05% ; 0,1% dan
0,15% sesudah enambulan masih memenuhi syarat.

The Glycyrrhizae Succus and water contained in Potio
Nigra Contra Tussim will make the microorganism's growth
easier, that cause Potio Nigra Contra Tussim unstable.There
fore the study to determine microbiological stability of Po
tio Nigra Contra Tussim with Ni pagin and Benzoic acid .• as
reservatives have been done.
The observation of microbiological stability carried
out by counting the total microorganism contained in Potio
Nigra Contra Tussim using Tryptic soya agar medium • To
observe patogeni.cmicrooranism such as Escherichia coli,
Salmonella, Shigella and Staphylococcus aureus, the media
Endo agar, EMB agar, Salmonella Shigella agax and sugars
media have been used.
The result obtained showed Potio Nira Contra Tussim
containing Nipagin 00% ; 0,15% and 0,2% after six month
still qualified.
The Potio Nigra Contra Tussim that contained Benzoic
acid 0,05% ; 00% and 0,15% after six month also give the
same result
"
Depok: Universitas Indonesia, 1986
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roy Dwi Indra
"Batuk merupakan simptom yang dirasakan oleh semua manusia dan penting untuk proteksi dan perlindungan yang menjaga proses pengeluaran mukus, substansi asing, dan infeksi laring, trakea dan bronkus.Kemampuan batuk pada usia dewasa madya dan dewasa lanjut akan menurun dibandingkan pada dewasa muda. Namun, hingga saat ini belum ada penelitian yang mengukur nilai APB pada usia dewasa madya dan dewasa lanjut sehat di Indonesia. Tujuan : Mengetahui nilai APB pada dewasa madya dan dewasa lanjut sehat dan factor-faktor yang mempengaruhinya. Metode : Studi ini merupakan studi potong lintang yang melibatkan 99 subjek. Subjek adalah pasien poliklinik Rehabilitasi Medik usia dewasa madya dan dewasa lanjut sehat respirasi. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diperiksa spirometri untuk memastikan sehat respirasi dan setelahnya dilakukan pemerikasaan nilai APB dengan alat peakflowmeter dan dilihat korelasi nya dengan usia, jenis kelamin dan berat badan. Hasil : Nilai APB pada dewasa madya sehat berkisar 190-540 L/menit dengan nilai tengah usia 41-50 tahun 465 L/menit, usia 51-60 tahun 405 L/menit dan dewasa lanjut sehat berkisar 245-520 L/menit dengan nilai tengah 352,5 L/menit. Laki-laki memiliki nilai APB yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan, namun pada usia 61 tahun ke atas terjadi penurunan nilai APB dimana nilai tengah hasil APB laki-laki tidak berbeda bermakna dengan perempuan. Semakin tinggi usia maka semakin rendah pula nilai APB yang didapatkan dan terdapat penurunan yang signifikan secara statistik pada nilai APB pada usia 61-70 tahun dibandingkan usia 41-50 tahun. Subjek dengan tinggi badan yang tinggi memiliki kecendrungan nilai APB yang lebih besar dan tinggi badan akan mempengaruhi nilai APB. Simpulan : Didapatkan nilai APB pada usia dewasa madya dan dewasa lanjut sehat respirasi dan terdapat hubungan antara factor jenis kelamin, usia dan tinggi badan terhadap nilai APB.

Cough is a symptom that is felt by all humans and is important for protection and protection which maintains mucus secretion, foreign substances, and infections of the larynx, trachea and bronchi. The ability to cough in middle adulthood and advanced adulthood will decrease compared to young adults. However, until now there have been no studies that measure the APB value in middle adulthood and advanced adults in Indonesia. Objective: To find out the APB value in middle adulthood and advanced healthy adults and the factors that influence it. Method: This study is a cross-sectional study involving 99 subjects. Subjects were patients in the clinic for medical rehabilitation of middle adulthood and advanced adult healthy respiration. Subjects who fulfilled the inclusion and exclusion criteria were examined spirometry to ensure healthy respiration and after that the APB examination was carried out with a peakflowmeter device and the correlation was observed with age, gender and weight.Results: The APB value in healthy middle-aged adults ranged from 190-540 L / minute with a median age of 41-50 years 465 L / minute, ages 51-60 years 405 L / minute and healthy elderly adults ranged from 245-520 L / minute with values middle of 352.5 L / minute. Men have a greater APB value than women, but at the age of 61 years and over there has been a decrease in the APB value where the mean value of male APB results is not significantly different from that of women. The higher age, the lower the APB value obtained and there was a statistically significant decrease in the APB value at 61-70 years of age compared to 41-50 years of age. Subjects with high height have a tendency for a larger APB value and height will affect the APB value. Conclusion: Obtained APB values ​​in middle adulthood and advanced healthy respiration adults and there is a relationship between sex, age and height factors for the APB value."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Kadarsih
"OBH quinqplex adalah sediaan Obat Batuk Hitam konsentrat dalam konsentrasi lima kali lebih pekat daripada sediaan Obat Batuk Hitam biasa. OBH quinqplex banyak dibuat sebagai sediaan di apotik maupun di rumah sakit, karena lebih menghemat waktu, tenaga, dan tempat, serta lebih praktis clan lebih memudahkan jika sewaktu - waktu dibutuhkan dalam waktu yang cepat danjumlah yang banyak. Dalam OBH quinqplex terdapat air dan Glicyrrhizae succus yang mengandung karbohidrat tinggi, sehingga dapat mempermudah pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme, akibatnya jumlah mikroorganisme dapat melebihi batas maksimum cemaran mikroba yang diperbolehkan dalam sediaan oral cair, yaitu 100 kuman per mL. Penelitian mi dimaksudkan untuk memeriksa stabilitas mikrobiologis OBH quinqplex tanpa pengawet dan OBH quinqplex yang diberi pengawet nipagin dengan konsentrasi 0,10 %, 0,15 %, 0,20 %, dan 0,25 %. Pemeriksaan stabilitas mikrobiologis dilakukan selama 6 bulan pada sampel OBH quinqplex tanpa pengawet dan OBH quinqplex yang diberi pengawet nipagin dalam konsentrasi 0,10 %, 0,15 %, 0,20 %, dan 0,25 %, clan didapat hasil bahwa OBH quinqplex tanpa pengawet tidak stabil secara mikrobiologis, sedangkan OBH quinqplex yang diberi pengawet nipagin 0,10 %, 0,15 %, 0,20 %, dan 0,25 % stabil secara mikrobiologis selama 6 bulan pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan bahwa nipagin dengan konsentrasi 0,10 %, 0,15 %, 0,20 %, dan 0,25 % efektif sebagai pengawet dalam sediaan OBH quinqplex.

Potio Nigra Contra Tussim quinqplex is a concentrate preparation of Potio Nigra Contra Tussim in five times concentration of regular Potio Nigra Contra Tussim. In hospital and dispensary, Potio Nigra Contra Tussim quinqplex is made as a stock of pharmaceutical preparation, because it can save time, energy, and place, beside it is more practice and easier if anytime it is needed quickly and in a large number of quantities. In Potio Nigra Contra Tussim quinqplex, there are water and Glicyrrhizae succus which consists of carbohydrate in high concentrate, so it can facilitate the growth of microorganisms and it can rise the number of microorganisms over maximum limits of acceptance microbial contamination in liquid oral dosage form i.e. 100 microorganisms per mL. The purpose of this study is to determine the microbiological stability of regular Potio Nigra Contra Tussim quinqplex and Potio Nigra Contra Tussim quinqplex with nipagin as preservative in concentration of 0,10 %, 0,15 %, 0,20 %, dan 0,25 %. The study of microbiological stability has been done for six months and the result showed that Potio Nigra Contra Tussim without preservative was unstable in microbiological stability, while the one which was added by nipagin in concentration of 0,10 %, 0,15 %, 0,20 %, and 0,25 % were stable. From this study, we can say that nipagin in concentration of 0,10 %, 0,15 %, 0,20 %, and 0,25 % are effective as preservative in Potio Nigra Contra Tussim quinqplex."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvina Apriani
"Tingginya persentase swamedikasi batuk dibandingkan dengan penyakit lain dapat menjadi pemicu timbulnya swamedikasi yang tidak rasional sehingga menyebabkan konsekuensi kesehatan yang serius. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap pasien dewasa terhadap perilaku swamedikasi batuk di Jabodetabek. Desain penelitian ini adalah cross-sectional dengan metode mixed method tipe embedded design. Metode perolehan sampel dilakukan dengan teknik consecutive sampling menggunakan kuesioner yang telah memenuhi uji validitas dan reliabilitas. Data yang dikumpulkan adalah data primer dengan total 139 responden dan dianalisis menggunakan IBM®SPSS® versi 25. Hasil penelitian menunjukkan sebesar 53,96% responden memiliki pengetahuan yang cukup, 81,29% responden memiliki sikap yang baik, dan 64,03% responden memiliki perilaku yang baik. Terdapat korelasi positif berkekuatan lemah antara pengetahuan swamedikasi batuk (p=0,000; r=0,285) dan sikap serta korelasi kuat positif antara sikap dan perilaku swamedikasi batuk (p=0,000; r=0,403). Namun tidak terdapat korelasi antara pengetahuan dan perilaku swamedikasi batuk responden (p=0,138; r=1,105). Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap faktor sosiodemografi menunjukkan korelasi yang tidak bermakna (p>0.05). Oleh sebab itu, dapat disimpulkan semakin baik pengetahuan swamedikasi batuk responden maka semakin baik pula sikap swamedikasi batuk responden dan semakin baik sikap swamedikasi batuk responden maka semakin baik pula perilaku swamedikasi batuk yang ditunjukkan responden. Pada profil swamedikasi responden melakukan swamedikasi karena sudah mengetahui obat yang harus digunakan berdasarkan pengalaman dengan frekuensi swamedikasi dalam 3 bulan terakhir 1-2 kali. Responden memperoleh obat dari apotek dan mengandalkan pengalaman penggunaan obat pribadi/keluarga sebagai informasi obat mereka. Pada penggunaan obat batuk ditemukan responden yang menggunakan obat batuk kering untuk mengobati batuk berdahak

The high percentage of cough self-medication compared to other diseases can trigger irrational self-medication, causing serious health consequences. This study aims to analyze the effect of adult patient's knowledge and attitudes on cough self-medication practice in Jabodetabek. The research design is cross-sectional with mixed method type embedded design. The data was collected by using consecutive sampling technique using questionnaire that had fulfilled validity and reliability test. Primary data were collected with 139 samples and analyzed by IBM®SPSS® 25. The results showed that 53.96% of respondents had enough knowledge, 81.29% of respondents had a good attitude, and 64.03% respondents have good practice. The results of the correlation test showed that there was a positive weak correlation between self-medication knowledge (p=0,000; r=0,285) and attitudes and a positive strong correlation between self-medication attitudes and practice (p=0,000; r=0,403). There was no correlation between self-medication knowledge and practice (p=0,138; r=1,105). The relationship between knowledge, attitudes, and practice towards sociodemographic factors showed no significant correlation (p>0.05). Therefore, it can be concluded that the higher respondent's self-medication knowledge, the better the self-medication attitude of respondents and the better self-medication attitude, the better self-medication behavior shown by respondents. In self-medication profile, respondents did self-medication because they already knew drug they used based on experience and self-medication frequency in last 3 months is 1-2 times. Respondents obtained drugs from pharmacies and relied on their personal/family drug use experience as their drug information. It was found that respondents used dry cough medicine to treat coughs with phlegm."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adri Fauzan
"LATAR BELAKANG. Batuk merupakan mekanisme pertahanan utama pada saluran napas bagian bawah dan mekanisme kompensasi ketika terjadi ketidakseimbangan antara produksi dan pengeluaran mukus. Batuk dapat mencegah aspirasi, merangsang aktivitas silia, dan membersihkan jalan napas. Penelitian di Brazil didapatkan nilai arus puncak batuk APB pada individu sehat usia 18-40 tahun adalah 240-500 L/mnt. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Selandia Baru yang merupakan ras kaukasian didapatkan hasil nilai APB dewasa normal 360-960 L/mnt , hal ini menunjukkan perbedaan besaran nilai yang cukup jauh mengingat kedua negara tersebut memiliki perbedaan baik secara antropometri maupun ras kedua negara tersebut. Hingga saat ini belum ada penelitian yang melaporkan nilai APB pada individu sehat usia dewasa muda di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai APB dan faktor-faktor yang mempengaruhi besaran nilainya pada dewasa muda sehat Indonesia di RSUPN Cipto Mangunkusumo RSCM.
METODE. Disain observasional potong lintang. Penelitian ini dilakukan terhadap 30 usia dewasa muda sehat yang didapat secara konsekutif. Analisis bivariat dengan uji Chi-Square dan analisis multivariat dengan regresi multipel. Penilaian kapasitas paru untuk penapisan subjek dengan uji spirometri dan kemampuan batuk dengan APB yang menggunakan peak flow meter.
HASIL. Subjek penelitian memiliki mean APB 477,17 L/mnt . Berdasarkan analisis bivariat, didapatkan hubungan yang bermakna secara signifikan antara variabel jenis kelamin p = 0,000 , usia p = 0,012; r = -0,430 , dan tinggi badan p = 0,000; r = 0,741 terhadap nilai APB. Hasil analisis multivariat dengan regresi mutipel menunjukkan variabel tinggi badan merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap nilai APB p = 0,003; IK95 2,37-10,77.
SIMPULAN. Nilai rerata APB pada dewasa muda sehat di RSCM adalah 477,17 L/mnt . Faktor tinggi badan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap besaran nilai APB pada dewasa muda sehat di RSCM, diikuti faktor usia dan jenis kelamin.

BACKGROUND. Cough has been the main mechanism of defense on the lower respiratory tract, as well as a compensatory mechanism when there is imbalance of mucus production and clearance. Some of functions include preventing aspiration, stimulating ciliary activities, and airway clearance. A study done in Brazil revealed that peak cough flow PCF in healthy adults aged 18 40 years ranges from 240 500 L min . This value differs from another study done in New Zealand that took Caucassian subjects with normal PCF of 360 960 L min , this shows a huge difference in the results keeping in mind the differences in antropometry and race of the subjects. Until now, there had not been any study that reported the PCF in healthy young adult individualis in Indonesia. This study then, is aimed to discover the PCF and the factors affecting them in Indonesia healthy young adults of Cipto Mangunkusumo General Hospital.
METHODS. An observational cross sectional design was used in this study, with 30 healthy young adults subjects that complied to the consecutive sampling method. Bivariate analyses were done by Chi Square and multivariate analyses by multiple regression. The grading of lung capacity for screening subjects was measured using spirometry test and cough ability quantified in PCF value by utilizing a peak flow meter.
RESULTS. Study subjects were observed to have mean PCF 477,17 L min . Bivariate analyses results showed a significant correlation of PCF with gender p 0,000 , age p 0,012 r 0,430 , and height p 0,000 r 0,741 . Multivariate analyses on the aother hand, revelaed that body height were the most contributing variable towards PCF value p 0,003 IK95 2,37 10,77.
CONCLUSIONS. The mean PCF in healthy young adults of Cipto Mangunkusumo General Hospital is 477,17 L min. Body height were the most contributing factor, followed by age and gender."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T57636
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syukur Pambudi
"Nanopartikel emas (AuNPs) merupakan suatu bahan yang mulai marak digunakan dalam bioimaging. AuNPs yang digunakan dalam bioimaging umumnya disintesis menggunakan metode kimiawi. Salah satu teknik pencitraan yang memakai AuNPs sebagai medium adalah Two photon microscopy. Teknik ini memanfaatkan eksitasi two photon pada AuNPs untuk memberikan label pada sampel-sampel biologis. Pada penelitian ini, telah disintesis AuNPs menggunakan metode ablasi laser menggunakan laser Nd:YAG dengan panjang gelombang 1064 nm selama 5 menit. Tiga jenis pelarut (aqueous, polyvinyl alcohol dan polyethylene glycol) digunakan untuk memodifikasi diameter AuNPs. Masing-masing AuNPs ini menunjukkan puncak absorbsi yang berbeda pada spektrometri UV-Vis. Spektrum ini kemudian dibandingkan dengan sebuah alat simulasi pada MATLAB. Didapatkan besar diameter AuNPs untuk masing-masing parameter adalah 16,2 nm, 16,7 nm, dan 15,9 nm secara berurutan. Telah dibuat pula setup optik untuk melakukan uji eksitasi two photon (TPE) pada AuNPs memvariasikan daya dari laser femtosecond. Didapatkan bahwa TPE terjadi pada rentang panjang gelombang ~490 sampai ~500 nm dengan daya laser sebear 1,2 W sampai 1,8 W.

Gold nanoparticles (AuNPs) is a material that has been gaining attraction in bioimaging. AuNPs that used in bioimaging usually shynthetized using chemmicals method. An example of imaging techniques that use AuNPs as medium is Two photon microscopy. This technique use two photon excitation on AuNPs to dye or labels biological samples. Ini this experiment, AuNPs have been successfully fabricated using laser ablation method by Nd:YAG lser with 1064 nm wavelength for 5 minute. Three different solution (aqueous, polyvinyl alcohol and polyethylene glycol) was applied to modify AuNPs diameter. Each of these AuNPs was observed by mean UV-Vis spectroscopy exhibit different absorption peak. This spectrum then was compared to simulation tool on MATLAB. The measured AuNPs’ diameters was 16,2 nm, 16,7 nm, dan 15,9 nm repectively. An optical setup for two photon excitation (TPE) experiment on AuNPs has also been made by varying the power of femtosecond laser. TPE was detected at ~490 to ~500 nm range with laser power about 1,2 W to 1,8 W."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Erlinawati
"

 

Daluga atau talas rawa raksasa (Cyrtosperma merkusii (Hassk.) Schott) merupakan tanaman pangan minor dari keluarga Araceae. Penelitian daluga di Indonesia masih sangat sedikit dikerjakan. Sebanyak 36 aksesi daluga dikoleksi dari Kepulauan Siau, Sangihe dan Talaud (Pulau Karakelang dan P. Salibabu), Sulawesi Utara, pada bulan April – May 2017. Identifikasi karakter dilakukan berdasarkan morfologi, anatomi, sitologi dan molekuler. Karakterisasi morfologi memperlihatkan adanya 11 varian daluga. Berdasarkan analisis klaster dan PCA yang dilakukan menggunakan karakter morfologi dan molekuler, ke 11 varian dapat dikelompokkan menjadi 2 klaster utama, yaitu klaster pertama yang beranggotakan varian-varian dengan tangkai perbungaan panjang dan klaster kedua yang beranggotakan varian-varian dengan tangkai perbungaan pendek. Di antara 4 populasi yang diteliti, populasi Pulau Siau mempunyai tingkat variasi genetik tertinggi, sementara itu populasi Pulau Salibabu mempunyai variasi genetik terendah. Penelitian anatomi menunjukkan bahwa pada bagian adaksial daun mempunyai sel epidermis yang berbentuk hampir sama, namun sel epidermis bagian abaksial daun, bentuk dan jumlah kristal kalsium oksalat berbeda di antara varian-varian dengan tangkai perbungaan panjang dan pendek.  Jumlah kromosom sama yaitu  2n = 26, meskipun tipe kromosom berbeda-beda di antara varian-varian. Hasil klasifikasi serta informasi baru mengenai karakter lengkap daluga dapat digunakan sebagai data dasar dalam mengembangkan daluga di masa depan, baik sebagai pangan alternatif maupun pangan fungsional. 


Daluga or the giant swamp taro (Cyrtosperma merkusii (Hassk.) Schott) is one of the minor root crops belongs to Araceae family. Study about daluga in Indonesia is still poorly known. A total of 36 daluga accessions were collected from Siau, Sangihe and Talaud islands, North of Sulawesi, Indonesia on April – May 2017. Identification was done using morphology, anatomy, cytology and molecular. Morphological characters shows that there are 11 variants. Based on claster and PCA analysis using morphology and molecular characters, those variants can grouped into 2 main clasters, those are claster with long peduncle and claster with short peduncle. Amongst four populations studied, Siau Island population has the highest level of genetic variation, meanwhile Salibabu Island has the lowest level. Anatomy study showed that adaxial surface have the same shape of epidermal cells. However, the epidermal cells on abaxial of leaf, the shape and number of calcium oxalate crystals were different between variants with long peduncle and short peduncle. All of variants have the same number of chromosomes 2n = 26, although the type of chromosomes different among variants. This result of classification and new informations about daluga can be used for baseline data to improving and developing daluga for the future as an alternative and functional food. 

"
2019
D2702
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asriyani Abdullah
"Tingginya kasus TB paru di Indonesia meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur paru, termasuk Aspergillus spp. yang menyebabkan aspergilosis paru kronik (APK). Identifikasi Aspergillus sampai tingkat spesies perlu dilakukan karena setiap spesies memiliki kepekaan yang berbeda terhadap obat antijamur. Identifikasi fenotipik pada beberapa spesies yang berbeda mungkin identik, sehingga identifikasi molekuler diperlukan untuk memastikan identifikasi spesies. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Aspergillus spp. yang diisolasi dari pasien diduga APK dan kepekaannya terhadap obat antijamur. Identifikasi dilakukan dengan metode fenotipik, dilanjutkan dengan uji kepekaan menggunakan metode difusi cakram. Isolat resisten dikonfirmasi dengan identifikasi molekuler menggunakan teknik PCR pada target daerah ITS rDNA dan gen BenA. Identifikasi fenotipik 49 isolat Aspergillus yang berasal dari 39 sputum pasien menunjukkan 25 (51%) isolat A. fumigatus, 17 (34,6%) isolat A. niger, enam (12,2%) isolat A. flavus dan satu (2%) isolat A. clavatus. Uji kepekaan menunjukkan 15 (30,6%) isolat resisten terhadap vorikonazol dan atau itrakonazol yang selanjutnya dikonfirmasi dengan identifikasi molekuler. Hasil sekuensing menunjukkan 11 (73,3%) isolat A. fumigatus, dua (13,3%) isolat A. flavus, satu (6,7%) isolat A. niger, dan satu (6,7%) isolat A. clavatus . Identifikasi fenotipik dan genotipk isolat resisten menunjukkan kesesuaian.

The increase number of pulmonary tuberculosis (PTB) can increase the risk to pulmonary fungal infections, including Aspergillus spp. that causes chronic pulmonary aspergillosis (CPA). Aspergillus identification to the species level is necessary because each species has a different sensitivity to antifungal agents. The phenotypic identification in some different species may be identical, therefore, the molecular method is recommended to confirm the species. The study aimed to identify Aspergillus isolated from suspected CPA patients and their susceptibility profile to antifungal drugs. Fungal identification was conducted by phenotypic method, while the susceptibility testing performed with disk-diffusion method. The resistant isolates were confirmed by molecular identification using PCR technique in the target area of the ITS rDNA region and BenA gene. The phenotypic identification of 49 Aspergillus isolated from 39 sputum sample showed 25 (51%) isolates of A. fumigatus, 17 (34,6%) isolates of A. niger, six isolates of A. flavus, and one (2%) isolate A. clavatus. The susceptibility testing showed 15 (30,6%) resistant isolates were resistant to voriconazole and or itraconazole which was further confirmed by molecular identification. The sequencing results obtained 11 (73,3%) isolates of A. fumigatus, two (13,3%) isolates of A. flavus, one (6,7%) isolate of A. niger, and one (6,7%) isolate A. clavatus. The results of phenotypic and molecular examinations showed the congruence of the results."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alex Agustin
"ABSTRAK
Asam benzoat, asam sorbat, nipagin dan nipasol merupakan pengawet yang sering digunakan pada makanan dan sediaan farmasi. Pengawet-pengawet ini umumnya terdapat dalam jumlah yang kecil dan bercampur dengen komponen-komponen lainnya. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan pada pemeriksaannya Pada penelitian ini ingin dicari cara pemeriksaan yang tepat dan sederhana berdasarkan metoda yang sudah ada. Pemeriksaan kualitatif dapat dilakukan dengan jalan kromatografi kertas dan kromatografi lapisan tipis. Pada pemeriksaan kuantitatif, pengawet mula-mula diekstraksi dengan pelarut yang sesuai kemudian dimurnikan dengan jalan kromatografi lapisan tipis, dan kadarnya ditetapkan secara densitometri atau spektrofotometri. Pada penelitian ini ternyata campuran asam benzoat dan asam sorbat tidak dapat dipisahkan dengan menggunakan eluen yang ada. Dari percobaan dapat dilihat, penetapan secara densitometri dan spektrofotometri, setelah dielusi dengan n heksana asam asetat (96:4) untuk asam benzoat dan asam sorbat memberikan hasil yang cukup me muaskan, hasil serupa dicapai pula untuk nipagin, nipasol dan campuran keduanya dengan menggunakan eluen n peritanaasan asetat (88:12)"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1984
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Alfianti
"Latar Belakang : Air merupakan salah satu sumber daya yang menjadi kebutuhan dasar manusia untuk bertahan hidup. Air berhubungan erat dengan kesehatan manusia, sehingga kualitas air perlu mendapatkan perhatian khusus. Salah satu parameter yang mejadi indikator kualitas air minum adalah parameter mikrobiologi yaitu bakteri Escherichia coli dan Coliform. Kedua bakteri tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti diare, kolera dan disentri. Universitas Indonesia merupakan salah satu Universitas terbaik di Indonesia telah berupaya menyediakan air minum melalui pemurni air untuk warga Universitas Indonesia. Tujuan : Menganalisis perbandingan kualitas mikrobiologi pada air sebelum filtrasi dan sesudah filtrasi di Universitas Indonesia. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan kuantitatif dan desain studi eksperimental yang dilakukan pada air sebelum dan sesudah filtrasi di 8 Fakultas Universitas Indonesia. Hasil : Hasil uji beda dua mean menunjukan bahwa bakteri Coliform (p = 0,028) terdapat perbedaan dan bakteri Escherichia coli (p = 1,000) tidak terdapat perbedaan kualitas pada air sebelum dan sesudah filtrasi. Kesimpulan : Terdapat perbedaan kandungan Coliform pada air sebelum dan sesudah filtrasi. Tidak terdapat perbedaan kandungan Escherichia coli pada air sebelum dan sesudah filtrasi.

Background: Water is one of the resources that is a basic human need for survival. Water is closely related to human health, so water quality needs special attention. One of the parameters that serve as an indicator of drinking water quality is the microbiological parameter, the bacteria Escherichia coli and Coliform. Both bacteria can cause health problems such as Diarrhoea, Cholera and Dysentery. Universitas Indonesia, one of the best universities in Indonesia, has endeavoured to provide drinking water through a water purifier for the citizens of Universitas Indonesia. Objective: Analyse the comparison of microbiological quality in pre-filtration and post-filtration water at Universitas Indonesia. Methods: This research is an analytical study with a quantitative approach and experimental study design conducted on water before and after filtration in 8 faculties of the University of Indonesia. Results: The results of the two-mean t-test showed that Coliform bacteria (p = 0.028) had a difference and Escherichia coli bacteria (p = 1.000) had no difference in quality before and after filtration. Conclusion: There is a difference in the coliform content of the water before and after filtration. There is no difference in Escherichia coli content in water before and after filtration.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>