Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54212 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Penelitian ditujukan untuk mendapatkan model geofisika prospek
geothermal Metta. Pelaksanaan penelitian dimulai pada pertengahan bulan
Januari – April 2007 di kantor Pertamina Geothermal Energy (PGE) dengan
memodelkan penampang inversi dua dimensi magnetotellurik (MT) dan
pengolahan data pendukung. Interpretasi dan penggambaran model geofisika
dilaksanakan di kampus Universitas Indonesia (UI) hingga awal Juni 2007.
Ketiga penampang pemodelan MT menunjukkan keberadaan sistem
geothermal dilihat dari kontras nilai resistivitas batuan. Hasil ketiga model
menunjukkan lokasi up flow, yaitu berada di bawah titik pengukuran MT 15 –
MT 16 pada model satu, MT 21 pada model dua, dan MT 27 pada
penampang tiga. Luas areanya adalah ± 20 km2. Lokasi out flow menuju
sebelah NW dari seluruh titik MT. Prospek Geothermal Metta perlu
pembuktian dengan melakukan pemboran hingga kedalaman 2,5 km tepat
diatas lokasi up flow untuk mendapatkan temperatu reservoir sebesar 350°C."
Universitas Indonesia, 2007
S28891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dizanissa Purnama Sari
"Lapangan geotermal X merupakan salah satu lapangan di Flores, Nusa Tenggara Timur yang memiliki potensi geotermal dan masih dalam tahap pengembangan. Pada Tahap eksplorasi, diperlukan pemahaman yang sangat baik terhadap sistem geotermal yang dapat digambarkan melalui model konseptua. Penelitian ini bertujuan untuk membangun sebuah model konseptual yang terintegrasi data geofisika, geologi, geokimia, dan data sumur. Hal ini digunakan untuk meminimalisir kegagalan dalam pemboran. Model konseptual merupakan informasi awal untuk menentukan lokasi pengeboran. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan analisis inversi 3D magnetotellurik (MT) dan 2D gravitasi yang dikorelasikan dengan data sumur. Hasil geotermometer menunjukan temperatur reservoir berkisar 225-250ºC. Berdasarkan korelasi data tersebut dapat dilihat bahwa lapisan dibawah permukaan X dibagi menjadi 3 yaitu argilik, transisi, dan propilitik. Zona argilik diidentifikasikan sebagai clay cap dengan resistivitas ≤ 10 ohm-m dengan temperature 200ºC. Sedangkan zona transisi merupakan batas dari reservoir dan clay cap yang memiliki suhu sebesar 200-210ºC dan resistivitas 10-20 ohm-m. Zona propilitik merupakan zona reservoir yang kaya mineral illit dengan resistivitas 20-100 ohm-m dan temperature ≥ 210ºC. Luas area prospek lapangan geotermal X sebesar 3.4 km2 dengan potensi tertinggi di bagian utara daerah penelitian. Rekomendasi pengembangan yaitu 3 sumur produksi ke arah utara dan 2 sumur injeksi ke arah selatan. Disimpulkan bahwa model konseptual yang dihasilkan berkorelasi dengan baik dengan data sumur.

The X Geothermal field is one of the fields in Flores, East Nusa Tenggara that has geothermal potential and is still under development. At the exploration stage, understanding the geothermal system is important can be described through a conceptual model. This study aims to build an integrated conceptual model with geophysical, geological, geochemical, and well data. It is used to minimize failures in drilling. This is used to minimize failure in drilling. The geothermal conceptual model is the initial information for determining the drilling location. Modeling was carried out using inverse 3D magnetotelluric (MT) and 2D gravity analysis which was correlated with well data. The results of the geothermometer show that the reservoir temperature ranges from 225-250ºC. Based on the data correlation, it can be seen that the subsurface layer X is divided into 3 namely argillic, transitional, and propylitic. The argillic zone is identified as a clay cap with a resistivity of ≤ 10 ohm-m at a temperature of 200ºC. While the transition zone is the boundary of the reservoir and clay cap which has a temperature of 200-210ºC and a resistivity of 10-20 ohm-m. The prophylactic zone is a reservoir zone rich in illite minerals with a resistivity of 20-100 ohm-m and a temperature of ≥ 210ºC. The prospect area for the X geotermal field is 3.4 km2 with the highest potential in the northern part of the study area. Development recommendations are 3 production wells to the north and 2 injection wells to the south. It was concluded that the resulting conceptual model correlated well with the well data."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Yunita
"Daerah penelitian “M” merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi geotermal di Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya struktur geologi dan kemunculan manifestasi di permukaan yang dapat membantu dalam mengidentifikasi keberadaan sistem geotermal di bawah permukaan. Penelitian ini menggunakan inversi 3-dimensi magnetotellurik untuk mengetahui distribusi resistivitas di bawah permukaan, penentuan area prospek, serta pembuatan model konseptual dengan integrasi data magnetotellurik dan data pendukung berupa data geologi, geokimia, dan gravitasi. Berdasarkan data pendukung geologi, daerah “M” terdiri dari susunan produk vulkanik berumur kuarter dan struktur geologi dengan arah barat laut-tenggara. Dari data pendukung geokimia, ditemukan endapan travertine di sekitar manifestasi mata air panas yang relatif bersifat netral, temperatur cukup tinggi, dan berasosiasi dengan struktur geologi. Fluida di mata air panas tersebut dominan bertipe bicarbonate water yang menandakan fluida berasal dari reservoir dan dominan telah terkontaminasi oleh meteoric water. Fluida tersebut juga dominan memiliki nilai klorida tinggi yang menandakan bahwa lingkungan manifestasi mata air panas berada di lingkungan vulkanik. Selain itu, perhitungan dengan geotermometer diperoleh dugaan temperatur reservoir berkisar antara 160°C-180°C. Berdasarkan hasil pemodelan inversi 3-dimensi magnetotellurik dan data pendukung berupa model forward2-dimensi gravitasi diketahui sebaran dari variasi resistivitas dan densitas bawah permukaan yang menggambarkan lapisan clay cap, top of reservoir, dan bentuk updome yang kemungkinan merupakan heat source. Lapisan dengan nilai resistivitas rendah diduga merupakan clay cap atau batuan penudung berupa sebaran batuan beku yang mengalami alterasi. Di bawah lapisan clay cap terdapat sebaran resistivitas medium yang diindikasikan sebagai reservoir berupa batu gamping bahbotala. Di bagian bawahnya terdapat lapisan dengan resistivitas tinggi yang kemungkinan adalah batuan metamorf yang menjadi batuan dasar/basement. Diantara basement ini terdapat bentuk updome dengan resistivitas sedikit lebih tinggi yang diduga merupakan batuan terobosan atau intrusi yang dapat menjadi sumber panas bagi sistem geotermal. Sumber panas ini diduga berasal dari Dolok Tinggi Raja dikarenakan terbentuknya dome di permukaan yang mungkin diakibatkan oleh adanya larutan magma yang tidak tererupsikan keluar permukaan sehingga membentuk batuan terobosan di bawah permukaan. Adanya sumber panas ini dapat menimbulkan aliran fluida panas secara vertikal (upflow). Berdasarkan integrasi data-data tersebut, area prospek geotermal di daerah “M” diperkirakan berada di sekitar Dolok Tinggi Raja melebar ke arah timur laut, timur, dan selatan.

The research area "M" is one of the areas with geothermal potential in Indonesia. This is indicated by the presence of geological structures and the appearance of manifestations on the surface which can assist in identifying the presence of subsurface geothermal systems. This study uses 3-dimensional magnetotelluric inversion to determine the distribution of resistivity below the surface, determine prospect areas, and construct a conceptual model by integrating magnetotelluric data and supporting data in the form of geological, geochemical and gravity data. Based on supporting geological data, the "M" area consists of volcanic products of quarter age and geological structures in a northwest-southeast direction. From supporting geochemical data, travertine deposits around hot spring manifestations were found which were relatively neutral, had relatively high temperatures, and were associated with geological structures. The fluid in the hot springs is dominant of the bicarbonate water type, which indicates that the fluid comes from a reservoir and has been predominantly contaminated by meteoric water. The fluid also dominantly has a high chloride value which indicates that the manifestation environment of the hot springs is in a volcanic environment. In addition, calculations with the geothermometer obtained an estimated reservoir temperature ranging from 160°C-180°C. Based on the results of 3-dimensional magnetotelluric inversion modeling and supporting data in the form of a 2-dimensional forward gravity model, it is known that the distribution of resistivity and subsurface density variations describes the clay cap layer, top of reservoir, and up-dome shape which may be a heat source. The layer with a low resistivity value is thought to be a clay cap or a cap rock in the form of a distribution of altered igneous rocks. Beneath the clay cap layer, there is a medium resistivity distribution which is indicated as a reservoir in the form of bahbotala limestone. At the bottom, there is a layer with high resistivity which is probably the metamorphic rock that became the basement. Among these basements, there is an up-dome with slightly higher resistivity which is thought to be a breakthrough or intrusive rock which can be a heat source for geothermal systems. This heat source is thought to have originated from Dolok Tinggi Raja due to the formation of a dome on the surface which may be caused by the presence of magma solution that has not erupted off the surface to form breakthrough rock below the surface. The existence of this heat source can cause a vertical flow of hot fluid (up-flow). Based on the integration of these data, the geothermal prospect area in the “M” area is estimated to be around Dolok Tinggi Raja, widening to the northeast, east, and south."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anugrah Indah Lestari
"Data magnetotellurik biasanya masih dihimpun dan ditampilkan dalam bentuk profil dan diinterpretasi menggunakan inversi 1-dimensi (1-D) atau 2-dimensi (2-D). Asumsi yang digunakan dalam inversi 1-D dan 2-D dapat menyebabkan kesalahan interpretasi dikarenakan kondisi riil di bawah permukaan adalah 3-D. Oleh karena itu dilakukan pengujian inversi 1-D, 2-D, dan 3-D (full tensor impedance dan off diagonal elements) profil data sintetik 3D untuk menganalisis pengaruh efek 3D dan efek tepi. Hasil dari inversi 1D dan 2D memperlihatkan ketidakmampuan dalam mempertahankan geometri model sintetik 3D terutama dalam memperlihatkan batas tepi model sintetik 3D. Dengan menggunakan inversi 3-D, terlihat memberikan hasil yang lebih baik dalam memperlihatkan geometri model sintetik 3D. Pentingnya penggunaan on diagonal elements (Zxx dan Zyy) dalam proses inversi diperlihatkan melalui hasil data sintetik yakni menambah keakuratan dalam hasil inversi terutama pada profil bagian tepi dari benda konduktif dan resistif. Hal ini diperlihatkan melalui hasil plot nilai impedansi Zxx dan Zyy. Oleh karena itu penggunaan seluruh komponen tensor impedansi penting digunakan dalam inversi 3-D untuk menginterpretasi profil data. Arah strike juga terlihat sangat mempengaruhi hasil inversi 2-D. Analisis terhadap inversi multidimensi profil data dilakukan terhadap data riil magnetotelurik daerah prospek panas bumi Tawau, Malaysia. Dari hasil inversi1-D, 2-D, dan 3-D pada data riil didapatkan kemiripan pola distribusi zona resistivitas rendah dan tinggi pada hasil inversi 1-D dan 3-D dikarenakan hasil kedua inversi tidak dipengaruhi oleh arah strike serta hasil ini mendukung kesesuaian pada hasil model sintetik di mana hasil inversi 1-D dapat mencitrakan resistivitas bawah permukaan dengan baik pada kedalaman dangkal.

Magnetotelluric data is usually still collected and displayed in profile data and interpreted by using 1-dimensional inversion (1-D) or 2-dimensional inversion (2-D). The assumption that is used in 1-D and 2-D may lead potential pitfall during interpretation because real condition beneath the surface is 3-D. Therefore, inversion 1-D, 2-D, and 3-D (full tensor impedance and off diagonal elements) is tested in 3D synthetic profile data for analyzing the influence of 3D effect and edge effect. 1-D and 2-D inversion result shows an inability to maintain the geometry of 3D synthetic model, mainly in imaging edge border of 3D synthetic model. By using 3-D inversion profile synthetic data MT, it is proven that the use of 3-D inversion gives better result in showing the geometry of 3D synthetic model. The importance of on diagonal elements (Zxx and Zyy) in the inversion result is shown by the result of synthetic data which increase the accuracy of inversion result, particularly at edge of conductive and resistive feature. This is shown by the result of impedance value (Zxx and Zyy) ploting. Therefore, using all components of tensor impedance is important in 3D inversion to interpret profile data. Strike direction is also seen affect the result of 2D inversion. Analysis of multidimension inversion of profile data is then performed on real magnetotelluric data in Tawau geothermal prospect area. From 1-D, 2-D, and 3-D inversion result, it is obtained that there is similarity in distribution pattern of low and high resistivity zone because both of the inversion are not influenced by strike direction and this result supports the suitability of synthetic model result where 1-D inversion can image subsurface resistivity at shallow depth well.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54755
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dandi Baskoro Soebakir
"Keberadaan struktur geologi merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan zona permeabel pada suatu sistem geotermal. Penelitian ini dilakukan di salah satu area prospek geotermal di zona Sistem Sesar Sumatera (GSF) yang termasuk dalam segmen Angkola dan Barumun yang bertujuan untuk mengidentifikasi kemenerusan fitur permukaan hingga bawah permukaan terutama struktur geologi yang berkaitan erat dengan zona permeabel dengan mengintegrasikan data geologi, geokimia, dan geofisika. Teknologi remote sensing digunakan untuk mengidentifikasi struktur geologi yang terobservasi di permukaan yang dikorelasikan dengan persebaran manifestasi permukaan. Namun, tidak semua struktur geologi yang terobservasi di permukaan dapat diamati dan kemenerusannya dari permukaan hingga bawah permukaan dilakukan dengan pendekatan geofisika menggunakan data magnetotelurik (MT) dan gravitasi. Interpretasi struktur geologi permukaan berdasarkan analisis remote sensing dan persebaran manifestasi permukaan memiliki korelasi yang positif dengan hasil gravitasi adanya struktur graben dari zona GSF yang memiliki orientasi baratlaut-tenggara. Kelurusan dan karakteristik (arah dan kemiringan) struktur ditandai dengan adanya kontras nilai gravitasi, nilai Horizontal Gradient Magnitude (HGM) maksimum, dan nilai zero Second Vertical Derivative (SVD) serta analisis Multi Scale-Second Vertical Derivative (MS-SVD). Hasil interpretasi struktur bawah permukaan gravitasi berkorelasi positif dengan analisis parameter MT (splitting curve MT) yang dapat mengindikasi zona struktur bawah permukaan. Gabungan interpretasi struktur permukaan dan bawah permukaan teridentifikasi adanya 5 struktur (F1, F2, F3, F4, dan F5) yang diklasifikasikan sebagai Struktur Pasti (F1, F2, F3, dan F4) dan Struktur Diperkirakan (F5) yang memiliki orientasi baratlaut-tenggara. Struktur F3 yang berorientasi baratlaut-tenggara merupakan struktur utama yang berperan sebagai fluid conduit (zona permeabel) yang dibuktikan dengan adanya manifestasi mata airpanas bertipe klorida. Berdasarkan hasil pemodelan inversi 3-D MT dan pemodelan kedepan 2-D gravitasi dapat mendelineasi zona reservoir pada kedalaman 1500 – 2000-meter yang dikontrol oleh struktur F3 dan zona reservoir berasosiasi dengan batuan metasediment yang nantinya dapat menentukan lokasi sumur pengeboran. Untuk memvisualisasikan sistem geotermal secara komprehensif, maka dikembangkan model konseptual dengan mengintegrasikan model geofisika yang memiliki kualitas data optimum dengan data geologi dan geokimia yang saling berkorelasi, sehingga dapat dijadikan dasar dan acuan dalam menentukan lokasi pengembangan sumur produksi dan reinjeksi dan menurunkan resiko kegagalan dalam well targeting.

The existence of geological structures is one of the important parameters in determining the permeability zone in a geothermal system. This study was conducted in one of the geothermal prospect areas in the Sumatera Fault System (GSF) zone included in the Angkola and Barumun segments which aims to identify the continuity of surface to subsurface features, especially geological structures that are closely related to permeability zones by integrating geological, geochemical, and geophysical data. Remote sensing technology is used to identify geological structures observed at the surface that are correlated with the distribution of surface manifestations. However, not all surface-observed geological structures can be observed and their continuity from the surface to the subsurface is done with a geophysical approach using magnetotelluric (MT) and gravity data. Interpretation of surface geological structures based on remote sensing analysis and the distribution of surface manifestations has a positive correlation with the gravity results of the graben structure of the GSF zone which has a northwest-southeast orientation. The alignment and characteristics (direction and slope) of the structure are characterized by the contrast of gravity values, maximum Horizontal Gradient Magnitude (HGM) values, and zero Second Vertical Derivative (SVD) values as well as Multi Scale-Second Vertical Derivative (MS-SVD) analysis. The results of gravity subsurface structure interpretation are positively correlated with MT parameter analysis (splitting curve) which can indicate subsurface structure zones. The combined interpretation of surface and subsurface structures identified 5 structures (F1, F2, F3, F4, and F5) classified as Certain Structures (F1, F2, F3, and F4) and Estimated Structure (F5) that have a northwest-southeast orientation. The northwest-southeast oriented F3 structure is the main structure that acts as a fluid conduit (permeability zone) as evidenced by the manifestation of chloride-type hot springs. Based on the results of 3-D MT inversion modeling and 2-D gravity forward modeling, it can delineate the reservoir zone at a depth of 1500 - 200 meters controlled by the F3 structure and the reservoir zone is associated with metasedimentary rocks which can later determine the location of drilling wells. To visualize the geothermal system comprehensively, a conceptual model was developed by integrating geophysical models that have optimum data quality with geological and geochemical data that are correlated, so that it can be used as a basis and guide in determining the location of production well development and reinjection and reduce the risk of failure in drilling targets."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohd. Ahmad Alrashid
"Eksplorasi Geofisika di Daerah Prospek Geotermal Tawau, Sabah, Malaysia berlangsung pada tahun 2008. Akuisisi data MT(Magnetotelluric) dan TDEM yang pertama kali dilaksanakan di Malaysia ini dilakukan untuk mengetahui struktur resitivitas bawah permukaan Daerah Prospek Geothermal Tawau, Sabah. Alat yang digunakan untuk MT dan TDEM adalah Phoenix Geophysics dengan konfigurasi survei berbentuk gridding 42 buah titik dengan jarak antar titik 1200 m. Data TDEM kemudian diolah dengan Software WinGLink, MT2DFor-X, MT2DInv-X dan GeoSlicer-X, untuk mendapatkan gambaran model penampang resistivitas 2-D bawah permukaan di daerah survei.
Hasil Model inversi 2-D TDEM yang dihasilkan, dibandingkan dengan model inversi 2-D Data MT pada penelitian sebelumnya menunjukkan adanya lapisan bawah permukaan dengan nilai resistivitas yang cukup tinggi (ratusan ohm-m) yang diikuti lapisan dengan nilai resistivitas yang rendah (skala puluhan ohm-m). Lapisan dengan resistivitas rendah ini diprediksi adalah clay cap yang menutupi reservoir geotermal Tawau, Sabah. Model bawah permukaan TDEM mencapai kedalaman seiktar 1 km dan terlihat mampu melengkapi hasil inversi data MT dalam memodelkan struktur yang dekat dengan permukaan.

Geophysical Exploration of Tawau Geothermal Prospect Area was done in 2008. This first MT (Magnetotelluric) and TDEM acquisition in Malaysia is aimed to delineate the sub-surface structure of resistivity of the area. The instruments used in data acquisition is Phoenix Geophysics. This survey covers 42 stations with spacing of 1200 meters which is arranged in grids. The TDEM data acquired is then processed using WInGLink, MT2DFor-X, MT2D inv-X and GeoSlicer-X to obtain the subsurface resistivity structure.
The Result of the 2-D inversion done which is compared to the 2-D Model of MT obtained from earlier research, shows that there is a high resistivity structure near the surface, followed by a low resistivity structure underlaying it. The low resistivity structure is believed to be the clay cap overlaying the reservoir of the geothermal system of Tawau. The depth of the TDEM sub-surface model reaches about 1 km under the surface and it shows that the TDEM data can be used as a complement to MT data in shallower depth and also used as complementary in modelling the near surface structure.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47625
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonas Elkana Widjaja
"Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sumber daya panas bumi terbesar di dunia. Akan tetapi, hal tersebut belum termanfaatkan dengan optimal dikarenakan biaya investasi yang tergolong cukup tinggi. Maka perlu dilakukan peningkatan penelusuran mengenai daerah-daerah potensi panas bumi. Salah satu metode untuk meningkatkan penelusuran daerah potensi panas bumi adalah metode penginderaan jauh. Pada penelitian ini digunakan metode penginderaan jauh dengan memanfaatkan data citra Landsat-8 dan Digital Elevation Model (DEM) yang kemudian data tersebut diolah menjadi peta Land Surface Temperatur (LST), peta Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), dan peta Fault Fracture Density (FFD). Peta-peta tersebut kemudian diintegrasikan dengan peta geologi dan manifestasi panas bumi menjadi peta potensi panas bumi untuk dapat mengetahui besaran area yang memiliki prospek panas bumi. Salah satu daerah dengan potensi panas bumi adalah daerah Parangwedang yang terletak di Kecamatan Parangtritis, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah tersebut memiliki potensi panas bumi yang dapat terlihat dengan adanya manifestasi berupa mata air panas. Selain itu, di Parangwedang memiliki nilai LST yang tinggi, nilai NDVI yang sangat rendah, dan nilai FFD yang sedang. Ditemukannya litologi berupa lava andesit juga menandakan pernah adanya aktivitas vulkanisme sehingga tersimpan energi panas bumi. Sehingga daerah Parangwedang memiliki nilai prospek energi panas bumi.

Indonesia is one of the countries that has the greatest potential for geothermal resources in the world. However, this has not been utilized optimally due to relatively high investment cost. So it is necessary to increase exploration of geothermal potential areas. One of the methods is using remote sensing. In this study, remote sensing methods were used by utilizing Landsat-8 imagery data and Digital Elevation Model (DEM) which then processed into Land Surface Temperature (LST) map, Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) map, and Fault Fracture Density (FFD) map. These maps are integrated with geological map and geothermal surface manifestation to become geothermal potential maps so it can determined the area that has geothermal prospects. One of the areas with geothermal potential is in Parangwedang which is located at Parangtritis District, Special Region of Yogyakarta. This area has geothermal potential which can be seen by the manifestation of hot springs. In addition, Parangwedang has a high LST value, a very low NDVI value, and a moderate FFD value. Lava andesite that are found in Parangwedang indicates volcanic activity thereby storing geothermal energy. Therefore Parangwedang has a prospect value for geothermal energy."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faris Pramadhani Wali
"Daerah Wayang-Windu dan Daerah Gunung Endut berada dalam Zona Gunungapi Kuarter Jawa, dimana aktivitas vulkanisme dan magmatisme menandakan keduanya merupakan daerah potensial panas bumi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi panas bumi di masing-masing daerah penelitian berdasarkan karakteristik fisik wilayah-nya. Kemudian hasil potensi yang muncul dibandingkan satu sama lain untuk mempelajari persamaan dan perbedaan sistem panas bumi di kedua daerah penelitian. Dalam penelitian ini, wilayah prospek panas bumi di delineasi menggunakan model Fuzzy Logic. Model ini mengintegrasikan variabel penciri kehadiran sistem panas bumi di permukaan yang dikenali melalui aplikasi Penginderaan Jauh. Variabel penciri tersebut adalah tingkat permeabilitas batuan (Fault and Fracture Density), sebaran batuan alterasi lempung (Directed Principal Component Analysis) dan morfologi struktural.
Hasil penelitian menunjukan bahwa morfologi struktural seperti kaldera, tapal kuda, horst dan graben merupakan variabel penciri yang paling mempengaruhi potensi panas bumi di kedua daerah penelitian. Daerah Wayang-Windu memiliki luas wilayah prospek 58,6 km2, suhu reservoar 2200C-2700 C dengan potensi sumberdaya sebesar 707,6 MWe. Daerah Gunung Endut memiliki luas wilayah prospek 17,5 km2, suhu reservoar 1810 C dengan potensi sumberdaya sebesar 95 MWe. Berdasarkan karakteristik fisik wilayahnya, Daerah Wayang-Windu yang merupakan Lapangan Panas Bumi dengan Sistem Vulkanik Kompleks Gunungapi memiliki potensi panas bumi lebih besar dibandingkan dengan Daerah Gunung Endut yang merupakan Lapangan Panas Bumi dengan Sistem Vulkano-Tektonik (kerucut vulkanik-graben).

Wayang-Windu area and Mount Endut area included in the Quaternary Volcanic Zone of Java Island, where volcanism and magmatism activity indicate both an area of geothermal potential. This study aims to identify the potential of geothermal energy in each study area based on the physical characteristics of the region. Apparent of potential result over each area compared to find out the similarities and differentiation of geothermal systems that exist in the area. In this study, geothermal prospect areas were delineated using Fuzzy Logic model. This model integrate the surface identifier variables that identified through the Application of Remote Sensing. The identifier variables are the level of rock permeability (Fault and Fracture Density), the distribution of clay alteration (Directed Principal Component Analysis) and structural morphology.
The results showed that the structural morphology, such as caldera, sector collapse, horst and graben, is an identifier variables that most influence the geothermal potential in both areas of research. Wayang-Windu has an area of 58.6 km2 prospects, reservoir temperature of about 2200 C - 2700 C with a potential resource is calculated as about 707.6 MWe. Mount Endut has an area of 17.5 km2 prospects, reservoir temperature of about 1810 C with a potential resource is calculated as about 95 MWe. Based on the physical characteristics of the region, the Wayang Windu area which is a Volcanic Complex Geothermal System has geothermal potential is greater than area of Mount Endut area which is Volcano-Tectonic (volcanic cone-graben) Geothermal System.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S53305
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Rayan Putra Yasa
"Tahun 2018, U.S Departemen Energi (DOE) memilih lokasi bagian northeast dari Milford, yang sedang mengembangkan metode EGS adalah Utah Frontier Observatory for Research Geothermal Energy (FORGE). Utah FORGE merupakan zona aliran panas tinggi yang masih bagian dari margin tenggara Cekungan Great. Diketahui terdapat dua struktur utama yang mengkontrol lokasi ini, yaitu patahan Negro Mag dengan orientasi E-W, Patahan Opal Mound (OMF) yang berorientasi NE-SW, dan sistem patahan MM yang berorientasi N-S. OMF memanjang sejauh ~5 Km berarah NE-SW, bercabang di bagian paling utara. Kunci untuk EGS merupakan rasio dari temperatur ke laju suatu aliran (atau produksi dan tingkatan injeksi) harus memberikan hasil pada kondisi ekonomi. Walaupun ekonomi dapat berubah seiring berjalannya waktu, namun temperatur dan ekonomik harus berhubungan untuk definisi sistem geothermal yang moderen. Pada penelitian ini data yang digunakan berupa termal data dan data mentah MT di daerah Utah FORGE, Milford. Data digunakan merupakan data primer bersifat open source yang berlokasi di Utah FORGE. Didapatkan pada penelitian ini sebagai berikut dengan nilai resistivitas tinggi serta peningkatan nilai resistivitas terhadap kedalaman bisa mengartikan bahwa terdapatnya heat source. Sedangkan resistivitas kecil dapat menampakan suatu clay cap dan juga reservoir. Pada kedalaman 1000 m dikatakan bahwa batuan tersebut tergolong sebagai batuan granitik dengan gamma ray yang nilainya lebih tinggi dari 150 dengan kisaran nilai densitas sebesar 2.65. Pada prediksi temperatur dengan kedalaman tersebut didapat pada well 56-32 107ºC, pada well 58-32 memiliki suhu sebesar 102ºC, dan pada well 78-32 101ºC. Pada kedalaman 3000 m merupakan granitik dengan nilai gamma ray lebih tinggi dari 150 dan kisaran nilai densitas 2.7 - 3.0. Prediksi temperatur pada kedalaman tesebut didapatkan pada well 56-32 246ºC, pada well 58-32 memiliki sebesar 253ºC, dan pada well 78-32 225ºC.

In 2018, the U.S. Department of Energy (DOE) chose the location of the northeast part of Milford, which is developing the EGS method is the Utah Frontier Observatory for Research Geothermal Energy (FORGE). In maximizing its potential, further studies need to be carried out, not only on the surface, but below the surface. Utah FORGE is a high heat flow zone that is still part of the southeastern margin of the Great Basin. It is known that there are two main structures that control this location, namely the Negro Mag fault with an E-W orientation, the NE-SW oriented Opal Mound Fault (OMF), and the MM fault system oriented N-S. The OMF extends for ~5 Km in the NE-SW direction, branching off at the northernmost part. The key to EGS is that the ratio of temperature to flow rate (or production and injection rate) should yield results under economic conditions. Although economics can change over time, temperature and economics must relate to the modern definition of geothermal systems. In this study, the data used were thermal data and raw MT data in the Utah FORGE area, Milford. The data used is open source primary data located in Utah FORGE. Obtained in this study as follows with a high resistivity value and an increase in resistivity value to depth can mean that there is a heat source. While small resistivity can show a clay cap and also a reservoir. At a depth of 1000 m it is said that the rock is classified as a granitic rock with gamma ray values higher than 150 with a density value range of 2.65. In the temperature prediction with this depth obtained at well 56-32 107ºC, at well 58-32 has 102ºC, and at well 78-32 101ºC. At a depth of 3000 m it is granitic with gamma ray values higher than 150 and a density value range of 2.7- 3.0. Temperature predictions at this depth are obtained at well 56-32 246ºC, at well 58-32 has 253ºC, and at well 78-32 225ºC."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Earthscan, 2003
621.44 GEO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>