Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140728 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasbiyallah
"Sampel penelitian adalah sampah industri baja Neomax di Jepang dengan basis ferrite. Identifikasi fase dengan XRD dan XRF memperlihatkan bahwa sampel merupakan senyawa strontium ferrite SrO.6Fe 2O3 fasa tunggal. Kurva XRD menunjukkan waktu milling 5, 10 dan 20 jam tidak signifikan terlihat perubahannya. Mikrograf SEM menunjukkan semakin lama waktu milling jumlah porositas (pori) semakin berkurang dan proses sintering telah memadatkan butiran -butiran grain kristal.
Perbandingan Histerisis PERMAGRAPH menunjukkan milling dengan waktu yang lebih lama dan sintering dengan waktu yang lebih lama pada suhu sekitar 1000°C - 1300°C (dibawah titik leleh Fe) dapat meningkatkan nilai remanen magnetisasi Br, dengan kecenderungan nilai koersivitas Hc relatif tetap atau turun dalam batas tertentu."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S28941
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fachrul Amri
"Dalam proses pengecoran paduan Al-Si hipoeutektik (Si<12,2%), proses penambahan modifier stronsium merupakan salah satu proses yang mempengaruhi sifat mekanis coran paduan Al-Si hipoeutektik. Sifat mekanis yang dimaksud adalah kekerasan, kekuatan tarik serta keausan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan modifier stronsium terhadap sifat mekanis paduan Al-Si hipereutektik (Si>12,2%), karena selama ini penggunaan modifier stronsium biasanya digunakan pada paduan Al-Si hipoeutektik. Sifat mekanis yang ingin diketahui setelah penambahan modifier stronsium adalah kekerasan, kekuatan tarik dan keausan.
Material AC8H merupakan paduan Al-Si yang digunakan dalam penelitian ini dikarenakan material ini memiliki kadar silikon yang cukup tinggi (10,5%-11,5%). Silikon murni ditambahkan kedalam material tercapai material AC8H hipereutektik (Si>12,2%). Perbedaan kadar stronsium yang ditambahkan ke dalam paduan AC8H hipereutektik merupakan variabel dalam penelitian in sedangkan Kondisi-kondisi proses lainnya dibuat sama. Stronsium yang ditambahkan adalah sebesar 0,0075 wt %, 0,015 wt % dan 0,03 wt%.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kadar stronsium (0 wt %, 0,0075 wt%, 0,015 wt% dan 0,03 wt%) yang ditambahkan pada material AC8H hipereutektik meningkatkan nilai kekerasan secara berturut-turut dari 43 HRB menjadi 49 HRB, 51 HRB dan 61 HRB Peningkatan juga terjadi pada nilai kekuatan tarik akibat peningkatan kadar stronsium yang ditambahkan. Secara bertutut-turut peningkatan kadar stronsium merubah nilai kekuatan tarik dari 169 MPa menjadi 196 MPa, 203 MPa dan 228 MPa. Begitu juga dengan nilai keausan material. Peningkatan kadar stronsium sampai 0,03 wt% yang ditambahkan pada AC8H hipereutektik meningkatkan ketahanan material terhadap keausan, hal ini dapat dilihat dari penurunan nilai laju keausan secara berturut-turut dari 0,00000615 mm3/m menjadi 0,0000097 mm³/m untuk variabel a dan 0,0000149 mm³/m menjadi 0, 00002071 mm³/m untuk variable b.

In Al-Si hypoeutectic alloys casting process (Si<12,2%), strontium modifier is used to influences mechanical properties of Al-Si hypoeutectic alloys. Those mechanical properties are hardness, tensile strength and wear resistant. The purpose of this research is to know the effect of strontium modifier addition to properties of Al-Si hypereutectic alloys (Si>12,2%) and compared the result of Sr modifier addition in hypoeutectic. The mechanical properties that will be observed in this research are hardness, tensile strength and wear resistant.
AC8H is the Al-Si alloys used in this research because it medium silicon composition (10,5%-11,5%). Pure silicon then added to this material to reach AC8H hypereutectic?s condition (Si>12,2%). Differences of strontium contents that added to AC8H hypereutectic used as variable in this research. The amount of strontium modifier which added is 0,0075 wt %, 0,015 wt % dan 0,03 wt%. The other condition casting process, such as : strontium modifier addition temperature, cast temperauture, solidification time and casting time are the same.
The result shows that the increasing strontium contains (0 wt %, 0,0075 wt%, 0,015 wt% dan 0,03 wt%) that added to AC8H hypereutectic increased hardness value from 43 HRB to 49 HRB, 51 HRB and 61 HRB. The increment in tensile strength also observed as the result of increasing Sr addition. Increasing strontium content changes the tensile strength value from 169 MPa to 196 MPa, 203 MPa and 228 MPa. It also happened in wear resistant?s value of alloy until 0,03 wt%. The increasing resistant value can be seen in the decreasing of wear rate from 0,00000615 mm³/m to 0,0000097 mm³/m for variable a and 0,0000149 mm³/m to 0, 00002071 mm3/m for variable b.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41642
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reynald
"Produkliviras yang linggi dar! industri par! autamoljdengan menggunakan mareriai ADC l2( A!-I2%Si ) dafam rangka memcnuhi tfngginya Iinglcat keburuhan darf induxrri kendaraan bermolan manga/ami gangguan akibal kegagalan (reject) yang tfnggf. Reyes! yang tinggi renfebut umumnya rerjadi karena rimbulrgya cacar. (facar yung biasanya lczjadi adalah shrinkage dan keropos akiha! parosilas gas. Salah sam peqvebalmya adalah fhrfditax man mampu alir mera) cair ADC I2 yang kurang baik.
Peneliiian ini difujukan unmk nrengujijluiditas ingof-mga! (I 00% ingot) yang dipasok kc PT X dengan variasi lemperarur tuang 6 40°C-750"(T_ difalyurkan dengan pencarnpuran xcrap pada ratio charging 45% ingor ; 55% scrap. Scliap cairan (nmllery ditamhahkan modf/Yer .vlromfium dengan kadar 0.0025 %, 0.005% 0.01%, 0.02% dan 0.03%. Pada komposisi raiio charging yang sama juga dilakukan penamba/:an campuran modyier stronlium ( 0. 005 % Sr )dan A ITIB ( 0_0-1% AITIB ) grain rejiner pada Hap molren untuk mengerahui ni!ai_/Yuidilasnya.
Hasil penelirian memmjukkan hahwa peningkaran remperatur wang secara umum meningkatkan nilai _fluidifas paduan ADC I2 Nifai op!ifnal_/luidiras dengan parameier variasi lemperalur mang reiarff cenderung soma yailu pada temperamr yang cukup tinggi. Pada ingot A, niiai opzimal fluiditas didapal pada Ta 75I"(', ingof B nilai Optima! jluiahtas terdapa! pada Tb - 73}"C. Umuk Ingo! C, nilai jluidifas oprimaf didapal pada TC =' 74J°C, semenlara unluk ingot D, nflai optimal fluiditas terdapat pada Td = 75-l°C. Pada parameter ini ingot A dan Ingo! C memifiki nflaz' _fluidiras terbaik, sementara mga! B memiliki _fiuidiras rerburulc, ini Jeff/adi karena ingot B yang relatff lebilz karor ( banyak inklusi ) darrpada ing0l-ingo/lainnya. Paula penambahan modyier didapa! nilai jluidiras oprimum pada kadar 0. 0025% Sr. semenrara in: dengan peningffalan pengguuaan mod(/fer Sr' hingga 0.03% menunjukkan sfnrktur Si yang semakin ha/zu' ranpa adanya gejaifa overn1od0'ikasi. Dengan penambahan campuran modyier Sr ( 0.005% Sr) dan A H713 grain ra;/ima' ( 0.04% AITIB ) didapat niIai_ffuidifas yang secara umum jauh lebih baik dibandingkan parameter-parameter sebelumnya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S41378
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Norman
"Proses transformasi ferit dari austenit dapat ditingkatkan melalui proses deformasi panas di atas temperatur rekristalisasi. Struktur austenit setelah deformasi akan mempengaruhi ukuran ferit hasil transformasi, dimana dari ukuran butir austenit yang kecil akan mendapatkan ukuran butir ferit yang kecil. Pengerjaan di atas temperatur rekristalisasi tersebut ditujukan untuk mendapatkan struktur austenit yang halus sehingga dalam hal ini perlu dilakukan pengendalian terhadap ukuran butir austenit hasil deformasi panas. Dalam penelitian ini, dilakukan proses canai panas terhadap baja C-Mn dengan variasi regangan di atas temperatur rekristalisasi. Setelah deformasi dilakukan pendinginan terputus (interrupted cooling) sebelum pendinginan udara untuk mendapatkan transformasi ferit dari struktur austenit yang aktual. Kemudian dilakukan pengujian metalografi untuk mengamati karakteristik struktur austenit dan struktur ferit hasil proses canai panas. Hasil penelitian menunjukkan deformasi panas memberikan pengaruh terhadap pembentukan fraksi rekristalisasi.
Dengan waktu tahan yang terjadi secara non isothermal, proses rekristalisasi terjadi cukup spontan pada temperatur lebih tinggi, 1060°C, namun tidak efektif pada temperatur lebih rendah, 960°C karena terjadi lebih lambat. Selanjutnya terdapat perubahan ukuran butir ferit, dari perbandingan kondisi tanpa deformasi dan dengan deformasi, dengan hasil cukup signifikan terlihat pada regangan besar, dari ukuran 39,82 μm pada regangan (ε) 0 menjadi lebih kecil 20,31 μm pada regangan 0,1; dan menjadi semakin kecil 15, 04 μm pada regangan 0,5 dengan waktu tahan (t) 1 detik pada temperatur deformasi 1060°C, dengan ukuran cukup seragam pada regangan besar. Hal ini dapat dijelaskan dengan proses rekristalisasi austenit yang telah selesai pada regangan besar sehingga karakteristik ferit mengikuti karakteristik austenit tersebut.
Dari perhitungan laju nukleasi, didapat hasil yang meningkat dengan meningkatnya deformasi, dimana nukleasi ferit didominasi oleh nukleasi heterogenous dibandingkan homogenous karena banyaknya tempat potensial di batas butir akibat pengecilan butir austenit. Perubahan temperatur deformasi mendekati temperatur Ar3, telah memberikan pengaruh dimana terdapat peningkatan signifikan laju nukleasi 5,02 μm/s pada regangan (ε) 0 menjadi lebih cepat 38,22 μm/s pada regangan 0,1 pada temperatur deformasi 960°C dengan waktu tahan (t) 1 detik. Dan peningkatan regangan menghasilkan laju nukleasi yang lebih cepat beberapa kali lipat. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik ferit setelah deformasi panas, sangat ditentukan oleh karakteristik austenit yang dipengaruhi oleh besar regangan dan temperatur deformasi yang diaplikasikan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T27599
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
S36734
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Kevin
"[ABSTRAK
Penggunaan baja tahan karat dua fasa austenitik-ferritik (Duplex) UNS32205 telah digunakan secara luas pada berbagai sektor perusahaan, khususnya industri Minyak dan Gas serta industri Petrokimia karena memiliki sifat mekanik dan ketahanan korosi yang sangat baik. Pada penelitian ini,yang diamati adalah pengaruh konsentrasi NaCl pada lingkungan kerja baja tahan karat ini, yang bertujuan mencari konsentrasi yang bersifat paling korosif, dan juga dilakukan pengamatan terhadap pengaruh perubahan Ferrite Content atau nilai rasio dari kedua fasa penyusun baja tahan karat UNS32205 yaitu Austenit dan Ferrit.Pada sampel awal yang diamati tanpa diberikan perlakuan panas apapun memiliki nilai rasio fasa 40% Austenit ? 60 Ferrit. Perubahan Ferrite Content atau perubahan rasio tersebut dilakukan dengan melakukan dua metode pemanasan sampel. Yaitu pemanasan menggunakan maffle furnace pada temperatur 11000C dan ditahan selama 20 menit, dengan hasil rasio 42% Austenit ? 58% Ferrit dan nilai ketahanan korosi paling rendah. Dan juga dilakukan pemanasan dengan cara mengambil sampel pada daerah HAZ dengan temperatur antara 4000C-12000C dan langsung quench, dengan hasil pengamatannya adalah memiliki ketahanan korosi paling tinggi karena memiliki rasio 50,3% Austenit ? 49,7% Ferrit.
ABSTRACT
The use of Duplex Stainless Steel UNS32205 has been widely used in various sectors of the company, particularly the oil and Gas industry and the petrochemical industry because it has excellent mechanical properties and corrosion resistance. In this study, the effect of NaCl concentration was observed on the stainless steel working environment, which aims to find the most corrosive nature of concentrations, and also carried out observations on the influence of Ferrite Content or change the value of the ratio of the phase constituent of stainless steel UNS32205 i.e. Austenite and Ferrite. On the initial samples were observed without any heat treatment has given the value of the phase ratio 40% Austenite ? 60 Ferrite. Ferrite Content changes or changes the ratio by doing two sample heating method. I.e. the heating furnace temperature on maffle using 11000C and detained for 20 minutes, with a ratio of 42% Austenit ? 58% Ferrit and lowest corrosion resistance value. And also done warming up by taking samples at the HAZ with temperature between 4000C-12000C and direct quench, with the results of its observations is to have the highest corrosion resistance because it has a ratio of 50.3% Austenite ? 49.7% Ferrite.
, The use of Duplex Stainless Steel UNS32205 has been widely used in various sectors of the company, particularly the oil and Gas industry and the petrochemical industry because it has excellent mechanical properties and corrosion resistance. In this study, the effect of NaCl concentration was observed on the stainless steel working environment, which aims to find the most corrosive nature of concentrations, and also carried out observations on the influence of Ferrite Content or change the value of the ratio of the phase constituent of stainless steel UNS32205 i.e. Austenite and Ferrite.
On the initial samples were observed without any heat treatment has given the value of the phase ratio 40% Austenite – 60 Ferrite. Ferrite Content changes or changes the ratio by doing two sample heating method. I.e. the heating furnace temperature on maffle using 11000C and detained for 20 minutes, with a ratio of 42% Austenit – 58% Ferrit and lowest corrosion resistance value. And also done warming up by taking samples at the HAZ with temperature between 4000C-12000C and direct quench, with the results of its observations is to have the highest corrosion resistance because it has a ratio of 50.3% Austenite – 49.7% Ferrite.
]"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S62104
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suganta Handaru Setiawan
"ABSTRAK
Deposit logam las SMAW 308L dengan variasi ferrit, nitrogen dan fluk basicity dievaluasi untuk meneliti pengaruhnya terhadap kekuatan mekanik dan perilaku korosi. Sifat mekanik diteliti melalui kekuatan tarik pada suhu kamar, charpy impak V-notch dan lateral expansion (LA) di suhu kriogenik -196oC. Polarisasi siklik potensiodinamik dilakukan pada lingkungan NaCl 3.5%w.t untuk mengamati potensial pitting dan hysteresis loop.
Peningkatan ferrit dari 2-10FN, secara umum meningkatkan kekuatan logam lasan sebesar 0.5-4.9%. Pengurangan ferrit dari 4FN menjadi 2FN, meningkatkan secara signifikan charpy impak sebesar 21% dan LA sebesar 69%. Lasan dengan kandungan nitrogen yang lebih rendah memiliki charpy impak 10% lebih tinggi dan LA 37% lebih tinggi. Fluk tipe basa memiliki charpy impak 16% lebih besar dan LA 51% lebih besar.
Positif hysteresis loop menunjukkan bahwa logam 308L rawan terhadap korosi pitting pada lingkungan NaCl 3,5%wt. Keberadaan ferrit mengurangi ketahanan terhadap korosi sumuran yang ditandai oleh penurunan nilai Epit. Nitrogen yang lebih rendah mengakibatkan Epit menjadi lebih aktif sementara itu Fluk tipe basa memiliki Epit yang lebih noble.
Ketangguhan kriogenik dan ketahanan korosi pada logam las 308L dikontrol oleh kandungan ferrit yang rendah, kandungan nitrogen yang rendah dan fluk yang lebih basa. Sementara itu kekuatan mekanik dikontrol oleh kandungan ferrit yang tinggi

ABSTRACT
SMA (Shielded Metal Arc) welds metal 308L with variation in ferrite, nitrogen and flux basicity were evaluated in order to study its influence to mechanical and corrosion behavior. Mechanical behaviors were investigated by using tensile strength at room temperature, charpy impact V-notch and lateral expansion(LA) at cryogenic temperature -196oC. Cyclic polarization potensiodynamic was performed at 3.5% NaCl to observe pitting potential and hysteresis loop.
Increment ferrite from 2-10 FN, in general increased 0.5- 4.9% welds strength. Reduction from 4FN to 2 FN had significantly increased charpy impact and LA to 21% and 69% respectively. Weld with lower nitrogen content had 10% higher charpy impact and 37% higher LA. Basic flux significantly increased charpy impact to 16% and LA to 51%.
Positive hysteresis loop showed that 308L welds were prone to pitting corrosion at 3.5%w.t chloride solution. Present of ferrite reduced pitting corrosion resistance which indicated by Epit reduction. Lower nitrogen showed more active Epit. Weld with higher flux basicity resulted noble Epit.
Cryogenic toughness and corrosion resistance at SMA 308L weld metal are controlled by low ferrite content, low nitrogen content and more basic flux. Meanwhile weld metal strength are controlled by high ferrite content."
2016
T46433
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadi
"ABSTRAK

Besi tuang grafit nodular ( Spheroidal Graphite Cast Iron ) secara struktur mempunyai morfologi grafit berbentuk bulat dengan tingkat nodularitas lebih dari 80% dan bentuk grafit termasuk dalam kelas VI (nodular grafit) serta  matrik terdiri dari fasa ferrite-pearlite. Secara umum cast iron mempunyai  paduan utama terdiri dari karbon dan silikon dimana kedua unsur tersebut mempunyai pengaruh dalam potensial grafitiasi dan mampu cor. Morfologi karbon sebagai paduan utamanya dalam proses peleburan akan mempunyai bentuk  bervariasi yang dipengaruhi oleh komposisi paduan dan laju proses solidifikasi logam tersebut. Pada penelitian ini dipelajari pengaruh logam paduan Strontium (Sr) 99%  serpihan ditambahkan pada molten cast iron dengan komposisi kandungan 0% hingga 0.5% dituang secara bersamaan pada sampel berbentuk chill block test dengan estimasi berat sampel untuk masing-masing komposisi adalah rata-rata 1.5 kg. Dari komposisi yang berbeda tersebut dipelajari pengaruhnya terhadap morfologi pembentukan grafit yaitu tingkat nodularitas dan kelompok kelas bentuk dari grafit . Sampel yang diperoleh akan dilakukan proses karakterisasi dengan melakukan pengamatan struktur makro dan mikro menggunakan   optikal mikroskop yang dilengkapi software pengolah data gambar yang menampilkan fraksi grafit, ukuran grafit, bentuk grafit dan nodularitas grafit , serta penggunaan SEM untuk melakukan pengamatan secara mikro terhadap morfologi karbon dan residu strontium pada matrik logam, serta dialkukan pengamatan terhadap proses solidifikasi menggunakan PICO termal analisis.

 

Kata kunci : Besi tuang grafit nodular, Strontium, Morfologi grafit


ABSTRACT


Spheroidal Graphite Cast Iron structurally has a spheroidal graphite morphology with nodularity levels of more than 80% and graphite forms are included in class VI (nodular graphite) and the matrix consists of ferrite-pearlite phase. In general, cast iron has a main alloy consisting of carbon and silicon in which both elements have an influence on graphite potential and are capable of casting. The morphology of carbon as its main alloy in the smelting process will have varied shapes which are affected by the composition of the alloy and the rate of the metal's solidification process. In this study the effect of Strontium (Sr) 99% flakes added to molten cast iron with a composition of 0% to 0.5% was poured together in a chill block test sample with an estimated sample weight for each composition an average of 1.5 kg. From these different compositions the effect of morphology on graphite formation is studied, namely the degree of nodularity and the class of shape groups of graphite. Samples obtained will be carried out characterization process by observing macro and micro structures using optical microscopes which are equipped with image data processing software that displays graphite fraction, graphite size, graphite form and graphite nodularity, as well as the use of SEM to conduct micro observations of carbon morphology and residues strontium on the metal matrix, and observations of the solidification process were carried out using PICO thermal analysis.

 

Keywords: nodular graphite cast iron, strontium, graphite morphology

"
2019
T55375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlina Yustanti
"Barium strontium titanate (BST) or Ba1-xSrxTiO3 with x=0-1 possesses superior dielectric properties, which are widely used in many applications like in communication technology, electronic instrumentations, and various electrical devices. In this paper, the characterization of the particle and crystallite size of Ba1-xSrxTiO3 (x: 0; 0.3; 0.7) is described. A two-step refinement commenced: first by mechanical milling, and then a further refinement under ultrasonic irradiation in a high power sonicator was applied to Ba1-xSrxTiO3 (x: 0; 0.3; 0.7) particles. The crystalline powders were obtained through mechanically alloyed standard research grade BaCO3, TiO2, and SrCO3 precursors in a planetary ball mill.The powders were first found heavily deformed after 60 hours of milling and then went through a sintering process at 1200°C for 4 hours to form multicrystallite particles. The presence of a single phase in the three samples was solidly confirmed in their respective X-ray diffraction (XRD) patterns. The changes of multicrystallite particles into monocrystallite particles were obtained only after crystalline powders were irradiated ultrasonically in a high power sonicator. The processing variable during ultrasonic irradiation was limited to the duration time of irradiation and particle concentration in the exposed media. It is shown that the average sizes of BST particles at x=0; 0.3; 0.7 before ultrasonic irradiation were 353, 348, and 385 nm, respectively. These respective sizes decreased drastically to 52, 35, and 49 nm, respectively, after 12 hours of ultrasonic irradiation. These particle sizes are almost identical with that of their crystallite size. Hence, the synthesis of monocrystallite particles has been achieved. As the particle concentration of media takes effect, it is shown that an exposed media with a higher particle concentration tends to form multicrystallite particles."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2016
UI-IJTECH 7:6 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lely Tri Putriana
"Material komposit dengan matriks Alumunium ADC12 dengan penambahan partikel penguat Nano-SiC sebesar 0.03 Vf serta penambahan unsur stronsium sebagai variabel dalam penelitian ini sebanyak 0.01; 0.015; 0.02; 0.025; 0.03 wt. dibuat dengan metode pengecoran aduk. Karakterisasi yang digunakan untuk mengetahui pengaruh unsur stronsium terhadap sifat mekanik dan mikrostruktur pada hasil pengecoran terdiri dari pengujian komposisi kimia, pengujian mikrostruktur, pengujian SEM-EDS, pengujian XRD, pengujian densitas dan porositas, pengujian tarik, pengujian kekerasan, pengujian aus dan pengujian impak. Penambahan Al-5Ti-B sebesar 0.04 wt. bertujuan sebagai penghalus butir dan magnesium sebesar 5 wt. digunakan untuk meningkatkan kemampubasahan dari partikel penguat SiC pada matriks aluminium. Terjadi peningkatan sifat mekanis pada material komposit dibandingkan material dasar aluminium ADC12 seperti kekuatan tarik, ketahanan aus, ketahanan impak dan kekerasan dikarenakan modifikasi mikrostruktur oleh unsur stronsium yang berperan sebagai agen pemodifikasi. Porositas yang terbentuk pada pembuatan komposit juga sangat mempengaruhi sifat mekanis yang dihasilkan. Komposisi paling optimal yaitu komposit dengan penambahan stronsium sebesar 0.025 wt. , yang menghasilkan nilai kekuatan tarik 292 Mpa, kekerasan 70.96 HRB, laju aus 1.0119 x 10-5 mm3/m dan harga impak 0.063 J/mm.

Composite material with Aluminum ADC12 as matrix with addition of Nano SiC reinforcing particle of 0.03 Vf and addition of strontium element as variable in this research as much as 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 wt. fabricated by the stirring casting method. The characterization used to determine the effect of strontium element on mechanical and microstructural properties on casting result comprises testing of chemical composition, microstructural test, SEM EDS test, XRD test, density and porosity test, tensile test, hardness test, wear test and impact test. The addition of Al 5Ti B of 0.04 wt. aims as a grain refiner and magnesium 5 wt. is used to increase the wettability of the SiC reinforcing particles in the aluminum matrix. There is an increase of mechanical properties in composite material compared to ADC12 aluminum base material such as tensile strength, wear resistance, impact resistance and hardness due to microstructure modification by strontium element acting as modifying agent. The porosity formed on composite manufacture also greatly affects the resulting mechanical properties. The most optimum composite is composition with strontium addition of 0.025 wt. , yielding a tensile strength value of 292 MPa, 70.96 HRB hardness, 1,0119 x 10 5 mm3 m wear rate and a impact rate of 0.063 J mm."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>