Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45768 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 1991
S28031
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 1994
S28148
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jatmiko
"ABSTRAK
Cekungan Soa adalah sebuah dataran rendah berbentuk lembah yang terjadi
karena letusan gunungapi purba pada Kala Pliosen sehingga membentuk kaldera. Pada
masa selanjutnya (Kala Pleistosen), kondisi cekungan berubah menjadi sebuah danau
besar dengan lingkungan yang subur, schingga telah mengundang berbagai makhluk
hidup (manusia dan binatang) datang dan menghuni di sekitar lingkungan danau tersebut.
Berdasarkan bukti-bukti temuan artefak dan ekofak yang didapatkan dalam penelitian,
kehidupan purba di wilayah ini diduga telah berlangsung sejak Kala Pleistosen Bawah -
awal Pleistosen Tengah (Morwood dkk, 1999)
Cekungan Soa yang mempunyai luas sekitar 35 x 22 km dan terletak sekitar 15
kilometer di timur laut kota Bajawa (ibukota Kabupaten Ngada, Flores Tengah) ini
memperlihatkan bentang alam yang khas terbuka, mengingatkan kita pada lingkungan
umum kehidupan Homo erectus. Kobatuwa yang menjadi fokus penelitian ini merupakan
salah satu bagian/lokasi dari sejumlah situs di wilayah Cekungan Soa dan teriftak di Desa
Piga, Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada (Flores Tengah), Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT). Secara astronomis, posisi situs berada pada koordinat 08° 41° 17,4 " LS dan 121° 05' 16,4 " BT, serta berada pada ketinggian 325 meter di atas permukaan laut.
Secara geomorfologis, wilayah Soa merupakan sebuah cekungan yang dikelilingi
oleh dataran tinggi dan gunung api serta sebaran bukit-bukit kecil dan lembah-lembah
terjal yang di bagian tengahnya ditoreh oleh aliran sungai Ae Sisa yang mengalir arah
timur laut - barat daya (Suminto dkk, 1998). Secara stratigrafis, susunan batuan yang tersingkap di Cekungan Soa (dari tua ke muda) adalah sebagai berikut: Formasi Olakile, Formasi Olabula, Batugamping Gero, dan batuan Gunungapi Resen (Hartono, 1961).
Cekungan So tampil pertama kali dalam studi prasejarah berawal pada tahun
1960-an ketika Th. Verhoeven melakukan penelitian di wilayah ini dan menemukan
berbagai artefak batu di Situs Mata Menge, Boa Lesa, dan Lembah Menge. Berdasarkan
penemuannya yang berasosiasi dengan fosil Stegodon, Verhoeven menduga pembuat
artefak ini adalah manusia purba Homo erectus dan berasal dari kurun waktu sekitar
750.000 tahun lalu (Verhoeven, 1968). Hasil-hasil penelitian sejauh ini semakin mengkonfirmasikan hipotesis Verhoeven. Wilayah Cekungan Soa dalam kenyataan merupakan kompleks situs purba yang kaya akan artefak dan fosil fauna. Walaupun belum menemukan sisa manusianya, namun penemuan himpunan artefak dan fosil-fosil fauna (antara lain Stegodon, buaya, komodo, kura-kura darat, dan sejenis tikus besar) di berbagai situs di Cekungan Soa sudah diperkuat dengan data pertanggalan absolut, sehingga dapat diketahui umurnya secara pasti. Dengan demikian, hal ini semakin memastikan bahwa Homo erectus telah mendiami Cekungan Soa pada kurun waktu antara 900.000 - 700.000 tahun yang lalu (Morwood dkk, 1999).
Di wilayah Cekungan So in telah ditemukan sebanyak 12 lokasi/situs yang
mengandung temuan alat-alat bat Paleolitik yang berasosiasi dengan fosil-fosil tulang vertebrata. Temuan alat-alat batu yang berasosiasi dengan fosil-fosil tulang Stegodon dari hasil penelitian di Situs Kobatuwa secara nyata merupakan data yang sangat penting dan signifikan dalam perkembangan penelitian di wilayah Cekungan Soa. Dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, temuan alat-alat batu yang didapatkan umumnya
hanya berupa alat serpih, namun dalam perkembangan penelitian belakangan ini ternyata alat-alat masif mulai banyak ditemukan. Hal ini sangat penting artinya, karena alat-alat
masif (seperti kapak perimbas dan penetak) yang selama ini diduga oleh para ahli
merupakan produk budaya manusia purba Homo erectus, sekarang telah banyak
dibuktikan keberadaannya di Situs Kobatuwa. Keberadaan alat-alat batu tersebut semakin
memperkuat bukti bahwa di wilayah Cekungan Soa (khususnya di Situs Kobatuwa)
pernah menjadi ajang aktivitas manusia masa lalu pada kurun waktu yang sangat tua
(Kala Pleistosen).
Melalui kailan arkeologi keruangan, tesis berjudul 'Pola Pemanfaatan Sumber
Daya Lingkungan Pada Kala Pleistosen di Situs Kobatuwa: Kajian Arkeologi Ruang
Skala Meso' ini diharapkan dapat mengungkapkan kehidupan masa lalu di Situs
Kobatuwa dan Cekungan Soa pada khususnya, terutama berkaitan dengan aspek
pemanfaatan sumber daya lingkungan di sekitar wilayah ini.

ABSTRACT
Soa Basin is a valley-shaped plain, which was formed by the eruption of an ancient volcano during the Pliocene period that created a caldera. In the next period, the Pleistocene, it turned into a big lake with lush environment, so that it tempted various
living creatures (both humans and animals) to come and inhabited the area arround the
lake. Based on the artifacts and ecofacts found at the site, life at this area has been going on since the Lower Pleistocene - Early Middle Pleistocene (Morwood et al, 1999).
The 35 x 22 km Soa Basin is located 15 km northeast of Bajawa (the capital of
Nada Regency, Central Flores). It has a unique open landscape that reminds us of the typical environment of Homo erectus. Kobatuwa, which is the focus of this research, is part of the sites within the Soa Basin area that is located at Piga Village, Soa District,
Nada Regency (Central Flores) in East Nusa Tenggara Province. Astronomically the site is situates at 08° 41° 17.4" Southern latitude and 121° 05' 16.4" Eastern hemisphere, and it is 325 m above sea level.
In terms of geomorphology, the So is a sunken area surrounded by highlands and
volcanoes, as well as small hills and steep valleys, which are cut in the middle by Ae Sisa River that flows in northeast southwest direction (Saminto et al, 1998).
Stratigraphically, the rock formations found at Soa Basin (from the old to the younger ones) are successively: Olakile, Ola Bula, Gero Limestone, and Recent Volcanic rocks (Hartono, 1961).
The Soa Basin was first introduced in the prehistoric studies in 1960s when Th.
Verhoeven carried out investigations at this arca and found some lithic artefacts at Mata
menge Site, Boa Lesa, and Lembahmenge sites. Based on the finds, which are associated with Stegodon fossils, Verhoeven assumed that the makers of those artifacts were Homo erectus that lived 750,000 years ago (Verhoeven, 1968). Results of investigations thus far further confirm Verhoevens hypothesis. In reality the Soa Basin area is a complex of
ancient sites rich in artifacts and fossils of fauna (among others Stegodon, crocodiles,
komodo lizards, land tortoises, and a species of big rats) at various sites within the Soa Basin area - which are supported by absolute dating - have enabled us to know their exact age. This confirms that Homo erectus had inhabited the So Basin 900,000 700,000 years ago (Morwood et al, 1999).
We have found 12 locations/sites that bear Palacolithic tools in association with
fossils of vertebrates bones. The discovery of lithic tools, which are associated with
fossils of Stegodon bones, at Kobatuwa Site is clearly an important and significant data in the development of researches at So Basin area. During previous investigations, the lithic tools found are mostly flakes, but eventually massive tool began to be found. This is important because massive tools, such as choppers and chopping tools, which have
long been thought bu experts to be the cultural products of Homo erectus, now exist at
the site of Kobatuwa. It proves that the Soa Basin - especially Kobatuwa Site - was once
a place where humans did their activities in the very old period (the Pleistocene.
By using the spatial archaeology study, this tesis the Pattern of Utilization of Natural Sources at the Site of Kobatuwa, Central Flores: Study of Meso-scale Spatial Archaeology' is hoped to be able to reveal the life at Kobatuwa Site and Soa Basin in particular, especially in relation to the aspect of utilization of natural sources around this area."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
T39928
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Huda
"ABSTRAK
Dalam pola angin permukaan harian di suatu daerah, terdapat pengaruh angin lokal dan angin musim (muson). Angin lokal dalam Meteorologi termasuk dalam sistem sirkulasi udara skala meso, sedang angin musim termasuk dalam sistem sirkulasi skala synop. Dalam sistem sirkulasi udara skala meso, pengaruh variasi topografi atau jenis permukaan, pemanasan atau pendinginan permukaan tidak dapat diabaikan, sedang untuk skala synop pengaruh-pengaruh tersebut dapat diabaikan.
Tesis ini membahas tentang pola angin permukaan di Jakarta dengan pendekatan model persamaan primitif satu lapisan. Angin permukaan dinyatakan dalam jumlah komponen skala meso dan skala synop. Komponen angin skala synop dianggap tetap, sedang angin skala meso berubah menurut perubahan suhu harian, Perubahan angin skala meso dan suhu harian ditentukan berdasarkan persamaan kekekalan momentum dan persamaan tendensi suhu. Dalam model dua dimensi horizontal tersebut, persamaan kontinyuitas tidak digunakan, dan persamaan dinyatakan dalam sistem koordinat sigma. Tekanan udara ditentukan dengan mengintegrasi persamaan hidrostatis mulai dari permukaan hingga lapisan yang dipengaruhi oleh permukaan. Pada model ini diperlukan data udara atas (suhu, arah dan kecepatan angin lapisan 850 mb) dan topografi wilayah. Untuk mewakili kondisi musim angin barat dan timur, digunakan data Aerogram tanggal 4 Januari 1996 dan 29 Juli 1996 dari stasiun Meteorologi Cengkareng.
Dengan metode Beda Berhingga, hasil integrasi selama 24 jam menunjukkan, bahwa pola angin permukaan pada awal pembentukan angin laut banyak didominasi oleh angin musim, baik di darat maupun di laut. Sebaliknya pada saat angin laut atau darat cukup kuat, pengaruh angin musim kurang dominan. Bentuk garis pantai yang membentuk teluk serta variasi topografi di darat memberi pengaruh terhadap variasi arah dan kecepatan angin permukaan, baik di darat maupun di sekitar teluk. Hasil evaluasi menunjukkan masih adanya penyimpangan antara hasil pengamatan dan hasil perhitungan, Penyimpangan dengan kriteria baik 44,1 %, cukup baik 22,2 % dan kurang baik 34,7 %."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1994
S28191
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sungkar, Ali Abdurrahman
"Aspek kesehatan dan keselamatan menjadi pertimbangan perancangan pembangunan sistem transportasi massal bawah tanah dalam mengurangi risiko kebakaran. Pola pengembangan perkotaan memerlukan pemahaman yang baik terhadap kepentingan penggunaan ruang bawah tanah. Dalam perancangan stasiun bawah tanah, ketersediaan kapasitas ventilasi yang baik untuk manajemen asap memiliki kemungkinan untuk memperpanjang waktu evakuasi selama evakuasi darurat dilakukan. Sistem konfigurasi ventilasi untuk manajemen asap kebakaran dipilih menggunakan ventilasi paksa, ventilasi alami dengan bukaan atrium (efek cerobong) yang terhubung langsung dengan zona platform, dan kombinasi keduanya (ventilasi hybrid). Studi ini menggunakan model eksperimen dan analisis simulasi numerik untuk memprediksi pergerakan asap dalam kebakaran stasiun bawah tanah. Eksperimen ini menggunakan model tipikal stasiun bawah tanah skala 1:25 dan simulasi numerik juga dilakukan pada skala 1:25 dengan NIST FDS V.05. Skenario kebakaran terburuk dilakukan terhadap lokasi paling rawan terkait keselamatan evakuasi dan kebakaran kompartemen skala besar yang diatasi dengan konfigurasi ventilasi hybrid.
Hasil menunjukkan pendekatan parameter berbasis standar dapat diterapkan dalam sistem manajemen asap kebakaran. Ventilasi alami efektif dalam pengendalian asap untuk volume ruangan dan lokasi tertentu sehingga untuk kebakaran skala besar direkomendasikan untuk mengatur jumlah atrium. Ventilasi hybrid dan laju pergantian udara yang memadai dengan mengatur kapasitas ventilasi paksa untuk ruang bawah tanah direkomendasikan untuk kebakaran skala besar dan untuk manajemen panas bahkan dalam kondisi kebakaran terburuk.

Safety, health, comfort and accessibility are major important aspects in building design consideration. Trend of urban development requires better understanding on the importance of underground space utilization. In a subway station design, providing good ventilation capabilities for smoke management has the possibility to extent the evacuation time during emergency evacuation. Smoke vent configuration was selected using forced ventilation, natural ventilation via atria opening (chimney effect) connected to the platform level, and combining of those configurations (hybrid ventilation based). This paper used models scaled fire tests and numerical modeling to predict smoke movement in subway station?s fire. Fire test was carried out in a 1:25 scale of a typical subway station and numerical modeling also was performed in a 1:25 scale with the NIST Fire Dynamic Simulator V.05. The worst case scenario was performed on the most vulnerable location regarding safety egress and large scale of compartment fires under hybrid vent configuration.
The results show prescriptive based parameter approaches can be applied on smoke management system. Natural ventilation effective on smoke controlled in a particular compartment volume and location so in a large-scale compartment application is recommended to increase the number of atria. Hybrid ventilation and adequate ACH by configuring forced vent capacities for underground space recommended for large scale fires and heat management, even in the worst fires case."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T42429
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada saat monsun dingin asia berlangsung, seringkali terjadi penjalaran massa udara dingin dari pusat tekanan tinggi di daratan asia menuju ke arah tropis yang dikenal dengan istilah Cold Surge atau Monsoon Surge. Cold surge merupakan salah satu fenomena cuaca skala synoptik yang memiliki pengaruh di bagian timur asia dan
juga berpengaruh terhadap hujan di wilayah Asia Tenggara.
Dalam penelitian ini, penulis mencoba menganalisa, bagaimanakah respon atmosfer dan cuaca di Pangkalpinang terhadap penjalaran cold surge. Parameter cuaca dalam skala regional juga dianalisa untuk mengetahui perilakunya pada saat cold surge berlangsung.
Secara umum atmosfer dan cuaca permukaan di Pangkalpinang memberikan respon yang bisa dikenali berkaitan dengan penjalaran cold surge. Respon itu berupa
penurunan suhu vertikal, peningkatan geopotensial meter vertikal, peningkatan kelembaban vertikal dan penurunan energi kinetik persatuan massa, sementara cuaca
permukaan di Pangkalpinang ditandai dengan peningkatan tekanan dan turunnya suhu permukaan pada saat cold surge aktif."
[Universitas Indonesia, ], 2006
S29230
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1994
S28197
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The directional solidification which is not toward to riser causes the shrinkage defect. This defect can
be predicted by investigating the temperature distribution in riser or casting products. The goal of this
research is to examine the temperature distribution using Finite Element Software (ANSYS) and then an
ad hoc experiment has been performed to verify the result of the simulation, especially the existences cf
shrinkage
The simulation is carried out by sand casting process using pure aluminum. This research uses
enthalpy method to examine the distribution of temperature. The properties of melted metal that being
used for the simulation are enthalpy H(T) and thermal conductivity k(T). For experiment, the sand casting
process uses pure aluminum and eutectic aluminum. The eutectic aluminum castings is used to support
the pure aluminum castings.
The result of the simulation hypothesis against shrinkage defect is appropriate with the experiment result.
"
Jurnal Teknologi, 15 (3) September 2001 : 286-295, 2001
JUTE-15-3-Sep2001-286
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>