Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173051 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jaumil D. P. Putra
"
ABSTRAK
Pola curah hujan di Indonesia dapat dikatakan bahwa pantai barat setiap pulau memperoleh jumlah hujan selalu lebih banyak dari pantai timur. Saat mulai hujan bergeser dari barat ke timur. Hujan merupakan sumber ketersediaan air bagi usaha pertanian sawah sederhana. Pada gilirannya kelangsungan usaha pertanian sawah tergantung pada keberadaan hujan. Jumlah hujan tidak begitu penting, hujan rata-rata umumnya sangat banyak. Namun yang penting bagi mereka adalah kapan musim hujan tiba dan berapa 1amanyamusim hujan. Usaha untuk menentukan mulainya musim hujan di Pulau Jawa telah dilakukan oleh de Boer.
Masalah yang dibahas dalam penelitian mi adalah Kapan permulaan datangnya musim hujan di Pantai Utara Jawa antara Rembang dan Tuban?, Apakah ada perbedaan waktu petani turun ke sawah clan bagaimana hubungannya dengan pola awal musim hujan antara Rembang dan Tuban?
Wilayah penelitian adalah Kabupaten Rembang di Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Tuban di Propinsi Jawa Timur. Kriteria permulaan datangnya musim hujan menggunakan kriteria de Boer, yaitu satu bulan dibagi tiga (1,2,3) masing-masing 10 han. Data yang digunakan adalah data curah hujan tahunan untuk mengetahui fluktuasi di bulan apa awal musim hujan dan data curah hujan harian untuk mengetahui di 10 hari keberapa awal musim hujan di bulan tersebut pada tiap stasiun pengamatan hujan dari tahun 1987 - 1996. Stasiun pengamat hujan yang digunakan adalah stasiun yang masih berfungsi dan datanya dicatat secara konsisten dari tahun 1987 - 1996 oleh Badan Meteorologi dan Geofisika Departemen Perhubungan Republik Indonesia. Wilayah awal musim hujan adalah tempattempat yang mempunyai awal musim hujan yang sama. Pola awal musim hujan adalah pola yang menggambarkan wilayah awal musim hujan. Awal musim tanam padi adalah pertama kali petani turun ke sawah untuk mengolah tanah pertanian. Wilayah awal musim tanam padi adaith tempat-tempat yang mempunyai awal musim tanam padi yang sama.Pola awal musim tanam padi adalah pola yang menggambarkan wilayah awal musim tanam padi. Petani yang dimaksud dalam penelitian mi adalah orang yang mata pencahariannya bercocok ta.nam/mengusahakan tanah (Poerwadarminta, 1976). Sawah tadah hujan adalah sebidang tanah yang secara periodik atau terus menerus ditumbuhi padi dan dicirikan dengan ketergantungannya pada ketersediaan air permukaan dari hadirnya hujan sebagai sarana pertumbuhan padi.
Untuk menjawab masalah dilakukan perhitungan dengan menggunakan kritenia de Boer dan survei lapang.Adapun dan pembahasan yang telah dilakukan diperoleh ningkasan: Jumlah curah hujan rata-rata per tahun dan tahun 1987 - 1996 di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Tuban adalah berkisar antara 1200 - 2 ,000 mm. Jumlah curah hujan rata-rata pertahun tertinggi adalah pada tahun 1989 sebesar 1985 mm dan terendah pada tahun 1994 sebesar 1233 mm.
Awal musim hujan di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Tuban adalah 6 - 15 November sebagai sepuluh hari pertama November, 16 - 25 November sebagai sepuluh hari kedua November, 26 November - 5 Desember sebagai sepuluh hari ketiga November, 6 - 15 Desember sebagai sepuluh hari pertama Desember dan 16 - 25 Desember sebagai sepuluh hari kedua Desemben. Pola awal musim hujan di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Tuban adaiah di sebelah timur datangnya awal musim hujan makin lambat, sebaliknya di sebelah barat datangnya awal musim hujan makin cepat.
Pola awal musim hujan di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Tuban mengikuti pola umum curah hujan di Indonesia, yaitu tempat yang terletak di sebelah barat musim hujannya datang lebih dulu dan pada tempat yang letaknya Iebih ke timur, pada pulaupulau dengan rezim barat.
Pola awal musim tanam padi di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Tuban mengikuti pola awal musim hujan di wilayah penelitian yaitu sebelah barat wilayah penelitian awal musim tanam padinya lebih dulu dibandingkan sebelah tengah maupun timur wilayah penelitian. Dapat disimpulkan bahwa semakin ke arah barat maka awal musim hujan dan awal musim tanam padi semakin awal mulainya.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daiman
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S33839
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laju Gandharum
"Hujan sangat penting artlnya bagi masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat petanL Ketersediaan air bagi usaha pertanian tradisional bersumber dari air hujan. Sehingga kelangsungan usaha pertanian tesebut tergantung pada keberadaan hujan. Di Indonesia terutama wilayah Indonesia bagian Barat jumlah hujan rata-rata cukup banyak, tetapi yang sering menjadi pertanyaan bagi petani adalah "kapan musim hujan itu tiba?".
Sehubungan dengan hal di atas maka masalah yang di kemukakan adalah sebagai berikut 1) Bagaimana pola permulaan datangnya musim hujan clan awal tanam padi sawah tadah hujan di DAK Brantas? 2) Bagaimana hubungan antara datangnya musim hujan clan waktu tanam padi sawah tadah hujan di DAK Brantas?
Metode yang digunakan dalam menjawab pertanyaan di atas adaiah :
1) Menghitung awal musim hujan dengan cara de Boer untuk setiap stasiun dari tiga bulan basah (CH ^t 200 mm) pertama yang diperkirakan sebagai permulaan musim hujan. Yaltu dengan cara satu bulan pada bulan basah tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian 10 hari pertama, 10 hari kedua clan 10 hari ketiga. Jika 10 tari pertama pada bulan basah tersebut curah hujannya telah mencapai minimal 50 mm, maka 10 hari pertama tersebut dinyatakan sebagai awal musim hujan. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harlan dari tahun 1991 sampal tahun 1995 pada 47 stasiun yang tersebar di DAK Brantas bersumber dari Perum Jasa Tirta Malang dan BMG Jawa Timur. Setelah awal musim didapat maka dibuat peta pola awat musim hujannya.
2) Menentukan awal tanam padi dilakukan dengan survei lapang pada wilayah sampel sesuai pola awal musim hujannya di beberapa wilayah sawah tadah hujan di DAK Brantas, menggunakan GPS handheld sebagai alat penentu posisi global di bumi clan metode tanya jawab dengan petani. Sawah yang diteliti adalah jenis sawah tadah hujan. Dari survel didapat kapan awal tanam padi pada masing-masing wilayah sawah di DAK Brantas, kemudian dibuat peta pola awal tanam padinya.
3) mengkorelasikan antara permulaan musim hujan dengan permulaan tanam padi dengan cara menampalkan antara peta pola awal musim hujan dengan peta pola awal tanam padi di DAK Brantas.
Hasil penelitian tentang musim hujan clan waktu tanam padi di DAK Brantas ml sebagal berikut: Awal musim hujan di DAK Brantas pada tahun 1991 - 1995 dimulai pada 10 hari ketiga Oktober (0 III), 10 hari pertama November (N I), 10 harm kedua November (N II), dan 10 hari ketiga November (N III). Pola awal musim hujannya sebagai berikut; bagian Barat clan Selatan dari DAK Brantas datangnya musim hujan lebih awal dibandingkan dengan bagian Tengah, Utara dan Timur-nya.
Awal tanam padi pada jenis sawah tadah hujan di DAK Brantas di mulai pada 10 han pertama November (N I), 10 hari kedua November (N II) clan 10 had ketigà November (N III). Dan pola awal tanam padmnya adalah sebagai benikut ; wilayah sawah-sawah tadah hujan yang terletak di bagian Barat Daya dan Tengah DAK Brantas tanam padinya Iebih awal dibandingkan wilayah Timur Laut-nya.
Ditinjau dari sisi waktu maka ada hubungan yang kuat antara awal musim hujan dan awal tanam padi di DAK Brantas, dimana pada sawah tadah hujan jika musim hujan telah tiba maka para petani memuiai tanarn :padi, atau dapat dikatakan awal tanam padi mengikuti awal datangnnya musim hujan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S33824
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Tri Budianto
"The decrease of rice-field area is one of causes of decreasing rice production in Indonesia. Physical development in many sectors has been converting rice field area into others such as industry, high ways, settlement and other agricultural areas. Because of limited possibility to extent rice field area, one of the efforts of increasing rice production is to implement intensification program.
Rice paddy intensification program relates to "green revolution". Reaching success in 1984 indicated by rice self sufficiency in the year of 1984. This modernization is considered of new rice farming technology application, which is popular by the term of Panca Usaha Tani (Pranadji, 1993). Five elements of Panca Usaha Tani are well soil preparation, prime seed, irrigation sufficient and regular, optimal application of fertilizer and pesticide.
Karawang is one regency in West Java Province that considered as one of national rice producing areas. This region is strategic, because it is relatively flat and located in the area of Jatiluhur irrigation. These are the reasons of Karawang chosen as a model of rice paddy intensification program.
The research title is "Pemodelan Indeks Tingkat Keberhasilan Intensifikasi Sawah di Kabupaten Karawang MT 1998/1999 dan MT 1999". The objective of the research is to determine successfulness index of rice paddy intensification in Karawang Regency. The index is based on qualification of existing soil quality, efforts conducted, and rice production. By comparing each index of each kecamatan, it can be seen level of successfulness of the kecamatan in implementing intensification program, and it can be identified what factors must be improved in order to increase rice production in those kecamatan.
The research questions are (1) Where is the highest and lowest of successfulness index in Karawang on growing season of the year 1998/1999 and 1999? and (2) How is the consistence of the index?
The research method employed is GIS, using overlay, classification and scoring techniques with kecamatan as analytical unit.
The results indicate that the highest indeces are in the southern part of Kabupaten Karawang, especially in the area of "excellent" and "poor" soil quality. Those are Kecamatan Cikampek and Telukjambe. The lowest indices are in the Northern and central of Karawang Regency, particularly on the "excellent" soil quality, Those are Kecamatan Tirtajaya and Rengasdengklok.
The results also indicate that the values of indices are consistence in measuring the level of successfulness in rice paddy intensification program in Karawang Regency in growing season of the year 1998/1999 and 1999.
"
Depok: Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T1112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Ramasari Hamid
"Dalam rangka penelitian kondisi oseanografi perairan pantai utara Pulau Jawa, telah dilakukan pengambilan contoh plankton dari tujuh lokasi pada musim barat dan musim timur 1981 oleh para teknisi Laboratorium bagian Plankton, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi ? LIPI, Jakarata. Analisa kepadatan Chaetognatha telah dilakukan, terhadap contoh plankton yang diambil dari 35 stasiun, baik pada musim barat (Januari ? Februari 1981) maupun musim timur (Agustus ? September 1981). Analisa kuantitatif menunjukkan bahwa pada bulan Januari ? Februari1981, kepadatan Chaetognatha rata-rata di perairan pantai utara Pulau Jawa adalah 22 individu/m3. Sedangkan kepadatan Chaetognatha rata-rata pada bulan Agustus ? September 1981 adalah 20 individu/m3. Dari hasil uji t-student diketahui bahwa kepadatan Chaetognatha rata-rata tidak berbeda nyata pada kedua musim. Dari hasil analisa kualitatif , pada musim barat ditemukan jenis-jenis Sagitta enflata, S. johorensis, S. neglecta,dan S. robusta, sedangkan pada musim timur ditemukan S. enflata, S. neglecta, S. robusta, S. bruuni, S. bedoti, S. oceania, dan S. regularis. Dari jenis-jenis tersebut, S. enflata merupakan jenis yang dominan baik pada musim barat maupun musim timur."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.L.B. Kusbagio
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S28243
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Yunianto
"Penyakit malaria merupakan penyakit "reemerging disease" yang perlu mendapatkan perhatian manajer kesehatan dari tingkat nasional hingga tingkat yang paling rendah. Penyakit ini dapat menyebabkan kemalian pada bayi, anak balita, dan ibu hamil, penyakit ini juga banyak menyerang usia produktif, sehingga banyak menyebabkan kerugian secara ekonomi. Penyakit malaria merupakan masalah kesehatan di Provinsi Jawa Tengah, dan kejadian penyakit ini menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Kabupaten Jepara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai masalah malaria. Puskemas Mayong merupakan salah satu Puskesmas endemis malaria. Desa Buaran merupakan salah satu desa endemis di wi layah kerja Puskesmas Mayong I. Hasil survei SLPV pada tahun 2000-2001 nyamuk Anopheles aconitus merupakan satu-satunya vektor potensial di daerah tersebut, dengan pola kasus sesuai dengan pola tanam padi. Hingga saat ini belum diketahui fluktuasi parameter entomologi, kejadian malaria, dan iklim selama satu musim tanam padi, serta hubungan antara variabel tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tersebut.
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional, desain yang digunakan studi ekologi, pendekatan yang digunakan "time trend study". Variabel yang diamati adalah tanaman padi, parameter entomologi, kejadian malaria dan iklim. Pengukuran variabel dilakukan setiap dua minggu sekali, pengamatan variabel dilakukan sejak padi ditanam hingga satu bulan setelah padi dipanen. Penyajian data menggunakan grafik dua sumbu dan diagram tebar. Uji statitistik dengan bantuan perangkat lunak SPSS release 10, uji yang digunakan adalah : Kolmogorov-Smimov untuk uji normalitas, untuk uji korelasi menggunakan uji Korelasi Non Parametrik Spearman.
Berdasarkan hasil penelitain selama satu musim tanam padi dapat disimpulkan bahwa : kepadatan larva Anopheles aconitus berkisar antara 0,00-0,17 per ciduk, puncak kepadatannya terjadi pada saat dua minggu setelah padi dipanen, kepadatan terendahnya pada saat padi berumur 84 hari. Kepadatan nyamuk Anopheles aconitus menggigit di dalam rumah berkisar antara 0,17-5,38 per orang/jam. Kepadatan meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan tinggi padi. Kepadatan tertinggi terjadi pada saat dua minggu setelah padi dipanen, kepadatan terendah pada saat padi berumur 14 hari. Kepadatan nyamuk Anopheles aconitus menggigit di luar rumah berkisar antara 0,46-7,75 per orang/jam. Kepadatan meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan ketinggian padi. Kepadatan tertinggi terjadi pada saat padi berumur 84 hari, kepadatan terendah terjadi pada saat padi berumur 14 hari. Kepadatan nyamuk Anopheles aconitus istirahat di dinding berkisar antara 0,30-15,70 per orang/jam. Kepadatan tertinggi terjadi pada saat padi berumur 84 hari, kepadatan terendah pada saat padi berumur 14 hari, Kepadatan nyamuk Anopheles aconitus istirahat di kandang berkisar antara 7,70-75,50 per orang/jam. Kepadatan tertinggi terjadi pada scat padi berumur 84 hari, kepadatan terendah terjadi pada saat padi berumur 14 hari. Proporsi parous, peluang hidup tiap hari dan umur relatif nyamuk Anopheles aconilus, ketiganya mencapai puncaknya pada saat padi berumur 28 hari, dan terendah pada saat padi berumur 14 hari. Porporsi parous berkisar antara 25,53% - 57,75%. Peluang hidup tiap hari berkisar antara 63,43% - 87,75%, dan umur relatif nyamuk berkisar antara 2,20-7,65 hari. Kejadian malaria berkisar anlara 0-4 kejadian. Kejadian malaria terbanyak terjadi pada saat padi berumur padi berumur 28 hari, kejadian paling rendah terjadi pada saat padi berumur 14 hari. Fluktuasi suhu udara berkisar antara 24,400-26,08 ° C. Suhu udara tertinggi terjadi pada saat satu bulan setelah padi dipanen, suhu terendah terjadi pada saat padi berumur 70 hari. Kelembaban udara berkisar anlara 89,30% --- 95%. Kelembaban tertinggi terjadi pada saat padi berumur 56 hari, kelembaban terendah terjadi pada saat padi berumur 14 hari.
Hubungan antara tanaman padi dengan parameter entomologi yang bermakna secara statistik antara lain : umur padi dengan kepadatan nyamuk menggigit di dalam rumah (p = 0,005), umur padi dengan kepadatan menggigit di luar rumah (p = 0,005), umur padi dengan kepadatan istirahat di kandang (p = 0,001), ketinggian padi dengan kepadatan menggigit di dalam rumah (p = 0,001), ketinggian padi dengan kepadatan menggigit di luar rumah (p = 0,005), ketinggian padi dengan kepadatan istirahat di kandang (p = 0,001 ). Tak ada satupun hubungan yang bermakna secara statistik antara keberadaan air dengan parameter entomologi. Hubungan antara parameter entomologi dengan kejadian malaria juga tidak ada satupun yang bermakna secara statistik.
Hubungan antara iklim dengan parameter entomologi yang bermakna secara statistik antara lain : suhu udara dengan kepadatan nyamuk istirahat di dinding (p = 0,030), antara suhu dengan kepadatan istirahat di kandang (p = 0,050), kelembaban dengan kepadatan nyamuk istirahat di dinding (p = 0,001), kelembaban dengan kepadatan nyamuk istirahat di kandang (p = 0,015). Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penyuluhan kepada masyarakat, bahan untuk mengembangkan sistem kewaspadaan dini malaria, serta sebagai dasar upaya pengendalian vektor dan pemberantasan malaria. Bagi peneliti lain yang berminat pada bidang ini, agar dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam.

Malaria is one of reemerging diseases that should be has more attention from health manager, from national level to the lowest level. This disease could cause death of infant, under-five, and pregnant woman, this disease also infected productive age groups more frequent, that is make economically disadvantages. Malaria incidence in Central Java tends to increase every year. District of Jepara is one of districts which have malaria problem, and health center of Mayong is one of malaria endemic health center. Buaran village is one of endemic village in working area of health center of Mayong. From survey of SLPV 2000-2001 Anopheles aconitus is the only one potential vector in this area, this pattern of malaria occurrence is similar with the pattern of rice plantation period. Until now there is no data about fluctuation of entomology parameter, malaria occurrence, and climate, and also relation between these variables. This study is in order to gain this information.
This study is observational study with ecological study design, and use time trend study approach. Variables to observe are, rice plant, entomology parameter, malaria occurrence and climate. Variable measured every two weeks, variable observation from first planted to one month after harvest. Data presentation using two axis graphic and scatter plot diagram. Statistical test using Kolgomorov-Smirnov for normality test, and .using Spearman Non-parametric for correlation test.
Conclusion of this study is : Anopheles aconitus larva density is about 0,00-0,17 per deep, the peak of density is two weeks after harvest, and the lowest density is at 84 days of age. Density of Anopheles aconites that bite inside house is about 0,17-5,48 per person/hour. This density is increase as increasing the age and height of rice plant. The most density is at two weeks after harvest and the lowest density at rice age 14 days. Density of Anopheles aconitus that bite outside house is about 0,46-7,75 per person/hour. Density of Anopheles aconitus which resting at wall is about 0,30-I5,70 per person/hour, the most density at age 84 days and the lowest at age 14 days.
Density of Anopheles aconitus which resting at animal shed is about 7,70-75,50 per person/hour, the most density at age 84 days and the lowest at age 14 days. Parous proportion 25,53%-57.75%, life chance everyday 63,43%-87,75% and relative age in population was 2,20-7,65 days, these have peak at 28 days of age and the lowest at 14 days. Malaria occurred is about 0-4. The most frequent of malaria occurrence at 28 days of age, the lowest incidence at 14 days of age. Fluctuation of air temperature is about 24,40°C-26,08°C. The highest temperature of air is at one month after harvest, and the lowest temperature at 70 days of age. Relative humidity is about 89,30%-95%. The highest humidity at 56 days of age, and the lowest at 14 days of age. Relation between rice plants with entomology parameter which statistically significance are; age of rice plant with density of mosquito that bite inside house (p= 0,005), age of rice plant with density of mosquito that bite outside house (p=0,005) age of rice plant with density of mosquito that resting in animal shed (p=0,001), rice height with density of mosquito which bite inside the house (p=0,001), rice height with density of mosquito which bite outside the house (p=0,005), rice height with density of mosquito which resting at animal shed (p=0,001). There is no statistically significance relation between water in rice field with entomology parameter. Also there is no statistically significance relation between entomology parameter with malaria occurrence.' Relation which statistically significance between climate and entomology parameter are air temperature with density of mosquito which resting at wall (p=0,030), temperature with density of mosquito which resting in animal shelter, temperature with density of mosquito that resting at wall (p=0,001), humidity with density resting at wall (p=0,001), humidity with density in animal shed (p=0,015). Hopefully information from this study could be used as educating material to community, for developing early warning system, and as a basic information for evidence base controlling vector and malaria. For other researchers could use information of this study as basic material for other studies.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12979
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Charles Barita Paska
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1986
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Wibowo
"Hujan sangat besar artinya bagi masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat petani. Kegiatan pertanian sangat bergantung pada ketersediaan air. Ketersediaan air bagi usaha pertanian sederhana bersumber dad hujan. Lamanya musim hujan akan mempengaruhi ketersediaan air. Pada gilirannya kelangsungan usaha pertanian tergantung pada keberadaan hujan. Jumlah hujan tidak begitu penting, hujan rata-rata umumnya cukup banyak. Namun yang penting bagi mereka adalah kapan musim hujan tiba dan berapa lamanya musim hujan.
Sehubungan dengan itu, usaha-usaha untuk menentukan permulaan datangnya musim hujan dan permulaan datangnnya musim kemarau atau akhir dan musim hujan sangat berarti bagi usaha pertanian. Usaha untuk menentukan mulainya musim hujan dan musim kemarau di Pulau Jawa telah dilakukan oleh de Boer, Schmidt dan van der Vecht yang sedikit berbeda antara satu dengan yang lain.
Pulau Madura telah dilakukan penelitian, tetapi belum seutuhnya. Juga mengingat persyaratan yang dipilih Sandy untuk Pulau Bali yaitu daerahnya tidak luas, unsur-unsur pengendali iklim, seperti topografi sederhana, tutupan titik-titik pengamat hujan cukup merata, dan variasi jumlah hujan cukup lengkap, dari yang rendah hingga yang tinggi. Untuk itu dilakukan penelitian kapan awal, akhir dan berapa lamanya musim hujan di Pulau Madura. Masatahnya adalah; Kapan dan di mana awal musim hujan dan akhir musim hujan di Pulau Madura serta berapa lamanya musim hujan di Pulau Madura, dan bagaimana pola awal musim hujan, akhir musim hujan dan lamanya musim hujan di Pulau Madura?.
Hasil dari penelitian tentang musim hujan di Pulau Madura adalah : Awal musim hujan di Pulau Madura adalah sepuluh had pertama November (1 November), sepuluh had kedua November (2 November), sepuluh had ketiga November (3 November), sepuluh had pertama Desember (1 Desember) dan sepuluh had kedua Desemben (2 Desember). PoIa awal musim hujan di Pulau Madura adalah bagian barat Pulau Madura mendapatkan awal musim hujan lebih dulu dibandingkan dengan bagian yang Iebih ke timur dad Pulau Madura; Akhir musim hujan di Pulau Madura adalah sepuluh had pertama Mei (1 Mei), sepuluh had pertama Juni (1 Juni), dan sepuluh had pertama Juli (1 Juli). Pola akhir musim hujan di Pulau Madura adalah bagian barat Pulau Madura akhir musim hujannya Iebih lambat dari bagian yang lebih ke timur dad Pulau Madura; Lamanya musim hujan di Pulau Madura adalah kurang 150 had (15 dasarian), antara 150 had - 180 had (15 dasarian - 18 dasarian), dan lebih dan 180 had (18 dasarian). Pola lamanya musim hujan di Pulau Madura adalah bagian barat Pulau Madura Iebih lama musim hujannya di bandingkan bagian yang Iebih timur dari Pulau Madura; Pola dan awal, akhir, dan lamanya musim hujan di Pulau Madura mengikuti pola umum curah hujan di Indonesia yaitu tempat yang terletak di sebelah Barat musim hujannya datang lebih dulu dari pada tempat yang Ietaknya lebih ke Timur, pada pulau-pulau dengan rezim barat."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1995
S33525
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>