Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94626 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farni Joan Patricia Pricilla Kastanya
"Adanya pergeseran secara vertikal akibat Gempabumi tektonik pada muka bumi di dasar samudera mangakibatkan terjadinya Tsunami. Hal ini terjadi karena pergerakan vertikal dapat rnenyebabkan perubahan massa terhadap kolom air di atas dasar samudera yang bergerak atau berubah tersebut. Peristiwa tersebut terjadi di dasar Samudera Indonesia arah selatan Jawa Timur, yang mengakibatkan bencana alam Tsunami yang melanda pesisir Pantai Selatan Banyuwangi. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui kaitan antara wilayah rayapan Tsunani di Pesisir Selatan
Banyuwangi dengan morfologi pesisirnya.
Dalam penelitian ini wilayah Pesisir Selatan . anyuwangi terdiri dari 10 pantai atau teluk yang dibagi berdasarkan toponiminya. Untuk menjawab masalah, digunakan analisis overlay peta, antara peta wilayah pesisir, Tanggul pantai, bentuk medan, dan. jarak rayapan Tsunami.
Berdasarkan hasil overlay peta terlihat bahwa rayapan Tsunami terjauh dari garis pantai adalah 300 m dengan kekuatan gelombang Tsunami Mt 2,84,, terjadi pada wilayah pesisir dengan morfologi : bentuk pantai teluk yang sempit, pantai yang memiiiki Tanggul, dan bentuk bentuk medan yang landai. Sedangkan rayapan Tsunami terdekat dari garis pantai adalah 10 m dengan kekuatan gelombang Tsunami Mt 1 ,64, terjadi pada wilayah pesisir dengan morfologi : bentuk pantai non teluk, pantai yang memiliki Tanggul, dan bentuk medan yang landai. Ada wilayah pesisir dengan moifologi yang sama memiliki jarak rayapan yang berbeda, ini disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi batimetri pada masing - masing pantai atau teluk dan kondisi dataran pantai yang lebih rendah dari Tanggul pantai sehingga rayapan dapat masuk jauh ke daratan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Geomorphology condition of aplace can be exploited for mitigation activity from tsunami, wave natural disaster. To the number of property victim and soul in tsunami wave disaster one of the is utilization of coast layout...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tresvel Nazwil
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S33950
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Satudju Samsulhadi
"Gempa bumi, tanggal 3 Juni 1994 menimbulkan tsunami di pantai selatan Banyuwangi, yang menewaskan sekurangnya 214 orang, 14 orang hilang, dan ratusan bangunan permuaaan rusak dan kerugian harta benda yang lain. Penelitian ini merupakan hasil pengamatan lapangan di daerah yang terkena bencana, dengan uraian atau analisis yang bersifat deskriptif, yang diharapkan dapat memberikan masukan dalam perencanaan pengembangan wilayah pantai. Pantai selatan Jawa Timur pada umumnya merupakan pantai yang membentuk teluk teluk kecil dengan keadaan topografi yang terjal atau curam yang ditandai oleh deretan pegunungan. Kawasan pemukiman di Teluk Pancer, Lampon dan Rajegwesi merupakan pantai yang landai dengan ketinggian pantai antara 2 sampai 5 meter dari permukaan laut. Wilayah ini merupakan daerah pemukiman penduduk yang cukup padat, dengan pembangunan perumahan penduduknya sangat berdekatan dengan garis pantai. Kondisi pemukiman penduduk di wilayah bencana' pada umumnya sudah tertata dengan baik, dengan menempati lahan yang landai yang tersusun oleh endapan pasir yang menjorok ke daratan sejauh kurang lebih 300 meter dari garis pantai. Vegetasi penutup yang diharapkan dapat mengurangi hempasan gelombang tsunami sangat kurang, sehingga gelombang tsunami dapat langsung menerpa perumahan penduduk. Tinggi rayapan tsunami Crum up height) berdasarkan hasil pengukuran pengamatan lapangan di tiga lokasi daerah bencana antara 4 sampai 14 meter, yang melanda daratan sampai sejauh 200 sampai 300 meter. Kerusakan banyak terjadi di wilayah pantai tersebut diakibatkan kurangnya faktor penghalang/pemecah gelombang tsunami dan hantaman benda-benda yang terbawa arus gelombang yang berupa runtuhan bangunan yang ringan pada perumahan penduduk. Data hasil kuesioner menunjukkan bahwa sebagian besar responden (78 %), menyatakan kejadian tsunami tidak mempengaruhi perasaan mereka setelah selang 1,5 bulan kemudian, dan hanya 4 % responden masih terpengaruh kejadian tsunami sampai sekarang (satu setengah bulan setelah tsunami). Rencana upaya penempatan pemukiman penduduk yang dilakukan Pemerintah Daerah adalah dengan memukimkan kembali penduduk yang terkena bencana ke lokasi yang Baru dengan jarak sekitar 300 meter dari garis pantai dinilai kurang efektif apabila tidak dibarengi dengan pembuatan tanggul dan penanaman pahon penutup yang rapat di sepanjang pantai, terutama untuk daerah Pancer.

On June 3, 1994, at 01 18 local time, an earthquake occurred in the Indian Ocean and has generated a tsunami which struck the southern coast of East Java and Bali, especially at the southern coast of Banyuwangi area. The tsunami caused casualties and proper ty damages, 214 persons killed, 14 persons missing, and several hundred houses and other buildings totally collapsed or damaged. Geographically, the most parts of southern coast of East Java is dominated by the forms of narrow bays with hilly topographic condition, characterized by the mountain chains. Some areas such as lancer, Lampon and Rajegwesi Bays are the coastal areas with gentle slope, of 2 - 5 meters elevation from the sea level. These areas were densely populated with houses built near the coastline. The run-up height according to the field survey measurement in these locations were between 4 and 14 meters, and the extend of landward inundation was about 200 -- 300 meters. The damages were mostly caused by the hit of the ruins of the houses swept by the strong and huge water flows. Based on the questionaire data, 78 % respondence reported that they were not traumatic by the occurrence of the tsunami hazard after one and half months. However, 4 % respondence were still heavily influenced by that tsunami event. The rehabilitation planning of the local government by resettling the inhabitants to an area located 300 meters from the coastline should be considered ineffective if there are no sheltering trees planted densely and dikes constructed along the coastal areas, especially at the Pancer area.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T8189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Subiyanto
"Kota Bandar Lampung merupakan salah satu wilayah Indonesia yang memiliki tingkatan ancaman bencana tsunami yang tinggi, hal ini dikarenakan posisi Kota Bandar Lampung yang relatif berada dekat lokasi pertemuan lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia yang relatif aktif. Selain ancaman bencana gempabumi dan Gunung Krakatau yang juga berpotensi membangkitkan gempa yang disertai dengan tsunami. Berdasarkan analisis data ditemukan bahwa potensi bahaya bencana tsunami di pesisir Kota Bandar Lampung diperoleh prediksi jarak run up rendaman tsunami mencapai ketinggian 20 meter di atas permukaan laut, mencakup 4 kecamatan yaitu (Kecamatan Bumi Waras, Kecamatan Panjang, Kecamatan Teluk Betung Selatan dan Kecamatan Teluk Betung Timur). Metode yang digunakan adalah Cell Based modelling menggunakan tool model builder dalam Arc GIS dengan analisa grid raster 1 meter sehingga dapat menampilkan dan menjelaskan secara details atribut yang ada pada wilayah tersebut. Kondisi eksisting penggunaan lahan dapat dilihat dari citra Quick Bird yang memiliki resolusi tinggi 0,6 meter.
Hasil analisis Tingkat kerentanan terhadap tsunami di Kota Bandar Lampung, di Kecamatan Bumi Waras memiliki tingkat kerentanan tertinggi pada kelurahan Bumi Waras seluas 85,62 Ha. Kecamatan Panjang di kelurahan Pidada seluas 30,16 Ha. Kecamatan Teluk Betung Selatan memiliki tingkat kerentanan tertinggi pada kelurahan Pesawahan seluas 0.02 Ha dan Kecamatan Teluk Betung Timur di kelurahan Kota Karang seluas 32,11 Ha.

Bandar Lampung is an area in Indonesia which has a high level of Tsunami threat. It is due to the position of Bandar Lampung which is located relatively near the meeting point of Indo-Australian plate dan the Eurasian plate; both are plates are relatively active. Other causes are earthquake threat and the existence of Krakatoa which is potential to generate earthquakes which are followed by a Tsunami. The data analysis showed that the potential Tsunami hazard in the coastal city of Bandar Lampung is the predicted distance run up the marinade tsunami that reached a height of 20 meters above sea level. Potential hazards include four districts, i.e. Bumi Waras District, Panjang District, South Teluk Betung District, and East Teluk Betung District. The research method is Cell-Based modeling, the one using the tool model builder in Arc GIS with 1 meter raster grid analysis, which can show and explain in detail the attributes that exist in the region. From Quick Bird image that has of 0.6 meter resolution, the existing condition of the land use can be clearly seen.
The results of the analysis showed the vulnerability of Tsunami in the city of Bandar Lampung. The results showed that Bumi Waras District has the highest vulnerability level at Bumi Waras Subdistrict with an area of 85.62 Ha. Panjang District has the highest level of vulnerability at Pidada Subdistrict with an area of 30.16 ha. South Teluk Betung District has the highest level of vulnerability at Pesawahan Subdistrict with an area of 0,02 Ha. East Teluk Betung District has the highest level of vulnerability at Kota Karang Subdistrict with an area of 32.11 Ha."
2015
T44490
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Mediawaty Amalia
"Kebutuhan air terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk. Sumber daya air yang tersedia khususnya di perkotaan hampir sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan warganya, kualitas air tanah dangkal dan air permukaan yang tercemar akibat sanitasi yang buruk. Namun ketergantungan terhadap air tanah tidak dapat dihindari karena pelayanan air perpipaan yang masih terbatas ditambah dengan tarif air perpipaan yang semakin kompetitif. Jika peningkatan kebutuhan tidak diimbangi dengan peningkatan pelayanan air maka akan terjadi kondisi rawan air. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat kerawanan air dan memetakan daerah rawan air hingga tingkat kelurahan di Wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat.
Water Stress Index merupakan salah satu alat untuk mengetahui tingkat kerawanan air di suatu wilayah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Perumusan Water Stress Index menggunakan dua belas indikator, yaitu: ketersediaan air, ketersediaan cakupan pelayanan air perpipaan, kontinuitas air, kualitas air tanah, kualitas air perpipaan, genangan air (banjir), tata guna lahan, ketersediaan sarana sanitasi, tingkat kebutuhan air, daya beli masyarakat dan tingkat kepercayaan masyarakat. Water Stress Index menghasilkan suatu output berupa daerah-daerah dengan tingkat kerawanan air.
Lokasi penelitian berada di Wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Selatan. Berdasarkan Hasil perhitungan, nilai WSI di Jakarta Barat antara 0,14-0,51. Wilayah yang dikategorikan sebagai daerah tingkat rawan air yang sangat tinggi adalah Kelurahan Kamal dan Kelurahan Kalianyar. Hasil perhitungan nilai WSI di Jakarta Selatan berkisar 0,19-0,39. Kondisi rawan air di Jakarta Selatan cukup merata dengan tingkat rawan air rendah hingga menengah. Dengan mengetahui daerah rawan air maka dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan strategi dan arahan kebijakan sektor sumber daya air yang tepat sasaran.

The high population growth affects the high rate of water demand. In urban area, the quality and quantity of water resources are no longer able to serve people needs. Most of the shallow groundwater and the river are contaminated by domestic waste. However, the dependancy to the ground water will still continue, as long as the coverage of piped water service is limited and its fare goes more competitive. When the increasing water demand is not supported by similar improvement of water supply, water stress condition will occur. The purpose of this research is to determine the level of water stress and to map the result based on district scope.
Water Stress Index is an instrument to determine the level water stress area. Water stress index uses descriptive method with quantitave approach. Formulation of Water Stress Index uses twelve indicators, i.e. the availability of water, availability of piped water coverage, continuity of water, ground water quality, the quality of piped water, flooding, land use, availability of sanitation facilities, the need for water, power purchasing and the level of public trust. Water Stress Index produces an output in the form of areas with level of vulnerability of water.
The research was conducted in South and West Jakarta. Based on the result of water stress index calculation, water stress level in West Jakarta ranged from 0,14 to 0,51, the areas with very high water stress are Kelurahan Kamal and Kelurahan Kalianyar. The research also results that water stress index at most areas in South Jakarta are low to middle level ranging from 0,19 to 0,39. The result of WSI calculation which has been put into a map and visually presented can be utilized as a basis for better startegy and policy planning in increasing of fresh water supply sector.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1645
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Meirisya
"Indonesia merupakan negara maritim yang berpotensi untuk mengembangkan hasil laut. Sebagai negara yang dilalui oleh subduction zone, Indonesia rentan terkena bencana gempa dan tsunami. Banda Aceh sebagai daerah yang pernah ditimpa oleh bencana tersebut pada 26 Desember 2004 memerlukan fasilitas pelabuhan sebagai sarana untuk mendukung transaksi perikanan. Untuk itu perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai pelabuhan perikanan di daerah rawan bencana tsunami.
Penelitian ini ditulis dengan metode deskriptif melalui pengumpulan data primer dari wawancara dan observasi serta data sekunder dari textbook, journal , dengan menggunakan 3 daerah sebagai bahan studi kasus. Daerah tersebut antara lain pelabuhan perikanan Lampulo Indonesia, pelabuhan perikanan Beruwala Srilanka, dan pelabuhan perikanan Aonae Jepang yang lebih berpengalaman dalam menanggulangi masalah mitigasi bencana tsunami.
Penulisan ini membahas dari aspek tata letak dan bangunan yang dapat diintegrasikan dengan upaya mitigasi. Sehingga disimpulkan bahwa tata letak,bentuk bangunan, fasilitas pokok pelabuhan perikanan (bangunan perlindungan pantai) menjadi hal yang sangat penting untuk diterapkan pada pelabuhan perikanan rawan tsunami. Kajian ini menjadi awal pembelajaran bagi Indonesia untuk lebih memperhatikan penanggulangan bencana tsunami terhadap pelabuhan perikanan yang bermasa depan panjang di Indonesia.

Indonesia is a maritime country that has a potential in developing its marine resources. As a country that is traversed by the subduction zone, Indonesia could easily be hit by natural disasters such as earthquake and tsunami. Banda Aceh as a region that has ever been hit by those disasters on December 26th 2004, requires port facilities as a mean to support fisheries transactions. Therefore, there needs to be a further study about the fishing port in tsunami prone areas.
This research is written using a descriptive method through primary data collection such as interview and obeservatian, secondary data such as textbooks, journals, and other sources which then been examined through three case studies, each from different regions. The regions are Lampulo fishing port in Indonesia, Beruwala fishery harbor in Srilanka, and Aonae fishing port in Japan that has more experience in tackling the problem of tsunami disaster mitigation.
This thesis discusses aspects such as layout of the area and buildings that can be integrated into mitigation efforts. In conclusion, layout, building form, and main facilities of fishing port (such as coastal-protection building) become the important aspects for fishing port located in the tsunami prone area. This research could hopefully be a trigger for Indonesia to pay more attention in encountering natural disasters, especially tsunami that might strike fishing ports since fishing industry has a long and bright future in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46379
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1995
S34084
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hernilawaty
"Wilayah Indonesia sebagian besar terdiri dari pesisir dan laut dan jika dikelola dengan baik, wilayah itu, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena pesisir dan laut mengandung sumber daya yang tidak sedikit. Wilayah pesisir pantai dan laut yang berada di sekitar daerah kabupaten, selama ini pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya sebagai perpanjangan tangan saja. Hal ini disebabkan belum adanya penyerahan wewenang yang jelas kepada daerah untuk mengelola pesisir pantai dan laut. Berdasarkan hasil penelitian yang berkaitan dengan wewenang daerah mengelola pesisir dan laut di Kabupaten Lampung Selatan disimpulkan bahwa pengaturan tentang wewenang pemerintah kabupaten di wilayah pesisir dan laut tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Wewenang pemerintah kabupaten selama ini hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah propinsi sehingga 'pengelolaannya sering menemui kegagalan, dalam praktiknya wewenang yang dimiliki pemerintah kabupaten mengelola pesisir dan laut hanya terbatas pada pengelolaan skala kecil saja, dan hasil yang diperoleh sebagian besar tersedot ke pemerintah pusat. Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yang memberikan wewenang kepada daerah untuk mengelola pesisir dan laut, diharapkan dapat dijadikan dasar wewenang bagi daerah untuk mengelola pesisir pantai dan lautnya masing-masing, baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi sehingga daerah dapat meningkatkan pendapatannya sekaligus pula mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
T2500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Pauza Pratiwi
"ABSTRAK
Kota Pariaman merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki kejadian gempa bumi yang sangat tinggi baik dari darat maupun dari bawah laut. Hal ini dikarenakan wilayah Kota Pariaman berbatasan langsung dengan Samudera Hindia yang menjadi tempat pertemuan dua lempeng tektonik yaitu Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Tingkat kegempaan di bawah laut yang tinggi dapat memicu bencana tsunami. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model dinamika spasial kawasan rawan tsunami di Kota Pariaman, kemudian dengan menggunakan metode Cellular Automata Markov Chains (CA-MC) model tersebut digunakan untuk memodelkan kawasan rawan tsunami di Kota Pariaman tahun 2030 berdasarkan faktor pendorong yang diberikan kepada model. Faktor pendorong yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketinggian kawasan, kemiringan lereng, jarak dari garis pantai, jarak dari jalan raya, dan jarak dari sungai. CA-MC merepresentasikan tutupan lahan yang berubah tergantung pada sel tetangganya. Setelah model dihasilkan, model tersebut dianalisis berdasarkan RTRW Kota Pariaman tahun 2030 untuk membandingkan hasil model tersebut dengan RTRW eksisting. Untuk mendapatkan daerah rawan tsunami, model tutupan lahan tahun 2030 dilapisi dengan peta rawan tsunami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari tahun 2018 hingga tahun 2030 telah terjadi peningkatan wilayah rawan tsunami dengan kelas rendah, sedang, dan tinggi di kawasan pemukiman.
ABSTRACT
Pariaman City is one of the cities in Indonesia which has a very high incidence of earthquakes both from land and from under the sea. This is because the Pariaman City area is directly adjacent to the Indian Ocean which is the meeting place for two tectonic plates, namely the Eurasian Plate and the Indo-Australian Plate. The high level of seismicity under the sea can trigger a tsunami disaster. This study aims to analyze the spatial dynamics model of tsunami prone areas in Kota Pariaman, then by using the Cellular Automata Markov Chains (CA-MC) method the model is used to model the tsunami prone areas in Kota Pariaman in 2030 based on the driving factors given to the model. The driving factors used in this study are the height of the area, the slope of the slope, the distance from the coastline, the distance from the road, and the distance from the river. CA-MC represents land cover that changes depending on neighboring cells. After the model is generated, the model is analyzed based on the RTRW for Kota Pariaman in 2030 to compare the results of the model with the existing RTRW. To get a tsunami prone area, the land cover model for 2030 is overlaid with a tsunami hazard map. The results show that from 2018 to 2030 there has been an increase in tsunami-prone areas with low, medium, and high classes in residential areas."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>