Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96402 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 1995
S34084
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2005
S33966
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Mediawaty Amalia
"Kebutuhan air terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk. Sumber daya air yang tersedia khususnya di perkotaan hampir sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan warganya, kualitas air tanah dangkal dan air permukaan yang tercemar akibat sanitasi yang buruk. Namun ketergantungan terhadap air tanah tidak dapat dihindari karena pelayanan air perpipaan yang masih terbatas ditambah dengan tarif air perpipaan yang semakin kompetitif. Jika peningkatan kebutuhan tidak diimbangi dengan peningkatan pelayanan air maka akan terjadi kondisi rawan air. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat kerawanan air dan memetakan daerah rawan air hingga tingkat kelurahan di Wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat.
Water Stress Index merupakan salah satu alat untuk mengetahui tingkat kerawanan air di suatu wilayah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Perumusan Water Stress Index menggunakan dua belas indikator, yaitu: ketersediaan air, ketersediaan cakupan pelayanan air perpipaan, kontinuitas air, kualitas air tanah, kualitas air perpipaan, genangan air (banjir), tata guna lahan, ketersediaan sarana sanitasi, tingkat kebutuhan air, daya beli masyarakat dan tingkat kepercayaan masyarakat. Water Stress Index menghasilkan suatu output berupa daerah-daerah dengan tingkat kerawanan air.
Lokasi penelitian berada di Wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Selatan. Berdasarkan Hasil perhitungan, nilai WSI di Jakarta Barat antara 0,14-0,51. Wilayah yang dikategorikan sebagai daerah tingkat rawan air yang sangat tinggi adalah Kelurahan Kamal dan Kelurahan Kalianyar. Hasil perhitungan nilai WSI di Jakarta Selatan berkisar 0,19-0,39. Kondisi rawan air di Jakarta Selatan cukup merata dengan tingkat rawan air rendah hingga menengah. Dengan mengetahui daerah rawan air maka dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan strategi dan arahan kebijakan sektor sumber daya air yang tepat sasaran.

The high population growth affects the high rate of water demand. In urban area, the quality and quantity of water resources are no longer able to serve people needs. Most of the shallow groundwater and the river are contaminated by domestic waste. However, the dependancy to the ground water will still continue, as long as the coverage of piped water service is limited and its fare goes more competitive. When the increasing water demand is not supported by similar improvement of water supply, water stress condition will occur. The purpose of this research is to determine the level of water stress and to map the result based on district scope.
Water Stress Index is an instrument to determine the level water stress area. Water stress index uses descriptive method with quantitave approach. Formulation of Water Stress Index uses twelve indicators, i.e. the availability of water, availability of piped water coverage, continuity of water, ground water quality, the quality of piped water, flooding, land use, availability of sanitation facilities, the need for water, power purchasing and the level of public trust. Water Stress Index produces an output in the form of areas with level of vulnerability of water.
The research was conducted in South and West Jakarta. Based on the result of water stress index calculation, water stress level in West Jakarta ranged from 0,14 to 0,51, the areas with very high water stress are Kelurahan Kamal and Kelurahan Kalianyar. The research also results that water stress index at most areas in South Jakarta are low to middle level ranging from 0,19 to 0,39. The result of WSI calculation which has been put into a map and visually presented can be utilized as a basis for better startegy and policy planning in increasing of fresh water supply sector.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1645
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
D. Lestari
"Perkembangan kota Jakarta sebagai ibukota negara yang pesat da!arn
waktu yang relatif singkat, menyebabkan perubahan penggunaan tanah
kota dari tanah-tanah yang kosong menjadi permukirnan.
Dernikian pula ha!nya dengan Kotamadya Jakarta Utara dan Jakarta Barat
yang sebagian besar merupakan daerah permukirnan penduduk. Dengan
padatnya permukiman tersebut dimungkinkan tingkat kerawanan
kebakaran permukirnan besar. Kebakaran permukirnan dis ini, karena ada
faktor pendorongnya seperti kualitas bangunan permukiman, kerapatan
bangunan permukirnan, dan jarak permukirnan ke sumber air seperti
hidrant, situ, dan sungai yang cukup jauh.
Masa!ah yang dibahas da!arn pene!itian mi adalah bagairnana persebaran
wilayah rawan kebakaran di Kotarnadya Jakarta Utara dan Jakarta Barat
tahun 1992 - 1997?
Metode penetitian ada!ah den gan rnengk!asifikasikan vaniabet-variabe!dan
data yang kemudian dianalisis dengan overlay pete.
Berdasarkan ove!iay peta tuas kebakaran pernukimén, peta kualitas
bangunan, peta kerapatan bangunan, dan peta jarak pemukiman ke
sum ber air diperoleh:
1. Tahun 1992.
Rawan 1: tidak terdapat di wi!ayah penetitian.
• Rawan 2 : terdapat di kecamatan Penjaringan, Padernangan,
Tanjungpriok, Koja, Cilincing, dan Pa!merah, meliputi 42,86 % dan
se!uruh wilayah penelitian.
• Rawan 3 : terdapat di kecarnatan Ke!apagading, Kebonjeruk,
Kern bangan Cengkareng Kalideres Grogol[petamburan, Tambora,
dan Tamansari, rne!iputi 57,14 % dan se!uruh wilayah pene!itian.
2. Tahun 1993.
Rawan 1 tidak terdapat pada wilayah pene!itian. Rawan 2 terdapat di kecamatan Penjaringan Pademangan,
Tanjungprtok, Koja, Cilincing, Cengkareng, Kalideres, dan Palmerah,
me!iputi 57,14 % dari se!uruh wilayah penelitian.
• Rawan 3 terdapat di kecamatan Kelapagading, Kebonjeruk,
Kembangan, Grogolpetamburan, Tambora, dan Tarnansari, meliputi
42,86 % dari se!uruh wilayah penelitian.
3. Tahun 1994
• Rawan 1 terdapat di kecamatan Kalideres, meliputi 7,14 % dari se!uruh
wi!ayah penelitian.
• Rawan 2 terdapat di kecarnatan Penjaringan, Pademangan,
Tanjungpriok, Koja, Cengkareng, dan Palmerah, meliputi 42,86 % dan
seluruh wi!ayah penelitian.
• Rawan 3 terdapat di kecamatan Kelapagading, Kebonjeruk,
Kembangan, Grogo! Petamburan, Tambora, dan Taman Sari, Cilincing
50 % dari seluruh wi!ayah peneiltian.
4. Tahun 1995
• Rawan 1 tidak terdapat pada wilayah penelitian.
• Rawan 2 terdapat di kecamatan Penjaningan, Tanjungpniok, Ka!ideres,
dan Palrnerah, meliputi 28,57 % dari setuwh wilayah pene!itian.
• Rawan 3 terdapat di kecamatan Pademangan, Koja, Kelapagading,
Cilincing, Kembangan, Kebonjeruk, Cengkareng, Grogolpetamburan,
Tambora, dan Tamansani, meliputi 71,43 % dari seluruh wilayah
penelitian.
5. Tahun 1996
• Rawan 1 tidak terdapat pada wilayah penelitian.
• Rawan 2 terdapat di kecamatan Penjaringan, Kalideres. dan Patmerah,
rne!iputi 21,43 % dari se!uruh wflayah penelitian.
• Rawan 3 terdapat di kecamatan Pademangan, Tanjungpriok, Koja,
Kelapagading, Ci!incing, Cengkareng, Kembangan, Kebonjeruk,
Grogo!petamburan, Tambora, dan Tamansani, rne!iputi 78,57 % dan
seluruh wi!ayah penelitian.
6 Tahun 1997
• Rawan I terdapat di kecamatan Penjaningan, meliputi 7,14 % dan
selunuh wi!ayah penelitian.
• Rawan 2 terdapat di kecamatan Pademangan, Kalideres, dan
Palnierah, meliputi 21,43% dari se!uruh wilayah penelitian.
• Rawan 3 tendapat di kecamatan Tanjungpniok, Koja, Kelapagading,
Cilincing, Cengkareng, Kembangan, Kebonjeruk, Grogo!petambunan,
Tambora, dan Tamansani, meliputi 71,43 % dad se!unuh wi!ayah
penelitian."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Riza
"Kebakaran itu bukan hanya menghilangkan harta benda dan tempat tinggal, tetapi juga memakan korban jiwa, Menurut Kepala Dinas Kebakaran DKI Jakarta, setiap tahun terjadi 700 sampai 900 kasus kebakaran yang terjadi di Jakarta. Itu artinya, dalam satu hari terjadi dua atau tiga kali kasus kebakaran.
Berdasarkan catatan statistik Dinas Pemadam Kebakaran, di bandingkan dengan kota - kota lainnya di Indonesia, kota Jakarta menempati angka tertinggi dalam hal frekuensi kejadian kebakaran. Selama 5 tahun terakhir, frekuensi kejadian kebakaran di Jakarta rata - rata 500 sampai 700 kali kebakaran. Dan 80% nya terjadi di lingkungan padat. Berdasarkan data di ketahui bahwa dari 5 wilayah kotamadya di OKI Jakarta yang paling banyak terjadi musibah kebakaran adalah kotamadya Jakarta Barat, Penyebab kebakaran yang utama adalah listrik di tahun 2001 sebanyak 87 kasus dan tahun 2002 sebanyak 105 kasus, terjadi kenaikan 20,68% dan bangunan yang banyak terbakar adalah bangunan perumahan (Sudin Pemadam Kebakaran Jakarta Barat, 2003).
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penelitian ini menitik beratkan pada wilayah rawan kebakaran di Jakarta Barat. Masalah yang utama dari daerah rawan tersebut adalah kurangnya sarana dan prasarana seperti jalan masuk yang sempit, kelangkaan sumber air serta kurangnya sarana komunikasi. Kesemua ini dapat menghambat tugas dari pasukan pemadam kebakaran. Kondisi ini di tandai dengan padatnya populasi bangunan pada wilyah tersebut, serta bdhan bangunan terbuat dari bahan yang mudah terbakar seperti kayu dan triplek, sehingga mempercepat penjalaran api pada waktu kebakaran. Dari hasil penelitian didapatkan 4 region rawan kebakaran di Jakarta Barat yaitu reg in permukiman, campuran, perdagangan dan region industri. Namun daerah rawan kebakaran di dominasi oleh region permukiman dengan dicirikan dengan permukiman kumuh, jaringan jalan local yang sempit, serta kurangnya sarana dan prasarana pemadam kebakaran dalam hal kualitas maupun kuantitas serta kurangnya sumberdaya.

Fire is not only to make disappear residence and wealth, according to head of OKI fire fighting department, every year any 700 to 800 fire cases in Jakarta. That means, in one day there are twice or three fire cases. Based on firefighting statistic data has shown, Jakarta was occupied the higest in frequency of fire. At 5 years latest, in Jakarta average frequency of fire 500 - 700 and 80% occurred at densely populated environtmen. Among 5 cities in OKI Jakarta , Jakarta Barat has also been occupied the first place on fire. In 2001 to 2002 frequency of fire has increased 5, 91 % or 169 to 179 cases of fire. The main Governing factors of fire is electricity, increased 20,68 % ( 2001 to 2002 ), many housing 1s on fire (Sudin Pemadam Kebakaran, 2003 )
Base on background above, the study will be stressed on extremerely dangerous of fire region in West Jakarta. The main problem of slum area in the city are minimize infrastructure supporting such as narrow street, watl'r supply, communication.Its hampered the fire fighting work, beside the infrastructure behaviour of society also been impeded.This condition signed by densely of building, there no space between it and fuel of house dominated by flammable like wood. It will be accelerated the spread out of fire. The study shown, there are any 4 extremely dangerous of fire region in West Jakarta. The type of it are: settlement, mix, trade and industry. Extremely dangerous of fire region in West Jakarta dominated on settlE~ment region which be characterized dominated by slum area with local street, lacking of firefighting infrastructure (quantity and quality).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39420
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Haris
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S33689
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Sempadan Ci Liwung baik bagian tengah (Bogor-Depok) maupun di Hulu (Puncak)
telah terjadi perubahan penggunaan lahan dari lahan bertanaman (permeable) menuju ke
lahan impermeable. Sementara itu di bagian hilir (Jakarta) nampak perubahan
penggunaan lahan permeable ke impermeable bukan saja terjadi pada areal yang jauh
dari sungai, namun telah banyak terjadi pula di wilayah bibir sungai sehingga bukan saja
areal resapan yang makin sempit, tetapi daya tampung sungai juga mengecil pula.
Dengan demikian maka daerah aliran Ci Liwung menjadi sangat rentan terhadap banjir
Penelitian dilakukan untuk memetakan karakteristik sempadan Ci Liwung di
Jakarta kemudian mengklasifikasikan dan mengkorelasikannya dengan wilayah rawan
banjir. Karakteristik sempadan Ci Liwung diklasifikasikan ke dalam 3 kelas menjadi
sempadan alami, terganggu, dan tidak alami.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kondisi alur sungai, struktur
vegetasi, dan intensitas penggunaan tanah sesuai dengan ketentuan dari LFU (1993).
Sedangkan wilayah rawan banjir digunakan peta kontur untuk menentukan dataran banjir
topografis dan peta kejadian banjir tahun 2007 untuk menentukan daerah banjir
hidrologis. Data-data variabel diperoleh melalui interpretasi citra ikonos tahun 2007 dan
survey lapang.
Berdasarkan survey lapang dan hasil pengolahan data diketahui bahwa
karakteristik sempadan DA Ci Liwung di Jakarta berdasarkan kondisi alur sungai
sebagian besar masih alami, berdasarkan struktur vegetasi sebagian besar terganggu,
sedangkan berdasarkan intensitas penggunaan tanah sebagian besar sudah tidak alami
lagi.Korelasi terhadap banjir topografi berdasarkan variabel penggunaan tanah intensif
tidak berhubungan signifikan, kemudian berdasarkan variabel kondisi alur berhubungan
signifikan, dan berdasarkan variabel struktur vegetasi hanya sisi sempadan timur yang
berhubungan signifikan. Sedangkan korelasi terhadap banjir hidrologi, semua variabel
tidak berhubungan secara signifikan.
Kata Kunci : Sempadan sungai, LFU (1993), dataran banjir (floodplain), dataran banjir
hidrologi, dan dataran banjir topografi
xiii + 91 halaman; 27 gambar; 6 diagram; 20 tabel; 9 peta; 10 lampiran
Bibliografi : 16 (1939 ? 2005)"
Universitas Indonesia, 2007
S33885
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2003
S33673
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki
"Wilayah Pati merupakan salah satu wilayah yang sering dilanda banjir, penyebabnya adalah karena sebagian besar wilayahnya berada di dataran rendah yang rawan terhadap bencana banjir. Kejadian banjir yang sering terjadi, terutama disebabkan karena curah hujan yang tinggi, sehingga sungai tidak lagi mampu menampung limpasan air hujan yang berasal dari DAS Juwana yang ada di wilayah tersebut.
Hasil analisis melalui melalui proses overlay dari parameter banjir yaitu Peta Land sistem, peta tata guna tanah, peta kerapatan penduduk, peta curah hujan rata-rata dasarian dan peta peluang hujan ekstrim perdasarian menunjukkan tingkat rawan banjir di wilayah tersebut paling rawan terjadi pada dasarian 3 bulan Januari dan dasarian 1 Pebruari, yang merupakan puncak musim hujan di wilayah tersebut."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
T39432
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>