Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10976 dokumen yang sesuai dengan query
cover
" Bagian hulu Ci Liwung yang berfungsi sebagai kawasan resapan air dan melindungi daerah tengah dan hilir Ci Liwung, sangat sensitif terhadap perubahan debit aliran sungai. Apabila pengelolaan DA Ci Liwung Hulu dilakukan kurang tepat maka dapat memberikan resiko serius terhadap seluruh bagian DAS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi tata air DA Ci Liwung Hulu serta bagaimana hubungannya dengan perubahan luas penggunaan tanah hutan. Indikator yang digunakan untuk mengetahui kondisi DA Ci Liwung Hulu adalah koefisien limpasan yang didapat dengan membandingkan besarnya debit tahunan dengan curah hujan tahunan. Data debit harian diolah menjadi debit tahunan dan data curah hujan harian diolah menjadi curah hujan tahunan dengan metode isohyet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama tahun 1997 ? 2000 terjadi penyusutan luas hutan sebesar 35 % pada Sub DAS Hulu Ci Liwung di bagian timur DA Ci Liwung Hulu dan pada Sub DA Ci Esek bagian utara DA Ci Liwung Hulu. Penyusutan luas hutan tersebut menyebabkan naiknya koefisien limpasan tahun 2001 menjadi 0,63 yang berarti sebagian besar air hujan menjadi aliran permukaan. Penyusutan luas hutan tersebut berlanjut hingga tahun 2003 sebesar 0,9 % (52 Ha) yang menyebabkan koefisien limpasan meningkat 0,24. Sehingga pada tahun 2004 koefisien limpasan DA Ci Liwung Hulu menjadi 0,54 yang berarti kondisi DA Ci Liwung Hulu masih kurang baik dalam mengatur tata air, karena hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan sebagian besarnya menjadi aliran permukaan. Jadi setiap penurunan 1 Ha luas hutan akan menyebabkan peningkatan koefisien limpasan sebesar 0,005. Kata kunci : curah hujan tahunan; DA Ci Liwung Hulu; debit tahunan; koefisien limpasan; perubahan luas penggunaan tanah hutan xi + 69 hlm.; peta;lamp. Bibliografi: 19 (1980 ? 2004)"
Lengkap +
Universitas Indonesia, 2007
S34017
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Novita Sari Damanik
"DA Ci Liwung hulu secara administrasi masuk ke dalam Kabupaten Bogor dan merupakan input awal bagi keberlanjutan DAS yang tergolong kritis. Penelitian di DA Ci Liwung dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor besaran erosi dan dapat diketahui sebaran wilayah prioritas konservasi tanah. Metode penelitian USLE digunakan untuk memperoleh laju erosi. Indeks bahaya erosi (IBE) diperoleh melalui rasio laju erosi dan toleransi erosi tanah. Sebaran wilayah prioritas konservasi tanah diketahui melalui variable indeks bahaya erosi (IBE), kerapatan vegetasi dan pengelolaan lahan oleh masyarakat. Hasil penelitian menetapkan kejadian erosi potensial dan IBE dengan resiko terberat paling luas terjadi di Sub-DA Ci Bogo - CiSarua. Melalui overlay variable IBE, kerapatan vegetasi, dan pengelolaan lahan diketahui Prioritas I mayoritas terletak pada wilayah dengan kriteria kelerengan 5 - 15% dengan luas 4.615 ha dengan rata-rata ketinggian 1.000 ? 2.500 m dpl, curah hujan yang cukup dengan besaran antara 3000 - 4000 mm, penutupan lahan yang ada kurang rapat - terbuka berupa kebun campuran serta ktidak adanya tindakan pengamanan pada lahan, dan wilayah prioritas I terluas terdapat di Sub DA Ci Seuseupan - CiSukabirus dengan luasan 1.106 ha.
The Upstream Ci Liwung River, located in Bogor Regency, is the initial input and plays an important role in the sustainability of the watershed it forms. This research is conducted at the Upstream Ci Liwung River to determine factors influencing the magnitude of erosion at the watershed. The aim of this research is to determine priority soil conservation areas at the said watershed. The research implements the Universal Soil Loss Equation (USLE) method to determine the rate of erosion. Erosion Risk Index (ERI) was obtained by calculating the erosion rate ratio and tolerable soil erosion. The results reveal that the CiBogo - CiSarua sub-watershed has the vastest area of potential erosion and also the highest Erosion Risk Index. The variables of ERI, vegetation density and land management were overlaid to determine Priority I areas at the watershed, which resulted to areas with a slope value of 5 - 15 percent, 4,615 hectares (± 11,403 acres) in area, average altitude of 1.000 - 2.500 m above sea level, precipitation of 3000 ? 4000 mm, and scarce or open vegetation (mixed plantation) with no land conservation efforts. The 1,106 hectare CiSeuseupan - CiSukabirus sub-watersheds is also a priority I area."
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T31531
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S33766
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasyid Aulia Rachman
"ABSTRAK
DA Ci Liwung Hulu merupakan bagian dari kesatuan DA Ci Liwung yang memiliki peran sebagai zona produksi keluaran DAS, berupa debit dan sedimen. Sebagai zona yang memproduksi sedimen, DA Ci Liwung Hulu tentu berpengaruh terhadap tingginya laju sedimentasi yang terjadi di DA Ci Liwung. Penelitian dilakukan terhadap jenis sedimen melayang dengan mengamati karakteristik debit aliran di DA Ci Liwung Hulu sehingga didapatkan persamaan agar dapat melakukan estimasi besaran konsentrasi sedimen melayang berdasarkan besaran debit aliran di wilayah penelitian. Identifikasi terhadap faktor eksternal DAS dilakukan untuk menjelaskan karakteristik curah hujan di wilayah penelitian, baik secara spasial maupun temporal. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik dan deskriptif komparasi spasial untuk menjelaskan pengaruh dari komponen curah hujan terkait dengan karakteristik kemiringan lereng dan penggunaan tanah wilayah penelitian. Hasil analisis menunjukan bahwa sekitar 71% variasi konsentrasi sedimen melayang dipengaruhi oleh debit aliran, sedangkan 29% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain. Identifikasi pada persebaran curah hujan menunjukan distribusi curah hujan lebih besar pada bagian tengah dan selatan wilayah penelitian, dimana komponen kemiringan lereng dan penggunaan tanah cenderung memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap komponen pola sedimen melayang. Sedangkan pada distribusi temporal curah hujan menunjukan bahwa durasi hujan berpengaruh terhadap variasi komponen konsentrasi sedimen melayang dan debit aliran di wilayah penelitian.
ABSTRACT
Ci Liwung Hulu Watershed is the uppermost part of Ci Liwung Watershed which role’s as the production zone for watershed outputs (water discharge and sediment). As the production zone of watershed, DA Ci Liwung Hulu would affect the high sedimentation rate phenomenon which happens at Ci Liwung Watershed. Research conducted on suspended type of sediment by observing water discharge characteristics to obtain the relationship equation, in order to estimate the amount of suspended sediment concentration based on the amount of water discharge rates at Ci Liwung Hulu Watershed. Identification on external factors conducted to explain influences rainfall characteristics on the site, spatially as well as temporally. Results of the analysis shows that approximately 71% of the variation of suspended sediment concentration is influenced by water discharge rate, while the other 29% of the variation is influenced by other factors. Identification on spatial rainfall distribution shows that the higher amount of rain fall on the center and southern parts of the site, where the slope and land use components tend to have a big impact to the suspended sediment relationship components. Apart from that, temporally rainfall distribution shows that the duration of rainfall affect the variation of suspended sediment concentration and water discharge on the watershed."
Lengkap +
2014
S61400
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setia Budi
"Sampai saat ini, minyak dan gas bumi masih menjadi penghasil devisa yang utama bagi Indonesia, hal ini mengingat belum ada sektor lain diluar sektor minyak dan gas bumi yang dapat menjadi andalan bagi Indonesia untuk memperoleh devisa bagi kelangsungan pembangunan nasionalnya. Selain merupakan energi yang tidak terbarukan, dalam pengusahaan maupun pengelolaan minyak dan gas bumi memerlukan modal besar, teknologi canggih, serta sumber daya manusia yang handal.
Dalam perkembangan kontrak hulu migas di Indonesia telah dikenal berbagai macam jenis kontrak, antara lain: kontrak konsesi, kontrak karya, dan kontrak production sharing; dimana pada saat ini yang berlaku adalah kontrak production sharing dangan variasinya, antara lain : JOA/JOB, EOR, TAC. Seperti diketahui, telah banyak kontraktor asing maupun lokal yang beroperasi di Indonesia untuk mencari minyak dan gas bumi. Dari 60 buah cekungan geologi di Indonesia, 15 buah diantaranya merupakan cekungan yang telah berproduksi, dan digunakan sebagai alternatif yang menarik bagi investor untuk menanamkan modalnya dalam kegiatan hulu migas.
Untuk melakukan evaluasi geologi terhadap cekungan yang telah berproduksi tersebut, telah ditentukan 5 buah kriteria (Cadangan, Reservoir, Batuan Induk, Perangkap, dan Migrasi) dan 12 buah subkriteria (Minyak, Gas, Porositas, Permeabilitas, Vitrinite Reflectance, TOG, Type Kerogen, Struktur, Stratigrafi, Kombinasi Struktur dan Stratigrafi, Primer, dan Sekunder). Guna memperoleh penilaian yang akurat, maka dilakukan pula pembuatan kuesioner "Tingkat Kepentingan Kriteria" dan kuesioner "Penilaian Perbandingan Berpasangan", kemudian dilanjutkan wawancara dengan ahli-ahli geologi dari beberapa perusahaan minyak asing maupun PERTAMINA.
Melalui penerapan metoda AHP (Analytical Hierarchy Process), data yang diperoleh dari wawancara tersebut diolah dengan menggunakan piranti lunak "Expert Choice"; dari sini dapat diketahui bobot kriteria maupun subkriteria secara parsial ataupun global. Berdasarkan pengolahan data dan analisa hasil pembobotan, maka dapat diperoleh 2 (dua) macam strategi yang berhubungan dengan prioritas cekungan, yakni:
- Bilamana berminat untuk mencari minyak
- Bilamana berminat untuk mencari gas"
Lengkap +
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Mahdi
"Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang sangat bervariasi terhadap ketinggian dalam distribusi spasial dan temporalnya. Distribusi curah hujan spasial dan temporal didapatkan dari radar cuaca dan stasiun observasi. Melalui pemetaan spasial dan temporal penelitian ini akan mengungkapkan perbandingan distribusi curah hujan antara radar cuaca dengan stasiun observasi curah hujan terhadap ketinggian.
Hasil pengolahan data menunjukan distribusi curah hujan terbanyak pada ketinggian 500-1.000 mdpl dimana semakin tinggi ketinggian tempat maka distribusi curah hujannya semakin menurun baik dari hasil radar cauca maupun stasiun observasi. Analisis temporal memberikan hasil kesamaan waktu kejadian curah hujan tertinggi dari radar cuaca dan stasiun observasi pada pukul 12:00 sampai 18:00.

Rainfall is one of the climate element that highly variable from elevation in spatial and temporal distribution. The spatial and temporal rainfall distribution obtained from weather radar and observation stations. This research will reveal rainfall distribution comparison between weather radar with rainfall observation station of elevation. Through spatial and temporal mapping of.
The results of data processing shows rainfall distribution at an altitude 500-1.000 meters above sea level where the higher altitude of the distribution of rainfall decreases both from the weather radar and observation stations. Temporal analysis provides results in common occurrence time of the highest rainfall weather radar and weather observation station at 12:00 to 18:00.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Aulia Sartika
"ABSTRAK
Dalam menganalisis suatu Daerah Aliran Sungai, salah satu parameter yang dibutuhkan adalah nilai runoff coefficient atau curve number. Dimana nilai ini menggambarkan aliran yang melimpas atau terserap ke dalam tanah sesuai dengan peruntukkan penggunaan lahannya. Dalam menentukan nilai parameter tersebut, perlu diperhatikan klasifikasi jenis tanah atau pengelompokkan hidrologis tanah (Hydrologic Soil Group). Hydrologic Soil Group ini terdiri dari 4 kelompok yaitu A, B, C, dan D. Saat jenis kelompok hidrologisnya berbeda, maka nilai runoff coefficient atau curve number ini akan berbeda. Pengelompokkan Hydrologic Soil Group dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa cara, yaitu berdasarkan sifat-sifat tanah, peta tanah detail, atau laju infiltrasi minimum. Menurut Badan Informasi Geospasial, 2018, klasifikasi Hydrologic Soil Group pada DAS Ciliwung Hulu terbagi ke dalam tiga kelompok yaitu, A, B, dan D. Dalam klasifikasinya, Hydrologic Soil Group yang berbeda memiliki nilai laju infiltrasi yang berbeda pula. Sehingga dengan diketahuinya nilai laju infiltrasi di suatu lokasi, akan diketahui pula klasifikasi Hydrologic Soil Group pada lokasi tersebut. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis persebaran klasifikasi Hydrologic Soil Group berdasarkan laju infiltrasi yang didapatkan dari penelitian langsung di lapangan. Penelitian dilakukan di 14 titik lokasi yang berbeda, yang tersebar di wilayah DAS Ciliwung Hulu, dengan waktu yang berbeda. Metode penelitian langsung di lapangan dilakukan dengan menggunakan bantuan alat double-ring infiltrometer. Data yang didapatkan dari penelitian lapangan kemudian diolah dengan menggunakan estimasi parameter dan Metode Horton untuk mendapatkan laju infiltrasi Horton. Dengan bantuan Inverse Distance Weighted (IDW) pada software ArcMap, akan didapatkan peta persebaran laju infiltrasi dan peta persebaran klasifikasi Hydrologic Soil Group pada DAS Ciliwung Hulu. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai laju infiltrasi pada DAS Ciliwung bagian Hulu berkisar antara 0.15 - 24.45 cm/jam. Dengan laju infiltrasi tersebut, didapatkan pula persebaran Hydrologic Soil Group pada DAS Ciliwung Hulu, yaitu terdiri dari kelompok A, B, dan C. Dari peta persebaran Hydrologic Soil Group pada DAS Ciliwung Hulu terlihat bahwa kelompok Hydrologic Soil Group yang mendominasi adalah kelompok A yang memiliki kemampuan infiltrasi yang tinggi dan potensi run-off yang rendah.

ABSTRACT
In analyzing a watershed, one of the parameters needed is the runoff coefficient or curve number. This value describes the flow that overflows or absorbed into the soil in accordance with the intended use of land. In determining the value of these parameters, it is necessary to note the classification of soil types or soil hydrological grouping (Hydrologic Soil Group). The Hydrologic Soil Group consists of 4 groups: A, B, C, and D. When the types of hydrological groups are different, then the runoff coefficient or curve number will be different. Grouping the Hydrologic Soil Group can be determined using several methods, based on soil properties, detailed soil maps, or minimum infiltration rates. According to the Badan Informasi Geospasial, 2018, the classification of the Hydrologic Soil Group in the Ciliwung Hulu watershed is divided into three groups, namely, A, B, and D. In the classification, different Hydrologic Soil Groups have different infiltration rate values. So that by knowing the rate of infiltration in a location, the classification of the Hydrologic Soil Group will be known at that location. In this study, an analysis of the distribution of the Hydrologic Soil Group classification based on the infiltration rate obtained from direct research in the field will be conducted. The study was conducted in 14 different location points, which were spread across the Upper Ciliwung watershed, with different times. The direct research method in the field is carried out using the aid of a double-ring infiltrometer. Data obtained from field research were then processed using parameter estimation and Horton Method to obtain Horton infiltration rate. With the assistance of Inverse Distance Weighted (IDW) in ArcMap software, a map of the infiltration rate distribution and a map of the distribution of the Hydrologic Soil Group distribution in the Ciliwung Hulu watershed will be obtained. The results obtained from this study indicate that the infiltration rate in the Upper Ciliwung watershed ranges from 0.15 - 24.45 cm/hour. With the infiltration rate, the distribution of the Hydrologic Soil Group was also found in the Ciliwung Hulu watershed, which consisted of groups A, B, and C. From the distribution map of the Hydrologic Soil Group in the Upper Ciliwung watershed it was seen that the dominant group of Hydrologic Soil Group A had high infiltration capability and low run-off potential."
Lengkap +
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S35583
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Adri Waani
"ABSTRAK
Penelitian ini bertolak dari keinginan peneliti untuk menguji secara empirik tentang hubungan sebab akibat perubahan kondisi udara. Perlunya mengkaji perubahan kondisi udara karena seakan-akan terdapat ketidaksesuaian antara teori dan fakta serta terdapatnya perbedaan pendapat di kalangan beberapa ahli.
Secara khusus, penelitian ini bertujuan menganalisis terjadinya perbedaan kondisi udara akibat aktivitas manusia dalam penggunaan tanah (pertanian, permukiman dan hutan).Lokasi penelitian Daerah Aliran Ci Liwung Hulu yang meliputi 27 lokasi pengamatan. Sampel penelitian secara random diambil 6 unit lokasi dengan mengumpul data tentang radiasi netto-albedo permukaan, konsentrasi CO2-O2, suhu udara dan kelembaban nisbi udara. Hipotesis yang hendak diuji ialah terjadi perubahan kondisi udara apabila terjadi perubahan penggunaan tanah dari hutan menjadi pertanian, hutan menjadi permukiman dan pertanian menjadi permukian.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menganalisis beda rataan masing-masing komponen kondisi udara menurut kawasan penggunaan tanah, menggunakan uji t pada taraf signifikansi tertentu.
Perubahan-perubahan kondisi udara yang terjadi di Daerah A1iran Ci Liwung Hulu diperoleh dari adanya perbedaan-perbedaan herikut ini: (1) rataan suhu udara kawasan hutan (23,1 °C), kawasan pertanian (24,7 °C), dan kawasan permukiman (26,0 °C); (2) konsentrasi CO2 yang ditunjukkan oleh rataan konsentrasi 0, di kawasan hutan (8,21 µmoles/ml), kawasan pertanian (7,84 µmoles/ml), kawasan permukiman (7,23 µmoles/ml); (3) rataan kelembaban nisbi udara di kawasan hutan {94 %), kawasan pertanian {83 %), kawasan permukiman (77 %); (4) radiasi netto ditunjukkan oleh rataan albedo perrnukaan di kawasan hutan (11,37%), kawasan pertanian {17,23 %), kawasan permukiman (21,03 %).
Data yang diperoleh ternyata mendukung dugaan peneliti, sehingga hipotesis penelitian teruji dan dapat diterima untuk keperluan penarikan kesimpulan tentang masalah yang diteliti. Kelembaban udara dan radiasi netto di kawasan hutan lebih tinggi dari kawasan pertanian dan permukiman. Suhu udara dan konsentrasi CO2 di kawasan hutan lebih rendah dari kawasan pertanian dan permukiman.
Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam rangka arahan bagi pengelolaan lingkungan yang dilakukan di daerah hulu sungai. Hal ini terutama karena adanya peningkatan perubahan penggunaan tanah sehubungan dengan aktivitas pariwisata.

ABSTRACT
In this paper an attempt is made to find out whether changes will occur in the microclimate of an area, changes in the use of the land takes place. Although it is well known that the microclimate of an area will change, due to changes in land use, sufficient proof, however, is still lacking.
This research is carried out in the Upper Ciliwung Basin, well above the one with a true tropical climate, on 27 observation posts. The data gathered are on surface albedo-net radiation, concentration of C02-02, air temperature near the ground and relative humidity, The land use consists of changes from woodland to agricultural land and lastly to housing compounds successively.
The findings conclude, that there is an increase in mean temperature from woodland to agricultural land and housing respectively, from 23,1 0C, to 24,7 0C to 26,0 0C respectively.
The concentration of CO,; by measuring the concentration of O2, is as follows: woodland 8,21 µmoles/ ml, agriculture 7,84 µmoles/ml, housing 7,23 µmoles/ ml.
Relative humidity of the air is found to decreasing in percentage points on those three types of land uses, which can be seen in the following: woodland Q4 per cent, agriculture 83 per cent and housing 77 per cent.
On .the other hand, the net radiation decrease, indicated by increase of surface albedo from woodland to housing, as can be seen in the following figures: woodland 11,37 per cent, agriculture 17,23 per cent, and finally housing 21,03 per cent.
The results of this investigation proves that any change of land use from woodland is detrimental to the environment in general.
"
Lengkap +
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>